Anda di halaman 1dari 16

KONSEP HIPERTENSI

A. Pengertian

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistolik nya diatas 140

mmHg dan tekanan diastolik nya diatas 90 mmHg. Dan pada golongan usia lanjut dikatakan

hipertensi jika tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90

mmHg (Wijaya, dkk, 2013 ; Bruner & Sudarth, 2005).

B. Klasifikasi

1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi esensial (Primer)

Faktor penyebab terjadinya hipertesi essensial diantaranya adalah faktor genetik,

stress serta faktor lingkungan dan diet (banyak konsumsi garam serta kurang asupan

kalium dan kalsium). Tanda hipertensi esensial yaitu peningkatan tekanan darah

sedanglkn untuk gejalanya baru akan terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ

target seperti mata, ginjal, jantung (wijaya, dkk, 2013).

b. Hipertensi Sekunder

Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa gagal ginjal , diabetes,

kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas,

resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi

oral dan kortikodteroid (Huether & McCance 2008).


2. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi

Berdasarkan JNC VII klasifikasi hipertensi berdasarkan derajatnya adalah sebagai

berikut :

Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Normal < 120 <80
Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II >160 > 100

(Sumber : JNC VII, 2003)

C. Etiologi

Menurut (Corwin, 2000) hipertensi tergantung pada tiga hal yaitu kecepatan denyut

jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan kecepatan

denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormone pada nodus sino

atrial (SA Node). Peningkatan kecepatan denyut jantung tidak akan menyebabkan hipertensi

jika dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup.

Peningkatan volume sekuncup dapat terjadi karena terdapat peningkatan volume plasma

yang merupakan akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam

yang berlebihan. Peningkatan volume plasma akan mengakibatkan peningkatan volume

diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.

Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik. Peningkatan

rangsangan saraf atau hormone pada arteriol dapat meningkatkan TPR, hal tersebut akan

menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat hingga menghasilkan

tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah yang

menyempit. Hal ini disebabkan peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan

dengan peningkatan tekanan diastolik. Jika peningkatan afterload berlangsung lama, maka
ventrikel kiri mulai mengalami hipertrofi. Dengan hipertrofi, oksigen oleh ventrikel semakin

meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras unuk

memenuhi kebutuhan tersebut. Pada hipertrofi, sarat-sarat otot jantung juga mulai tegang

melebihi panjang normalnya yang kemudian menyebabkan penurunan kontraktilitas dan

volume sekuncup (Andra & Yessi, 2013).

D. Patofosiologi

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah darah terletak di

pusat vasomotor, pada medulla di otak.. Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan di lepaskannya noreepineprin

mengakibatkan kontraksi pembuluh darah. Yang memengaruhi respon pembuluh darah

terhadap rangsangan vasokonstriksi ialah kecemasan dan ketakutan.

Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas pada

vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.

Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons

vasokontriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke

ginjal, menyebabkan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yag pada gilirannya merangsang

sekresi aldosteron oleh korteks andrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air

oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor tersebut

adalah penyebab hipertensi. (Padila , 2009).

E. Pathway

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang


olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam
F.
Kerusakan vaskuler Hipertensi Perubahan situasi
pembuluh darah

Perubahan struktur Informasi yang


minim

Penyumbatan
pembuluh darah
Ansietas

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi Otak

Pembuluh darah Resistensi Suplai O2 ke otak


sistemik pembuluh
menurun
darah otak
G.
Vasokontriksi

H. Nyeri Kepala Resiko


Afterload meningkat ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

I.
Penurunan curah
jantung ( Sumber : Nanda,Nic & Noc2015)
F. Manifestasi Klinis

Pada Pemeriksaan fisik kemungkinan tidak akan dijumpai adanya suatu keadaan yang

nyata selain tekanan darah yang tinggi, akan tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada

retina seperti perdarahan, eksudat, penyempotan pembuluh darah dan pada kasus berat edema

pupil (edema pada dikus optiikus (Brunner & Suddartah, 2005). (Corwin,2005) menyebutkan

bahwa sebagian besar gejala klinis timbul :

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual muntah, akibat peningkatan

tekanan darah intrakanial

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomelurus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler .

