Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemorrhoid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien, bukan
merupakan suatu keadaan yang patologis (tidak normal), namun bila sudah mulai
menimbulkan keluhan, harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya. Hemorrhoid
dari kata ''haima'' dan ''rheo''. Dalam medis, berarti pelebaran pembuluh darah vena
(pembuluh darah balik) di dalam pleksus hemorrhoidalis yang ada di daerah anus.
Dibedakan menjadi 2, yaitu hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna yang
pembagiannya berdasarkan letak pleksus hemorrhoidalis yang terkena (Murbawani,
2006).
Hemorrhoid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran
pembuluh (dilatasi) vena. Pelebaran pembuluh vena yang terjadi di daerah anus sering
terjadi. Pelebaran tersebut disebut venecsia atau varises daerah anus dan perianus.
Pelebaran tersebut disebabkan oleh bendungan darah dalam susunan pembuluh vena.
Pelebaran pembuluh vena di daerah anus sering disebut wasir, ambeien atau hemorrhoid.
Hemorrhoid dapat dibagi atas hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna. Hemorrhoid
dapat disebabkan karena bendungan sentral seperti bendungan susunan portal pada sirosis
hepatic, herediter atau penyakit jantung koroner, serta pembesaran kelenjar prostate pada
pria tua, atau tumor pada rectum (Patologi F.K.UI, 1999).
Hemorrhoid interna adalah pleksus vena hemorrhoidalis superior di atas
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini merupakan bantalan
vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna
sering terletak di kanan depan, kanan belakang dan kiri lateral. Hemorrhoid eksterna
merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoidalis inferior, terdapat di sebelah
distal pada mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus (Sjamsuhidajat, 1998).
Hemorrhoid dapat menyebabkan kesulitan untuk defekasi. Hemorrhoid tidak
hanya terjadi pada pria usia tua, tetapi wanita bisa terjadi hemorrhoid. Usia muda dapat
pula terjadi hemorrhoid (Isselbacher, dkk, 2000). Diperkirakan bahwa 50 % dari populasi
yang berumur lebih dari 50 tahun menderita hemorrhoid secara nyata atau minimal.
Kebanyakan dari mereka tidak memberikan keluhan (Robbins, 1995).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hemorrhoid ?
2. Apa etiologi hemorrhoid ?
3. Apa patofisiologi hemorrhoid ?
4. Apa saja gejala klinis hemorrhoid ?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik hemorrhoid ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang hemorrhoid ?
7. Bagaimana penatalaksanaan hemorrhoid ?
8. Bagaimana pencegahan hemorrhoid ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hemorrhoid
2. Untuk mengetahui etiologi hemorrhoid
3. Untuk mengetahui patofisiologi hemorrhoid
4. Untuk mengetahui gejala klinis hemorrhoid
5. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik hemorrhoid
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hemorrhoid
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hemorrhoid
8. Untuk mengetahui pencegahan hemorrhoid

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hemorrhoid


Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena hemorrhoidalis
interna. Mekanisme terjadinya hemorrhoid belum diketahui secara jelas. Hemorrhoid
berhubungan dengan konstipasi kronis disertai penarikan feces. Pleksus vena hemorrhoidalis
interna terletak pada rongga submukosa di atas valvula morgagni. Kanalis anal
memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis eksterna, tetapi kedua rongga berhubungan
di bawah kanalis anal, yang submukosanya melekat pada jaringan yang mendasarinya untuk
membentuk depresi inter hemorrhoidalis. Hemorrhoid sangat umum dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan hidrostatik pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan
waktu berdefekasi, atau dengan sirosis hepatis (Isselbacher, 2000). Pada sirosis hepatic terjadi
anatomosis normal antara system vena sistemik dan portal pada daerah anus mengalami
pelebaran. Kejadian ini biasa terjadi pada hipertensi portal. Hipertensi portal menyebabkan
peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena portal hepatica, dengan peningkatan
darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus
(Underwood, 1999).
Hemorrhoides atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah.
Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut venectasia atau
varises daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh bendungan dalam susunan pembuluh
vena. Hemorrhoid disebabkan oleh obstipasi yang menahun dan uterus gravidus, selain itu
terjadi bendungan sentral seperti bendungan susunan portal pada cirrhosis hati, herediter atau
penyakit jantung kongestif, juga pembesaran prostat pada pria tua, atau tumor pada rectum
(Bagian Patologi F.K.UI, 1999).

