Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah investasi utama bagi pembangunan sumber daya manusia
Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, serta kemampuan setiap orang untuk dapat berperilaku hidup yang sehat untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan hal
tersebut, perlu perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis, terarah, terpadu dan
menyeluruh, serta dibutuhkan keterlibatan berbagai sector dan upaya dari seluruh komponen
bangsa dalam pelaksanaannya.

Kegiatan surveilans dalam rangka mendukung penyediaan informasi epidemiologi untuk


pengambilan keputusan yang meliputi Sistem Surveilans Terpadu (SST), Surveilans Sentinel
Puskesmas, Surveilans Acute Flaccid Paralysis, Surveilans Tetanus Neonatorum, Surveilans
Campak, Surveilans Infeksi Nosokomial, Surveilans HIV/AID, Surveilans Dampak Krisis,
Surveilans Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit dan Bencana, Surveilans Penyakit Tidak
Menular serta Surveilans Kesehatan Lingkungan untuk mendukung penyelenggaraan program
pencegahan dan pemberantasan penyakit, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-
KLB) dan penelitian.

Data hasil survey mengenai angka kasus penyakit terbanyak di Puskesmas Turen pada
Tahun 2019 pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah KPD, didapatkan hasil urutan penyakit
terbanyak yakni kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) pada bulan januari sampai juli tahun 2019

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya


melahirkan / sebelum adanya tanda-tanda inpartu, yang dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Bila ketuban pecah dini terjadi pada usia kehamilan
≥ 37 minggu disebut ketuban pecah dini aterm dan bila ketuban pecah dini terjadi pada usia
kehamilan < 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm (Nugroho, 2012; Cunningham et al.
2014; Prawirohardjo,2010)

Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah infeksi yang banyak dialami oleh
ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi/ penyulit kehamilan, seperti febris,
koriomanionitis, infeksi saluran kemih, dan sebanyak 65% adalah karena Ketuban Pecah Dini
(KPD). Di Indonesia pada tahun 2015 memiliki angka kematian ibu yaitu 126 per 100.000
kelahiran hidup (WHO, 2015)

Berdasarkan data tersebut diatas penulis tertarik mengangkat masalah komplikasi


maternal ketuban pecah dini untuk studi data surveilans.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kejadian komplikasi maternal ketuban pecah dini di Puskesmas Turen
pada periode bulan Januari hingga juli 2019?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui kejadian komplikasi maternal ketuban pecah dini di Puskesmas Turen pada
periode bulan Januari hingga Juli 2019?
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Surveilans
Surveilans merupakan salah satu kegiatan di bidang kesehatan  yang memberikan
informasi awal mengenai kejadian suatu penyakit. Surveilan bisa diibaratkan ujung tombak,
mata-mata ataupun spion untuk mengamati suatu fenomena. Dimana fenomena ini merupakan
titian garis merah yang akan membuka suatu  misteri kejadian untuk menentukan tindak lanjut
yang akan diambil untuk memecahkan suatu permasalahan.  Berikut ini merupakan beberapa
pengertian dari suveilans :
Menurut WHO dalam www.surveilan.org, surveilans adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu
perlu di kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis
atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data

2.1.1 Kegiatan Pokok Surveilans Puskesmas

 Pengumpulan data
 Tabulasi dan analisis data
 Penyebarluasan hasil dan informasi

2.1.2 Sumber data Surveilans Puskesmas


1.    Laporan (catatan/registrasi) 
 Kematian
 Kesakitan
 Laboratorium
 Kejadian Luar Biasa/Wabah
 Kasus individu
 Laporan penelitian (eksperimen atau observasi) 
2.   Survei khusus terhadap penyakit tertentu atau screening
3.   Laporan vector binatang (reservoir)
4.   Data lingkungan (sanitasi, geografi termasuk curah hujan, ketinggian, dll)
5.   Data penduduk (termasuk social budaya, komposisi umur, dll)

