Anda di halaman 1dari 17

Makalah Teologi Perjanjian Lama

“Kajian Hermeneutik Terhadap Mikha 6:1-5 Mengenai Tuntutan Allah


dan Implikasinya bagi Kehidupan Masa Kini”

DI SUSUN OLEH

NAMA : MELDIANTO

NIRM : 2020164917

KELAS : C (Teologi Kristen)

SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI

(STAKN) TORAJA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpah rahmat dan kasih karunia-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini, yang berjudul “Kajian Hermeneutik
Terhadap Mikha 6:1-5 Mengenai Tuntutan Allah dan Implikasinya bagi
Kehidupan Masa Kini” dengan baik. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
salah satu tugas akhir mata kuliah Teologi Perjanjian Lama II.

Dalam penyelesaian makalah ini tidak luput dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen dan teman-teman yang
membantu dengan saran dan kritiknya serta semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini, kiranya Tuhan memberkati kita
semua.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh


karena itu penulis berharap pembaca memberikan kritik dan saran, demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bemanfaat bagi
pembaca.

Mengkendek, 13 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................... i

Daftar Isi........................................................................................................................................... ii

Bab I

Pendahuluan...................................................................................................................................1

Bab II Pembahasan....................................................................................................................... 2-12

Bab III Penutup

Kesimpulan...................................................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perjanjian lama merupakan bagian pertama dalam Alkitab yang
terdiri dari 39 kitab yaitu kitab taurat, kitab sejarah, kitab puisis, dan kitab
nubuat atau kitab nabi-nabi. Kedua belas kitab-kitab nabi kecil dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu: 9 kitab pertama menceritakan situasi sebelum
pembuangan ke babilonia dan 3 kitab terakhir menceritakan situasi seudah
pembuangan ke babilonia.
KE-12 nabi-nabi kecil (disebut kecil karena kitab-kitab karya mereka
kecil/tipis), 9 Kitab bagian pertama yang menceritakan Situasi Sebelum
Pembuangan ke Babil adalah Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum,
dan Habakuk, sedangkan 3 kitab bagian kedua yang menceritakan Situasi
Sesudah Pembuangan ke Babil adalah Hagai, Zakharia, dan Maleakhi. Dan
yang menjadi fokus dalam makalah ini adalah Kitab Mikha

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang kitab Mikha ?
2. Bagaimana struktur kitab Mikha?
3. Bagaimana analisis kitab Mikha 6:1-5?
4. Bagaimana implikasi kitab Mikha 6:1-5?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang kitab Mikha
2. Untuk mengetahui bagaimana struktur kitab Mikha?
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis kitab Mikha 6:1-5?
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi kitab Mikha 6:1-5?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG KITAB


Kitab Mikha, seperti diterima secara kanonik dalam bentuk
terakhirnya, cukup sederhna dalam pembagiannya, dengan kaitan ganda
antara ancaman dan perjanjian. Khotbah Mikha disunting kembali dalam
berbagai kesempatan, misalnya: baris-baris terakhir dari 1:5 ditujukan
kepada Yehuda dan Yerusalem; 2:12-13 berasal dari pembuangan di
Babel dan mengumumkan suatu pertemuan baru di Tanah Terjanji; 4:4-5
menyajikan dua aplikasi berbeda dari penglihatan akan Yerusalem baru
di mana bangsa asing berkumpul di Kanisah.1
Meskipun pengajaran Mikha tersimpan untuk kita jauh lebih
sedikit, latarbelakang yang sama dapat terlihat pula. Dalam 1:6
digambarkan Samaria masih sedang terancam, sementara 1:10 dst.
Memperlihatkan tentang mendekatnya tentara-tentara Asyur pada tahun
701 sM. Seperti yang terdapat dalam Yesaya 1:7 dst. Perbedaan besar
antara Yesaya dan Mikha adalah bahwa Yesaya melihat Yerusalem yang
akan diselamatkan, Mikha melihat kota itu akan dihancurkan (3:12).
Yerusalem ternyata tidak dihancurkan sampai 100 tahun kemudian. 2
Mikha berasal daro Moresyet, sebuah kota kecil di daerah bukit, di
wilayah perbatasan antara kerajaan Yehuda dengan dataran tepi laut,
daerah orang Filistin itu, 35 km di sebelah barat-daya dari Yerusalem.
Dari banyaknya kota-kota banteng yang berdekatan dengan Moresyet
dapat diterka bahwa suasana tempat asal Mikha itu pun terpengaruh
oleh kehadiran penguasa-penguasa militer dan pegawai-pegawai
kerajaan. Seorang penafsir modern, H.W. Wolff, menduga bahwa Mikha
1
Bergant, Dianne, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm 678
2
Mowvley, Harry, Penuntun ke dalam Nubuat Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006) hlm 46

