Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FARMASI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH :

NAMA : TITI KADARSI

NIM : PO713251181096

KELAS : 3B

PRODI : DIII/ FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FARMASI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian atau unit atau divisi
atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Seperti diketahui,
pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional. Berdasarkan hal-hal tersebut IFRS dapat didefinisikan
sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan
seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat
atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;
pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi;
dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal atau rawat jalan;
pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan
kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis. Pelayanan
kefarmasian di rumah sakit dilakukan oleh tenaga kefarmasian, yang salah satunya adalah
apoteker. Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan
Kepmenkes RI nomor 1197 tahun 2004, salah satu fungsi dari pelayanan kefarmasian
yang dilakukan di rumah sakit adalah pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi
suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Cakupan dari perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis. Tahap awal yang penting
untuk menjaga ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya agar dapat digunakan
pada saat yang tepat adalah tahap perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud rumah sakit dan instalasi farmasi
2. Apa yang dimaksud patient safety
3. Apa yang dimaksud healthcare associated infection ( HAI’s) dan pencegahan serta
pengendalian infeksi ( PPI )
4. Bagaimanakah standar pelayanan farmasi dirumah sakit
5. Apa yang dimaksud formularium rumah sakit
6. Apa yang dimaksud medication error (ME) dan adverse Drug Reaction ( ADR)
7. Bagaimanakah cara penyimpanan obat
8. Apa yang dimaksud High alert medication ( HAM), dan Look alike saound Alike
( LASA)
9. Bagaimanakah alur peresepan di rumah sakit
10. Bagaimanakah cara skrining resep secara administrative
11. Bagaimana penyiapan obat, alkes, dan BMHP untuk di distribusikan ke pasien
12. Apa yang dimaksud IV adimixture dan Handling Cytotoxic
13. Bagaimana rekam medic dan rekam penggunaan obat pasien
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud rumah sakit dan instalasi farmasi
2. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud patient safety
3. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud healthcare associated infection ( HAI’s) dan
pencegahan serta pengendalian infeksi ( PPI )
4. Untuk mengetahui Bagaimana standar pelayanan farmasi dirumah sakit
5. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud formularium rumah sakit
6. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud medication error (ME) dan adverse Drug
Reaction ( ADR)
7. Untuk mengetahui Bagaimana cara penyimpanan obat
8. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud High alert medication ( HAM), dan Look
alike saound Alike ( LASA)
9. Untuk mengetahui Bagaimana alur peresepan di rumah sakit
10. Untuk mengetahui Bagaimanakah cara skrining resep secara administrative
11. Untuk mengetahui Bagaimana penyiapan obat, alkes, dan BMHP untuk di
distribusikan ke pasien
12. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud IV adimixture dan Handling Cytotoxic
13. Untuk mengetahui Bagaimana rekam medic dan rekam penggunaan obat pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI UMUM
1. Rumah sakit dan instalasi Farmasi
a. Pengertian rumah sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks,
menggunakangabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai
kesatuanpersonel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah
medikmodern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama,
untukpemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar 2018).
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakanbagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukungpenyelenggaraan
upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dirumah sakit mempunyai
karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.Berbagai jenis tenaga kesehatan
dengan perangkat keilmuan masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus
diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu,
membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit.
b. Tugas dan fungsi rumah sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit,rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Pelayanan kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, dan memulihkan
kesehatan. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi antara lain:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan Standar Pelayanan Rumah Sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan


kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua
adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Sedangkan pelayanan
kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan tingkat
lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
subspesialistik.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka


peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi


bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Instalasi farmasi rumah sakit

a. Pengertian instalasi farmasi rumah sakit

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan


seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Instalasi farmasi rumah
sakit merupakan suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit yang
berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang
apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan kompeten secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan
Amalia, 2004).
2. Patient safety

a. pengertian patient safety

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

b. tujuan patient safety

Tujuan “Patient safety” adalah

1.    Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS

2.    Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;

3.    Menurunnya KTD di RS

4.    Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan


KTD.

c. langkah-langkah pelaksanaan patient safety Sembilan solusi keselamatan Pasien di


RS (WHO Collaborating Centre for Patient  Safety, 2 May 2007), yaitu:

1)      Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)

2)      Pastikan identifikasi pasien

3)      Komunikasi secara benar saat serah terima pasien

4)      Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

5)      Kendalikan cairan elektrolit pekat

6)      Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan


7)      Hindari salah kateter dan salah sambung slang

8)      Gunakan alat injeksi sekali pakai

9)      Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

3. healthcare associated infection ( HAI’s) dan pencegahan dan pengendalian infeksi


(PPI)

  Healthcare Associated Infections (HAIs) pertama kali dikenal pada tahun 1847
oleh Semmelweis. Pada awalnya HAIs dikenal dengan nama infeksi nosokomial, berasal
dari bahasa Yunani yaitu dari kata nosos yang berarti penyakit dan komeo yang berarti
merawat. Sehingga infeksi nosokomial berarti infeksi yang didapat atau terjadi di rumah
sakit (Darmadi, 2008).

