Anda di halaman 1dari 17

Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.

Sc

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG

1. PENDAHULUAN
Berbicara mengenai penyaliran atau drainage akan identik dengan pengontrolan air tanah dan air
permukaan bumi yang biasanya mengganggu aktifitas tambang, baik tambang terbuka, bawah
tanah maupun batubara. Ketika pengontrolan air tanah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan aktifitas penggalian bijih atau batubara, maka faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
antara lain sistem pengontrolan (sump, sumur dalam atau sumur pompa), curah hujan rata-rata,
debit air minimum-maksimum, kualitas air dan biaya.
Sasaran penyaliran adalah membuat lokasi kerja di areal penambangan selalu kering karena
bila tidak terkontrol akan menimbulkan masalah, antara lain : (1) lokasi kerja (2) jalan tambang
becek dan licin, (3) stabilitas lereng tambang rawan longsor (4) peralatan tambang cepat rusak (5)
kesulitan mengambil contoh (sampling) (6) efisiensi kerja menurun dan (7) mengancam
keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem penyaliran dapat berupa pencegahan air masuk ke
lokasi tambang (inkonvensional). Kedua sistem ini dapat diterapkan secara simultan atau diambil
salah satu sistem saja. Yang penting di dalam merancangnya harus dipertimbangkan faktor-faktor
pengontrolan tersebut di atas.
Namun air dalam jumlah tertentu diperlukan untuk aktifitas-aktifitas yang lain, diantaranya :
mengurangi konsentrasi debu di jalan tambang atau crushing plant, sebagai media pemisahan
dan pencucian dalam pengolahan bahan galian, keperluan sehari-hari diperkantoran, perumahan
dan workshop, dan sebagainya. Melihat cakupan masalah dan manfaat air tanah cukup luas
ditambah kemajuan teknologi investigasi air tanah saat ini cukup memadai, maka manajemen air
harus diperhitungkan di dalam perencanaan penambangan.

2. KONSEP PEMBENTUKAN AIR TANAH


Air merupakan hasil sirkulasi alamiah yanmg berlangsung terus menerus. Sirkulasi tersebut
tidak sesederhana yang dibayangkan karena melibatkan intensitas sinar matahari yang
menimbulkan adanya perbedaan tekanan dan suhu, kondisi fisik dan kimiawi permukaan bumi,
tingkat permebilitas dan porositas lapisan batuan di dalam kulit bumi, tingkat permebilitas dan
porositas lapisan di dalam kulit bumi, intensitas pepohonan lebat, dan sebagainya.
Sumber air harus diketahui asalnya dan harus dimengerti pula proses keterjadiannya untuk
membantu mempermudah evaluasi. Beberapa sumber air dapat berasal dari beberapa tempat
seperti di bawah ini :
¾ Resapan dari laut, danau, sungai , rawa, cadangan lempung dan lapisan penutup yang
lembab.
¾ Resapan dari goa-goa batu kapur yang mengandung unsur karbonat.
¾ Resapan dari kantong-kantong air yang terperangkap di dalam batuan
¾ Resapan dari celah-celah patahan.
¾ Aliran dari permeabilitas primer (inherent)
¾ Aliran dari permeabilitas sekunder (rekahan).
¾ Air magmatis (uap air yang keluar dari aktifitas magma)
¾ Akibat buatan manusia, misalnya ; (a) resapan tanggul penahan banjir (b) penyaliran yang
tidak sempurna (c) rekahan-rekahan hasil batuan yang runtuh (d) lubang bor terbuka.
¾ Kombinasi sumber-sumber tersebut di atas, misalnya ; (1) permeabilitas primer dan goa-goa,
(b) permeabilitas sekunder dan lapisan yang lemah, (c) runtuhan, patahan dan goa-goa dan
(d) sumber alamiah dan sumber buatan manusia.

2.1 Lapisan air tanah terkekang


Terjadi bila akuifernya terletak diantara dua lapisan batuan yang rendah permeabilitasnya.
Lapisan batuan di atas akuifer akan menekan lapisan air, sehingga lapisan air tersebut menderita
tekanan dan tidak seimbang. Permukaan lapisan batuan berpermeabilitas rendah disebut dengan
permukaan piezometrs (piezometric surface) yang merupakan batas ketinggian naiknya air tanah
apabila lubang bor menembus akuifer lapisan air tanah terkekang. Bahkan apabila permukaan
lapisan batuan kedap air (permeabilitas rendah) adalah permukaan bumi, maka bila dibuat lubang
bor pada akuifernya, air akan memencar sendiri yang dinamakan sebagai sumur artesis. Tekanan
air yang masuk dengan sendirinya ke dalam lubang bor, tidak lain akibat air tanah tersebut
mendapat tekanan oleh lapisan kedap air di atasnya. Ketika lubang bor dibuat, air tanah tersebut
masuk ke dalam lubang bor untuk mencari keseimbangan (Gambar 2).

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 1


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Gambar 2. Aliran airtanah bebas dan terkekang

Baik pada lapisan air tanah bebas maupun terkekang, permukaan di sekitar sumur (lubang
bor) akan menurun apabila airnya dipompa keatas permukaan bumi. Akibat pemompaan ini air
tanah di dalam akuifer akan mengalir menuju dasar sumur (lubang bor). Analisis terhadap aliran ini
didasarkan pada kondisi akuifer yang ideal, homogen, isotropis ke segala arah dan ke dalaman
sumur dianggap menembus total ketebalan lapisan akuifer, sehingga air mengalir secara
horisontal dan radial. Pengisapan air tanah melalui sumur akan membentuk konis tersebut akan
bertambah secara logaritmis ke arah jari-jari dimana pengaruh tekanan isap pompa nol atau tidak
terjadi penurunan permukaan lapisan air tanah. Apabila permeabilitas tidak seragam, maka bentuk
konis mengalami distorsi.
Penurunan permukaan air tanah (drawdown) bertambah seiring dengan pemompaan yang
berlangsung terus menerus sampai laju air yang keluar seimbang atau konstan. Keseimbangan ini
terbentuk apabila air tanah yang masuk ke dalam pipa (in flow) sesuai dengan kapasitas pompa .
Disamping pengaruh permeabilitas, bentuk konis di sekitar sumur atau shaft juga akan dipengaruhi
oleh posisi batuan kedap air (barrie) yang menghalangi aliran air tanah atau dekat dengan sumber
air yang cenderung terus mengisi sumur tersebut, misalnya danau, laut, dan sebagianya.
Gambar 3a memperlihatkan efek barrier terhadap bnetuk konis air tanah. Pada tahap 1 dan 2
masih memungkinkan terbentuknya konis air tanah, namun semakin ke dalam kuantitas air tanah
akan berkurang karena terhalang barrier dan bentuk konis air tanah akan berubah hingg relatif
mendatar. Sementara itu pada Gambar 3b pembuatan sumur atau shaft dekat dengan danau,
maka kontinuitas pengisian air ke dalam sumur pun berlangsung menerus. Akibatnya bentuk konis
air tanah akan selalu terbentuk bertambah luas.

