Disusun oleh :
43218110262
JAKARTA
2021
23 tahun yang lalu, pada tanggal 21 Mei 1998, tercatat sebagai salah satu
momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, pada Kamis pagi itu,
Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik
Indonesia. Presiden Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32
tahun, terhitung sejak dia mendapat "mandat" Surat Perintah 11 Maret 1966.
Pidato pengunduran diri Soeharto dibacakan di Istana Merdeka sekitar pukul
09.00 WIB. Dalam pidatonya, Soeharto mengakui bahwa langkah ini dia ambil
setelah melihat "perkembangan situasi nasional" saat itu. Tuntutan rakyat untuk
mengadakan reformasi di segala bidang, terutama permintaan pergantian
kepemimpinan nasional, menjadi alasan utama mundurnya Soeharto.
Seperti yang tertulis pada buku sejarah, menurut saya masa kepemerintahan
Bapak Soeharto adalah masa kepemimpinan yang kejam saat itu. Yang mana :
Dan bisa jadi beberapa kasus diatas adalah penyebab lengsernya Bapak Soeharto.
Krisis Moneter
Tahun 1998 seolah menjadi momen kelam bagi negara Indonesia dan
rakyatnya. Di tahun 1998 Indonesia harus mengalami krisis moneter (krismon)
yang kemudian berdampak ke segala bidang. Mulai dari sector ekonomi, social,
hingga politik.
1. Anjloknya Nilai Rupiah Terhadap Dollar AS
Indikasi akan terjadinya krisis moneter sebenarnya sudah tercium
sejak 1997. Tepatnya di bulan Agustus tahun 1997, mata uang rupiah
terlihat merosot dan mencapai titik terendahnya pada bulan September.
Jika bulan-bulan sebelumnya nilai rupiah berada di angka Rp2.380 per
dolar, hanya dalam kurun waktu satu tahun nilai rupiah babak belur dan
mengalami depresiasi mencapai 600%. Pada bulan Juli 1998, 1 dolar AS
dihargai Rp16.650. Meski begitu, tanggal 31 Desember 1998 nilai rupiah
mulai menguat ke angka Rp8.000 per dolar.
Depresiasi terhadap nilai tukar rupiah ini bukan saja berakibat pada
terjadinya kelangkaan likuiditas, laju inflasi impor karena kenaikan tajam
kurs dolar, dan, lebih dari itu, akhirnya juga berdampak pada kemacetan
sektor riil berupa penutupan pabrik-pabrik yang bahan bakunya impor.
Tentu saja, situasi ini memiliki dampak sangat buruk terhadap roda
perekonomian, dan sedikit banyak membawa trauma tersendiri. Di sini
perlu diingat, bicara krisis keuangan Asia saat itu, yang terjadi di
Indonesia ialah yang paling buruk dibandingkan negara lain. Krisis
moneter ini bukan saja bermuara pada krisis ekonomi yang berlarut-larut,
juga sekaligus memantik krisis sosial-politik dan delegitimasi hingga
berujung ambruknya rezim Orde Baru.
Sejak nilai tukar rupiah melayang, beberapa sektor lainnya ikut carut
marut. Di sektor ekonomi dan perbankan, anjloknya nilai rupiah secara signifikan
membuat pasar modal dan pasar uang ambles. Tingginya suku bunga juga menjadi
penyebab sejumlah bank di Indonesia mengalami kebangkrutan. Surat utang
pemerintah pun ikut lengser di bawah junk.
Tak berhenti sampai di situ, krismon 1998 membuat harga jual barang-
barang makin melesat. Sejumlah perusahaan berskala kecil dan besar pun tak
luput terkena imbas krismon. Tercatat, sekitar 70% perusahaan berstatus bangkrut
di pasar modal. Kondisi ini kemudian membuat pelaku industri harus melakukan
PHK yang menyebabkan gelombang besar pengangguran sebanyak 20 juta orang.
Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 sejatinya tidak hanya dialami
oleh Indonesia, melainkan beberapa negara di Asia seperti Thailand bahkan Korea
Selatan. Meski begitu krisis keuangan di Indonesia dinilai paling buruk di antara
negara lainnya. Bahkan situasi tersebut mampu memberikan trauma tersendiri
bagi masyarakat yang pernah mengalaminya.
Tragedi ini akan selalu dikenang sebagai salah satu momen paling kelam
bagi bangsa Indonesia. Kabar baiknya, bersamaan dengan kejadian tersebut
akhirnya Indonesia selalu berusaha untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Terbukti, kini pengawasan terhadap likuiditas perbankan sudah diatur secara ketat
juga transparan. Kewajiban rasio ketercukupan likuiditas perbankan pun telah
memiliki regulasi sendiri.