PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan adalah investasi utama bagi pembangunan sumber daya manusia
Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, serta kemampuan setiap orang untuk dapat berperilaku hidup yang sehat untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan hal
tersebut, perlu perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis, terarah, terpadu dan
menyeluruh, serta dibutuhkan keterlibatan berbagai sector dan upaya dari seluruh komponen
bangsa dalam pelaksanaannya.
Data hasil survey mengenai angka kasus penyakit terbanyak di Puskesmas Turen pada
Tahun 2019 pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah KPD, didapatkan hasil urutan penyakit
terbanyak yakni kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) pada bulan januari sampai juli tahun 2019
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah infeksi yang banyak dialami oleh
ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi/ penyulit kehamilan, seperti febris,
koriomanionitis, infeksi saluran kemih, dan sebanyak 65% adalah karena Ketuban Pecah Dini
(KPD). Di Indonesia pada tahun 2015 memiliki angka kematian ibu yaitu 126 per 100.000
kelahiran hidup (WHO, 2015)
Bagaimana gambaran kejadian komplikasi maternal ketuban pecah dini di Puskesmas Turen
pada periode bulan Januari hingga juli 2019?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui kejadian komplikasi maternal ketuban pecah dini di Puskesmas Turen pada
periode bulan Januari hingga Juli 2019?
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Surveilans
Surveilans merupakan salah satu kegiatan di bidang kesehatan yang memberikan
informasi awal mengenai kejadian suatu penyakit. Surveilan bisa diibaratkan ujung tombak,
mata-mata ataupun spion untuk mengamati suatu fenomena. Dimana fenomena ini merupakan
titian garis merah yang akan membuka suatu misteri kejadian untuk menentukan tindak lanjut
yang akan diambil untuk memecahkan suatu permasalahan. Berikut ini merupakan beberapa
pengertian dari suveilans :
Menurut WHO dalam www.surveilan.org, surveilans adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu
perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis
atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data
Pengumpulan data
Tabulasi dan analisis data
Penyebarluasan hasil dan informasi
2.1.3 Peran dan Mekanisme Kerja Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas
Unit surveilans Puskesmas mengirim umpan balik bulanan absensi laporan dan
permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di daerah kerjanya
Laporan.
Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana formulir PWS KLB. Setiap bulan, Puskesmas
mengirim data STP Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan jenis
penyakit dan variabelnya sebagaimana formulir STP.PUS. Pada data PWS penyakit
potensial KLB dan data STP Puskesmas ini tidak termasuk data unit pelayanan kesehatan
bukan puskesmas dan data kader kesehatan. Setiap minggu, Unit Pelayanan bukan
Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Surveilans pada awalnya hanya dipahami sebatas proses pengumpulan dan pengolahan data.
Namun semakin berkembangnya dunia kesehatan, mendorong perluasan makna sekaligus peran
dan fungsi para tenaga surveilans. Tuntutan bahwa perlunya ada proses analisis data dan
pengamatan terhadap faktor determinan penyakit justru membuat tenaga surveilans semakin
memiliki posisi yang penting dalam pelayanan kesehatan. Sistem surveilans dalam epidemiologi
harus mampu melakukan kajian kritis terhadap insidensi dan prevalensi penyakit sehingga
mampu memberikan saran terkait upaya yang harus dilakukan dalam menanggulangi penyakit
tertentu.
Secara garis besar, surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui
proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.
Kegiatan surveilans dilakukan secara terpadu dan terstruktur dalam sebuah tempat pelayanan
kesehatan. Tak jarang sangat mudah menemui kegiatan surveilans, yang biasanya terdapat pada
laboratorium, tempat diagnosa penyakit, ataupun di tempat-tempat penting lainnya. Maka sudah
sepatutnya tenaga surveilans harus ditempatkan pada sektor-sektor penting di tempat pelayanan
kesehatan.
Insiden KPD secara umum sebesar 10% pada kehamilan, dan KPD itu sendiri
menyumbang sekitar 30-40% kejadian persalinan preterm, sementara itu persalinan preterm
dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir sebesar 80-85%. Faktor lain
yang berhubungan dengan KPD antara lain: sosial ekonomi, BMI yang kurang dari normal,
konsumsi tembakau/merokok aktif maupun pasif, riwayat KPD sebelumnya, infeksi saluran
kemih, perdarahan pervaginam, inkompeten serviks dan amniosintesis.
KPD adalah keluarnya air-air dari vagina setelah usia kehamilan 22 minggu. Ketuban
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput
ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun aterm.
