Anda di halaman 1dari 11

CRITICAL APPRAISAL

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

Oleh :

dr. Davit Soesanto

PPDS-1 Ilmu Kesehatan Anak

1971011003

Pembimbing :

Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, M.Kes, Sp.BS(K)Spinal, FICS, FINS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (PPDS-1)


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
DAFTAR ISI

Halaman depan........................................................................................................... i

Daftar isi..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

BAB II ISI.................................................................................................................. 2
2.1 Filsafat Ilmu............................................................................................. 2
2.2 Ontologi.................................................................................................... 3
2.3 Epistemologi............................................................................................. 4
2.4 Aksiologi ...................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan memiliki peran yang besar dalam perkembangan


peradaban manusia. Sebagian besar dari aspek kehidupan manusia dipengaruhi oleh
ilmu pengetahuan. Dasar dari ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya dicetuskan oleh
rasa ingin tahu yang merupakan hakikat manusia sebagai makhluk pencari kebenaran.
Melalui sebuah keingintahuan maka akan tercetus dorongan untuk berpikir. Hasil
dari proses berpikir tersebut akan membuahkan ilmu pengetahuan yang bersifat
dinamis.1

Secara historis filsafat merupakan induk ilmu. filsafat disebut juga


mother of science dan selalu berjalan beriringan dengan ilmu pengetahuan. Filsafat
selalu berupaya untuk menelaah segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu secara
mendalam. Proses tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian filsafat ilmu, oleh
karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai jembatan yang menghubungkan
jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu.

Filsafat dan kedokteran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini disebabkan karena kedua aspek tersebut secara tidak langsung memiliki
hubungan yang sangat erat. Peran filsafat dalam ilmu kedokteran dilandasi oleh
tuntuan seorang dokter untuk tidak hanya memperhatikan pasien dari aspek fisik,
tetapi juga memahami pasien sebagai manusia seutuhnya. Selain itu, Filsafat ilmu
berperan sebagai landasan dalam pengembangan dan kemajuan ilmu kedokteran.

Ilmu kedokteran merupakan dari ilmu pengetahuan yang selalu berusaha


untuk memecahkan misteri dan fenomena ilmiah serta mencari kebenaran secara
mendalam. Atas dasar inilah, pemahaman yang benar mengenai filsafat ilmu di
bidang kedokteran sangat penting untuk dapat diaplikasikan guna pengembangan
ilmu kedokteran.

1
BAB II
ISI

2.1 Filsafat Ilmu


Filsafat secara etimologi berasal dari Bahasa Arab Falsafah dan
Bahasa Yunani philosophia yang merupakan penggabungan dari phileo atau
phillos atau phillia yang berarti suka atau cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan intelegensi.
Sedangkan menurut The Liang Gie Ilmu adalah bagian pengetahuan, aktivitas
atau metode yang menjadi satu kesatuan dan saling berkaitan. Dengan demikian,
Filsafat ilmu merupakan suatu percabangan dari ilmu filsafat yang secara
harafiah dapat dimaknai sebagai filsafat yang berkaitan dengan atau tentang ilmu.
Filsafat ilmu menitikberatkan pada ilmu pengetahuan sebagai kajiannya. 2,3,4

Kegunaan dan manfaat dari filsafat ilmu mencakup pada tiga hal,
antara lain:4

1. Filsafat sebagai kumpulan teori dapat digunakan untuk memahami,


mendukung maupun menentang suatu ide maupun sistem baik sistem
kebudayaan, sistem ekonomi maupun sistem politik.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup dapat digunakan sebagai petunjuk dalam
menjalani kehidupan.

3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah secara tuntas.

Filsafat ilmu tidak terlepas dari sejarah perkembangan ilmu itu


sendiri karena landasan utama perkembangan ilmu merupakan filsafat yang
terdiri dari pengetahuan, bagaimana pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi
sebuah pengetahuan yang benar-benar berguna untuk kehidupan manusia.
Landasan utama tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu ontologi, epistemologi dan

2
aksiologi yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama
lain.1,4,5

2.2 Ontologi
Ontologi merupakan bagian filsafat yang paling umum, atau bagian
dari metafisika, dan metafisika adalah salah satu bab dari filsafat. Ontologi secara
etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On (Ontos) yang berarti ada dan logos
yang berarti ilmu sehingga ontologi secara harafiah berarti ilmu mengenai yang
ada. Menurut Aristoteles, ontologi adalah pembahasan mengenai hal ada sebagai
hal ada atau hal ada sebagai demikian mengalami perubahan yang dalam
sehubungan dengan objeknya. Telaah ontologis akan menjawab beberapa
pertanyaan antara lain: 1,5,6
1. Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?
2. Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?

3. Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia (seperti


berpikir, merasa, dan mengindra) yang dapat menghasilkan pengetahuan?

