Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL ROLEPLAY DISCHARGE PLANNING PRAKTIK PROFESI

MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUANG IRNA PERINA LT 5


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

PERIODE 2-8 MEI 2021

Disusun oleh Kelompok C1B1:


1. Locita Artika Isti 132013143007
2. Siti Nur Cahyaningsih 132013143028
3. Maulidiyah Mahayu N. A. 132013143029
4. Yuniar Rahma Sofro’in 132013143030
5. Tantya Edipeni Putri 132013143032
6. Eka Hariyanti 132013143033
7. Ema Yuliani 132013143034
8. Neisya Pratiwindya S. 132013143037
9. Putra Madila 132013143054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA, 2021
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat merupakan sumber daya manusia terbesar di rumah sakit, karena
jumlahnya dominan yaitu lebih dari 50% serta profesi yang memberikan
pelayanan yang terus menerus dan berkesinambungan selama 24 jam kepada
pasien. Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
kualitas pelayanan di rumah sakit. Dalam setiap usaha untuk meningkatkan
pelayanan di rumah sakit harus diikuti dengan peningkatan pelayanan
keperawatan. Perawat sebagai ujung tombak pelayanan keperawatan di rumah
sakit harus memiliki kemampuan yang mumpuni dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien. Salah satu komponen yang termasuk di dalam asuhan
keperawatan tersebut adalah perencanaan pemulangan pasien atau sering disebut
dengan discharge planning. Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan
kepada pasien harus bisa melaksanakan discharge planning. (Perry & Potter,
2009).

Discharge planning akan menghasilkan sebuah hubungan yang terintegrasi


yaitu antara keperawatan yang diterima pada waktu di rumah sakit dengan
keperawatan yang diberikan setelah pasien pulang. Keperawatan di rumah sakit
akan bermakna jika dilanjutkan dengan ners di rumah. Namun sampai dengan saat
ini, perencanaan pulang bagi pasien yang dirawat di rumah sakit belum optimal
dilaksanakan, di mana peran keperawatan terbatas pada kegiatan rutinitas saja
yaitu hanya berupa informasi kontrol ulang. Pasien yang memerlukan
keperawatan kesehatan di rumah, konseling kesehatan atau penyuluhan, dan
pelayanan komunitas tetapi tidak dibantu dalam upaya memperoleh pelayanan
sebelum pemulangan sering kembali ke ruang kedaruratan dengan masalah minor,
sering kali diterima kembali dalam waktu 24 jam sampai 48 jam, dan kemudian
pulang kembali. (Nursalam, 2014).

Discharge planning atau perencanaan pulang merupakan komponen yang


terkait dengan rentang ners. Rentang keperawatan sering pula disebut dengan
keperawatan yang berkelanjutan yang artinya keperawatan yang selalu dibutuhkan
pasien di mana pun pasien berada. Rentang keperawatan kontinu (continum of
care) adalah integrasi sistem keperawatan yang berfokus pada pasien terdiri atas
mekanisme pelayanan keperawatan yang membimbing, mengarahkan pasien
sepanjang waktu. Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program
keperawatan pasien yang dimulai segera setelah pasien masuk rumah sakit. Hal ini
merupakan suatu proses yang menggambarkan usaha kerja sama antara tim
kesehatan, keluarga, pasien, dan orang yang penting bagi pasien. (Nursalam,
2014).

Discharge Planning atau perencanaan pulang merupakan suatu proses yang


dinamis dan sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan
untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan
sosial sebelum dan sesudah pulang. Perencanaan pulang merupakan proses yang
dinamis, agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk
menyiapkan pasien melakukan keperawatan mandiri di rumah. (Nursalam, 2014).

Pelaksanaan discharge planning yang tidak efektif akan menyebabkan tidak


terjadinya kontinuitas perawatan ketika pasien di rumah. Kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya perburukan kondisi pasien sehingga sehingga pasien
kembali ke rumah sakit dengan penyakit yang sama atapun munculnya komplikasi
penyakit yang lebih berat. (Darliana, 2012).

Pelaksanaan discharge planning merupakan bagian dari tugas perawat.


Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang secara langsung terlibat
dalam pelaksanaan discharge planning. Menurut PERMENKES RI (2014), setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan merupakan
pengertian dari tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan khususnya perawat memiliki
peranan penting dalam pelayanan terhadap pasien di rumah sakit. Perawat sebagai
salah satu bagian dari pemberi pelayanan keperawatan mempunyai waktu yang
paling panjang disisi pasien, memungkinkan terjadi kelelahan kerja.

Berdasarkan observasi pelaksanaan discharge planning di Ruang Irna Perina


lantai 5 RSUA Surabaya sudah terlaksana dan terdokumentasikan dalam lembar
discharge planning pada rekam medis dan dilakukan berdasarkan aturan terbaru
dari akreditasi SNARS yaitu dilakukan pada saat awal pasien masuk ke ruangan
selama dilakukan perawatan dan saat pasien akan keluar dari rumah sakit. Lembar
perencanaan pulang pasien meliputi pasien dengan penyakit kompleks. Kemudian
ada perawatan diri, pemantauan pemberian obat, pemantauan diet, dan persiapan
keluarga dalam perawatan bayi premature dirumah. Namun ada Beberapa kendala
yang dapat terjadi saat discharge planning yaitu pelaksanaan yang kurang optimal
karena belum terdapat leaflet alur kepulagan pasien diruangan untuk KIE yang
dapat ditujukan untuk pasien atau keluarga saat discharge planning.