2.2 Etiologi Hemorrhoid


Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah :
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas

3
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa
(Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan
penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004).

2.3 Patofisiologi Hemorrhoid


Pada permulaan terjadi varises hemoroidalis, belum timbul keluhan
keluhan. Akan timbul bila ada penyulit seperti perdarahan, trombus dan infeksi.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam
saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan
umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat
inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan
darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut
dan nekrosis. Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1. Hemoroid interna, merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media.
2. Hemoroid eksterna, merupakan varises vena hemoroidalis inferior.

Hemorrhoid Interna
Pleksus hemorrhoidalis interna dapat membesar, apabila membesar terdapat
peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang mendukungnya, dan terjadi
pembengkakan vena. Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna disebut
dengan hemorrhoid interna (Isselbacher, dkk, 2000). Hemorrhoid interna jika varises yang
terletak pada submukosa terjadi proksimal terhadap otot sphincter anus. Hemorrhoid interna
merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rectum sebelah bawah.
Hemorrhoid interna sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan
belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil terdapat diantara ketiga letak primer
tersebut (Sjamsuhidajat, 1998). Hemorrhoid interna letaknya proksimal dari linea pectinea
dan diliputi oleh lapisan epitel dari mukosa, yang merupakan benjolan vena hemorrhoidalis

4
interna. Pada penderita dalam posisi litotomi terdapat paling banyak pada jam 3, 7 dan 11
yang oleh Miles disebut: three primary haemorrhoidalis areas (Bagian Bedah F.K. UI, 1994).
Trombosis hemorrhoid juga terjadi di pleksus hemorrhoidalis interna. Trombosis akut
pleksus hemorrhoidalis interna adalah keadaan yang tidak menyenangkan. Pasien mengalami
nyeri mendadak yang parah, yang diikuti penonjolan area trombosis (David, C, 1994).
Berdasarkan gejala yang terjadi, terdapat empat tingkat hemorrhoid interna, yaitu;
Tingkat I : perdarahan pasca defekasi dan pada anoskopi terlihat permukaan dari benjolan
hemorrhoid.
Tingkat II : perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah defekasi terjadi prolaps
hemorrhoid yang dapat masuk sendiri.
Tingkat III : perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi dengan prolaps hemorrhoid
yang tidak dapat masuk sendiri, harus didorong dengan jari.
Tingkat IV : hemorrhoid yang terjepit dan sesudah reposisi akan keluar lagi. (Bagian Bedah
F.K.U.I, 1994).