2
termasuk kepada “para tua-tua negeri”, sebuah golongan pemimpin yang
prihatin terhadap kesejahtraan masyarakat seluruhnya.3
Mikha bertugas di tengah-tengah suasana kerajaan Yehuda pada
pertigaan terakhir dari abad ke-8 sM, jadi kurang lebih sezaman dengan
nabi Yesaya. Dia melihat bahwa Samaria, ibukota kerajaan Israel Utara
itu, sebentar lagi akan menjadi mangsa serbuan oleh musuh, yakni
tentara orang Asyur, dan bahwa kota-kota Yehuda pun, bahwa
Yerusalem sendiri tidak akan luput dari nasib yang itu juga. Namun
penggenapan segala penglihatan itu tidak sempat dilaksanakannya lagi.
Mikha dikatakan telah bernubuat “pada zaman Yotam, Ahas dan Hizkia,
raja-raja Yehuda”, sedangakan menurut Yer 2,18 hanyalah di zaman
Hizkia, raja-raja Yehuda saja; angka-angka tahun yang pasti rupanya tak
dapat ditetapkan dalam pada itu. menurut penglihatan yang paling
meyakinkan, Mikha bertugas di dalam kurun waktu yang agak singkat,
yakni antara 733 (serangan Asyur terhadap Palestina) dan 723 (sebelum
Samaria jatuh).4
Mikha mempunyai sifat dan latarbelakang “kedaerahan”. Jauh dari
merasa kagum terhadap ibukota sebagai lambing kejayaan bangsa, ia
sebaliknya menilik ke sana dengan mengerutkan dahinya, malah kadang-
kadang dengan mata yang penuh curiga. Sebuah tradisi dari kitab
Yeremia, tersusun hamper 150 tahun lebih kemudian, masih
membayangkan bagaimana “orang Moresyet” itu pernah berani tampil di
pelataran Bait Suci, untuk melontarkan nubuatnya tentang kesudahan
Yerusalem yang sudah mendekat. Besar kemungkinan bahwa Mikha
beberapa kali bernubuat di kota-kota daeranya sendiri pula. Adalah
pengalaman yang sehari-hari bagi nabi itu, bahwa pemberitaannya
ditolak melulu (Mi 3,6,11); para penguasa yang dituturinya sudah tentu
lebih suka mendengarkan nubuat-nubuat yang manis (Mi 3,5,11)

3
Frommel, Bart, Teologi Perjanjian Lama 4, (Jakarta: Gunung Mulia, 2005) hlm 60
4
Ibid hlm 60

3
daripada yang pahit. Alangka gawatnya kahidupan seorang nabi yang
diberi tugas pemberitaan seperti Mikha.5

Kitab Mikha dapat dibagi atas empat bagian, yaitu pasal 1-3; 4 dan
5; 6:1-7:6; 7:7-20. Secara garis besar, susunan kitab Mikha memang agak
jelas. Pasal 1-3 berisi human dan acaman, pasal 4 dan 5 berisi kabar
keselamatan dan harapan. Pasal 6:1-7:6 berisi hukuman dan ancaman,
sedangkan dalam pasal 7:7-20 terdapat kabar keselamatan dan harapan
lagi. Mikha bernubuat pada zaman Raja Yotam, Ahas, dan Hizkia di
Yehuda. Melihat isi kitab Mikha, maka firman Tuhan yang terdapat dalam
Kitab Mikha ini bukanlah dari zaman Yotam, melainkan dari zaman Ahas
dan Hizkia. Sebab kenyataan-kenyataan di dalam Kitab Mikha adalah
sesuai dengan masa pemerintahan raja-raja tersebut. 6
Dalam kitab
Mikha 6:1-5 menceritakan mengenai Pengaduan, Tuntutan dan
Hukuman Tuhan terhadap Umat-Nya.