Menurut Nosbuch, Weiss dan Bobay (2011), salah satu tantangan yang
dihadapi perawat dalam pelaksanaan discharge planning pada pasien dengan
perawatan akut adalah kebingungan peran dan tidak terlihatnya peran staf perawat
dalam perencanaan pasien pulang (discharge planning). Ambiguitas peran
(kurang kejelasan tentang tanggung jawab, harapan, dan lain-lain) akan
menyebabkan stres di tempat kerja sebagai salah satu stresor pekerjaan.
(Borkowski, 2015).

Menurut NCSS, Peran dan tanggung jawab perawat dalam perencanaan


pulang adalah melaksanakan, koordinasi dan memantau kemajuan perawatan dan
kesiapan klien untuk pemulangan. Perawat harus mampu untuk menjalin
hubungan, komunikasi, membuat kesepakatan dengan pasien, keluarga dan tim
kesehatan lain. (Rofi’I, dkk, 2012).

Perencanaan pulang dipengaruhi oleh faktor personil yaitu adalah


orangorang yang berkontribusi dalam perencanaan pulang, yaitu perawat, dokter,
petugas kesehatan di masyarakat, pasien dan anggota keluarga. Untuk itu perawat
memiliki peran penting dalam pelaksanaan discharge planning pada pasien di
rumah sakit. Perawat sendiri merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
secara langsung terlibat dalam pelaksanaan discharge planning yang
menentukan keberhasilan proses discharge planning tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pentingnya modifikasi dalam inovasi media informasi Discharge Planning
yang disampaikan kepada pasien dan keluarga.
2. Penyampaian informasi melalui media yang digunakan pada Discharge
Planning kurang maksimal sehingga baik pasien dan keluarga belum
mendapatkan informasi secara utuh mengenai KIE sesuai penyakit pasien.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah dilaksanakan praktek manajemen keperawatan diharapkan
mahasiswa dan perawat di ruang Pediatric Rumah Sakit Universitas Airlangga
mampu menerapkan discharge planning dengan baik dan benar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk discharge planning
2. Mengidentifikasi masalah pasien dalam discharge planning
3. Memprioritaskan masalah untuk discharge planning
4. Membuat jadwal pelaksanaan untuk pasien discharge planning
5. Melaksanakan discharge planning
6. Tersedianya leaflet untuk KIE
7. Hal-hal yang harus diketahui pasien sebelum pulang
8. Mengajarkan pada klien dan keluarga tentang perawatan klien di rumah
yang meliputi diet, aktivitas istirahat dan tempat kontrol.
9. Membuat evaluasi pada pasien selama pelaksanaan discharge planning
10. Pendokumentasian discharge planning
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Pasien
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memperbaiki
serta mempertahankan status kesehatan klien.
2. Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga dalam melakukan perawatan
diri sendiri
3. Meningkatkan kualitas perawatan secara berkelanjutan pada klien.
1.4.2 Bagi Mahasiswa
1. Membantu mahasiwa dalam mengembangkan ilmu yang telah dimiliki serta
mengaplikasikannya.
2. Terjadi pertukaran informasi antara mahasiswa sebagai perawat dan klien
sebagai penerima pelayanan.
3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengkaji kebutuhan pasien
secara komprehensif.
4. Mengevaluasi pengaruh intervensi yang terencana dalam Discharge
Planning pada penyembuhan klien.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
1. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan dapat mengidentifikasi
pendokumentasian asuhan keperawatan, khususnya pelaksanaan Discharge
Planning di Rumah Sakit.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan manajemen,
khususnya manajemen keperawatan yang berimplikasi kepada
pendokumentasian asuhan keperawatan yang terkait dengan Discharge
Planning di Rumah Sakit.
3. Untuk pengembangan pedoman Discharge Planning dari Rumah Sakit.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DISCHARGE PLANNING


2.1.1 Pengertian Discharge Planning
Discharge planning merupakan proses berkesinambungan guna menyiapkan
perawatan mandiri pasien pasca rawat inap. Proses identifikasi dan perencanaan
kebutuhan keberlanjutan pasien ditulis guna memfasilitasi pelayanan kesehatan
dari suatu lingkungan ke lingkungan lain agar tim kesehatan memiliki kesempatan
yang cukup untuk melaksanakan discharge planning. Discharge planning dapat
tercapai bila prosesnya terpusat, terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai disiplin
ilmu untuk perencanaan perawatan berkelanjutan pada pasien setelah
meninggalkan rumah sakit.

Sasaran pasien yang diberikan perawatan pasca rawat inap adalah mereka
yang memerlukan bantuan selama masa penyembuhan dari penyakit akut untuk
mencegah atau mengelola penurunan kondisi akibat penyakit kronis. Petugas yang
merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan merupakan staf
rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning
dan fasilitas kesehatan, menyediakan Pendidikan kesehatan, memotivasi staf
rumah sakit untuk merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning.
Misalnya, pasien yang membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi,
transportasi pasca rawat inap. (Nursalam, 2016; The Royal Marsden Hospital,
2014; Potter & Perry, 2005; Discharge Planning Association, 2016).