Pentingnya pembahasan ontologis berkaitan dengan pembuktian


kebenaran isi pikiran. Apakah sebuah pengetahuan sesuai dengan realitas atau
tidak. Jika tidak sesuai, maka pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang
bernilai salah. Selain itu, ontologi dapat digunakan untuk menetapkan batas-batas
dari obyek pengetahuan atau ilmu yang sedang dibahas. Jika obyeknya
merupakan materi, maka batasannya juga harus materi. Jika obyeknya berupa
non materi, maka batasannya juga non materi.6

Menguraikan ilmu pengetahuan secara ontologis hendaknya


memperhatikan kaedah-kaedah metodis (menggunakan cara ilmiah); sistematis
(saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keselurusan); koheren
(unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian yang
bertentangan); rasional (harus berdasarkan pada kaidah berpikir yang
benar/logis); komprehensif (melihat objek yang tidak hanya dari satu sisi atau

3
sudut pandang, tetapi juga secara multidimensional atau secara
keseluruhan/holistik); radikal (diuraikan sampai akar persoalannya atau
esensinya); universal (muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku
di mana saja). Kaedah-kaedah tersebut perlu diperhatikan karena kesalahan suatu
asumsi akan melahirkan teori, metodologi dan keilmuan yang salah pula.4

2.3 Epistemologi

Epistemologi secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani


“Episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti teori sehingga
epistemologi berarti teori pengetahuan. Menurut istilah, epistemologi adalah ilmu
yang membahas secara mendalam segenap proses penyusunan pengetahuan yang
benar.1

Epistemologi, sebagai cabang ilmu filsafat, memiliki maksud:7


1. Mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari
pengetahuan manusia, seperti, bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya
diperoleh dan diuji kebenarannya? Manakah ruang lingkup atau batas-batas
kemampuan manusia untuk mengetahui?
2. Secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis
yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba member
pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya.
Misalnya, bagaimana saya tahu bahwa saya dapat tahu?
3. Berupaya secara rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif
pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan sosial, dan
alam sekitarnya.

Epistemologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu


yang dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran
(pengetahuan) filsafat. Objek filsafat merupakan Isi setiap cabang filsafat
ditentukan oleh objek apa yang diteliti atau dipikirkannya. Cara memperoleh
pengetahuan filsafat maksudnya adalah cara seseorang memperoleh dan
mempertanggungjawabkan suatu pengetahuan. Sedangkan ukuran kebenaran

4
pengetahuan filsafat adalah logis atau tidaknya suatu pengetahuan atau teori
tersebut.8

Epistemologi merupakan langkah setelah ontologi sebagai dasar


suatu ilmu. Pengetahuan yang telah melalui pengkajian aspek ontologi kemudian
akan dilakukan kajian aspek epistemologi untuk dapat diuji kebenarannya. Objek
telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,
bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya.
Menurut Ritchie Calder proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia
mengamati sesuatu. Adanya kontak manusia dengan dunia empiris menjadikan
manusia berpikir tentang realitas-realitas alam.1,4

Langkah-langkah epistemologi antara lain perumusan masalah,


penyusunan kerangka pikiran, perumusan hipotesis dan penarikan kesimpulan.
Metode-metode yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan pada
aspek epistemologi secara ilmiah adalah metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatif dan metode dialektis. Dalam metode
induktif, pernyataan-pernyataan disimpulkan dari suatu pernyataan yang lebih
umum sedangkan pada metode deduktif, data-data empiris diolah lebih lanjut
dalam suatu sistem pernyataan yang runtut dan sistematis dengan memperhatikan
tingkat kelogisan.4
Metode positivisme dalam bidang ilmu dan filsafat dibatasi pada
bidang gejala-gejala saja. Pada metode kontemplatif mengandalkan intuisi
sedangkan metode dialektis menekankan pada diskusi logika. Di sisi lain,
pengetahuan yang diperoleh melalui metode non-ilmiah adalah pengetahuan
yang ditemukan secara kebetulan, untung-untungan (trial and error), akal sehat
(common sense), prasangka, otoritas (kewibawaan) dan pengalaman biasa.4

Persoalan utama yang dihadapi dalam epistemologi pengetahuan


adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan
memperhitungkan aspek ontologi dan askiologi masing-masing. Demikian juga
halnya dengan masalah yang dihadapi epistemologi keilmuan yakni bagaimana

5
menyusun pengetahuan secara benar yang akan digunakan sebagai alat untuk
meramalkan dan mengontrol gejala alam. Untuk bisa meramalkan atau
mengontrol sesuatu, tentulah kita harus menguasai pengetahuan yang
menjelaskan peristiwa itu, dengan demikian maka penelaahan ilmiah diarahkan
kepada usaha untuk mendapatkan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.