B. STRUKTUR

Isi Pengaduan, Tuntutan dan Hukuman Tuhan terhadap Umat-


Nya, dapat dibagi atas dua bagian, yaitu panggilan untuk mendengarkan
Firman Tuhan (Pengaduan Tuhan) (ayt 1-2) dan Pengaduan Tuhan (ayt
3-5).
Adapun kerangka Mikha 6:1-5 adalah sebagai berikut:
1. Panggilan untuk Mendengarkan Firman Tuhan (Pengaduan
Tuhan) (ayt 1-2)
a) Ajakan Untuk mendengarkan Pengaduan Tuhan (ayt 1)
b) Mulai menyampaikan Pangaduan Tuhan (ayt 2)
2. Pengaduan Tuhan (ayt 3-5)
a) Pembukaan Pengaduan (ayt 3)
b) Pengaduan Tuhan (ayt 4-5)

5
Ibid hlm 61
6
Pilon. P.K, Tafsiran Alkitab Mikha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983) 12-16.

4
C. ANALISIS TAFSIR

1. Panggilan untuk Mendengarkan Firman Tuhan (Pengaduan


Tuhan) (ayt 1-2)
Firman Tuhan datang kepada Mikha seorang dari Moresyet
yang pada saat pemerintahan Yotam, Ahas, dan Hizkia yang
merupakan raja-raja orang Yehuda, yang juga bertepatan dengan apa
dilihatnya tentang Samaria dan Yerusalem.

a). Ajakan untuk Mendengarkan Pengaduan Tuhan. (ayt 1).

Panggilan dalam ayat ini mempunyai dua sifat. Pertama, adalah


panggilan kepada bangsa Tuhan untuk mendengar firman Tuhan
(Baiklah dengar firman yang diucapkan Tuhan). Kedua, adalah
seruan kepada seorang untuk bangkit demi melancarkan pengaduan.
Sebenarnya ayat ini merupakan pendahuluan dari suatu perkara, di
mana di dalamnya seorang penuduh bangkit untuk
memperdengarkan pengaduannya. Tidak salah jika dikatakan bahwa
Mikha sendiri sebagai penyambung lidah Tuhan Allah disuruh
menjadi penuduh. Kita melihat bahwa kitab Mikha dibuka dengan
suatu perkara yang kemudian disambung dengan pengaduan dari
Mikha terhadap bangsanya.

Pengaduan itu dilancarkan melawan (LAI : di depan) gunung-


gunung. Bukit-bukitpun harus mendengar suara peuduh itu.
Umumnya tafsiran demikian itu bahwa orang yang melancarkan
pengaduan memanggil gunung-gunung dan bukit-bukit, seperti juga
bumi dan langit, untuk menyaksikan kata-katanya, bnd 1:2, juga Ul
32:1. Itulah berdasarkan terjemahan: lancarkanlah pengaduan di
depan gunung-gunung. Jika kita melihat naskah bahasa Ibrani, maka
ungkapan “lancarkanlah pengaduan di depan gunung-gunung”
menimbulkan suatu kesulitan. Bahasa Ibrani lebih memberi kesan

5
bahwa pengaduan itu adalah mengenai gunung-gunung dan bukit-
bukit (tentang atau melawan gunung-gunung). Gunung-gunung dan
bukit-bukit di sini dipersalahkan karena di Israel tempat ini
berfungsi selaku tempat Ibadah berhala. Bnd Ul 12:2; 2 Rj 16:4; Yes
65:7; Yer 17:2. Mikha dipanggil untuk memperdengarkan suaranya
terhadap kultus berhala yang dipraktekkan oleh bagsa Yehuda di
gunung-gunung dan di bukit-bukit. Jelas bahwa yang sebenarnya
dituduh adalah bagsa Yehuda.7

b). Mulai menyampaikan Pangaduan Tuhan (ayt 2).