Timbulnya infeksi ditinjau dari asalnya dapat berasal dari komunitas (community
acquired infection) atau dari lingkungan rumah sakit (hospital acquired infection) yang
sebelumnya dikenal dengan infeksi nosokomial. Asal infeksi seringnya tidak bisa
ditentukan secara pasti sehingga istilah infeksi nosokomial (Hospital Acquired
Infection) dirubah dengan istilah baru yaitu Healthcare Associated Infections (HAIs)
dengan pengertiannya yang tidak hanya di rumah sakit tetapi juga infeksi yang didapat
atau terjadi di pelayanan kesehatan lainnya. infeksi ini tidak hanya terjadi pada pasien
saja tetapi juga terjadi pada petugas kesehatan yang didapat saat mereka melakukan
tindakan keperawatan terhadap pasien (Depkes, 2011).

Kriteria suatu infeksi dapat dikatakan HAIs adalah tidak terdapat tanda klinis
pada saat pasien mendapatkan perawatan di pelayanan kesehatan, pada saat pasien mulai
perawatan tidak sedang dalam masa inkubasi, sekurang-kurangnya 72 jam dari masa
perawatan baru akan timbul tanda klinis infeksi, dan infeksi tersebut bukan infeksi
kelanjutan atau sisa (residual) dari infeksi sebelumnya (Depkes, 2011).

4. Standar pelayanan farmasi dirumah sakit

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai


pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:a.
meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian; b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian; dan c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar: a. pengelolaan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan b. pelayanan
farmasi klinik.

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung oleh


ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional.

Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian diRumah Sakit, harus dilakukan


Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi:

a. monitoring; dan

b. evaluasi

5. Formularium rumah sakit

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional


dimana formularium ini merupakan daftar obat yang disepakati oleh staf medis dan
disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah
Sakit. Definisi Formularium (Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit, Depkes
(2010) yaitu: Formularium merupakan suatu dokumen yang secara terus menerus
direvisi, memuat sediaan obat dan informasi penting lainnya yang merefleksikan
keputusan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit. Sistem Formularium menurut
buku Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI bekerjasama dengan Japan
Internasional Cooperation Agency 2010 terdiri atas Evaluasi penggunaan obat, Penilaian
dan Pemilihan Obat. Evaluasi penggunaan obat bertujuan untuk menjamin penggunaan
obat yang aman dan cost effective, dilakukan dengan dua cara yaitu pengkajian dengan
mengambil data dari pustaka dan pengkajian dengan mengambil data sendiri.

Penilaian, setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium
harus dilengkapi dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan
dan kekuatan, kisaran dosis, efek samping dan efek toksik. Pemilihan obat dengan
memperhatikan faktor kelembagaan yaitu kebijakan rumah sakit, faktor obat dan faktor
biaya.

Isi Formularium berdasarkan buku Pedoman Penyusunan Formularium Rumah


Sakit, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI bekerjasama dengan Japan Internasional Cooperation Agency 2010 yaitu
Formularium berisi tiga bagian utama :

a. Informasi kebijakan dan prosedur rumah sakit tentang obat. Kebijakan mencakup
antara lain: tentang pemberlakuan formularium, tatalaksana obat (kebijakan umum
dalam penulisan resep, kebijakan penulisan obat generik, prosedur pengusulan obat
untuk ditambahkan atau dihapus dari formularium, SK tentang TFT, dll.

b. Daftar Obat. Bagian ini merupakan inti dari formularium yang berisi informasi dari
setiap obat disertai satu atau lebih indeks untuk memudahkan penggunaan
formularium.

c. Informasi khusus. Informasi khusus tergantung pada kebutuhan masing-masing


rumah sakit.