2.1.3 Peran dan Mekanisme Kerja Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas

 Pengumpulan dan Pengolahan Data. Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan dan


mengolah data STP Puskesmas harian bersumber dari register rawat jalan & register
rawat inap di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, tidak termasuk data dari unit
pelayanan bukan puskesmas dan kader kesehatan. Pengumpulan dan pengolahan data
tersebut dimanfaatkan untuk bahan analisis dan rekomendasi tindak lanjut serta distribusi
data.
 Analisis serta Rekomendasi Tindak Lanjut. Unit surveilans Puskesmas melaksanakan
analisis bulanan terhadap penyakit potensial KLB di daerahnya dalam bentuk tabel
menurut desa/kelurahan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, kemudian
menginformasikan hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai pelaksanaan pemantauan
wilayah setempat (PWS) atau sistem kewaspadaan dini penyakit potensial KLB di
Puskesmas. Apabila ditemukan adanya kecenderungan peningkatan jumlah penderita
penyakit potensial KLB tertentu, maka Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi
dan menginformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Unit surveilans Puskesmas
melaksanakan analisis tahunan perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan
faktor risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan program.
Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil tahunan, bahan perencanaan
Puskesmas, informasi program dan sektor terkait serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 
 Umpan Balik

Unit surveilans Puskesmas mengirim umpan balik bulanan absensi laporan dan
permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di daerah kerjanya

 Laporan.

Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana formulir PWS KLB. Setiap bulan, Puskesmas
mengirim data STP Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan jenis
penyakit dan variabelnya sebagaimana formulir STP.PUS. Pada data PWS penyakit
potensial KLB dan data STP Puskesmas ini tidak termasuk data unit pelayanan kesehatan
bukan puskesmas dan data kader kesehatan. Setiap minggu, Unit Pelayanan bukan
Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

2.1.4 Pengertian Surveilans Epidemiologi

Surveilans pada awalnya hanya dipahami sebatas proses pengumpulan dan pengolahan data.
Namun semakin berkembangnya dunia kesehatan, mendorong perluasan makna sekaligus peran
dan fungsi para tenaga surveilans. Tuntutan bahwa perlunya ada proses analisis data dan
pengamatan terhadap faktor determinan penyakit justru membuat tenaga surveilans semakin
memiliki posisi yang penting dalam pelayanan kesehatan. Sistem surveilans dalam epidemiologi
harus mampu melakukan kajian kritis terhadap insidensi dan prevalensi penyakit sehingga
mampu memberikan saran terkait upaya yang harus dilakukan dalam menanggulangi penyakit
tertentu.

Secara garis besar, surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui
proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.

Kegiatan surveilans dilakukan secara terpadu dan terstruktur dalam sebuah tempat pelayanan
kesehatan. Tak jarang sangat mudah menemui kegiatan surveilans, yang biasanya terdapat pada
laboratorium, tempat diagnosa penyakit, ataupun di tempat-tempat penting lainnya. Maka sudah
sepatutnya tenaga surveilans harus ditempatkan pada sektor-sektor penting di tempat pelayanan
kesehatan.

2.2 Ketuban Pecah Dini (KPD)

Insiden KPD secara umum sebesar 10% pada kehamilan, dan KPD itu sendiri
menyumbang sekitar 30-40% kejadian persalinan preterm, sementara itu persalinan preterm
dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir sebesar 80-85%. Faktor lain
yang berhubungan dengan KPD antara lain: sosial ekonomi, BMI yang kurang dari normal,
konsumsi tembakau/merokok aktif maupun pasif, riwayat KPD sebelumnya, infeksi saluran
kemih, perdarahan pervaginam, inkompeten serviks dan amniosintesis.

2.2.1. Pengertian KPD

KPD adalah keluarnya air-air dari vagina setelah usia kehamilan 22 minggu. Ketuban
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput
ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun aterm.

KPD atau dikenal juga Prematur Rupture Of the Membrane (PROM) adalah Keluarnya


air-air per vaginam akibat pecahnya selaput ketuban secara spontan pada usia ≥ 34 minggu.