Mikha mulai melaksanakan Tugasnya, yang diserahkan Tuhan
kepadanya (ayat 1). Gunung-gunung bersama-sama dengan dasar-
dasar kuat bumi dipanggil untuk mendengarkan pengaduan Tuhan.
Unkapan dasar-dasar kuat, (LAI : tidak ada kuat) bumi yang tidak
dapat bergoyang adalah ungkapan sinonim dengan gunung-gunung
yang seolah-olah menopang bumi, bnd Ul 32:22; Yun 2:6.
Baik gunung-gunung maupun dasar-dasar kuat bumi
merupakan tempat-tempat di mana bangsa Israel beribadah,
sehingga menjadi nyata bahwa umat Tuhan tidak setia lagi kepada
Tuhan, Allah perjanjian. Pengaduan terhadap gunung-gunung dan
umat Tuhan sebenarnya sama. Sebab Tuhan mempunyai pengaduan
terhadap umatNya dan Ia berperkara dengan Israel. Pengaduan itu
ditujukan kepada bangsa Israel yang masih selalu disebut umat
Tuhan. Tuhan mengadakan perkara itu justru karena perjanjianNya.
Karena tidak ditaati tuntutan-tuntutan perjanjian antara Tuhan
dengan umatNya, maka itulah yang merupakan alasan bagi Tuhan
untuk berperkara.
Gunung-gunung dan bukit-bukit, menyaksikan kasih karunia
Allah yang abadi terhadap Israel, yang tetap sejak keluaran dari
Mesir dan penaklukan tanah Kanaan: maka tepatlah mereka

7
Pilon. P.K, Tafsiran Alkitab Mikha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983) 103-104.

6
dipanggil di sini, karena Yahwe menempelek umat perjanjiann-Nya
karena tidak tahu nerterima kasih dank arena tidak tetap percaya. 8
2. Pengaduan Tuhan (ayt 3-5)
Setelah Yesaya Mikha memanggil dan mempersiapkan gunung-
gunung dan bukit-bukit, mulailah ia menyampaiakan tuntutan Tuhan
atas apa yang telah diperbuat oleh umat Tuhan pada saat itu.
a). Pembukaan Pengaduan (ayat 3).
Melalui mulut Mikha, Tuhan sendirilah yang berkata. Bentuk
pengaduan itu bukanlah dalam bentuk tuduhan yang jelas, tetapi
semacam keluhan yang bertitik tolak dari kasih setia Tuhan. Latar
belakang pertanyaan-pertanyaan dalam ayat 3 ini adalah jelas, yaitu :
Umat Israel memutuskan hubungan dengan Tuhan melalui
perbuatannya yang jahat, sedangkan Tuhan sendiri tetap setia
terhadap perjanjian-Nya. UmatKu, apakah yang telah Kulakukan
kepadamu ? UmatKu menunjukkan kepada relasi erat antara Tuhan
dengan umat-Nya. Pengaduan ini mengingatkan orang kepada situasi,
dimana seorang suami ditinggalkan istri (bnd kitab nabi Hosea).
Pertanyaan ini cukup membuat kita terharu, karena diucapkan
berdasarkan kasih.
Pertanyaan yang dikemukaan itu bermaksud juga supaya
Bangsa Israel menyadari masa lampau mereka, teristimewa sadar
akan hubungan Tuhan dengan umatNya. Dengan apakah engkau telah
Kulelahkan ? Bangsa Israel, dalam hal memelihara hubungannya
dengan Tuhan, berkelakuan seolah-olah Tuhan telah memberikan
beban yang sangat berat kepada mereka, seolah-olah Tuhan telah
melelahkan umat-Nya (Bnd ay 6,7: bnd juga Yer 43:22-24 dimana
Tuhan membela diri terhadap tuduhan diam-diam bahwa Tuhan
melelahkan bangsa-Nya). Tuhan mengundang Israel untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tadi; apakah Tuhan benar-benar memberikan
beban kepada umat-Nya? Jawablah Aku ! di dalam Tuhan berperkara,
8
Tafsiran Alkitab Masa Kini, (Jakarta : Yayasan Komunikasih Bina Kasih, 2012) 673

7
biarlah Israel sendiri memberikan kesaksian tentang relasinya dengan
Tuhan.

b). Pengaduan Tuhan (Ayt 4-5).

Selain melelahkan bangsa Israel, Tuhan mengingatkan mereka


kepada peristiwa keluaran dari tanah Mesir, pada waktu bangsa Israel
dibebaskan dari penindasan (tanah perbudakan). Membebaskan
berarti menebus. Bangsa Israel yang diperbudak oleh Mesir itu seolah-
olah ditebus oleh Tuhan, sehingga menjadi milik-Nya dan sekaligus
memperoleh kebebasan. Keluaran dari Mesir ialah permulaan dan
dasar pemilihan Israel sebagai bangsa yang bebas. Peristiwa ini harus
selalu diingat (bnd umpamanya Yer 2:6; Am 2:10) dan tidak boleh
dilupakan (bnd Ul 8:11-20) supaya bangsa Israel menyadari
sejarahnya dan pimpinan Tuhan dalam sejarah itu.