Gambar 3.a. Efek barrier dan sumber airtanah terhadap


bentuk konis airtanah

2.2. Debit air tanah


Disamping parameter-parameter lain, permeabilitas merupakan salah satu parameter yang perlu
diperhitungkan. Secara umum permeabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu fluida
bergerak melalui rongga pori massa batuan. Terdapat tiga definisi atau cara yang digunakan untuk
mengukur permeabilitas, yaitu :

Darcy (Milidarcy)
Dikatakan 1 darcy apabila suatu fluida dengan kekentalan (viscosity) 1 centipoise pada temperatur
68° F = 20 ° C bergerak dengan laju 1 cm perdetik di bawah gradient tekanan 1 atm percm
(tepatnya adalah 1,034 cm air pada temperatur yang sama). Pengukuran cara ini biasanya di pakai
oleh para ahli teknik perminyakan. 1 Darcy = 1000 milidarcy.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 2


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Kecepatan aliran
Dikatakan 1 unit permeabilitas bila air dengan kekentalan 1 centipose bergerak 1 cm perdetik
dibawah tekanan gradient 1 atm (100%). Laju air ini sama dengan yang didefinisikan poleh Darcy,
tetapi gradient tekanan yang dipakai 1 : 1 bukan 1,034 : 1 . Pengukuran ini umumnya dipakai para
ahli bidang teknik sipil, teknik geologi dan mekanika tanah.

Unit Meinzer
Disebut 1 unit permeabilitas apabila air bergerak 1 gallon perhari pada temperatur 60° F = 15,5°C
mengaliri seluas 1 sqft pada tekanan 1 atm. Cara ini dipakai oleh para ahli hidrologi dan teknik sipil
Amerika. Dari hasil percobaan para ahli diperoleh permeabilitas beberapa material seperti terlihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkiraan permeabilitas beberapa material


Permeability Unit
No. Description of ground
Darcy Meinzer cm/det
1. Clay shale or dense rock with tight fractures, considered 0,0001 0,0018 9.7 x 10-8
impermeable in most excavations.
2. Dense rock, few tight fractures, approximate lower limit for oil 0,001 0,018 9.7 x 10-7
production
3. Dense rock, 0.005 in fracture each sqft 0,5 9 4.8 x 10-4
4. Silt or clay, silt, fine sand. Few water well in less permeable 1 18 9.7 x 10-4
ground
5. Silt or clay, silt, fine sand. Few water well in less permeable 2 36 19.4 x 10-4
ground
6. Clean sand, medium and coarse (0.25 and 1.0 mm) 500 9.100 0,48
7. Clean gravel (70% larger than 2.0 mm) 1.250 22.750 1,2

Perhitungan debit air tanah biasanya dilakukan pada kondisi pengontrolan air tanah yang sulit di
atasi. Persamaan Thiem sering digunakan untuk menghitung debit air tanah yang dasar
perhitungannya adalah pengurangan air dalam akuifer. Asumsi-asumsi yang terlibat dalam
persamaan ini adalah bahwa aliran air bersifat steady, merata baik kearah horizontal maupun
radial didalam akuifer, isotropis dan walaupun terjadi penyebaran air kearah horizontal, tetapi
tidak mengurangi penetrasi terhadap sumur. Persamaan (1) adalah persamaan Thiem dan
illustrasi pada Gambar 2 memperlihatkan sebagian parameter yang digunakan dalam persamaan
tersebut.
K 2 π m (S1- S2 )
Q= ……………. (1)
C µ log 10 (R/r)

Dimana :

Variable Keterangan MEINZER DARCY


Q Laju aliran gallon/menit ml/det
K Permeabilitas Meinzer Darcy
M Ketebalan penjenuhan rata-rata dari feet cm
akuifer yang diukur melalui 2 titik
pengamatan
R Jari-jari titik pengamatan Dapat diukur dengan satuan
yang jauh dari sumur sejenis karena hasilnya hanya
R Jari-jari sumur atau titik pengamatan merupakan perbandingan
terdekat
C Konstanta 528 2,3
µ Viskositas centipoise centipoise
S1 Penurunan air tanah pada titik terdekat feet Atm
sumur pengamatan
S2 Penurunan air tanah pada titik terjauh feet Atm
sumur pengamatan

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 3


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

3. PENYALIRAN
Penyaliran yang diuraikan berikut ini dititikberatkan pada metoda atau teknik penanggulangan air
pada tambang terbuka. Telah diuraikan sebelumnya bahwa teknik penyaliran bisa bersifat
pencegahan atau pengendalian air masuk ke lokasi penambangan. Perusahaan cenderung
menggunakan salah satu cara saja dengan pertimbangan biaya tanpa mengurangi keselamatan
kerja Namun, hal penting yang perlu mendapat perhatian serius adalah memprediksi kapan cuaca
ekstrim terjadi, yaitu di mana aliran air tanah dan air limpasan sangat membahayakan front
penambangan. Ketika pengambilan keputusan untuk memilih salah satu cara penyaliran saja
tanpa memperhitungan kondisi cuaca ekstrim, maka bila terjadi banjir di dalam front penambangan
semuanya akan sia-sia dan biaya pun akan membengkak. Oleh sebab itu kondisi cuaca pada
tambang terbuka sangat besar efeknya terhadap aktifitas penambangan dan apabila hal ini sudah
diperhitungkan sebelumnya, maka front penambangan akan terhindar dari kondisi yang
membahayakan karyawan maupun peralatan.

