Anda di halaman 1dari 3

Jenis-Jenis Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana

Setelah menerima, memeriksa, dan mengadili seorang pelaku tindak pidana, maka selanjutnya hakim
akan menjatuhkan putusannya. Dalam hukum pidana, ada 2 (dua) jenis putusan hakim yang dikenal
selama ini, yaitu yang pertama, putusan sela dan yang kedua, putusan akhir.

1. Putusan Sela
Masalah terpenting dalam peradilan pidana adalah mengenai surat dakwaan penuntut umum, sebab surat
dakwaan merupakan dasar atau kerangka pemeriksaan terhadap terdakwa disuatu persidangan. Terdakwa
hanya dapat diperiksa, dipersalahkan, dan dikenakan pidana atas pasal yang didakwakan oleh penuntut
umum, dalam arti hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada terdakwa di luar dari pasal yang
didakwakan tersebut.

Oleh karena itu, dalam membuat surat dakwaan, penuntut umum harus memperhatikan syarat-syarat
limitatif, sebagaiman yang telah ditentukan oleh undang-undang, yaitu Pasal 143 KUHAP, yaitu syarat
formil dan syarat mareriil.

Jenis-Jenis Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana

Terhadap surat dakwaan penuntut umum tersebut, ada hak secara yuridis dari terdakwa atau penasihat
hukum terdakwa untuk mengajukan keberatan (eksepsi), dimana dalam praktik persidangan biasanya
eksepsi yang diajukan meliputi eksepsi pengadilan tidak berwenang mengadili (exeptie onbevoegheid)
baik absolud maupun yang relatif, eksepsi dakwaan tidak dapat diterima, eksepsi pada yang didakwakan
bukan merupakan tindak pidana, eksepsi terhadap perkara yang nebis in idem, eksepsi terhadap perkara
telah kadaluarsa, eksepsi bahwa apa yang dilakukan terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang
dilakukan, eksepsi surat dakwaan kabur (obscure libel), eksepsi dakwaan tidak lengkap, ataupun eksepsi
dakwaan error in persona.

Atas keberatan (eksepsi) yang menyangkut kewenangan pengadilan dalam negeri dalam mengadili suatu
perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan. Sebagaiman ketentuan
Pasal 156 ayat (1) KUHAP, hakim akan memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk
menyatakan pendapatnya, kemkudian hakim akan mempertimbangkannya, selanjutnya akan diambil suatu
putusan oleh hakim.

Adapun materi putusan hakim terhadap keberatan (eksepsi) yang menyangkut kewenangan mengadili,
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, sebagaiman ketentuan Pasal 156 ayat
(1) KUHAP dapat berupa antara lain sebagai berikut:

a. Menyataan Keberatan (Eksepsi) Diterima

Apabila keberatan (eksepsi) terdakawa atau penasihat hukum terdakwa, maka pemeriksaan terhadap
pokok perkara bergantung kepada jenis eksepsi mana diterima oleh hakim, jika eksepsi terdakwa yang
diterima mengenai kewenangan relatif, maka perkara tersebut dikembalikan kepada penuntut umum
untuk dilimpahkan kembali ke wilayah pengadilan negeri yang berwenang mengadilinya.

Adapun jika keberatan (eksepsi) yang diterima menyangkut dakwaan batal atau dakwaan tidak dapat
diterima, maka secara formal perkara tidak dapat diperiksan lebih lanjut atau pemeriksaan telah selesai
sebelum hakim memeriksa pokok perkara (Pasal 156 ayat (2) KUHAP)

b. Menyatakan Keberatan (Eksepsi) Tidak Dapat Diterima

Apabila dalam putusan selanya hakim menyatakan bahwa keberatan dari terdakwa atau penasihat hukum
terdakwa, dinyatakan tidak dapat diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah
selesai pemeriksaan perkara a quo, maka dakwaan penuntut umum dinyatakan sah sebagaimana ketentuan
Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP.