Berikutnya bangsa Israel (UmatKu) dipanggil sekali lagi untuk


mengingatkan peristiwa-peristiwa tentang Balak dan Bileam. Balak,
raja Moab, telah merancangkan untuk mengutuk bangsa Israel melalui
Bileam bin Beor, supaya dengan demikian ia sanggup mengalahkan
bangsa Israel dan menghalau mereka dari negerinya. Bilem bukannya
mengutuk, melainkan memberkati bangsa Israel. Demikianlah
jawabannya terhadap Balak. Dalam peristiwa ini bangsa Israel harus
melihat tangan Tuhan yang mempunyai maksud dan tujuan lain
daripada kutukan, yaitu keselamatan Israel.

Dari Sitim sampai ke Gilgal. Maksudnya supaya umat Tuhan


mengingat kembali apa yang telah terjadi dari Sitim sampai ke Gilgal.
Sitim ialah tempat perhentian terakhir, sebelum bangsa Israel
menyeberngi sungai Yordan dan Gilgan ialah tempat perhentian
pertama setelah bangsa Israel menyeberangi sungai Yordan (Yos
4:19). Keluaran dari Mesir justru menjadi realita diantara Sitim dan
Gilgal, sebab dari sinilah bangsa Israel memasuki tanah perjnjian.

8
Beberapa penafsir memaksudkan Gilgal yang lain, yaitu yang
terletak dengan kota Sikhem (bnd Yos 9:6). Jikalau demikian maka
bangsa Israel harus ingat kepada peristiwa perebutan dan penaklukan
seluruh kanaan. Setidak-tidaknya peristiwa antara Sitim dan Gilgal
menggarisbawahi jawaban Bileam, yaitu bahwa bangsa Israel
diberkati. Tindakan Tuhan untuk membebaskan dan menyelamatkan
umat-Nya tidak berhenti, tetapi berlangsung terus-menerus.

Peristiwa-peristiwa tersebut, yang semuanya menyatakan


kehendak Tuhan Allah untuk kebebasan dan keselamatan umat-Nya,
harus diingat terus-menerus, supaya engkau mengakui perbuatan-
perbuatan keadilan dari Tuhan. Perkataan perbuatan keadilan dapat
dimengerti dari sudut pandang perjanjian. Tuhan Allah setia kepada
perjanjian-Nya, sebab itu Ia melakukan keadilan bagi umat-Nya.
Tuhan melaksanakan janji-Nya, seperti yang sudah jelas dari segala
peristiwa sejak Israel dituntun Allah keluar dari Mesir. Tuhan
memperlakukan Israel dengan adil, sehingga mereka memperoleh
keselamatan.

Semua yang dikatakan Tuhan dalam ayat 3-5 bertujuan supaya


umat Tuhan mengingat siapa sebenarnya Tuhan itu bagi mereka.
Tidak ada alasan untuk memberontak terhadap Tuhan atau
melupakan-Nya.9

D. IMPLIKASI

Kekristenan muncul pertama kali muncul sebagai suatu


gerakan dengan sebuah kabar keselamatan. Ajaran Kristen mula-mula
tidak hanya berlandaskan pada ajaran Yesus. Tetapi, ajaran tersebut
bertumbuh dari keyakinan bahwa isi dari pengajaran-Nya dikukuhkan
dan diwujudkan melalui kebangkitannya dari antara orang mati.
Berbicara tentang keselamatan, selalu ada pandangan yang berbeda.
9
Pilon. P.K, Tafsiran Alkitab Mikha (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983) 105-107