2.1.2 Tujuan Discharge Planning


Discharge planning merupakan kolaborasi antara keperawatan, pasien dan
keluarga pasca rawat inap, yang bertujuan untuk menyiapkan kemandirian pasien
dan keluarga secara fisik, psikologis, sosial, pengetahuan, keterampilan perawatan
dan sistim rujukan berkelanjutan. Hal tersebut dilaksanakan untuk mengurangi
ke kambuhan, serta menukar informasi antara pasien sebagai penerima layanan
dengan perawat selama rawat inap sampai keluar dari rumah sakit (Nursalam,
2016).
Menurut The Royal Marsden Hospital (2014) tujuan discharge planning
adalah mempersiapkan pasien atau keluarga secara fisik dan psikologis untuk
ditransfer ke lingkungan yang disetujui, memberikan informasi baik tertulis
maupun lisan kebutuhan pasien dan pelayanan kesehatan, mempersiapkan fasilitas
yang digunakan, dan proses perpindahan yang nyaman, serta mempromosikan
tahap kemandirian aktivitas perawatan kepada pasien, orang orang yang ada di
sekitar pasien.

2.1.3 Manfaat Discharge Planning


Discharge planning bermanfaat dalam menurunkan jumlah kekambuhan,
menurunkan perawatan kembali di rumah sakit dan ke ruang kedaruratan yang
tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa, membantu klien untuk memahami
kebutuhan setelah perawatan di rumah sakit, serta dapat digunakan sebagai bahan
dokumentasi keperawatan (Doengoes, Moorhouse & Murr, 2016).

Menurut Nursalam 2016, manfaat discharge planning adalah memberikan


tindak lanjut secara sistematis guna memberikan perawatan lanjutan pada pasien,
mengevaluasi pengaruh dari rencana yang telah disusun dan mengidentifikasi
adanya kekambuhan atau perawatan baru yang dibutuhkan serta membantu pasien
supaya mandiri dan siap untuk melakukan perawatan di rumah.
2.1.4 Alur Discharge Planning

Ners PP dibantu

kesehatan lain
Dokter dan tim
PA

pasien
Tingkatketergantungan
penunjang lain
Klinisdanpemeriksaan
Penentuan keadaan pasien

Perencanaan pulang

Penyelesaian Program HE Lain-lain


administrasi Kontrol dan obat/nersan
Nutrisi
Aktivitas dan istrihat
Perawatan diri

Monitor
(sebagai program service safety)
oleh keluargadan petugas

Keterangan:
1. Tugas Keperawatan Primer
a. Membuat rencana discharge planning.
b. Membuat leaflet.
c. Memberikan konseling.
d. Memberikan pendidikan kesehatan.
e. Menyediakan format discharge planning.
f. Mendokumentasikan discharge planning.
2. Tugas Keperawatan Associate
Melaksanakan agenda discharge planning (pada saat keperawatan dan
diakhiri ners).
2.1.5 Prinsip Discharge Planning
Prinsip yang diterapkan dalam Discharge Planning menurut Nursalam,
2016 yaitu pasien merupakan sasaran dalam Discharge Planning sehingga perlu
pengkajian nilai keinginan dan kebutuhan pasien berdasarkan pengetahuan dari
tenaga atau sumber daya maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat. Kemudian
kebutuhan tersebut akan dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada
saat pasien keluar dari rumah sakit. Melalui pengkajian tersebut diharapkan dapat
menurunkan resiko masalah yang timbul pasca rawat inap. Perencanaan pulang
dilakukan secara kolaboratif pada setiap tatanan pelayanan kesehatan dan
dibutuhkan kerja sama yang baik antar petugas.

The Royal Marsden Hospital (2014), mengemukakan discharge planning


merupakan proses multidisiplin terlatih yang mempertemukan kebutuhan pasien
dengan pelayanan kesehatan. Prosedur discharge planning dilakukan secara
berkesinambungan pada semua pasien kemudian selanjutnya akan dirujuk pada
suatu komunitas atau layanan kesehatan yang aman dan adekuat untuk
menentukan keberlanjutan perawatan antar lingkungan. Selain itu diperlukan
informasi mengenai penyusunan pemulangan antara tim kesehatan dengan
pasien yang disediakan dalam bentuk perawatan berkelanjutan tertulis dengan
mempertimbangkan kepercayaan dan budaya pasien.

Departemen Kesehatan R.I (2008) menjabarkan bahwa prinsip discharge


planning diawali dengan melakukan pengkajian pada saat pasien masuk rumah
sakit guna mempermudah proses identifikasi kebutuhan pasien. Merencanakan
pulang pasien sejak awal dapat menurunkan lama masa perawatan sehingga
diharapkan akan menurunkan biaya perawatan. Discharge planning disusun oleh
berbagai pihak yang terkait antara lain pasien, keluarga, dan care giver
berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga secara komprehensif. Hal ini
memungkinkan optimalnya sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai
untuk pasien setelah rawat inap. Prinsip discharge planning juga meliputi
dokumentasi pelaksanaan yang dikomunikasikan kepada pasien dan keluarga
dalam kurun waktu 24 jam sebelum pasien keluar dari rumah sakit.
2.1.6 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan discharge planning
Menurut penelitian Radiatul (2017) berberapa faktor perawat yang
mempengaruhi pelaksanaan discharge planning yaitu motivasi yang dimiliki oleh
perawat dan cara yang komunikatif dalam penyampaian informasi kepada pasien
dan keluarga sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat dimengerti oleh
pasien dan keluarga. Pengetahuan perawat merupakan kunci keberhasilan dalam
pendidikan kesehatan. Pengetahuan yang baik akan mengarahkan perawat pada
kegiatan pembelajaran pasien dan keluarga, sehingga dapat menerima informasi
sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Potter & Perry (2005) faktor yang mempengaruhi keberhasilan


dalam pemberian pendidikan kesehatan yang berasal dari pasien sebagai berikut:
a. Motivasi
Motivasi merupakan keinginan pasien untuk belajar. Apabila motivasi pasien
tinggi, maka pasien akan antusias untuk mendapatkan informasi tentang
kondisinya dan perawatan tindak lanjut untuk meningkatkan kesehatannya.
b. Sikap positif
Sikap positif pasien terhadap penyakit dan perawatan akan mempermudah pasien
untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan kesehatan
c. Emosi
Emosi stabil akan mempermudah pasien menerima informasi yang disampaikan,
sedangkan perasaan cemas atau perasaan negatif lainnya dapat mengurangi
kemampuan pasien untuk menerima informasi.
d. Usia