6. Medication error (ME) dan adverse Drug Reactions (ADR)

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih


berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen,
dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998).
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien,
akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya
dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing,
fase transcribing, fase dispensing  dan fase administration oleh pasien. Medication
error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep.
Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas, dapat
dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:
1) Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan
(antar pasien, dokter dan apoteker).
2) Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem
penyimpanan obat, dan lain sebagainya).
3) Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan).
4) Edukasi kepada pasien kurang.
5) Peran pasien dan keluarganya kurang.
Medication error pada anak-anak merupakan kejadian yang penting, jika
dibandingkan dengan kejadian pada dewasa maka potensi merugikannya tiga kali
lipat. Dari studi terhadap 10788 peresepan pediatri, 616 potensial untuk
terjadi error. Sejumlah 120 (19,5%) termasuk kategori sangat membahayakan,
115 (18,7%) potensial terjadi ADR (Adverse Drug Reaction), 5 kasus (0,8%)
adalah ADR yang dapat dicegah. Sehubungan dengan hal tsb., ada tiga cara yang
dinyatakan dapat mencegah medication error yaitu: 1) Penulisan resep oleh
dokter secara komputerisasi (76%). 2) Ward clinical pharmacist (81%). 3)
Peningkatan komunikasi antar dokter, apoteker/perawat dan pasien (86%)
7. Penyimpanan obat
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat – obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian
serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.

Tujuan penyimpanan obat – obatan adalah untuk :

-       Memelihara mutu obat

-       Menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab


-       Menjaga kelangsungan persediaan

-       Memudahkan pencarian dan pengawasan

Kegiatan penyimpanan obat meliputi :

a.    Pengaturan tata ruang

b.    Penyusunan stok obat

c.    Pencatatan stok obat

d.    Pengamatan mutu obat

8. High alert medication (HAM) look alike sound alike (LASA)

LASA (Look Alike Sound Alike) adalah obat-obat yang digolongkan dalam obat
yang perlu diwaspadai (high-alert medication) karena sering menyebabkan terjadi
kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi
Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Perlu dilakukan pengelolaannya untuk
meningkatkan keamanan dan mencegah terjadinya medication erorrs, sehingga
pengetahuan Apoteker terkait obat LASA dan kaidah pengelolaannya menjadi sangat
penting.

Adapun Kelompok Obat high-alert, diantaranya:

a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2 meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat).

c. Obat-Obat sitostatika (Permenkes, 2014). Dalam Surat Keputusan Menteri


Kesehatan RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 disebutkan bahwa pengertian
medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat
selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu;

a. fase prescribing, adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini
meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau
kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat
dosis dan aturan pakai.

b. fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing.

c. fase dispensing, dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep
oleh petugas apotek. Fase ini merupakan permasalahan dalam penelitian ini.

d. fase administration, error yang terjadi pada proses penggunaan obat.

9. Alur peresepan di rumah sakit

mengenai standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, Pelayanan Farmasi Rumah


Sakit merupakansalah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu.

Standar Pelayanan Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system
pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
Penyediaan obatyang bermutu, termasuk pelayanan !armasi klinis, yang terjangkau bagi
semua lapisanmasyarakat kebijakan dan prosedur dibuat oleh Kepala "nstalasi dan
Komite Farmasi dan terapi serta para apoteker.Pelayanan Farmasi diselenggarakan
dengan visi, Misi, tujuan dan bagan organisasi yangmencerminkan penyelenggaraan
berdasarkan !ilosopi pelayanan ke!armasian. bagan organisasi adalah bagan yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan ke'enangan serta fungsi kerangka
organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan,
pelayanan !armasi klinis dan managemen mutu, dan harus selalu dinamis sesuai
perubahan yangdilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan.
a.Melakukan perencanaan, Pengadaan dan penyimpanan obat, alat kesehatan
sesuaiFormularium Rumah Sakit.

b.Melakukan kegiatan peracikan obat sesuai permintaan dokter baik untuk pasienra'at
inap maupun pasien ra'at jalanc.Pendistribusian obat, alat kesehatan
farmasi.Memberikan pelayanan informasi obat dan melayani konsultasi
obate.Mampu mendukung kegiatan pelayanan unit kesehatan lainnya selama 24
jamPelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan ke!armasian yang
bermutu tinggi,melalui cara pelayanan !armasi rumah sakit yang baik.