3.1 Efek air tambang


Pengaruh atau efek tidak langsung dari air tambang (air tanah maupun limpasan) terhadap
aktifitas penambangan sebenarnya dengan mudah dapat dilihat. Kebanyakan efeknya menyangkut
biaya dan keselamatan kerja. Berikut ini diuraikan efek langsung maupun tidak langsung dari air
terhadap aktifitas penambangan maupun di luar areal penambangan.

a. Efek langsung dari air terhadap penambangan


¾ Biaya penyaliran, mungkin menjadi biaya yang prinsip, misainya air digunakan untuk
proses pengolahan bahan galian atau keperluan lainnya.
¾ Longsoran lereng akibat resapan air dapat menghentikan aktifitas produksi dan merusak
front penambangan, perolehan bijih rendah, atau mungkin terjadi kecelakaan tambang.

b. Efek air tak langsung terhadap penambangan


¾ Mengurangi efisiensi kerja karyawan, peralatan dan menghambat penanganan material.
¾ Menambah waktu dan biaya perawatan (maintenance) alat, ban, atau kecelakaan akibat
penggunaan listrik.
¾ Harus membesihkan material pengotoran akibat longsoran tanah di areal penambangan.
¾ Kemungkinan runtuhan membawa serta gas beracun.
¾ Membersihkan debu-debu halus dari alat angkut dan jalan masuk tambang, sehingga
menambah jam kerja yang tidak produktif.
¾ Mengganggu aktifitas peledakan.
¾ Lumpur membuat produk menjadi tidak dapat diterima oleh proses berikutnya.
¾ Terjadi penyumbatan pada pipa-pipa akibat pompa senantiasa menghisap air lumpur.
¾ Kemungkinan perusahaan perlu membeli material yang tahan air (waterproof) untuk
melindungi produk.

c. Efek air tak langsung ke sekitar aktifitas penambangan


¾ Kandungan air pada produk akhir bertambah, akibatnya akan menambah biaya transpor,
pengolahan dan penanganan.
¾ Dapat terjadi polusi air di sekitar luar lokasi tambang.
¾ Lokasi penurunan air tanah mungkin akan naik lagi karena air hujan masuk kembali ke
dalam akuifer.
¾ Lokasi penurunan air tanah jadi menyimpan dari sebelumnya atau bisa juga terjadi
penurunan permukaan bumi.

3.2 Pengendalian air tambang


Terdapat dua cara pengendalian air yang sudah terlanjur masuk ke dalam front penambangan,
yaitu dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan membuat adit. Sistem
penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan pada tambang
open cast atau kuari, karena dapat memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan airnya dari bagian
puncak atau lokasi yang lebih tinggi ke tempat yang rendah. Pompa yang digunakan pada posisi
ini lebih efisien, efektif dan hemat energi. Pada tambang open pit penggunaan pompa menjadi
sangat vital untuk menaikkan air dari dasar tambang ke permukaan dan kerja pompa pun cukup
berat. Kadang-kadang tidak cukup digunakan hanya 1 unit pompa, tetapi harus beberapa pompa
yang dihubungkan seri untuk membantu daya dorong dari dasar sampai permukaan. Artinya unsur
biaya pemompaan harus mendapat perhatian.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 4


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Sedangkan sistem adit lebih ideal diterapkan pada tambang terbuka open pit dengan syarat lokasi
penambangan harus mempunyai lembah tempat membuat sumuran dan adit agar air dapat keluar.

3.2.1 Membuat sump di dalam front tambang (pit)


Beberapa hal yang menguntungkan pada sistem ini dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:
¾ Lebih fleksibel, hanya sedikit perencanaan, tidak memerlukan biaya tinggi dan waktu
pengerjaan singkat.
¾ Efek terhadap penurunan permukaan air tanah regional dapat dikurangi, biasanya laju dan
kapasitas air yang dipompakan ke atas dilakukan sesuai kebutuhan.
¾ Pompa ditempatkan dekat dengan sump, sehingga efisiensinya tinggi.
¾ Bila air di dalam tambang berkurang, maka biaya pemompaan menjadi kecil.
¾ Bila aliran air menuju tambang cukup deras diperlukan beberapa sump dan pompa. Dalam
kondisi ini biaya pemompaan diperhitungkan hanya untuk masing-masing sump dan pompa
saja.
¾ Cara ini paling mudah untuk menangani air limpasan.

3.2.2 Membuat sumur dalam (sumur bor) di dalam front t tambang


Beberapa hal yang menguntungkan pada sistem ini dapat dijadikan pertimbangan, yaitu :
¾ Sumur tidak sedalam yang dibuat di luar areal tambang.
¾ Sumur dan pompa tidak menyebar, tetapi torkonsentrasi di dasar front tambang saja.
¾ Bila perbandingan tingkat kesulitan pembuatan sumur (pemboran) di dalam dan di luar front
tambang sama, maka biaya pembuatan di dalam tambang lebih murah.
¾ Dapat mengambil keuntungan dari relief topografi pada saat penempatan sumur.
¾ Bila bentuk penurunan air tanah dindikasikan berbentuk konis curam, maka pembuatan
sumur di dalam tambang lebih efektif dibandingkan pembuatan di luar tambang.

3.2.3 Membuat sumur dalam (sumur bor) di luar front tambang


Beberapa hal yang menguntungkan pada sistem ini dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:
¾ Pemompaan air dapat berlangsung terus tanpa terganggu oleh aktifitas peledakan dan
pemuatan.
¾ Sumur dapat dibuat atau di bor tanpa terganggu oleh segala aktifitas di dasar fron tambang,
termasuk peledakan.
¾ Sumur tidak terpengaruh oleh getaran peledakan dan aktifitas pengangkut bijih.
¾ Areal tambang terbebas dari konstruksi pompa, pipa-pipa dan genset.
¾ Walaupun sumur dan pompa tersebar di luar areal pit, tetapi akan memudahkan
perawatannya.
Beberapa kelebihan lain dari sistem sumur dalam (bor) baik yang ditempatkan di dalam maupun di
luar front tambang, yaitu sebagai berikut :
¾ Dasar tambang bebas dari sump, sehingga areal kerja tidak terganggu oleh lumpur dan
kantong-kantong sump.
¾ Permukaan air tanah dapat diturunkan segera setelah pompa dijalankan, sehingga lokasi
tambang terhindar dari air atau banjir.
¾ Batuan dekat toe, kantong-kantong air di dasar tambang dan penggalian baru dapat langsung
terbebas dari air.
¾ Dinding pit dijamin lebih stabil.
¾ Jalan tambang di dalam tambang febih terawat.
¾ Laju pemompaan lebih konstan dibanding sistem sump dan pompa (item a).
¾ Air hasil pemompaan lebih bersih, mungkin juga bersih dari komposisi larutan kimiawi
dibanding sistem sump dan pompa (item a).