Ketuban pecah yang berkepanjangan/Prolonged Rupture of Membrane adalah ketuban


yang pecah lebih dari 24 jam atau disebut juga Ketuban Pecah Lama (KPL)

2.2.2. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala KPD dapat berupa

 Ketuban pecah secara tiba-tiba


 Keluar cairan ketuban dengan bau yang khas
 Bisa tanpa disertai kontraksi/his
 Terasa basah pada pakaian dalam/underwear yang konstan
 Keluarnya cairan pervagina pada usia paling dini 22 minggu
2.2.3. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya KPD antara lain

 Inkompetensia servik
 Polihidramnion
 Malpresentasi janin
 Kehamilan kembar
 Vaginitis/servisitis, Infeksi Menular Seksual seperti Clamydia dan Gonore
 Riwayat persalinan premature
 Perokok (Pasif/aktif) selama kehamilan
 Perdarahan pervaginam
 Penyebab yang tidak diketahui
 Sosial ekonomi (minimnya ANC)
 Ras : kulit hitam lebih berisiko KPD dibanding kulit putih
2.2.4. Komplikasi KPD

 Komplikasi yang dapat terjadi akibat KPD antara lain:


 Partus Prematur
 Berkembangnya infeksi yang serius pada plasenta yang menyebabkan korioamnionitis
 Abrupsio plasenta
 Kompresi talipusat
 Infeksi pospartum
2.2.5. Pemeriksaan

Lakukan tes lakmus (tes nitrasin) dengan cara:

o Lakukan pemeriksaan inspekulo, nilai apakah ada cairan keluar melalui ostium uteri
eksternum (OUE) atau terkumpul di forniks posterior
o Dengan pinset panjang atau klem panjang masukan kertas lakmus ke dalam serviks.
o Jika kertas lakmus berubah warna menjadi biru, maka tes lakmus positif atau menunjukan
adanya cairan ketuban (alkalis)
o Harus diperhatikan, darah dan infeksi vagina dapat memberikan hasil positif palsu/false
positive. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya seperti
ultrasonografi untuk melihat indeks cairan amnion. Cara lain yaitu dengan pemeriksaan
mikroskopis yaitu tes pakis. Tes Pakis dilakukan dengan cara meneteskan cairan amnion
pada objek glas, tunggu hingga kering dan diperiksa di mikroskop, Jika Kristal cairan
tersebut berbentuk seperti pakis, maka cairan tersebut adalah cairan amnion yang
menandakan tes pakis positif.
2.2.6. Penanganan
Penanganan KPD adalah sebagai berikut

a) Rawat inap di Rumah sakit


b) Jika ada perdarahan pervagina disertai nyeri perut, pikirkan adanya abrupsio plasenta
c) Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotika sama
halnya pada amnionitis
d) Jika tidak ada tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
e) Berikan antibiotika ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3 x 250 mg
peroral selama 7 hari
f) Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru
g) Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam
h) Atau deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam
i) Kortikosteroid jangan kalau ada infeksi
j) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
k) Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi persalinan premature
l) Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
m) Jika ketuban sudah pecah > 18 jam, berikan antibiotic profilaksis
n) Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam
o) Atau penisilin G 2 juta unid IV setiap 6 jam hingga persalinan terjadi
p) Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotika
q) Nilai serviks
r) Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
s) Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus oksitosin
atau lahirkan dengan seksio sesarea
2.2.7. Pencegahan

Hingga kini belum ditemukan tindakan pencegahan terhadap KPD. Evidence


basemelaporkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara merokok dengan KPD oleh karena
itu ibu hamil yang merokok harus berhenti merokok bahkan sebelum terjadi konsepsi, dan juga
terhadap perokok pasif agar lebih berhati-hati dengan menghindari perokok aktif di sekitarnya.
Selain itu melihat penyebab adalah IMS dan infeksi vagina atau servik, maka personal hygiene
dan hubungan seksual yang aman hanya dengan pasangan dianjurkan untuk menghindari faktor
risiko yang dapat dicegah.
BAB III

HASIL PENGKAJIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengkajian

Diagram 3.1 Jumlah Kasus Komplikasi maternal Bulan Januari-Juli Tahun 2019 di Puskesmas
Turen

KPD
4
PEB
Letsu
3
Prolong Fase Aktif

2 Ab. Inkomplit

0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

Sumber : Puskesmas Turen, Malang

Dari diagram 3.1 kasus komplikasi maternal paling banyak disebabkan oleh Ketuban
pecah dini (KPD) dengan total sebanyak 24 kasus pada bulan januari-juli 2019 dan paling tinggi
terjadi pada bulan Maret dan mei sebanyak 6 kasus dan paling rendah pada bulan april sebanyak
1 kasus. Komplikasi maternal kedua disebabkan oleh Preeklamsi Berat dengan total 18 kasus.
Komplikasi maternal selanjutnya adalah letak sungsang dan prolong fase aktif dengan jumlah
total 5 kasus serta abortus inkomplit sebanyak 5 kasus.