10. Skrining resep secara administrative

Skrining Resep atau biasa dikenal dengan Pengkajian Resep merupakan kegiatan
apoteker dalam mengkaji sebuah resep yang meliputi pengkajian administrasi,
farmasetik
dan klinis sebelum resep diracik. Apa gunanya apoteker melakukan skrining
resep? Tujuannya tentunya untuk menjamin keamanan (safety) dan kemanjuran
(efficacy) dari obat dalam resep ketika digunakan pasien serta memaksimalkan tujuan
terapi.

Kajian administratif meliputi:


1. informasi pasien (nama pasien, umur, jenis kelamin, berat badan, alamat)
2. informasi dokter penulis resep (nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,
nomor telepon dan paraf)
3. tanggal penulisan resep

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:


1. bentuk dan kekuatan sediaan
2. stabilitas
3. kompatibilitas (ketercampuran obat)

Pertimbangan klinis meliputi:


1. ketepatan indikasi dan dosis obat
2. aturan, cara dan lama penggunaan obat
3. duplikasi dan/atau polifarmasi
4. reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain)
5. kontra indikasi
6. interaksi

Pertama, jika terdapat permasalahan ketika apoteker melakukan skrining resep maka


apoteker harus melakukan konfirmasi kepasien atau kedokter. Yang perlu diingat adalah
bedakan antara informasi yang perlu anda tanyakan kepasien dan kedokter.

Kedua, ketika anda melakukan konfirmasi dengan menghubungi dokter penulis resep,


sangat diwajibkan untuk tidak hanya menyampaikan masalah, namun juga harus disertai
memberikan alternatif penyelesaian untuk masalah yang ada dalam resep. Saya gunakan
bahasa konfirmasi, karena belum tentu dokter salah, misal bisa jadi dokter memberikan
dosis lebih tinggi dari dosis lazim karena pertimbangan tertentu. Hubungan baik dengan
dokter harus dipertahankan dan dikembangkan dengan positive thinking, teliti namun
pikiran positif. Kita disini tidak mencari kesalahan dokter, tapi mindset kita adalah
untuk pasien.

Ketiga, ketika menghubungi dokter harus disertai evidence yang kuat. Ingat bahwa fokus


pembicaraan adalah pasien. Anda juga harus belajar bagaimana berkomunikasi secara
efektif dengan sesama tenaga kesehatan seperti penggunaan SOAR (subjective,
objective, assessment, recommendation).

Keempat, pada skrining kesesuaian farmasetis terdapat kekuatan sediaan, sedangkan


pada pertimbangan klinis terdapat dosis obat. Apa bedanya? Sediaan lazim dari
amlodipin adalah tablet 5 mg dan 10 mg. Kita katakan kekuatan sediaan dari amlodipin
adalah 5mg dan 10 mg. Namun dosis kita tentukan dari kebutuhan pasien, dari hitungan
kita apakah sesuai atau tidak untuk pasien. Biar mudah membedakan, kita kasih contoh
ekstrimnya “1 kali sehari 2 tablet amlodipin 5 mg”, berarti kekuatan sediaan 5mg namun
dosisnya adalah 10mg. Bisa jadi kekuatan sediaan dan dosis yang diminum pasien sama,
misal “1 x sehari 1 tablet amlodipin 10 mg”.
11. Penyiapan obat, alkes, dan BMHP untuk di distribusikan ke pasien

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat  


Kesehatan,  dan  Bahan  Medis  Habis  Pakai  di  Rumah  Sakit  yang menjamin  seluruh
rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,  dan   Bahan   Medis  
Habis   Pakai   sesuai   dengan   ketentuan
yang   berlaku  serta  memastikan  kualitas,  manfaat,  dan  keamanannya.
Pengelolaan Sediaan  Farmasi, Alat  Kesehatan,  dan  Bahan  Medis Habis
Pakai   merupakan   suatu   siklus   kegiatan,   dimulai   dari   pemilihan,
perencanaan    kebutuhan,    pengadaan,    penerimaan,    penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan pengendalian dan administrasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

Pengelolaan   Sediaan   Farmasi,   Alat   Kesehatan,   dan   Bahan   Medis


Habis  Pakai  harus  dilaksanakan  secara  multidisiplin,  terkoordinir  dan
menggunakan  proses  yang  efektif  untuk  menjamin  kendali  mutu  dan
kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor

44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, 


Sediaan  Farmasi,  dan  Bahan  Medis  Habis  Pakai  di  Rumah Sakit  harus  dilakukan 
oleh  Instalasi  Farmasi  sistem  satu  pintu.  Alat Kesehatan yang dikelola oleh instalasi
farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai atau perlatan non elektormedik
antara lain alat kontrasepsi alat pacu jantung implant, dan sent.