3.2.4 Membuat paritan


Sistem ini cukup ideal diterapkan pada tambang terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal
dari sumber mata air atau air limpasan menuju suatu kolam penampung atau langsung ke sungai
alam yang sudah ada atau diarahkan ke selokan (riool) jalan tambang utama. Jumlah parit itu
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga mungkin bisa lebih dah satu. Apabila parit terpaksa
harus dibuat melatui lalulintas tambang, maka dapat dipasang goronggorong (culvert) yang terbuat
dari beton atau galvanis. Dimensi parit diukur berdasarkan volume maksimum pada saat musim
penghujan deras dengan memperhitungkan kemiringan lereng. Bentuk standar penampang
melintang parit umumnya trapesium (lihat Gambar 4) dengan kemiringan dindingnya 1 : 1 atau 450.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 5


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Gambar 4. Penampang melintang parit

Paritan kadang-kadang juga dapat diterapkan pada tambang terbuka open pit apabila situasinya
memungkinkan. Sasaran akhir parit adalah kolam atau sump yang akan menampung air
sementara sebelum dipompakan ke permukaan atau diaiirkan ke sistem adit. Pada dasamya
pembuatan parit ini cukup mudah clan pula murah. Gambar 5 memperlihatkan ilustrasi sistern parit
pada tambang terbuka open cast.

Gambar 5. Pola alir pada pembuatan paritan

Disamping cara paritan, ada pula suatu cara untuk menampung air tambang, yaitu dengan
membuat sumur gali yang diperkuat oleh adukan semen. Sumur ini biasanya dimanfaatkan untuk
kepefluan penambangan, antara lain penyiraman jalan tambang, penyemprotan debu dan crushing
plant atau untuk keperluan perkantoran, perumahan dan workshop. Oleh sebab itu cara sumur gali
biasanya dilengkapi dengan media penjernih air baik kimiawi atau hamparan pasir dan ijuk.
Kapasitas sumur gali diperhitungkan berdasarkan debit air maksimum yang mengalir dadn
beberapa parit yang dibuat di lokasi tambang.

3.2.5 Sistem adit


Penyaliran dengan sistem adit cocok diterapkan pada tambang open pit yang cukup dalam, tetapi
terdapat suatu lembah yang memungkinkan dibuatnya sumuran (shafl). Sumuran ini berfungsi
sebagai jalan keluarnya aliran-aliran air melalui beberapa adit dari dalam tambang. Aliran air
akhirnya keluar melalui lembah (Lihat Gambar 6).

Gambar 6. llustrasi sistem penyaliran metalui adit

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 6


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

3.3 Pencegahan air tambang


Pada prinsipnya, pencegahan air tambang mengupayakan bahwa air tambang tidak masuk ke
front penambangan. Dengan cara ini maka kegiatan penambangan tidak akan terganggu. Salah
satu cara pencegahan agar air tambang tidak masuk ke lokasi kerja penambangan telah diuraikan
di atas, yaitu dengan cara membuat sumur dalarn (sumur bor) di luar areal penambangan . Jumlah
sumur bor diatur dan dihitung berdasarkan debit air tanah yang akan masuk ke front tambang.
Demikian pula ke dalaman masing-masing lubang bor tidak sama karena harus disesuaikan
dengan tinggi permukaan air tanahnya. Cara pencegahan air tambang lainnya adalah metoda
Siemens, electro-osmosis dan pemotongan aliran air tanah.
.
3.3.1 Metoda Siemens
Setiap jenjang (bench) di lokasi penambangan dipasang pipa ukuran 8 inci yang bagian bawahnya
diberi lubang-lubang (pervorated pipe) menembus akuifer. Air tanah akan mengalir menuju dan
berkumpul di sekitar bagian bawah pipa tersebut sehingga dapat dipompakan ke luar. Karena
pembuatan sumur bor cukup banyak, maka cara pengisapan airnya diupayakan sekaligus dengan
menggunakan rangkaian seri atau paralel mengelilingi areal tambang bagian luar. - Oleh sebab itu
ada yang disebut Ring System, yaitu sumur-sumur dirangkaikan satu dengan lainnya oleh sebuah
pipa induk yang dilengkapi sebuah pompa air. Bilamana pertu, pompa air tersebut dapat ditambah
sesuai kebutuhan atau perhitungan (Lihat Gambar 7).

Gambar 7. Penyaliran sistem ring (metoda Siemens)

3.3.2 Cara elektro-osmosis


Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempungan, maka keadaan ini menyulitkan proses
pemompaan karena adanya sifat kapiler yang terdapat pada jenis lempungan. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka dipergunakan cara electro-osmosis. Electro-osmosis adalah proses penarikan
ion-ion air, yaitu H' dan OW, menggunakan lempengan katode dan anode. Batang anode
dimasukkan ke dalam sumur yang dilengkapi dengan filter yang berfungsi sebagai katode.
Bilamana elemen-elemen ini dialiri listrik, maka air pori yang terkandung pada batuan akan
mengalir menuju katode (lubang sumur) yang kemudian terkumput dan dipompakan ke luar.

Gambar 8. llustrasi penyaliran electro-osmosis

3.3.3 Cara penggalian 1 pemotongan aliran air tanah


Metoda ini biasanya dipergunakan untuk mengamati kondisi air tanah. Tanah digali sampai
menembus akuifer dan dipotong, sehingga aliran air tanahnya tidak menerus ke arah hilir. Galian
yang tembus akuifer ini kemudian ditimbun oleh material yang kedap air (impermeable) atau
menggunakan adukan semen.
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 7
Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Tidak semua aliran air tanah pada suatu areal dapat tertutupi dengan cara ini. Pemilihan beberapa
lokasi yang selektif menjadi pekerjaan penting agar penggalian dan penyemenan (penimbunan
ulang) tepat sasarannya. Disamping itu card ini hanya dapat dikerjakan apabila ke dalaman akuifer
masih terjangkau oleh alat gah dan perfu diingat pula bahwa biayanya tidak sedikit.