Tahap perkembangan yang berhubungan dengan usia berperan dalam penerimaan


informasi yang akan disampaikan. Semakin dewasa usia, maka kemampuan
menerima informasi semakin baik karena didukung oleh pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya.

e. Kemampuan belajar

Kemampuan belajar seringkali berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki.


Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kemampuan dalam menerima
informasi dapat lebih mudah.
f. Kepatuhan

Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
profesional kesehatan dari pendidikan kesehatan yang telah disampaikan. Kepatuhan
dari pendidikan kesehatan tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dari discharge planning.

g. Dukungan

Dukungan dari keluarga dan orang sekitar sangat mempengaruhi proses percepatan
kesembuhan seorang pasien. Keluarga akan melanjutkan perawatan pasien dirumah
setelah pasien dipulangkan. Memberikan informasi kesehatan kepada keluarga dapat
membantu mempercepat proses kesembuhan pasien dan dukungan yang baik akan
mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan kesehatan dan juga mempengaruhi
keberhasilan discharge planning.

2.1.7 Keberhasilan Discharge Planning


Potter & Perry (2005) mengemukakan bahwa keberhasilan tindakan
discharge planning dapat dilihat dari kemampuan pasien dalam tindakan
keperawatan lanjutan secara aman dan realistis setelah keluar rumah sakit dan
dapat dilihat dari kesiapan untuk menghadapi pemulangan Ada beberapa
indikator untuk menilai keberhasilan dalam Discharge Planning antara lain:
bahwa pasien dan keluarga dapat memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi,
obat-obatan dan pengobatan ketika pulang, antisipasi perawatan tingkat lanjut,
dan respons jika terjadi kegawatan, Pendidikan khusus pada keluarga dan pasien
untuk memastikan perawatan yang tepat setelah pasien pulang, terlaksananya
koordinasi dengan sistem pendukung di masyarakat, untuk membantu pasien dan
keluarga membuat koping terhadap perubahan dalam status kesehatan, serta
melakukan relokasi dan koordinasi sistem pendukung atau memindahkan pasien
ke tempat pelayanan kesehatan lain.

2.1.8 Unsur Discharge Planning


Menurut Discharge Planning Association (2008) mengemukakan bahwa
unsur perencanaan pemulangan meliputi informasi pemberi layanan, waktu,
tanggal, dan lokasi untuk kontrol, pengobatan di rumah yang mencakup resep obat
baru, daftar obat yang harus tersedia saat di rumah dan yang harus dihentikan.
Form informasi obat pada Discharge Planning berisi daftar nama obat, dosis,
frekuensi dan efek samping yang dapat terjadi pada pasien. Selain itu, pada form
discharge planning juga berisi tentang kebutuhan pemeriksaan penunjang medis
yang dianjurkan beserta persiapannya. Informasi mengenai pilihan gaya hidup,
perubahan aktivitas dan latihan, diet yang dianjurkan dan pembatasannya,
petunjuk perawatan diri misalnya perawatan luka, pemakaian obat juga dapat
dituliskan dalam form discharge planning.

2.1.9 Pemberi Layanan Discharge Planning


Proses discharge planning dilakukan secara komprehensif yang melibatkan
seluruh pemberi layanan kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan kepada
pasien, juga melibatkan pasien beserta keluarga bisa juga dengan antara pelayanan
kesehatan dan social (The Royal Marsden Hospital, 2014). Koordinator asuhan
berkelanjutan adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk
proses discharge planning yang menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan
kesehatan, dan memotivasi karyawan supaya dapat merencanakan dan
mengimplementasikan discharge planning (Discharge planning Association,
2016).

2.1.10 Penerima Discharge Planning


Pasien rawat inap memerlukan discharge planning untuk perawatan lanjutan
saat berada dirumah (Discharge planning Association, 2016), tetapi beberapa
pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan lanjutan,
contohnya pasien penderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan
permanen (Rice, 1992 dalam Perry & Potter, 2006). Pasien dan anggota keluarga
harus mendapatkan informasi tentang rencana pemulangan sebelum keluar dari
rumah sakit sehingga diharapkan dapat melakukan perawatan lanjutan dengan
optimal (Medical Mutual of Ohio, 2008). Menurut Standar nasional Akreditasi
Rumah Sakit (2018) rumah sakit menetapkan kreteria pasien yang menerima
discharge planning antara lain: umur, tidak adanya mobilitas, perlu bantuan
medik dan keperawatan terus menerus, serta bantuan melakukan kegiatan sehari
hari.