12. Pengantar IV admixture dan handling cytotoxic


Handling cytotoxic ini penting dilakukan karena obat-obatan sitostatika berpotensi
menimbulkan efek karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik sehingga memerlukan
penanganan yang khusus dan aman bagi operator.Prinsip pencampuran handling
cytotoxicsama seperti iv admixture. Perbedaannya adalah pada handling
cytotoxic digunakan BSC (Biological Safety Cabinet) yang telah dirancang untuk
melindungi personel dan obat, serta petugas yang bekerja menangani obat sitostatika
diharuskan untuk menggunakan APD dengan sarung tangan rangkap 
IV admixture  merupakan proses pencampuran obat – obat injeksi IV dari serbuk
menjadi larutan ataupun pengenceran larutan injeksi IV kedalam larutan IV steril untuk
menghasilkan sediaan yang siap diberikan secara IV dengan teknik aseptis. Tujuan
dilakukan IV admixture adalah menjaga kualitas sediaan supaya lebih terjamin dan aman
untuk digunakan pasien. Contoh obat yang dilakukan pencampuran secara IV
admixture adalah Prostin, Pregnil, dan Ovidrel.Pelaksanaan IV admixture dilakukan di
ruang aseptis dengan persyaratan ruang aseptis.

13. Rekam medic dan rekam penggunaan obat pasien

Rekam Medis menurut Permenkes 269 tahun 2008 Rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang pasien, pemeriksaan, pengobatan tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Menurut Huffman E.K, Rekam Medis Rekaman atau catatan mengenai siapa, apa,
mengapa, bilamana dan bagaimana yang di berikan kepada pasien selama masa
perawatan yang memuat pengetahuan mengenai dan pelayanan yang di perolehnya serta
memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien membenarkan diagnosa
dan pengobatan serta merekam hasilnya.

Kegunaan dan Tujuan Rekam Medis Tujuan rekam medis adalah untuk
memberikan informasi mengenai diri pasien kepada seluruh pihak yang memberikan
perawatan atau pengobatan kepada pasien tersebut Kegunaan Rekam Medis menurut
seorang pakar Gibony, menyatakan kegunaan rekam medis mengunakan singkatan
ALFRED yaitu :

a. Administration (Administrasi) Data dan informasi yang dihasilakan dalam rekam


medis dapat digunakan menejemen untuk melaksanankan fungsinya guna pengelolaan
berbagai sumber daya.
b. Legal (Hukum) Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti hukam yang dapat
melindungi pasien, provider (dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya) serta
pengelolaan dan pemilik sarana pelayanan kesehatan terhadap hukum.

c. Financial (Keuangan) Catatan yang ada dalam dokumen rekam medis dapat
digunakan untuk memprekdisikan pendapatan dan biaya sarana pelayanan kesehatan.

d. Research (Penelitian) Dapat dilakukan penelusuran terhadap berbagai macam


penaykit yang telah dicatat kedalam dokumen rekam medis guna kepentingan
penelitian

e. Education (Pendidikan ) Dokumen rekam medis dapat digunakan untuk pengembagan


ilmu.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Apapun dan bagaimanapun, Rumah Sakit merupakan tempat yang tepat orang -orang
yang mengalami gangguan kesehatan, baik jiwa, fisik dan lainnya. walaupun ada
sistem perawatan rumah yang dilakukan oleh sebahagian orang, namun tetap saja
tidak maksimal jika dibandingkan dengan sistem perawatan yang telah dilakukan di
setiap Rumah Sakit.

B. SARAN
       Diharapkan dengan adanya berbagai macam pembahasan tentang instalasi
farmasi rumah Sakit dapat membantu setiap kalangan untuk menambah pengetahuan
tentang keadaan atau bagaimana pengelolaan farmasi di rumah sakit. Khususnya
membantu muda mudi yang ingin tau banyak tentang instalasi farmasi rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Cohen, M.R., Basse., Myers. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),
Medication Error, American Pharmaceutical Association. Washington, DC. Hal. 230-240.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta.

Depkes RI. 2011. Target Tujuan Pembangunan MDGs. Direktorat Jendral Kesehatan Ibu dan
Anak. Jakarta

Siregar, C. J. P dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapannya, Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.

Siregar, sri Endang. 2018. Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara. Sumatera

Anda mungkin juga menyukai