Anda di halaman 1dari 4

Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam Lingkungannya

Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai Abdun(hamba Allah) dan
sebagai Khalifah Allah (wakil Allah) di bumi. Esensi dari Abdun adalah ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan
esensi dari Khalifah adalah tanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungannya,
baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Dalam konteks Abdun, manusia
menempati posisi sebagai ciptaan Allah yang memiliki konsekwensi adanya
keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada penciptanya. Keengganan
manusia menghambakan diri kepada Allah sebagai pencipta dirinya akan
menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan Sang pencipta
kepadanya. Dengan hilangnya rasa syukur mengakibatkan manusia menghamba
kepada selain Allah, termasuk menghambakan diri kepada hawa nafsunya.
Keikhlasan manusia menghambakan dirinya kepada Allah akan mencegah
penghambaan manusia kepada sesama manusia termasuk kepada dirinya. Fungsi
kedua adalah sebagai Khalifah (wakil Allah) di muka bumi. Dalam posisi ini
manusia mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan
lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia diberikan kebebasan untuk
mengeksploitasi, menggali sumber-sumber alam, serta memanfaatkannya dengan
sebesar-besarnya untuk kemanfaatan umat manusia, asalkan tidak berlebih-
lebihan dan melampaui batas. Karena pada dasarnya, alam beserta isinya ini
diciptakan oleh Allah untuk kehidupan dan kemaslahatan manusia. Untuk
menggali potensi alam dan pemanfaatannya diperlukan ilmu pengetahuan yang
memadai. Hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup (para
ilmuwan atau para cendekiawan) yang sanggup menggali dan memberdayakan
sumber-sumber alam ini. Akan tetapi, para ilmuwan juga harus sadar bahwa
potensi sumber daya alam ini terbatas dan akan habis terkuras apabila tidak
dijaga keseimbangannya. Oleh karena itu, tanggung jawab memakmurkan,
melestarikan, memberdayakan dan menjaga keseimbangan alam semesta banyak
bertumpu pada para ilmuwan dan cendekiawan. Mereka mempunyai amanat
atau tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak
mempunyai ilmu pengetahuan. Kerusakan alam dan lingkungan ini lebih banyak
disebabkan karena ulah tangan manusia sendiri (Qs. Ar Rum : 41). Mereka banyak
yang menghianati perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga
amanat sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga, melestarikan alam ini.
Justru mengeksploitir alam ini untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Kedua fungsi manusia tersebut tidak boleh terpisah, artinya keduanya merupakan
satu kesatuan yang utuh yang seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan
manusia. Jika hal tersebut dapat dilakukan secara terpadu, akan dapat
mewujudkan manusia yang ideal (insan kamil) yakni manusia sempurna yang pada
akhirnya akan memperoleh keselamatan hidup dunia dan akhirat.

Kemajuan iptek sebagai tantangan bagi umat islam

Setiap manusia diberikan anugrah oleh Allah SWT berupa kemampuan untuk
mencari dan membuka tabir kebenaran. Anugrah tersebut salah satunya adalah
pikiran dan/kemampuan manusia dalam berpikir rasional yang mampu
mengembangkan kemampuan dalam tiga jenis pengetahuan akal yaitu
pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan filsafi.

Akal juga merupakan salah satuu kemampuan yang mampu mengantarkan


manusia menuju kebenaran tertinggi, setelah itu ada yang dimanakan imajinasi
atau daya khayal yang mampu menghasilkan kreativitas dan menyempurnnakan
sebuah pengetahuan.

Sebagai umat muslim, agar rasa penasaran kita tidak membuat melenceng dari
segala dogma yang kita terima, perlu ada nya upaya untuk menghadapi
perkembangan budaya manusia serta perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang cukup pesat dengan cara mencari keterkaitan nya dengan sistem
nilai dan normal-norma yang berada di dalam agama islam.
Menurut Mehdi Ghulsyani[1] dalam menghadapi perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, ilmuwan muslim dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:

 Kelompok yang menganggap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, moderen


bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Qur'an yang sesuai.
 Kelompok yang bekerja dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar
dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami.
 Kelompok yang percaya adanya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Islam
dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan
nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah "islamisasi ilmu pengetahuan".

Sesungguhnya, dalam konsep Islam, pada dasarnya tidak ada pemisahan yang
tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu
pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan "jalan" untuk menemukan
kebenaran Allah itu sendiri. Pengembangan yang harus dilakukan dalam budaya
Islam adalah bentuk-bentuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang mampu
mengantarkan manusia meningkatkan kemampuan manusia itu sendiri untuk
bemrnafaat bagi orang banyak, bukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang
merusak alam dan sekitarnya.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, akan bermanfaat apabila

 Ilmu Pengetahuan tersebutt bisa memberikan jalan pada kebenaran Allah


dan bukan menjauhkannya
 Bisa membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik)
 Bisamenyelesaikan persoalan umat.

Sebagai seorang muslim, kita seharusnya senantiasa memajukan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi, tanpa perlu takut mengenai temuan-temuan yang
berpotensi mematahkan kepercayaan kita, karena sesungguhnya segala yang ada
di Bumi ini adalah hasil ciptaan Allah SWT. Dengan adanya Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, kita dapat mempermudah hidup kita dan bisa membuat kita lebih
menghargai ciptaan Allah SWT. Manusia harus mengamalkan ilmunya dengan
ikhlas serta dengan niat mencari ridho Allah SWT. Selain itu manusia sebagai
khalifah dimuka bumi haruslah menjaga serta melestarikan alam ini tanpa
melakukan kerusakan terhadapnya.

Anda mungkin juga menyukai