2.2 Konsep Kompetensi Perawat dalam Melaksanakan Discharge Planning


2.2.1 Pengertian Kompetensi Perawat
Kompetensi perawat merupakan kemampuan seorang perawat yang dapat
terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja (performance)
yang di tetapkan. Kompetensi perawat di kelompokkan menjadi 3 ranah utama
yaitu (PPNI, 2005):
1. Praktik profesinal, etis, legal dan peka budaya
Bertanggung gugat terhadap praktek profesional, melaksanakan praktik
keperawatan secara etis, peka terhadap budaya dan melaksanakan praktek
secara legal.
2. Pemberian asuhan dan menejeman asuhan keperawatan
Menerapkan prinsip prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen asuhan
keperawatan, melakukan pengkajian keperawatan, menyusun rencana
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana,
mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan, menggunakan komunikasi
terapeutik dan hubungan interpersonal dalam pemberian pelayanan,
menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman, serta
menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan asuhan keperawatan.

3. Pengembangan Profesional
Melaksanakan peningkatan profesional dalam praktik keperawatan,
meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan serta mengikuti
pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi.

Menurut permenkes No. 40 tahun 2017 bahwa pengembangan jenjang


karir perawat dilaksanakan melalaui penempatan perawat pada jenjang yang
sesuai dengan kompetensinya, jenjang karir merupakan jalur mobilitas vertikal
yang di tempuh melaluli peningkatan kompetensi, dimana kompetensi tersebut
diperoleh dari pendidikan formal berjenjang, pendidikan informal yang sesuai/
relevan maupun pengalaman praktik yang di akui. Dan kompetensi perawat
klinis di rumah sakit dideskripsikan sesuai level jenjang karir perawat klinis
(PK I-PK V). Kompetensi perawat klinis 1 adalah melakukan keperawatan
dasar di bawah bimbingan, Perawat klinis 2 melakukan asuhan keperawatan
holistik secara mandiri, perawat klinis 3 kompetensi melaksanakan asuhan
keperawatan komperhensi, perawat klinis 2 dan 4 mempunyai kompetensi
kompleks.

2.2.2 Prosedur Pelaksanaan Discharge Planning


Prosedur pelaksanaan discharge planning meliputi kebutuhan fisik pasien,
psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Menurut Perry &Potter (2006), terdiri
tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Fase akut
perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge planning, kebutuhan
pelayanan akut selalu terlihat saat fase transisional tetapi tingkat urgensinya
semakin berkurang, pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan
kebutuhan perawatan masa depan, sedangkan fase pelayanan berkelanjutan,
pasien telah mampu dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan
berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pulang.

Menurut Slevin, (2010). Pelaksanaan discharge planning di rumah sakit


dilakukan berdasarkan 5 tahapan : pertama adalah seleksi pasien yaitu di
prioritaskan pada pasien yang membutuhkan discharge planning, kedua yaitu
pengkajian Discharge planning meliputi 4 area yang potensial, yaitu pengkajian
fisik dan psikososial, status fungsional, kebutuhan healt heducation dan konseling,
tahap ketiga perencanaan yang di sebut dengan metode “METHOD” diskusi
dengan keluarga, kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, tahap ke empat adalah
sumber daya pasien dan keluarga dengan mengidentifikasi kebutuhan nutrisi,
keuangan, perawatan oleh keluarga, layanan perawatan profesional, serta tahap
terakhir atau tahap kelima yaitu implementasi dan evaluasi tentang pendidikan
kesehatan, memulai proses rujukan, dokumentasi dan evaluasi kreiteria hasil.

Prosedur Discharge planning (Perry & Potter) terdiri dari:


1. Pengkajian
Proses pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data yang berhubungan
dengan pasien (Potter & Perry, 2005).
a. Pengkajian dilakukan sejak waktu penerimaan pasien, tentang kebutuhan
pelayanan kesehatan untuk pasien pulang dengan menggunakan riwayat
keperawatan, rencana perawatan, dan pengkajian kemampuan fisik dan
fungsi kognitif yang dilakukan secara terus menerus
b. Mengkaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang
berhubungan dengan proses penyakit, obat-obatan, prosedur cara perawatan,
pencegahan faktor risiko atau hal-hal yang harus dihindarkan akibat dari
gangguan kesehatan yang dialami, dan komplikasi yang mungkin terjadi
c. Bersama pasien dan keluarga, mengkaji faktor-faktor lingkungan rumah
sehingga mengganggu perawatan diri (fasilitas rumah, kamar mandi)
d. Berkoordinasi dengan dokter dan disiplin ilmu yang lain, mengkaji perlunya
rujukan untuk mendapatkan perawatan di rumah atau di tempat pelayanan
yang lain atau support sistem.
e. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang
berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut atau pemahaman pasien
terhadap penjelasan dari fisioterpi dan ahli gizi.
f. Konsultasi dengan tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan pasien
setelah pulang
2. Diagnosa Keperawatan
Fungsi diagnostik keperawatan merupakan pusat dari peran perawat,
diagnosa keperawatan bersifat individu sesuai dengan kebutuhan pasien.
Disusun setelah melakukan pengkajian discharge planning, dikembangkan
untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga. Diagnosa keperawatan yang
sering muncul : kecemasan, kurang pengetahuan perawatan diri dan stres,
disusun sesuai problem, etiologi (penyebab), support sistem (faktor pendukung
discharge planning), dengan menentukan tujuan yang relevan, yaitu sebagai
berikut, 1) pasien akan memahami masalah dan implikasinya; 2) pasien akan
mampu memenuhi kebutuhan individunya; 3) lingkungan rumah akan menjadi
aman; 4) tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah;
3. Perencanaan
Perencanaan berfokus pada kebutuhan pengajaran yang baik untuk
persiapan pulang pasien, yang disingkat dengan METHOD yaitu:
a. Medication (obat)
Pasien diharapkan mengetahui jenis, jumlah obat yang dilanjutkan pasca
rawat inap.

b. Environment (lingkungan)
Dalam proses discharge planning dibutuhkan lingkungan yang nyaman
serta fasilitas kesehatan yang baik untuk proses perawatan setelah rawat
inap.
c. Treatment (pengobatan)

Perawat memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah pasien


pulang, yang dilakukan oleh pasien dan anggota keluarga.

d. Health Teaching (pengajaran kesehatan).