3.4 Menghitung kebutuhan air


Air tambang disamping dapat merugikan aktifitas penambangan akibat air tanah atau air limpasan,
tetapi disisi lain banyak pula manfaatnya. Kontrol terhadap air tambang menjadi penting artinya
ketika perusahaan ingin memanfaatkannya seoptimal mungkin. Pada hakekatnya kerugian akibat
air tambang dapat dieliminir dengan prediksi yang akurat melalui perkembangan dan data masa
lalu tentang karakter curah hujan di suatu tempat. Di bawah ini disajikan salah satu contoh
perhitungan kebutuhan air untuk keperluan tambang, baik operasi maupun kebutuhan lainnya.

a. Operational requirements
Material Preparation
Total water requirement = 7000 gpm
Water recycle = 98%
Water loss = 2%
Preparation plant operating time = 14 hrs/day; 240 dayslyr.
Total usage rate = 7000 x 14 x 60 x 240 = 1.4 x 109 gal/yr.
Water recycle = 1.4 x 109 gal/yr x 0.98
= 1.37 x 109 gal/yr.
Water loss = Water uptake requirement
= 2.8 x 107 gaVyr.
= 1.17 x 105 gal/day
Dust Control
Haul road requirement = 2 gal 1 linear ft 1 day
Haul road length = 7800 ft
Haul road requirement = 2 x 78000 x 240
= 3.7 x 106 gal/yr.

b. Portable and Sanitation Requirements

Number of people employed = 226


Shower and drinking requirement = 62 gallman/day
Sanitary facilities = 10 gal/man/day
Portable and Sanitation Requirements = 226 x 72 x 240
= 3.9 x 106 gal/yr

c. Total Water Requirements for Operation

Material Preparation = 2.8 x 107 gal/yr


Dust control = 3.7 x 106 gal/yr
Protable and Sanitation = 3.9 x 1 06gal/yr_

TOTAL = 3.6 x 107 gal/yr

d. Water Availability

Surface Water Sources


Source No. 1: A 3 sq mile drainage area
Source No. 2: A 1.2 sq mile drainage area
Average Runoff = 6 in. of precipitation per year

Surface Water Available = 4.2 sq mile x 640 acre/sq mile x 0.5 ft x


325829 gal 1 acre-ft
= 4.4 x 108 gaL/yr

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 8


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Ground Water Sources

Source No. 1: A well with a yield of 3.5 gpm


Ground Water Available = 3.5 gpm x 5.2 x 105 min/yr
= 1.8 X 106 gal/yr

4. ANALISA CURAH HUJAN RENCANA


Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan metode gumbel, dimana terlebih dahulu kita
ambil data curah hujan bulanan yang ada, kemudian ambil curah hujan maximum setiap bulannya
dari data tersebut, untuk sample bisa dibatasi jumlahnya sebanyak n data :
Tahapan-tahapan berikutnya adalah :
1. Tentukan rata-rata curah hujan (X) maximum dengan rumus :
X = ∑CH/ ∑n
2. Tentukan standar deviasi dengan rumus :
S= ∑ (Xi –X)2
( n – 1)
3. Tentukan koreksi variansi, dengan rumus :
Yt = -ln[-ln[ T-1 ] ]
T
4. Tentukan koreksi rata-rata dengan rumus :
Yn = -ln[-ln[n + 1 - m ] ]
n+1
Rata-rata Yn, YN = ∑ Yn
N
5. Tentukan koreksi simpangan dengan rumus :
Sn = ∑ (Yn-YN)
( n-1 )
6. Tentukan curah hujan rencana dengan rumus :
CHR = X + S (Yt –YN)
Sn
Dari hasil akhir perhitungan diperoleh suatu debit rencana dalam satuan mm/hari, yang kemudian
debit ini bisa dibagai dalam perencanaan penyaliran.
Selain itu juga harus diperkirakan resiko hidrologi (PR) yang mungkin terjadi, dengan rumus :

PR = 1- ( 1 – 1 )TL
TR

Dimana : PR = Resiko hidrologi


TR = Periode ulang
TL = Umur bangunan
Resiko hidrologi merupakan angka dimana kemungkinan hujan dengan debit yang sama sebesar
angka tersebut, misalnya 0,4 maka kemungkinan hujan dengan debit yang sama atau melampaui
adalah sebesar 40 %.

5. PERENCANAAN SALURAN TERBUKA


Pada perencanaan saluran terbuka ada beberapa faktor lapangan yang perlu diperhatikan yaitu :

a. Catchment area/water divide


Catchment area adalah merupakan suatu areal atau daerah tangkapan hujan dimana batas
wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan
suatu poligon tertutup yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti
kecenderungan arah gerak air.

Dengan pembatasan catchment area maka diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan
terkonsentrasi pada elevasi terendah pada catchment tersebut. Pembatasan catchment area biasa
dilakukan pada peta topografi , dan untuk perencanaan sistem penyaliran dianjurkan dengan
menggunakan peta rencana penambangan dan peta situsi tambang.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 9


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

b. Waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan hujan untuk mengalir dari titik terjauh ke tempat
penyaliran. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari “Kirpich”

Keterangan :
tc = waktu terkumpulnya air (menit)
L = Jarak terjauh sampai titik pengaliran (meter)
H = Beda ketinggian dari titik terjauh sampai ke tempat berkumpulnya air (meter)

c. Intensitas curah hujan


Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu dihitung
berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu :

Keterangan :
R24 = Curah hujan rencana per hari (24 jam)
t = Waktu konsentrasi, jam
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

Hubungan antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Derajat dan Intensitas Curah Hujan


Intensitas Curah
Derajat
Hujan Kondisi
Hujan
(mm/menit)
Hujan lemah 0,02 – 0,05 Tanah basah semua
Hujan normal 0,05 – 0,25 Bunyi hujan terdengar
0,25 – 1,00 Air tegenang diseluruh
Hujan deras permukaan dan terdengan bunyi
dari genangan
Hujan sangat > 1,00 Hujan seperti ditumpahkan,
deras saluran pengaira meluap
(Sumber : Sayoga, Rudy, “Pengantar Penyaliran Tambang”, 1993)

d. Jenis material
Jenis material pada areal penambangan berpengaruh terhadap kondisi penyerapan air
limpasan karena untuk setiap jenis dan kondisi material yang berbeda memiliki koefisien
materialnya masing-masing. Koefisien tersebut merupakan para meter yang
menggambarkan hubungan curah hujan dan limpasan, yaitu memperkirakan jumlah air
hujan yang mengalir menjadi limpasan langsung dipermukaan. Koefisien limpasan
dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan dan lamanya hujan. Beberapa
perkiraan koefisien limpasan terlihat pada table 3.