Dapat disimpulkan bahwa jumlah komplikasi maternal setiap bulan cenderung tetap dan
perbandingannya jauh lebih kecil dari angka maksimal kecuali untuk kasus KPD yang
mengalami kenaikan kasus pada bulan maret dan mei.
Tabel 3.2 Rekapitulasi Kasus Komplikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) Bulan Januari-Juni
Menurut Golongan Umur Tahun 2019 di Puskesmas Turen

No Bulan Umur (Tahun) Total


15-19 20-24 25-29 30-34 35-40 41-44
1 Januari 0 1 0 0 1 0 2
2 Februari 0 1 1 1 0 0 3
3 Maret 0 3 1 1 1 0 6
4 April 0 0 0 0 0 1 1
5 Mei 0 3 0 2 0 1 6
6 Juni 0 1 2 1 0 0 4
7. Juli 0 1 0 1 0 0 2
Jumlah 24
Sumber : Puskesmas Turen, Malang

Pada tabel 3.2 menunjukan pada kasus komplikasi maternal ketuban pecah dini bulan
januari-juli tahun 2019 berdasarkan umur yang paling banyak terjadi komplikasi maternal
ketuban pecah dini yaitu sekitar 20-24 tahun sebanyak 3 kasus pada bulan maret dan mei yang
merupakan kelompok umur reproduksi sehat. Begitupula dengan ibu yang tidak mengalami KPD
juga lebih banyak pada kelompok umur 15 – 19 tahun.

3.2 Pembahasan

Melihat dari data sekunder yang didapat, penyebab terjadinya KPD yaitu
berkaitan dengan lingkungan dan kurangnya pemahanan tentang KPD. Pemahaman akan
menjaga personal tetap bersih dan menghindari merokok selama atau sebelum hamil perlu
diperhatikan untuk, terutama bagi ibu-ibu usia subur.

Umur adalah lamanya waktu hidup atau sejak dilahirkan dihitung dalam tahun (KBBI,
1989). Usia ibu yang <20 tahun. termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang
kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu
dengan usia >35 tahun tergolong usia yangterlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi
(tua) dan resiko tinggi mengalami ketuban pecah dini. Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh
terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. Rekomendasi
WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20
hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena
kondisi fisik belum siap 100% (Seno, 2008).
Kasus ketuban pecah dini yang terjadi puskesmas Turen tidak ada yang berakhir dengan
kematian karena menurut petugas bila ada kasus ibu hamil datang dengan ketuban pecah dini
maka akan langsung dirujuk ke rumah sakit dan memang sangat jarang terjadi kematian pada
kasus ketuban pecah dini ini.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Kasus KPD yang terjadi di daerah Turen, Malang masih belum diketahui penyebab pastinya,
namun kurangnya pemahaman ibu hamil mengenai ketuban pecah dini bisa menjadi penyebab
kejadian Ketuban Pecah Dini.

2. Yang harus dilakukan yaitu melakukan sosialisasi yang dapat dilakukan oleh petugas
kesehatan ataupun lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain guna meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai kesehatan terutama tentang KPD.

4.2 Saran

Untuk Tenaga Kesehatan

Disarankan untuk dilakukan pengkajian mendalam untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
agar dapat mengetahui penyebab terkait kasus komplikasi maternal ketuban pecah dini agar
diharapkan dapat menekan angka kejadian KPD di Puskesmas Turen.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto,Eko.2003.Pengantar Epidemiologi.EGC.Jakarta

Heru,Adi.2010.Epidemiologi Kebidanan.Fitramaya.Yogyakarta

Premature Rupture of Membranes (PROM)/Preterm Premature Rupture of Membranes


(PPROM). Health Encyclopedia

Medina TM. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. American
Family Physician. 2006;73(4):659-64. Epub

Anda mungkin juga menyukai