2.4 Aksiologi
Aksiologi secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu axios
yang berarti nilai dan logos yang berarti ilmu sehingga aksiologi didefinisikan
sebagai ilmu tentang nilai atau teori nilai. Menurut istilah, aksiologi berarti ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan.
Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa nilai merupakan titik berat
utama aksiologi.1,4,6
Bidang aksiologi membahas tentang nilai suatu pengetahuan. Semua
pengetahuan memiliki tujuan obyektif, yaitu untuk mendapatkan kebenaran.
Maka nilai dari pengetahuan atau ilmu adalah untuk mendapatkan kebenaran. Hal
ini terlepas dari kebenaran yang didapatkan untuk tujuan apa. Apakah untuk
memperbaiki atau untuk merusak diri.9
Dalam encyclopedia of philosophy, aksiologi disamakan dengan
value (nilai) dan valuation (dinilai). Nilai dibagi menjadi 2 disiplin filsafat yaitu
etika yang merefleksikan nilai-nilai moral yang membahas mengenai nilai
kebenaran antara baik dan tidak baik serta nilai-nilai estetika yang merefleksikan
nilai-nilai estetis yang akan mengupas tentang nilai keindahan atau kejelekan dan
berkaitan erat dengan karya seni. nilai dapat bersifat subjektif dan objektif
tergantung pada perasaan dan intelektualitas. Suatu nilai dikatakan objektif
apabila tidak tergantung pada kebenaran individu melainkan objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi
penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian
nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi
manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada sukaatau tidak suka,

6
senang atau tidak senang. Nilai juga memiliki karakteristik yang bersifat abstrak
(merupakan kualitas), inheren pada objek, bipolaritas yaitu baik/buruk,
indah/jelek, benar/salah; dan bersifat hirarkhis; nilai kesenangan, nilai vital, nilai
kerohanian. 2,10,11
Secara teoritis, nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika. Etika memiliki dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai
penilaian terhadap perbuatan manusia, dan predikat yang dipakai untuk
membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Sedangkan estetika
selalu membicarakan permasalahan, pertanyaan, dan isu-isu tentang keindahan,
ruang lingkupnya, nilai, pengalaman, perilaku pemikiran seniman, seni, serta
persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia.11

Aspek aksiologis dilakukan setelah mengkaji ilmu dari aspek


ontologi dan epistemologi. Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan
mengenai kegunaan ilmu itu sendiri bagi kita. Jadi yang menjadi landasan dalam
tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana
hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana penentuan obyek
yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah
dengan kaidah moral?1,4

7
BAB III
PENUTUP

Filsafat ilmu merupakan induk ilmu pengetahuan dengan tiga landasan


utama yaitu ontologi, epistemolgi dan aksiologi. Ontologi adalah ilmu hakekat yang
menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistemologi
adalah ilmu yang membahas secara mendalam segenap proses penyusunan
pengetahuan yang benar, sedangkan aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan. Dengan demikian
Ontologi merupakan ilmu pengetahuan yang meneliti segala sesuatu yang ada,
epistemologi membahas tentang teori, sedangkan aksiologi dipakai sebagai kajian
tentang nilai ilmu pengetahuan. Ketiga landasan tersebut saling berkaitan dan tidak
dapat terlepas satu sama lain.
Filsafat mengajarkan kita untuk senantiasa melihat sesuai secara
multidimensional. Ilmu filsafat akan mendorong kita untuk menilai sesuatu tidak
hanya dari permukaannya saja, tetapi lebih menilai sesuatu secara mendalam dan
lebih luas. Filsafat akan mengasah kemampuan berpikir kritis terhadap fenomena
yang sedang berkembang serta mendorong kebebasan intelektual dan sikap-sikap
lainnya yang berkaitan. Dapat disimpulkan bahwa filsafat dapat mempengaruhi arah
kehidupan manusia ke arah yang lebih baik.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahrum. Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Sulesana. 2013;8:h.35-45.

2. Darmodiharjo D, Siddharta. Pokok Pokok Filsafat Hukum: Apa Dan Bagaimana


Filsafat Hukum di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;2006
3. Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. PT Penerbit IPB Press. Bogor; 2016

4. Fachruddin S, Palopo UC. Pengantar Filsafat Ilmu. 2016.


5. Suminar T. Tinjauan Filsafati (Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik. 2008.

6. Wardhana. Filsafat Kedokteran. Denpasar: Vaikuntha International Publication;


2016.

7. Uhi JA. Pengembangan Epistemologi Realisme Melalui Prinsip-Prinsip Kultural.


[cited 2019 Sept 16] Available from https://ejournal.undip.ac.id/index.php/
humanika/article/view/4005/3681.

8. Tafsir A. Filsafat Ilmu. Bandung : PT Remaja Bosda Karya;2004.

9. Suriasumantri JS. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan; 2007.

10. Adian DG. Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan: Dari David Ume Sampai
Thomas Kuhn. Jakarta; 2002.

11. Abadi TW. Aksiologi: Antara Etika, Moral, dan Estetika. Kanal (Jurnal Ilmu
Komunikasi) 4 (2), Maret 2016, 187-204.

Anda mungkin juga menyukai