Sebelum pasien dijadwalkan untuk pulang, sebaiknya diberikan edukasi


tentang kondisi kesehatannya serta perawatan kesehatan tambahan.
e. Outpatient Referal
Pasien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau komunitas lain
diluar rumah sakit yang dapat meningkatkan perawatan berkelanjutan.
f. Diet Pasien
Perawat sebaiknya memberikan edukasi tentang pola makan yang sebaiknya
dikonsumsi oleh pasien.
4. Implementasi
Implementasi dalam discharge planning adalah pelaksanaan rencana
pengajaran referal. Seluruh pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan
pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge summary). Intruksi
tertulis diberikan kepada pasien, penatalaksanaan dilakukan persiapan sebelum
hari pemulangan pasien dan pada hari pemulangan. Demontrasi ulang harus
memuaskan, pasien dan pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan
melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah. Antara lain:
a. Anjurkan cara-cara merubah pengaturan fisik di rumah sehingga kebutuhan
pasien dapat terpenuhi
b. Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di
masyarakat kepada pasien dan keluarga
c. Lakukan pendidikan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin setelah
pasien dirawat dirumah sakit. Pasien dapat diberikan pamflet atau buku;=
5. Evaluasi
Evaluasi sangat penting dalam proses discharge planning digunakan
untuk persiapan pasien pulang, Perencanaan dan penyerahan harus diteliti
dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai.

Untuk evaluasi kesiapan pasien perlu di lakukan tindakan pada hari


kepulangan diantaranya:
a. Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai isu
yang berkaitan dengan perawatan di rumah;
b. Menanyakan kepasien dan keluarga tentang pengetahuan tentang semua
proses discharge planning yang telah di terimah.
c. Perikasa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan
pengobatan, atau alat-alat khusus yang diperlukan;
d. Menentukan pasien atau keluarga telah mengatur transportasi untuk
pulang ke rumah;
e. Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan seluruh
barang-barang pribadinya untuk dibawa pulang;
f. Periksa seluruh barang pasien agar tidak tertinggal;
g. Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai instruksi dokter;
h. Hubungi bagian administrasi untuk mengurus keuangan pasien;
i. Gunakan alat bantu untuk membawa barang-barang pasien dan untuk
mobilisasi pasien (kursi roda);
j. Bantu pasien pindah dari kursi roda
k. Bantu pasien pindah dari kursi roda ke kendaraan dan bantu untuk
memindahkan barang-barang pasien;
l. Beritahu ke bagian lain tentang waktu pemulangan pasien;
m. Catat kepulangan pasien pada format ringkasan;
n. Dokumentasi status masalah kesehatan saat pasien pulang.
o. Evaluasi apakah pasien dapat menjelaskan penyakit yang diderita,
pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus
dilaporkan kepada tim medis, dapat mendemonstrasikan penatalaksanaan
pengobatan dilanjutkan di rumah, serta memastikan hambatan yang
membahayakan pasien di rumah sudah diperbaiki.

2.2.3 Kualitas Discharge Planing


Menurut Imbalo (2007) kualitas tidak lepas dengan mutu yang merupakan
keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya
dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang
dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat. Kata kualitas mengandung banyak
definisi dan makna, diantaranya yaitu: 1) mutu adalah kualitas; 2) kesesuaian;
penggunaan, persyaratan atau tuntunan; 3) melakukan segala sesuatu secara
sistematis; 4) kepuasan pasien; dalam arti pasien itu sendiri maupun keluarganya.
Discharge Planning atau perencanaan pulang merupakan salah satu bentuk
pelayanan keperawatan profesional yang dinamis dan sistematis dari penilaian,
persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan
pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah
pasien pulang. Discharge planning akan menghasilkan sebuah hubungan yang
terintegrasi yaitu antara perawatan yang diterima pada waktu di rumah sakit
dengan perawatan yang diberikan setelah pasien pulang. Perawatan dirumah akan
bermakna jika dilanjutkan dengan perawatan di rumah. Namun, sampai saat ini
discharge planning bagi pasien yang dirawat belum optimal karena peran perawat
masih terbatas pada pelaksanaan kegiatan rutinitas saja, yaitu hanya berupa
informasi tentang jadwal kontrol ulang (Nursalam, 2016). Hal ini dapat
menyebabkan menurunnya kualitas discharge planning tersebut. Discharge
planning dikatakan baik apabila prosesnya yang terpusat, terkoordinasi, terdiri
dari berbagai disiplin ilmu dan dilakukan sesuai dengan prosedur. Sebaliknya,
apabila ada dari prosedur yang tidak dijalani maka discharge planning
dikatakan tidak baik. Maka untuk meningkatkan kualitas discharge planning
diperlukan pelayanan kesehatan discharge planning yang terstruktur atau sesuai
dengan prosedur.

