Anda di halaman 1dari 6

Pertanyaan Materi CSR 2

Ottry maulana dari kelompok 1


Apa solusi bagi pekerja yang kena phk supaya bisa tetap bertahan ditengah
pandemi?
(Rizki Deofani ) :
pemerintah harus selalu meyuplai bantuan seperti sembako agar masyarakat yang
terkena PHK akibat adanya COVID-19 dapat bertahan hidup, karena sumber
pemasukan nya sudah hilang, masyarakat yang menjadi korban phk adalah
masyarakat yang rawan miskin sehingga pemerintah harus selalu memantau
perkeonomian masyarakatnya agar kondisi perekonomian di indonesia tidak menjadi
buruk, sehingga tidak banyak kasus orang yang mati kelaparan di saat masa
pandemi ini
Pemerintah sekarang juga sudah menganggarkan kartu prakerja sebagai akses
bantuan ke pada karyawan yang terkena PHK atau dirumahkan, para pekerja harian
yang kehilangan penghasilan, dan para pengusaha mikro yang kehilangan pasar atau
kehilangan omzet. Penerima program nantinya dapat mengikuti pelatihan yang
disyaratkan industri yang ada dalam layanan Sistem Informasi Ketenagakerjaan
(Sisnaker). Dalam Sisnaker ini ada berbagai pilihan jenis pelatihan dan lembaga
pelatihan, baik Balai Latihan Kerja (BLK) pemerintah maupun LPK Swasta.

Sari Pani Asri Dinda dari kelompok 2


Bagaimana cara terbaik perusahaan untuk menghindari PHK? Dan dalam hal apa
perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)?
(Revi Yovita) :
Yang pertama yaitu "Bagaimana cara terbaik perusahaan untuk menghindari PHK?"
Ada beberapa strategi yang bisa ditempuh perusahaan dalam menghindari PHK.
Misalnya, mengurangi upah dan fasilitas pekerja level atas seperti pekerja di level
manajer dan direktur. Cara lain, efisiensi dan penghematan biaya produksi;
mengurangi kerja, membatasi atau menghapus lembur; dan mengurangi jam kerja.
Kemudian mengefektifkan dan mengedepankan dialog antara pengusaha dan serikat
pekerja di perusahaan masing-masing.
Yang kedua yaitu :
"Dalam hal apa, perusahaan dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja?"
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :
 Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
 Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
 Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
 Pekerja menikah
 Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya
 Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
 Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja,
pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam
kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
 Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai
perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan
 Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
 Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Samuel Tota dari kelompok 3


Apakah mengefisiensikan Biaya Tenaga Kerja dalam suatu perusahaan, Boleh
dijadikan Alasan atau dasar Untuk Melakukan PHK?
(Dimas Adytia Pratama) :
PHK dengan alasan efisiensi sudah banyak di praktekkan oleh banyak perusahaan
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003, ketentuan yang mengatur mengenai efisiensi diatur
dalam Pasal 164 ayat (3), yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut, “Pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena perusahaan
tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan
karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi,
dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Penekanan terhadap ketentuan ini ditunjukkan kepada kata kata “perusahaan tutup”.

Pasal 164 UU No. 13 Tahun 2003 sesungguhnya mengatur alasan bagi perusahaan
untuk melakukan PHK terhadap pekerja karena "perusahaan tutup". Dengan
demikian, kata efisiensi yang terdapat di dalam Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun
2003 tidak dapat diartikan “mengefisienkan biaya tenaga kerja, caranya dengan
melakukan PHK terhadap pekerja”. Namun harus diartikan bahwa PHK dapat
dilakukan perusahaan apabila perusahaan tutup, dan tutupnya perusahaan adalah
sebagai bentuk efisiensi, atau dengan kata lain “pengusaha melakukan efisiensi,
caranya dengan menutup perusahaan”.

Dalan putusannya Nomor 19/PUU-IX/2011, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa


pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 pada frasa “perusahaan tutup” tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “perusahaan tutup
permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu.”

Jadi, efisiensi tidak bisa digunakan sebagai alasan untuk melakukan PHK, apabila
perusahaan masih berjalan (tidak tutup), selaiin itu alasan itu juga bertentangan
dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku.