Table 3. Beberapa harga koefisien limpasan


Kemiringan Tutupan/jenis Lahan C
< 3% sawah, rawa 0,2
(datar) Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan 0,4
Hutan, perkebunan 0,4
3% - 15% Perumahan 0,5
(sedang) Semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka 0,7
Hutan 0,6
> 15% Perumahan 0,7
(curam) Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan Terbuka daerah tambang 0,9
(Rudy Sayoga, 1993)

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 10


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Tabel 4. Koefisien Material dan Kecepatan Izin Aliran


Nilai Kecepatan Aliran (m/det)
No. Material
n Air Jernih Air Keruh
1 Pasir halus koloida 0.020 0.457 0.672
2 Lanau kepasiran non koloida 0.020 0.534 0.762
3 Lanau non koloida 0.020 0.610 0.914
4 Lanau alluvial non koloida 0.020 0.610 1.067
5 Lanau kaku 0.020 0.672 1.067
6 Debu vulkanis 0.020 0.672 1.067
7 Lempung kompak 0.025 1.143 1.524
8 Lanau alluvial, koloida 0.025 1.143 1.524
9 Kerikil halus 0.025 0.672 1.524
10 Pasir kasar non koloida 0.030 1.143 1.524
11 Pasir kasar koloida 0.025 1.129 1.829
12 Batuan D 20 mm 0.028 1.340 1.9
13 Batuan D 50 mm 0.028 1.980 2.4
14 Batuan D 100 mm 0.030 2.810 3.4
15 Batuan D 200 mm 0.030 3.960 4.5
16 Tanah berumput 0.030 - 2
17 Pasangan batu 0.017 - 5
18 Tembok diplester 0.010 - 5
Sumber : Civil and Hydrologycal Division, PTBA

e. Rencana kemajuan tambang


Rencana kemajuan tambang nantinya akan mempengaruhi ke dalam pola alir saluran yang akan
dibuat, sehingga saluran tersebut menjadi efektif dan tidak menghambat sistem kerja yang ada.
Misalnya untuk saluran penyadap biasa dibuat di bagian boundary (batas luar areal
penambangan) hal tersebut sangat efektif untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama,
sehingga dimensi dan cara pembuatannya bisa lebih bersifat permanen dan lebih besar.

Sementara untuk dibagian dalam areal tambang atau dalam front kerja, pola alirnya disesuaikan
dengan rencana kemiringan bench yang dibuat, dimana biasanya bench dibuat sedikit turun
kebagian dalam sehingga paritan yang dibuat bisa diletakan dipojok bench, dan kemudian arah
penyalirannya menuju ke sump di bagian dasar bench (elevasi terendah). Untuk saluran yang ada
di dalam front kerja biasanya bersifat sementara karena digunakan dalam jangka waktu yang
pendek sehingga dalam pembuatannya tidak pelu permanen, karena pada proses penggalian
berikutnya kemungkinan bench yang dipakai landasan kerja tersebut akan tergali sesuai dengan
rencana kemajuan tambangnya.

Dari kondisi-kondisi tersebut bisa diperkirakan dimensi dan pola aliran salurannya.
Kemudian untuk merencanakan suatu dimensi saluran terbuka bisa dengan mengikuti tahapan
berikut :
1. Tentukan pembagian water divide untuk setiap kemungkinan kondisi areal
2. Penambangan yang ada, dari pembacaan peta rencana. Dan untuk mengukur luasnya
tersebut bisa dengan menggunakan planimeter, dan harus diperhatikan mengenai
skalanya.
3. Buat jalur saluran dari masing-masing water devide.
4. Hitung waktu konsentrasi dengan menggunakan rumus Kirpich
5. Hitung intensitas curah hujan rencana dengan menggunakan metode Gumbel
6. Tentukan koefisien material yang sesuai dengan kondisi dilapangan.
7. Hitung debit rencana dengan menggunakan rumus Rasional :

Q = 0,278 x C x I x A

Dimana : Q = Debit rencana,(m3/det)


C = Koefisien material (Koeff. Limpasan)
I = Intensitas hujan rencana, mm/jam
A = Luas catchment area, ha

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 11


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

1. Setelah diketahui luas penampang bisa ditentukan jari-jari hidrolis dengan rumus manning.
Untuk bentuk saluran yang akan dibuat ada beberapa macam bentuk dengan perhitungan
geometrinya sebagai berikut :

Gambar 9. Geometrik penampang saluran

Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah
bentuk trapezium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien dan mudah dalam
perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut
keadaan daerah.

Tabel 5. Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan
Bahan Kemiringan dinding saluran
Batu/cadas Hampir tegak lurus
Tanah gambut (peat) ¼:1
Tanah berlapis beton ½:1
Tanah bagi saluran yang lebar 1:01
Tanah bagi parit kecil 1,5 : 1
Tanah berpasir lepas 2:01
Lempung berpori 3:01

Tabel 6.Sifat-sifat Hidrolik pada Saluran Terbuka


Kemiringan Rata-rata Kecepatan Rata-rata
Dasar Saluran (%) (m/detik)
Kurang dari 1 0,4
1–2 0,6
2–4 0,9
4–6 1,2
6 – 10 1,5
10 – 15 2,4
(Sumber : Drainage and Design For Bandung Final Report, Bandung)

G. PERENCANAAN KOLAM PENAMPUNG (SUMP)


Sump (Kolam Penampung) merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk penampung air
limpasan, yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan, serta dapat berfungsi sebagai
pengendap lumpur. Pengaliran air dari sump dilakukan dengan cara pemompaan atau dialirkan
kembali melalui saluran pelimpah. Tata letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase
tambang yang disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng
tambang. Ada dua sistem penyaliran tambang, yaitu :

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 12


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

1. Sistem Penyaliran Memusat


Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan di setiap jenjang tambang (bench),
dengan sistem pengalirannya dari jenjang paling atas menuju jenjang di bawahnya
sehingga akhirnya air dipusatkan di Main Sump (balong induk) untuk kemudian
dipompa keluar tambang.
2. Sistem Penyaliran Tidak Memusat
Sistem ini dapat dilakukan bila ke dalaman tambang relatif dangkal dengan keadaan
geografis daerah luar tambang memungkinkan untuk mengalirkan air langsung dari
sump keluar tambang.