9
Baik itu dikaji dari agama manapun. Prosesnya berbeda dan cara
mendapatkannya berbeda. Ada satu kata yang mungkin secara status
atau posisi, agama selalu di diskusikan yaitu kata murtad. Melukiskan
kata murtad ini dengan meninggalkan keyakinan atau apa yang
dipercayai, ketika itu terjadi maka sangsi sosial adalah hal yang sangat
berat ditanggung bahkan kematianpun mengintai dimana-mana. 10
Konsep seperti ini yang mungkin sama dalam Mikha 6:1-5, yaitu sikap
umat Allah yang berpaling dari Allah sehingga Allah mengajukan
sebuah tuntutan.
Nubuat Mikha seolah-olah memperlihatkan ketidakmengertian
Allah terhadap perilaku Israel: "Umat-Ku, apakah yang telah
Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan?
Jawablah Aku! Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah
Mesir dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan
telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu"
(Mi. 6:3-4). Nada pengaduan Allah akan pelbagai perbuatan Israel
tampak getir. Terlihat nada heran karena Israel telah lupa akan
sejarah bangsanya sendiri.
Mikha menggambarkan gunung-gunung Israel, saksi-saksi
abadi sejarah penebusan umat Allah, sebagai hakim-hakim yang akan
mendengarkan pengaduan Allah melawan Israel. Pertanyaan Allah
kepada umat-Nya (Mikha 6:3) dapat diungkapkan ulang sebagai
berikut: `apa yang telah Kulakukan kepadamu sehingga membuat
engkau lelah dan bosan untuk taat kepada-Ku?' Apakah berhubungan
dengan Allah membuahkan beban berat bagi umat-Nya? Bukankah
berhubungan dengan Allah akan mengangkat seluruh beban umat-Nya
sebab Ia yang membebaskan, membimbing, melindungi, dan mengajar
umat-Nya? Itulah yang dilakukan Allah terhadap Israel. Allah telah
menebus Israel dari tanah perbudakan. Ia telah memberikan kepada
mereka pemimpin besar seperti Musa, Harun, dan Miryam. Ia juga
10
Desti Samarenna, “Makna kata Murtad dalam Ibrani 6:6” hlm 1

10
telah melindungi mereka dari serangan musuh-musuhnya dan
menuntun mereka melewati padang belantara menuju tanah
perjanjian (Mikha 6:4-5).
Israel agaknya lupa bahwa--dengan kuasa Tuhan--Bileam yang
awalnya berencana memberikan kutukan, ternyata malah memberkati
Israel. Bileam sendiri mengaku kepada Balak, bahwa dia tak sanggup
mengucapkan kata-kata kutukan kepada bangsa Israel. Bileam berkata
kepada Balak, "Allah, yang membawa mereka keluar dari Mesir,
adalah bagi mereka seperti tanduk kekuatan lembu hutan, sebab tidak
ada mantera yang mempan terhadap Yakub, ataupun tenungan yang
mempan terhadap Israel" (Bil. 23:22-23).

Di dalam Perjanjian Lama, kata iman berasal dari kata kerja


‘aman’ yang berarti ‘memegang teguh’...umpamanya dalam arti
memegang teguh pada janji seseorang, karena janji itu dianggap teguh
atau kuat, sehingga dapat dipercaya. Jika diterapkan kepada Tuhan
Allah, maka kata iman berarti, bahwa Allah harus dianggap sebagai
YangTeguh atau Yang Kuat. Menurut Perjanjian Lama, beriman kepada
Allah berarti mengamini, bukan hanya dengan akalnya melainkan juga
dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya, kepada segala janji
Allah yang telah diberikan dengan perantaraan Firman dan Karya-
Nya. Diterapkan kepada pengertian iman di Perjanjian Baru, iman
berarti: mengamini dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya
kepada janji Allah, bahwa Ia di dalam Kristus telah mendamaikan
orang berdosa dengan diri-Nya sendiri, sehingga segenap hidup orang
beriman dikuasai oleh keyakinan yang demikian itu. 11 Dalam kutipan
jurnal tersebut jelas bahwa iman yang sejati adalah iman yang disertai
dengan perbuatan yang menggambarkan reaksi luapan iman yang kita
miliki kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat.

11
Riniwati, “Iman Kristen dalam Pergaulan Lintas Agama” dalam simpson, hlm 22-23

11
12
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa realita yang terjadi


saat ini sama halnya dengan yang telah dipaparkan di atas mengenai
berpalingnya umat Allah. Hal tersebut tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan masa kini, dimana banyak hal yang mempengaruhi
keberpalingan umat Allah tersebut yang bisa dikatakan murtad. Hal yang
mempengaruhi atau yang melatarbelakangi murtad itu terjadi karena
banyaknya pergumulan hidup yang di alami oleh umat Allah pada saat ini
yang pada akhirnya menutup mata iman mereka mengenai kasih dan
kuasa Allah yang tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

13
iii

Anda mungkin juga menyukai