Inkompetensia servik
Polihidramnion
Malpresentasi janin
Kehamilan kembar
Vaginitis/servisitis, Infeksi Menular Seksual seperti Clamydia dan Gonore
Riwayat persalinan premature
Perokok (Pasif/aktif) selama kehamilan
Perdarahan pervaginam
Penyebab yang tidak diketahui
Sosial ekonomi (minimnya ANC)
Ras : kulit hitam lebih berisiko KPD dibanding kulit putih
2.2.4. Komplikasi KPD
o Lakukan pemeriksaan inspekulo, nilai apakah ada cairan keluar melalui ostium uteri
eksternum (OUE) atau terkumpul di forniks posterior
o Dengan pinset panjang atau klem panjang masukan kertas lakmus ke dalam serviks.
o Jika kertas lakmus berubah warna menjadi biru, maka tes lakmus positif atau menunjukan
adanya cairan ketuban (alkalis)
o Harus diperhatikan, darah dan infeksi vagina dapat memberikan hasil positif palsu/false
positive. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya seperti
ultrasonografi untuk melihat indeks cairan amnion. Cara lain yaitu dengan pemeriksaan
mikroskopis yaitu tes pakis. Tes Pakis dilakukan dengan cara meneteskan cairan amnion
pada objek glas, tunggu hingga kering dan diperiksa di mikroskop, Jika Kristal cairan
tersebut berbentuk seperti pakis, maka cairan tersebut adalah cairan amnion yang
menandakan tes pakis positif.
2.2.6. Penanganan
Penanganan KPD adalah sebagai berikut
Diagram 3.1 Jumlah Kasus Komplikasi maternal Bulan Januari-Juli Tahun 2019 di Puskesmas
Turen
KPD
4
PEB
Letsu
3
Prolong Fase Aktif
2 Ab. Inkomplit
0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Dari diagram 3.1 kasus komplikasi maternal paling banyak disebabkan oleh Ketuban
pecah dini (KPD) dengan total sebanyak 24 kasus pada bulan januari-juli 2019 dan paling tinggi
terjadi pada bulan Maret dan mei sebanyak 6 kasus dan paling rendah pada bulan april sebanyak
1 kasus. Komplikasi maternal kedua disebabkan oleh Preeklamsi Berat dengan total 18 kasus.
Komplikasi maternal selanjutnya adalah letak sungsang dan prolong fase aktif dengan jumlah
total 5 kasus serta abortus inkomplit sebanyak 5 kasus.
Dapat disimpulkan bahwa jumlah komplikasi maternal setiap bulan cenderung tetap dan
perbandingannya jauh lebih kecil dari angka maksimal kecuali untuk kasus KPD yang
mengalami kenaikan kasus pada bulan maret dan mei.
Tabel 3.2 Rekapitulasi Kasus Komplikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) Bulan Januari-Juni
Menurut Golongan Umur Tahun 2019 di Puskesmas Turen
Pada tabel 3.2 menunjukan pada kasus komplikasi maternal ketuban pecah dini bulan
januari-juli tahun 2019 berdasarkan umur yang paling banyak terjadi komplikasi maternal
ketuban pecah dini yaitu sekitar 20-24 tahun sebanyak 3 kasus pada bulan maret dan mei yang
merupakan kelompok umur reproduksi sehat. Begitupula dengan ibu yang tidak mengalami KPD
juga lebih banyak pada kelompok umur 15 – 19 tahun.
3.2 Pembahasan
Melihat dari data sekunder yang didapat, penyebab terjadinya KPD yaitu
berkaitan dengan lingkungan dan kurangnya pemahanan tentang KPD. Pemahaman akan
menjaga personal tetap bersih dan menghindari merokok selama atau sebelum hamil perlu
diperhatikan untuk, terutama bagi ibu-ibu usia subur.
Umur adalah lamanya waktu hidup atau sejak dilahirkan dihitung dalam tahun (KBBI,
1989). Usia ibu yang <20 tahun. termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang
kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu
dengan usia >35 tahun tergolong usia yangterlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi
(tua) dan resiko tinggi mengalami ketuban pecah dini. Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh
terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. Rekomendasi
WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20
hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena
kondisi fisik belum siap 100% (Seno, 2008).
Kasus ketuban pecah dini yang terjadi puskesmas Turen tidak ada yang berakhir dengan
kematian karena menurut petugas bila ada kasus ibu hamil datang dengan ketuban pecah dini
maka akan langsung dirujuk ke rumah sakit dan memang sangat jarang terjadi kematian pada
kasus ketuban pecah dini ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Kasus KPD yang terjadi di daerah Turen, Malang masih belum diketahui penyebab pastinya,
namun kurangnya pemahaman ibu hamil mengenai ketuban pecah dini bisa menjadi penyebab
kejadian Ketuban Pecah Dini.
2. Yang harus dilakukan yaitu melakukan sosialisasi yang dapat dilakukan oleh petugas
kesehatan ataupun lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain guna meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai kesehatan terutama tentang KPD.
4.2 Saran
Disarankan untuk dilakukan pengkajian mendalam untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
agar dapat mengetahui penyebab terkait kasus komplikasi maternal ketuban pecah dini agar
diharapkan dapat menekan angka kejadian KPD di Puskesmas Turen.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto,Eko.2003.Pengantar Epidemiologi.EGC.Jakarta
Heru,Adi.2010.Epidemiologi Kebidanan.Fitramaya.Yogyakarta
Medina TM. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. American
Family Physician. 2006;73(4):659-64. Epub