2.3 KONSEP KESIAPAN PULANG PASIEN


2.3.1 Defenisi dan Komponen Kesiapan
Kesiapan berdasar kamus psikologi adalah “tingkat perkembangan dari
kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan
sesuatu” (Chaplin, 2006, halaman 419). Sedangkan Oemar Hamalik (2008,
halaman 94) “kesiapan adalah tingkatan atau keadaan yang harus dicapai
dalam proses perkembangan perorangan pada tingkatan pertumbuhan mental,
fisik, sosial dan emosional”. Menurut Martinsusilo (2007), komponen utama dari
kesiapan yaitu kemampuan dan keinginan. Kemampuan merupakan pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan yang dimiliki seorang ataupun kelompok untuk
melakukan kegiatan atau tugas tertentu. Keinginan adalah keyakinan, komitmen,
dan motivasi untuk menyelesaikan tugas atau kegiatan tertentu. Kombinasi dari
kemampuan dan keinginan yang berbeda yang ditunjukkan seseorang pada tiap-
tiap tugas yang diberikan itu adalah kesiapan. Menurut Slameto (2013, 113)
kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk
memberikan respon atau jawaban dalam cara tertentu terhadap suatu situasi,
penyesuaian pada suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan untuk
memberi respon.

2.3.2 Prinsip-prinsip Kesiapan


Menurut Slameto (2013, 115) prinsip- prinsip kesiapan antara meliputi:
semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh mempengaruhi,
kematangan jasmani dan rohani untuk memperoleh manfaat dari pengalaman,
pengalaman pengalaman mempunyai pengaruhi yang positif terhadap kesiapan,
dan kesiapan merupakan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode
tertentu selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.

2.3.3 Faktor-faktor Kesiapan


Beberapa faktor kesiapan menurut Slameto (2013, 113) terdiri dari 3 aspek
yaitu aspek yang pertama kondisi fisik, mental, dan emosional, aspek kedua yaitu:
kebutuhan-kebutuhan, motif, dan tujuan, aspek yang ketiga adalah ketrampilan,
pengetahuan dan pengertian lain yang telah dipelajari. Ketiga aspek tersebut akan
mempengaruhinya dan memenuhi berbuat sesuatu atau jadi berbuat sesuatu,
konidisi fiik diantarannya; lelah, keadaan, alat indera dan yang permanen (cacat
tubuh) serta kondisi mental yaitu kecerdasan. Faktor lain menurut penelitihan
Serawati (2015) adalah umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, sistem dukungan
sosial dan pelayanan kesehatan.

2.3.4 Tingkat Kesiapan


Martinsusilo (2007) membagi tingkat kesiapan berdasarkan kuantitas
keinginan dan kemampuan bervariasi yaitu :
1. Tingkat kesiapan 1(R1)
Tidak mampu dan tidak ingin, Yaitu tingkatan tidak mampu dan hanya
memiliki sedikit komitmen dan motivasi. Tidak mampu dan ragu, yaitu
tingkatan tidak mampu dan hanya memiliki sedikit keyakinan.
2. Tingkat kesiapan 2(R2)
Tidak mampu tetapi berkeinginan, yaitu tingkatan yang memiliki sedikit
kemampuan tetapi termotivasi dan berusaha. Tidak mampu tetapi percaya diri,
yaitu tingkatan yang hanya memiliki sedikit kemampuan tetapi tetap merasa
yakin.
3. Tingkat kesiapan 3(R3)
Mampu tetapi ragu, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan untuk
melaksanakan suatu tugas tetapi tidak yakin dan khawatir untuk melakukannya
sendiri. Mampu tetapi tidak ingin, tingkatan yang memiliki kemampuan untuk
melakukan suatu tugas tetapi tidak ingin menggunakan kemampuan tersebut.
4. Tingkat kesiapan 4(R4)
Mampu dan ingin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan untuk
melakukan tugas seringkali menyukai tugas tersebut. Mampu dan yakin, yaitu
tingkatan yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dan yakin
dapat melakukannya seorang diri.
Menurut Wess et al, (2007). kesiapan Pulang merupakan gambaran
kemampuan meninggalkan fasilitas kesehatan, serta mengembangkan 4 dimensi
kesiapan pulang yaitu: status pribadi untuk mengetahui kondisi fisik emosionel
pasien, kedua Tentang pengetahuan yaitu mengetahui berapa jumlah informasi
yang diterima tentang perawatan, ketiga kemampuan yaitu kemampuan
menangani kebutuhan perawatan pribadi dan medis, yang keempat yaitu
dukungan yang diharapkan. Berdasarkan hal di atas disimpulkan bahwa kesiapan
pasien menghadapi pemulangan adalah kemampuan, pengetahuan, pengalaman,
dan keterampilan untuk melakukan aktifitas atau kegiatan yang diajarkan serta
dianjurkan oleh perawat dan klinisi lain, pasien mengetahui pengobatan,
tandatanda bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta perawatan lanjutan di rumah
(The Royal Marsden Hospital, 2014)
BAB 3 PERENCANAAN

3.1 Pelaksanaan Kegiatan


Topik : Discharge planning perawatan klien dengan diagnosa medis
Hiperbilirubinemia
Hari/ tanggal : Rabu, 26 Mei 2021
Pukul : 10.00 WIB
Pelaksana : KARU, PP, PA
Tempat : Ruang Irna Perina
Sasaran : Orang tua pasien Irna Perina