Hemorrhoid Eksterna
Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka disebut hemorrhoid
eksterna (Isselbacher, 2000). Letaknya distal dari linea pectinea dan diliputi oleh kulit biasa
di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa benjolan karena dilatasi vena
hemorrhoidalis.
Ada 3 bentuk yang sering dijumpai:
1. Bentuk hemorrhoid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.
2. Bentuk trombosis atau benjolan hemorrhoid yang terjepit.
3. Bentuk skin tags.
Biasanya benjolan ini keluar dari anus kalau penderita disuruh mengedan, tapi dapat
dimasukkan kembali dengan cara menekan benjolan dengan jari. Rasa nyeri pada perabaan
menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti infeksi, abses perianal
atau koreng. Ini harus dibedakan dengan hemorrhoid eksterna yang prolaps dan terjepit,
terutama kalau ada edema besar menutupinya. Sedangkan penderita skin tags tidak
mempunyai keluhan, kecuali kalau ada infeksi.
Hemorrhoid eksterna trombotik disebabkan oleh pecahnya venula anal. Lebih tepat
disebut hematom perianal. Pembengkakan seperti buah cery yang telah masak, yang dijumpai
pada salah satu sisi muara anus. Tidak diragukan lagi bahwa, seperti hematom, akan
mengalami resolusi menurut waktu (Dudley, 1992 ).
5
Trombosis hemorrhoid adalah kejadian yang biasa terjadi dan dapat dijumpai timbul
pada pleksus analis eksternus di bawah tunika mukosa epitel gepeng, di dalam pleksus
hemorrhoidalis utama dalam tela submukosa kanalis analis atau keduanya. Trombosis analis
eksternus pada hemorrhoid biasa terjadi dan sering terlihat pada pasien yang tak mempunyai
stigmata hemorrhoid lain. Sebabnya tidak diketahui, mungkin karena tekanan vena yang
tinggi, yang timbul selama usaha mengejan berlebihan, yang menyebabkan distensi dan stasis
di dalam vena. Pasien memperlihatkan pembengkakan akuta pada pinggir anus yang sangat
nyeri (David, C, 1994).
Klasifikasi Derajat Hemoroid
Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).
Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.
Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.
Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali (Merdikoputro, 2006).

2.4 Gejala Klinis Hemorrhoid


Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan Abbas,
2007) yaitu :
a. Hemoroid Internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus.
2. Perdarahan.
3. Rasa tak nyaman.
4. Gatal.
b. Hemoroid Eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri (jika mengalami trombosis).
3. Gatal.

2.5 Pemeriksaan Fisik Hemorrhoid


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps.
Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit
membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid
tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002). Daerah perianal juga diinspeksi untuk

6
melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan
tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).

2.6 Pemeriksaan Penunjang Hemorrhoid


Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi.
Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang
optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam
Kaidar-Person, Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan
sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di
daerah anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat
berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk
kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti
pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan
menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan
umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan
pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002).

2.7 Penatalaksanaan Hemorrhoid


Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan
dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada hemoroid.
Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi
seperti kodein (Daniel, 2010).
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat
memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal
hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi
cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan
pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid,
meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.
7
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi
gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-
lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat
membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi
meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain :
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu :


1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable
oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi
adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi
inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan
menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau
mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988)
dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah
dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber bandmenyebabkan
nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke
dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur
banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi,
8
dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang
minimal.
4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada
hemoroid internal derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan dengan
menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang dapat
melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid tersebut
diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan
akan mengurangi ukuran hemoroid.
7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat
rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di
dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini
menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy
adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid (American
Gastroenterological Association, 2004).
8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid
pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy
adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan
efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).

2.8 Pencegahan Hemorrhoid


Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan :
1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayur-
mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini
membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan
tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan buang
air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan.

9
BAB III
KESIMPULAN

Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena hemorrhoidalis


interna. Hemorrhoides atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah.
Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut venectasia atau
varises daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh bendungan dalam susunan pembuluh
vena. Hemorrhoid disebabkan oleh obstipasi yang menahun dan uterus gravidus, selain itu
terjadi bendungan sentral seperti bendungan susunan portal pada cirrhosis hati, herediter atau
penyakit jantung kongestif, juga pembesaran prostat pada pria tua, atau tumor pada rectum
(Bagian Patologi F.K.UI, 1999).
Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1. Hemoroid interna, merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media.
2. Hemoroid eksterna, merupakan varises vena hemoroidalis inferior.
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi
seperti kodein (Daniel, 2010).
Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan :
1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayur-
mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini
membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan
tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan buang
air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan.

10
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.academia.edu/17289852/HEMOROID_2A
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31133/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
 http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/download/10/7

11

Anda mungkin juga menyukai