G.1. Jenis Sump dan Penempatannya


Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Travelling sump (balong front), sump ini dibuat pada daerah front tambang, baik secara
terencana yang digambarkan pada peta jangka pendek atau tidak terencana
sebelumnya. Sump ini dibuat apabila situasi untuk menanggulangi air permukaan
dibutuhkan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat dan selalu ditempatkan
sesuai dengan kemajuan front tambang.
2. Sump jenjang atau sump transit, sump ini dibuat secara terencana dalam pemilihan
lokasi maupun volumenya. Penempatannya pada jenjang tambang dan biasanya di
bagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump permanen karena dibuat
untuk jangka waktu yang cukup lama, biasanya terbuat dari bahan kedap air (batukali,
dibeton) dengan tujuan untuk mencegah peresapan air supaya tidak menyebabkan
jenjang tambang longsor karena sump ini yang pertama menerima air dari sump front.
Konstruksi atau badan sump ini dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama untuk
menampung air kotor yang berasal dari sump front berfungsi sebagai tempat
penampungan lumpur dan bagian lainnya sebagai tempat penampungan air bersih
yang berasal dari bagian sump yang pertama kemudian dialirkan ke saluran pelimpah.
3. Main Sump (Balong induk), Sump ini dibuat sebagai penampungan air terakhir dan
dapat digunakan sebagai cadangan air untuk digunakan dalam pengamanan
kebakaran. Pada umumnya sump ini dibuat di elevasi terendah dalam tambang (dasar
tambang).

Untuk merencanakan suatu desain sumuran tersebut bisa mengikuti tahapan-tahapan


berikut :
1. Membuat batasan water devide pada areal penambangan, pada peta rencana yang
ada.
2. Membuat pola aliran saluran, pada masing-masing water devide.
3. Penempatan atau tata letak sumuran pada bench-bench tertentu sesuai dengan pola
penyaliran serta sistem pemompaannya yang akan direncanakan.
4. Hitung curah hujan rencana dengan mengunakan metode Gumbel.
5. Hitung debit rencana dengan rumus Rasional.
6. Hitung debit pemompaan
7. Dengan iterasi tentukan nilai selisih debit limpasan di kurangi dengan debit
pemompaannya.
8. Volume dari selisih tertinggi di atas merupakan proyeksi volume sumuran yang harus
dibuat namun harus dibuat juga volume untuk jagaan bisa berapa persen dari volume
awal.

H. PERENCANAAN SISTEM PEMOMPAAN


Dalam sistem pemompaan dikenal ada beberapa macam tipe sambungan pemompaan
yaitu :
a. Seri
Dua atau eberapa pompa dihubungkan secara seri maka nilai head bertambah
sebesar jumlah head masing-masing sedangkan debit pemompaan tetap.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 13


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

b. Paralel
Kapasitas pemompaan ber tambah sesuai kemampuan debit masing-masing pompa namun
head tetap. Kemudian untuk menentukan kebutuhan pompa ada dua hal yang perlu
diperhatikan
a. Penentuan daya pompa , dengan rumus :

P = SG . Ht . Q
102 . Ep
Dimana : P = Daya pompa (kw),
Sg = Specific gravity
Ht = Head total sistem, (m),
Q = Debit pemompaan
Ep = Efisiensi pompa

b. Penentuan titik optimal kerja pompa


Penentuan titik optimal pompa digunakan dua jenis kurva yaitu kurva resistan dari sistem dan
kurva karakteristik pompa. Kurva resistan sistem adalah nilai head dari sistem untuk sejumlah
variasi debit pemompaan. Sedangkan kurva kurva karakteristik pompa menyatakan
kemampuan pompa untuk mengatasi head untuk berbagai nilai debit pemompaan atau
sebaliknya. Kurva dikeluarkan oleh pabrik pembuat pompa. Setelah kedua kurva tersedia
maka langkah selnjutnya kedua kurva digabungkan sehingga diperoleh titik perpotongan yang
merupakan titik optimal kerja pompa. Untuk perencanaan pemompaan harus dihitung dulu
head totalnya, dengan rumus :
a. Static Head (Hc)
Static head adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi antara
tempat penampungan dengan tempat pembuangan.

Hc = h2 – h1

Dimana :
h2 = Elevasi air keluar
h1 = Elevasi air masuk
b. Velocity Head (Hv)
Velocity Head adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air yang melalui pompa.

Hv = v2 / 2g
Dimana :
v = Kecepatan air yang melalui pompa (m/dt)
g = Gaya gravitasi bumi (m/dt)
Dimana v diperpoleh dari persamaan V =Q/A, Q = debit kemampuan pompa dan A = πr2

c. Friction head (Hf)


Friction Head adalah kehilangan akibat gesekan air yang melalui pipa dengan dinding pipa,
yang dihitung berdasarkan persamaan “Darcy-Weisbach”.

Hf = (f x L x v2) / (D x 2 x g)
Dimana :
F = Faktor kekasaran pipa, menggunakan diagram moody.
D = Diameter dalam pipa,m
V = Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa, m/s
L = Panjang pipa, m
G = Percepatan gravitasi, m/s2
Untuk aliran laminar Re < 2,000, f = 64/Re.

Untuk pipa halus (e = 0) seperti glass, tembaga dan plastik dengan aliran turbulen,
menggunakan rumus Blasius untuk f, yaitu

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 14


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

(4,000 < Re < 100,000)

Sementara untuk pipa yang kasar dengan aliran turbulent maka untuk mencari f dengan
menggunakan diagram moody.