3.2 Pengorganisasian
Kepala Ruangan : Yuniar Rahma Sofro’in, S.Kep.
Perawat Primer : Tantya Edipeni Putri, S.Kep.
Perawat Associate : Putra Madila, S.Kep.
Pembimbing Akademik : Ilya Krisnana,S.Kep.Ns., M.Kep
Pembimbing Klinik : Widia Yuniarti, S.Kep., Ns

a. Metode

Metode yang digunakan dalam discharge planning adalah


diskusi dan tanya jawab setelah diberikan penjelasan tentang hal-
hal yang perlu diberikan dalam perencanaan pulang, meliputi:
1. Komponen perencanaan pulang
a. Perawatan di rumah
b. Pemberian pendidikan kesehatan mengenai : waktu kontrol dan tempat
kontrol
c. Hasil pemeriksaan
Hasil pemeriksaan luar sebelum MRS dibawakan kepada klien waktu
pulang.
d. Surat-surat seperti surat keterangan sakit dan BPJS.
2. Tindakan keperawatan pada waktu perencanaan pulang
a. Pendidikan (edukasi, reedukasi, reorientasi) kesehatan yang diharapkan
dapat mengurangi angka kekambuhan dan meningkatkan pengetahuan
klien serta keluarga.
b. Program pulang bertahap
Melatih klien kembali ke lingkungan dan masyarakat antara lain yang
dilakukan klien di rumah sakit, dan tugas keluarga.
c. Rujukan.
d. Integrasi pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung
antara perawatan komunitas dengan rumah sakit sehingga dapat
mengetahui perkembangan klien di rumah.

b. Instrumen
1. Status klien
2. Lembar discharge planning (terlampir)
3. Leaflet (terlampir)
4. Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang.

c. Mekanisme Kegiatan

Tahap Kegiatan Waktu Tempat Pelaksana


Persiapan 1. PP melaporkan pada 10 Nurse Karu PP PA
karu bahwa ada pasien menit Station
yang akan dilakukan
discharge planning
2. Karu menanyakan
bagaimana persiapan
PP untuk pelaksanaan
discharge planning dan
kelengkapan medical
record (status pasien,
format discharge
planning, dan leaflet)
3. PP melaporkan sudah
siap dengan status
pasien, format
discharge planning dan
leaflet, dan sudah
mengkaji sebelumnya
untuk menentukan
masalah keperawatan
pada klien.
4. PP menyebutkan
masalah klien dan hal-
hal yang perlu
diajarkan pada klien
dan keluarga
5. Karu memeriksa
kelengkapan
dokumentasi perawatan
Pelaksanaan 1. Karu membuka acara 30 Nurse Karu PP PA
Discharge discharge planning menit Station
Planning 2. PPmennyampaikan dan PP, PA
menjelaskan hal- hal
terkait Discharge
Planning (Kontrol,
Perawatan dirumah,
Aktivitas/ Istirahat, dan
lembar hasil
pemeriksaan rumah
sakit)
3. PP menanyakan
kembali kepada klien
dan keluarga tentang
penjelasan yang telah
disampaikan.
4. Pendokumentasian
(orang tua tanda tangan
di lembar Discharge
Planning)
5. PP menyiapkan lembar
kuesioner kepuasan
pelayanan rumah sakit
6. PP dan PA
mengucapkan terima
kasih.
Penutup Karu memberikan pujian 2 menit Ruang Karu, PP, PA
dan masukan atau saran Irna
kepada Ketua Tim dan Perina
PA

d. Evaluasi
1. Struktur (input)
1) Pelaksanaan discharge planning dilaksanakan di ruang Irna Perina RSUA
2) Persiapan dilakukan sebelumnya
3) Perawat yang betugas.
2. Proses
1) Kelancaran kegiatan.
2) Peran serta perawat yang bertugas.
3) Klien dan keluarga berperan aktif dalam diskusi
3. Hasil
Informasi yang disampaikan dapat diterima oleh klien dan keluarga. Klien
dapat menyebutkan kembali tentang
1) Alur rawat jalan
2) Perawatan di rumah
DAFTAR PUSTAKA

Borkowski. (2015). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta. EGC


Darliana dan Devi. (2017) Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes
Melittus. Idea Nursing Journal 2.2 : 132-136
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Tentang profil kesehatan. (2008).
Jakarta: Depkes RI
Devi Yuliati, Monica Ester. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes EM, Moorhouse MF, & Murr AC. (2016). Nursing Diagnosis Manual:
Planning, Indvidualizing and Documenting Client Care. Edition Two. FA Davis
Company. Philladelphia
Johannes, Edward, Rofi’i, M. (2014). Pengaruh Kompensasi dan Iklim Organisasi
terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja sebagai VariabelIntervening.
Jurnal Dinamika Manajemen, 2(2) : 141-152.
Nursalam. (2014). Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.
Jakarta: Salemba Medika
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.971/Menkes/per/XI/2009
Pengurus PPNI Pusat, (2005). Standar Kompetensi Perawat Indonesia. jakarta.
Email : dppppni@yahoo.com, Web; http://www.inna-ppni.or.id
Perry A. G., & Potter P. A. (2005). Buku ajar fundamental keperawwatan: Konsep,
proses, & praktik. (Volume 1, Edisi 4). (Alih bahasa: Yasmin Asih, et al: Editor
edisi bahasa Indonesia
Perry & Potter. (2006). Clinical Nursing Skills and Technique. 6th Edition.
Missouri : Mosby Inc.
Radiatul, (2017). Analisis Pelaksanaan Discharge Planning dan Faktor-faktor
Determinannya pada Perawat di Ruang rawat Inap RSUD Jambak Kabupaten
Pasaman Barat
Slameto, (2013). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
Cipta
Slevin, A.P., (2010). A Model for Discharge Planning in Nursing Education. (March
2015), pp.37-41
Weiss, M.E. et al., 2007. Perceived Readliness for Hospital Discharge in Adult
Medical-Surgical Patients., 21(1)

Anda mungkin juga menyukai