Amelia Nabiila dari kelompok 4 


Apa tanggapan serta Tindakan pemerintah terhadap masyarakat yang mengalami
PHK dimasa mandemi ini?
(M Aidil Ikhsan) :
Inilah beberapa Tindakan yang diambil pemerintah tehadap karyawan yang
sedang di PHK disaat pandemi ini:
1. Kartu Prakeja
Pemerintah telah membuka pendaftaran Kartu Prakerja. Cara mendapatkan Kartu
Prakerja bisa dilakukan secara online. Meski diprioritaskan bagi mereka yang
berstatus pengangguran dan korban PHK, program ini juga terbuka untuk karyawan
dan wirausahawan.
Beberapa alternatif pelatihan antara lain cara berjualan secara online, menjadi
fotografer, menguasai aplikasi komputer, kursus bahasa, keterampilan perawatan
kecantikan, menjadi pelatih kebugaran, cara mendapatkan penghasilan dari media
sosial, dan lain-lain.
2. Insentif untuk korban PHK
Melalui BP Jamsostek, pemerintah masih menggodok skema pemberian insentif bagi
pekerja korban PHK. Rencananya, setiap pekerja korban PHK akan diberikan insentif
sebesar Rp 1 juta hingga Rp 5 juta untuk 3 bulan. Dikutip dari Kontan, Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan korban PHK akibat dampak corona
bakal mendapatkan bantuan berupa santunan sekaligus pelatihan. Santunan oleh
BPJamsostek itu pun berbeda dengan program Kartu Prakerja. "Kita juga akan
memberi insentif untuk yang terkena PHK dari sisi BPJS Ketenagakerjaan memberi
santunan plus pelatihan sehingga bisa mendapatkan paling tidak dalam tiga bulan Rp
1 juta per kepala,"
3. Terbitkan surat utang
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan salah satu upaya yang akan
dilakukan pemerintah adalah penerbitan surat utang khusus untuk memberikan
pembiayaan kepada pelaku usaha UMKM. Sebab, industri ini menjadi salah satu
sektor yang paling terdampak pandemik virus corona. "Selain melalui KUR, kami
mendukung melalui program ini, yaitu dengan cara pemerintah akan menerbitkan
bonds yang akan diberikan atau mampu di-channel-kan bagi nasabah UMKM
existing, atau KPR, atau kredit motor yang sedang mengalami kesulitan,
4. Insentif untuk pekerja medis
Pemerintah bakal memberikan asuransi sekaligus insentif kepada tenaga medis yang
menangani pasien virus corona (Covid-19). Hal tersebut sesuai dengan permintaan
Presiden Joko Widodo lantaran tenaga medis telah menjadi garda terdepan
penanganan virus korona. Sri Mulyani Indrawati mengatakan, nantinya anggaran
yang dialokasikan untuk asuransi dan insentif tenaga medis berkisar berkisar Rp 3,1
triliun sampai Rp 6,1 triliun. Baca juga: Menaker: Akibat Corona, 150.000 Pekerja
Kena PHK Besaran insentif yang diberikan antara lain dokter spesialis Rp 15 juta,
dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis
lain Rp 5 juta.
5. Kepastian THR
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, aturan pembayaran
Tunjangan Hari Raya (THR) telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78
Tahun 2015, tentang Pengupahan. Di beleid tersebut mengatur bahwa perusahaan
wajib membayarkan THR pekerja atau buruh selambatnya 7 hari sebelum perayaan
hari keagamaan. Namun, di saat kondisi wabah virus corona (Covid-19) ini menurut
dia, jalan keluarnya adalah berkomunikasi antar pengusaha dengan para pekerja
atau buruh. "Berkaitan dengan dampak Covid-19 ini tentu kita mendengar
ketidakmampuan perekonomian perusahaan. Mengenai pengusaha kesulitan
membayar THR kepada buruh maka dapat ditentukan mekanisme dialog antara
pengusaha dengan pekerja untuk menyepakati pembayaran THR tersebut
Ribka jessica dari kelompok 5
Bagaimana jika ada perusahaan yg memPHK karyawan nya dengan alasan yg
dibuat2 ? Apakah tindakan perusahaan tersebut di benarkan? Jika tidak, bagaimana
cara menuntut hak dengan benar menurut aturan hukum?

(Cici Rahmawati) :

Pengusaha tidak dapat mem-PHK pekerja secara sembarangan tanpa alasan yang
dibenarkan undang-undang. Jika pengusaha mem-PHK pekerja karena alasan-
alasan yang tidak dibenarkan undang-undang, maka PHK tersebut batal demi hukum
dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan (Pasal 153
ayat [2] UU Ketenagakerjaan).

Setiap PHK yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum (seperti: PT), atau
tidak berbadan hukum (seperti: CV), atau milik perseorangan baik swasta, negara
atau organisasi sosial, wajib menerapkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Apabila PHK tidak dapat dihindari, pengusaha hanya boleh
memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah mendapatkan putusan dari
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang telah berkekuatan hukum tetap, setelah
dilakukan perundingan (bipartit) dengan pekerja yang bersangkutan atau serikat
pekerjanya.

Alur penyelesaian PHK tersebut, juga ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 2


Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang
mensyaratkan adanya penyelesaian melalui mediasi/konsiliasi atau arbitrase, apabila
perundingan bipartit tidak menghasilkan kesepakatan. PHK yang dilakukan
pengusaha tanpa putusan PHI, berakibat batalnya PHK dan berdasarkan Pasal 170
UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang di-
PHKnya secara sepihak, kecuali untuk PHK karena masa percobaan, mengundurkan
diri, berakhirnya kontrak untuk yang pertama kali, pensiun dan meninggal dunia.

Selain kebolehan melakukan PHK, pengusaha juga dilarang untuk mem-PHK pekerja
dengan alasan sedang sakit, bela negara, beribadah, pernikahan,
hamil/melahirkan/menyusui, pertalian darah, berserikat pekerja, mengadukan tindak
pidana, agama/aliran politik/suku/warna kulit/golongan/jenis kelamin/kondisi
fisik/status perkawinan, dan cacat.

Besaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak
ditetapkan masing-masing besarannya sesuai dengan masa kerja dan alasan PHK,
yaitu karena pekerja diputuskan melakukan tindak pidana oleh pengadilan,
melakukan indisipliener, mengundurkan diri atau dianggap mengundurkan diri,
perusahaan berubah status, perusahaan efisiensi atau tutup tetap dan pailit, pekerja
meninggal dunia atau pensiun, serta sakit berkepanjangan.
Dengan demikian, apabila pekerja berkeberatan dengan alasan PHK perusahaan,
pekerja atau perusahaan dapat melakukan perundingan bipartit untuk menyepakati
besaran uang pesangon atau permintaan tetap dipekerjakan kembali, serta apabila
tidak tercapai kesepakatan maka pekerja atau pengusaha dapat mengajukan
permohonan mediasi Dinas Tenaga Kerja setempat, atau konsiliasi/arbitrase. Jika
juga tidak mencapai kesepakatan, pengusaha atau pekerja dapat mengajukan
gugatan ke PHI.

Anda mungkin juga menyukai