Terhadap hal tersebut, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya
adalah perlawanan (verzet), tetapi dalam praktik peradilan, perlawanan (verzet) yang diajukan oleh
terdakwa atau penasihat hukumnya akan dikirim bersamaan dengan upaya banding terhadap putusan
akhir yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri (Pasal 156 ayat (5) huruf a KUHAP)

2. Putusan Akhir

Setelah pemeriksaan perkara dinyatakan selesai oleh hakim, maka sampailah hakim pada tugasnya, yaitu
menjatuhkan putusan, yang akan 26

memberikan penyelesaian pada suatu perkara yang terjadi antara negara dengan warga negaranya.
Putusan yang demikian biasanya disebut sebagai putusan akhir. Menurut KUHAP ada beberapa jenis
putusan akhir yang dapat dijatuhkan oleh hakim dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut.

a. Putusan Bebas (Vrijspraak)

Putusan bebas (Vrijspraak) adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang berupa pembebasan
terdakwa dari suatu tindak pidana yang dituduhkan terhadapnya, apabila dalam dakwaan yang diajukan
oleh penuntut umum terhadap terdakwa di persidangan, ternyata setelah melalui proses pemeriksaan
dalam persidangan, tidak ditemukannya adanya bukti-bukti yang cukup yang menyatakan bahwa
terdakwalah yang melakukan tindak pidana dimaksud, maka kepada terdakwa haruslah dinyatakan secara
sah dan meyakinkan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan besalah melakukan tindak pidana
sebagaiman dalam dakwaan penuntut umum, sehingga oleh karena itu terhadap terdakwa haruslah
dinyatakan dibebaskan dari segala dakwaan (Pasal 191 ayat (1) KUHAP)

b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum ( Onslaag van Alle Recht Vervolging)

Putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum dijatuhkan oleh hakim apabila dalam persidangan
ternyata terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan Penuntut
Umum, tetapi diketahui bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, dan oleh karena
itu terhadap terdakwa akan dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).

Sebagai contoh dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No. 645.K/Pid/1982, tanggal 15 Agustus
1983, dimana dalam peristiwa konkret diketahui terdakwa menerima pinjaman uang untuk modal usaha
dagang dari seorang temannya, tetapi dalam perkembangannya ternyata si terdakwa tidak mampu untuk
melunasi pinjaman itu seluruhnya, dan oleh pemilik uang, terdakwa ini kemudian dilaporkan ke polisi
dengan tuduhan melakukan penipuan. Namun dalam persidangan, ternyata hakim menemukan fakta
hukum yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan pinjaman dari temannya. Perbuatannya itu
bukanlah merupakan tindak pidana tetapi sudah memasuki ruang lingkup perbuatan dalam hukum
perdata.

c. Putusan Pemidanaan

Dalam hal terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam dakwaan penuntut umum, maka terhadap terdakwa harus dijatuhi pidana
yang setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya (Pasal 193 ayat (1) KUHAP). Putusan Mahkamah
Agung RI No. 553.K/Pid/1982, tanggal 17 Januari 1983 menegaskan bahwa ukuran pidana yang
dijatuhkan merupakan kewenangan dari judex facti untuk menjatuhkan pidana, dimana hal tersebut tidak
diatur dalam undang-undang dan hanya ada 28
batasan maksimal pidana yang dapat dijatuhkan, sebagaimana dalam KUHP atau dalam undang-undang
tertentu ada batas minimal, seperti dalam Undang-Undang No. 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 31 Tahun 2001 tentang HAM.

Selanjutnya surat putusan pemidanaan, haruslah mencantumkan hal-hal, sebagaiman diatur dalam Pasal
197 ayat (1) KUHAP, yaitu sebagai berikut:

Kepala putusan berbunyi: ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Nama lengkap, tampat lahir, umut atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama
dan pekerjaan terdakwa.

Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.


Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang
diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.
Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.

Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan
meringankan terdakwa.

Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal.
Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhinya semua unsur dalam rumusan tindak pidana
disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.
Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan
ketentuan mengenai barang bukti.

Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika
terdapat surat autentik dianggap palsu.

Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.
Hari dan tanggal putusan nama penuntut umum, nama hakim yang memutuskan, dan nama panitera.

Kemudian lebih lanjut dalam ayat (2) pasal tersebut dinyatakan jika salah satu dari unsur tersebut, tidak
terpenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i,j,k, dah I pasal ini, maka putusan ini batal
demi hukum.

Dalam praktik terhadap putusan pemidanaan ini, sering dijumpai putusan hakim yang menyatakan
terdakwa telah dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan, tetapi dalam amar putusannya tidak
memerintah agar terdakwa ditahan, seperti dalam perkara korupsi atas nama Tommy Soeharto maupun
Probusutedjo.

Ketentuan dalam Pasal 193 KUHAP menyatakan bahwa: Ayat (1): “jika pengadilan berpendapat bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan
pidana”,Ayat (2): “Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jiak terdakwa tidak ditahan, dapat
memerintahkan supaya terdakawa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdakwa
alasan cukup untuk itu”.

Anda mungkin juga menyukai