Diagram Moody

dimana bilangan Re diperoleh dari perhitungan :


Re = v D ρ
µ
Dimana : Re = Bilangan reynold
V = Kecepatan aliran, m/s
D = Diameter pipa, m
ρ = masa jenis, kg/m3
µ = Viskositas, Ns/m2
Data viskositas :
Tabel 7. Viscosity of Water

Viscosity of Water

Temp Absolute Viscosity Kinematic Viscosity


°C Centipoises Centistokes SSU ft²/sec
0 1.79 1.79 33.0 0.00001931
10 1.31 1.31 31.6 0.00001410
15.56 1.12 1.12 31.2 0.00001217
21.11 0.98 0.98 30.9 0.00001059
26.67 0.86 0.86 30.6 0.00000930
29.44 0.81 0.81 30.4 0.00000869
37.78 0.68 0.69 30.2 0.00000739
48.89 0.56 0.57 30.0 0.00000609
60 0.47 0.48 29.7 0.00000514
71.11 0.40 0.41 29.6 0.00000442
82.22 0.35 0.36 29.5 0.00000385
100 0.28 0.29 29.3 0.00000319
Keterangan : 1 centistokes = 10-6 m2/sec 1 centipoise = 1 water (20oC)

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 15


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

Tabel 8. Kekasaran Pipa Berdasarkan Bahan


Absolute Roughness, e
Pipe Material Micron
x 10-6 feet
(unless noted)
drawn brass 5 1.5
drawn copper 5 1.5
commercial steel 150 45
wrought iron 150 45
asphalted cast iron 400 120
galvanized iron 500 150
cast iron 850 260
wood stave 600 to 3000 0.2 to 0.9 mm
concrete 1000 to 10,000 0.3 to 3 mm
riveted steel 3000 to 30,000 0.9 to 9 mm
Sumber dari Binder (1973)

Roughness
material
mm Inches
drawn tubing 0.0015 0.00006
plastic tubing 0.0015 0.00006
stainless steel 0.015 0.0006
commercial steel 0.05 0.002
rusted steel 0.1 to 1.0 0.004 to 0.04
galvanised iron 0.15 0.006
cast iron 0.26 0.01
Sumber dari Gas/Pd
d. Shock loss Head (Hl)
Kehilangan ini pada jaringan pipa disebabkan oleh perubahan-perubahan mendadak dari
geometri pipa, belokan-belokan, katup-katup dan sambungan-sambungan.

Hl = (K x v2) / (2 x g)
atau,

Hl = n . f . V2 / 2g

Dimana :
K= Koefisien kekasaran pipa yang tergantung pada jari-jari belokan, diameter pipa dan
sudut yang dibentuk antara pipa dan bidang datar.
n = Jumlah belokan
f = 0,964sin2Ф/2 + 2,047 sin4 Ф/2
Ф= Besar sudut belokan, 0

Jadi total kehilangan head (Ht) adalah ;

Ht = Hc + Hv + Hf + Hl

Kemudian untuk menghitung debit air yang mampu dikeluarkan oleh pompa adalah dengan
persamaan :
Q2 = Q1 H2
H1
Dimana : Q1 = Debit pompa dari pabrik, m3/det
Q2 = Debit pompa setelah dikoreksi, m3/det
H1 = Head dr pabrik (blm dikoreksi), m
H2 = Head total perhitungan, m

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 16


Unisba, 12 – 22 Juli 2004
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Awang Suwandhi, Ir., M.Sc

F. PERENCANAAN KOLAM PENGENDAP LUMPUR (SETTLING POND).

Dalam penentuan dimensi settling pond perlu diketahui beberapa hal yang mendukung kolam
tersebut diantaranya yaitu volume air yang akan ditampung, volume butiran yang tersuspensi dan
kecepatan waktu pengendapan.

Untuk menentukan kolam besarnya volume air yang ditampung berdasarkan debit air limpasan
maksimal maka harus dikalikan dengan faktor koreksi dan waktu konsentrasi air. Faktor koreksi
lumpur digunakan untuk mengetahui volume padatan (lumpur) yang terlarut dalam air limpasan
serta kerapatan material yang ada dalam air.

Kecepatan padatan tersuspensi tergantung pada diameter partikel dalam padatan yang lolos
keluar dari kolam pengendapan sehingga kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus “Stuks”, yaitu :

Dimana :
Vt : Kecepatan pengendapan partikel (m/dtk)
G : Percepatan gravitasi (m/dtk2)
SG : Berat jenis partikel padatan
v : Viskositas kinematika air (m2/dtk)
D : Diameter partikel padatan (m)

Sedangkan luas kolam pengendapan ditentukan dari volume total air tersuspensi dan kecepatan
partikel padatan tersebut untuk mengendap. Luas kolam pengendapan merupakan perbandingan
antara volume air total dengan kecepatan pengendapan, yaitu :

Dimana :
A : Luas kolam pengendapan (m2)
Q : Volume air yang ditampung (m3/dtk)
Vt : Kecepatan partikel tersuspensi (m/dtk)

V. KESIMPULAN

¾ Sumber air tambang dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu lapisan air bawah tanah
clan air limpasan (run-off).
¾ Lapisan air bawah tanah mempunyai karakter yang spesifik, antara lain: bergerak atau statis
atau menderita tekanan yang sewaktu-waktu bisa menyembur ke permukaan bumi apabila di
bor.
¾ Air limpasan adalah air yang nampak di permukaan bumi yang pengontrolannya relatif febih
mudah diperhitungkan dibanding air bawah tanah.
¾ Karena tuntutan keselamatan clan kesehatan kerja serta untuk me-minimalkan biaya, maka di
dalam merancang sistem penyaliran terlebih dahulu harus dilakukan penelitian terhadap
karakteristik curah hujan agar dapat mengatasi curah hujan yang ekstrim.
¾ Melihat sumber air yang- masuk ke dalam front tambang biasanya air limpasan maupun air
bawah tanah, maka penanggulangannya biasa dengan pengendalian (konvensional) atau
pencegahan (inkonvensional).
¾ Dalam upaya memanfaatkan air tambang, perlu diperhitungkan jumlah pemakaiannya, baik
untuk keperluan operasional maupun non-operasional, sehingga pemanfaatannya optimal

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka 17


Unisba, 12 – 22 Juli 2004

Anda mungkin juga menyukai