G. Komplikasi

Tekanan Darah Tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka

panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat

suplai darah dari arteri tersebut,. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ – organ

sebagai berikut :

1. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit

jantung koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot

jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi.

Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan

diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas atau oedema,

Kondisi ini disebut gagal jantung.


2. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko Stroke, apabila tidak diobati

resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi

dapat menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibatnya lambat laun

ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak diperlukan tubuh yang masuk melalui

alitan darah dan apay terjadi penumpukan didalam tubuh.

4. Mata

Pada mata Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati Hipertensi dan

dapat menimbulkan kebutaan (Yahya, 2005)

H. Pemeriksaan Penunjang

a. Pengukuran tekanan darah menggunakan spigmanometer akan didapat peningkatan

tekanan sistolik dan diastolik yang lebih tinggi dari sebelumnya.

b. EKG

Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil hipertrofi ventrikel kiri, iskemia atau infark

miokard, peninggian gelombang P dan gangguan konduksi.

c. Foto Rontgen dan CT scan

Pada pemeriksaan CT scan atau rontgen didapatkan hasil pembendungan lebarnya

paru, hipertropi parenkim ginjal dan hipertropi vaskular ginjal.

d. Urinalisa

Untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa.

e. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh


I. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah mordibitas dan mortalitas akibat

komplikasi kardiovaskuler, prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1. Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai

tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat, terapi tanpa obat ini meliputi :

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah diet yang rendah garam,

rendah kolesterol dan lemak jenuh, tinggi kalium, kemudian menurunkan berat

badan dan berhenti merokok.

b. Latihan fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk

penderita hipertensi seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Untuk

lama waktunya berkisar 20-25 menit saja dan dengan frekuensi 3 sampai 5 kali

perminggu.

c. Edukasi Psikologi

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi bisa dilakukan dengan

tekhnik biofeedback yaitu teknik mengatasi gangguan somatic seperti nyeri dan

migrain atau bisa juga dengan tekhnik relaksasi yaitu tekhnik yang bertujuan

untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.

d. Pendidikan kesehatan (Penkes)

Penkes bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit

hipertensi dan pengelolaannya sehingga klien mampu mempertahankan hidupnya

dan mencegah komplikasi lebih lanjut.


2. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga

mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat

bertambah kuat. Pengobatan hipertensu umumnya perlu dilakukan seumur hidup

penderita. Pengobatannya meliputi :

a. Step 1 :

Obat pilihan pertama meliputi diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE

inhibitor.

b. Step 2 :

Dosis obat pertama dinaikkan kemudian diganti jenis lain dari obat pilihan pertama

dan ditambah obat kedua jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca

antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator.

c. Step 3 :

Obat kedua diganti kemudian ditambah obat ketiga jenis lain (Padila, 2013).
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan sekarang

2. Riwayat kesehatan dulu

a. Riwayat hipertensi/ infark miokard akut dan diabetes gestasional.

b. Riwayat ISK berulang.

c. Riwayat Penggunaan obat-obatan.

d. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita Hipertensi.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas/istirahat

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.

Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

b. Sirkulasi

Tanda : kenaikan tekanan darah, tachycardi, disaritmia.

Gejala : riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.

c. Integritas ego

Tanda : letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.

Gejala : ansietas, depresi, marah kronik, faktor stress.

d. Eliminasi

Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.


e. Makanan/cairan

Tanda : berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.

Gejala : makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol, mual

muntah, perubahan berat badan (naik/turun), riwayat penggunaan diuretik).

f. Neurosensori

Tanda : status mental : orientasi, isi bicara, proses berpikir, memori, perubahan

retina optik.

Gejala : keluhan pusing berdenyut, sakit kepala suboksipital, gangguan

pengelihatan.

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/massa.

h. Pernafasan

Tanda : bunyi nafas tambahan, sianosis, distress respirasi/penggunaan alat bantu

pernafasan.

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, tacyhpnea, batuk

dengan/tanpa sputum, riwayat merokok.

i. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi, cara berjalan.

B. Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.


C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

Intervensi utama : Manajemen Nyeri (I.08238).

Intervensi penunjang : 1. Pemberian Obat (I.02062).

2. Terapi Relaksasi (I.09326).

Luaran : Tingkat Nyeri (L.08066).

Ekspektasi : Menurun.

Krtiteria hasil : 1. Keluhan nyeri menurun.

2. Meringis menurun.

3. Frekuensi nadi membaik.

4. Tekanan darah membaik.

2. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Intervensi utama : Terapi Relaksasi (I.09326).

Luaran : Tingkat Ansietas (L.09093).

Ekspektasi : Menurun.

Krtiteria hasil : 1. Verbalisasi kebingungan menurun


2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun.
3. Perilaku gelisah menurun.
4. Keluhan pusing menurun.
5. Tekanan darah membaik.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PROGRESSIVE MUSLE
RELAXATION

A. Pengertian

Progressive Muscle relaxation (PMR) adalah terapi relaksasi dengan mengencangkan

dan melemaskan otot-otot pada satu bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan

perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara progressif

kelompok otot ini dilakukan secara berturut-turut. Teknik PMR adalah teknik relaksasi otot

yang memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti. PMR yaitu terapi dengan cara

peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot (Herodes, 2010 ; Synder & Lindquist,

2002 ;Gemilang, 2013).

B. Tujuan PMR

a. Menurunkan ketegangan otot, Kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah

tinggi, frekuensi Jantung, laju metabolic.

b. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa Otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak

memfokus perhatian seperti rileks.

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengurangi stress.

f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobhia ringan, gagap

ringan.

g. Membangun emosi positif dari emosi negative.

C. Indikasi Terapi Progressive Muscle Relaxation

PMR bisa diterapkan yaitu pada klien yang mengalami insomnia, klien yang sering

stress, klien yang mengalami kecemasan, klien yang mengalami depresi dan klien dengan

tekanan darah tinggi (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).


D. Teknik Progressive Muscle Relaxation

Persiapan Untuk Melakukan PMR yaitu :

a. Persiapan

Siapkan alat yang terdiri dari kursi, bantal serta siapkan lingkungan yang nyaman dan

sunyi, kemudian posisikan tubuh senyaman mungkin dengan mata tertutup dan kepala

ditopang dengan bantal, lepaskan asesories yang digunakan, longgarkan ikat pinggang

jika klien memakai ikat pinggang.

b. Prosedur

1) Gerakan 1 (melatih gerakan otot tangan)

a. Genggam tangan kiri dan buat suatu kepalan

b. Kepalkan tangan semakin kuat dan rasakan sensasi ketegangan yang terjadi

c. Saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.

d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehiingga dapat merasakan

perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.

e. Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

2) Gerakan 2 (untuk melatih otot tangan bagian belakang)

a. Tekuk kedua lengan kebelakang pada pergelangan sehingga otot ditangan

bagian belakang dan lengan bawah meneganag.

b. Jari-jari menghadap kelangit.

c. Kemudian kembalikan pada keadaan relaks.

3) Gerakan 3 (untuk melatih otot biseps/otot besar pada bagian atas pangkal lengan)

a. Genggam kedua tangan hingga menjadi kepalan

b. Kemudian membawa kedua kepalan kepundak sehingga otot biseps akan

menjadi tegang.
4) Gerakan 4 (untuk melatih otot bahu supaya mengendor)

a. Angkat kedua bahu setiinggi-tingginya seakan-akan hingga menyentuh telinga.

b. Fokuskan perhatian gerakkan pada kontrak ketegangan yang terjadi dibahu

punggung atas, dan leher.

5) Gerakan 5 dan 6 (untuk melemaskan otot-otot wajah Seperti dahi, mata, rahang dan

mulut)

a. Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa

kulitnya keriput.

b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata

dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

6) Gerakan 7 (untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot rahang)

Katupkan rahang, diikuti dengan mengigit gigi sehingga terjadi ketegangan

disekitar otot rahang.

7) Gerakan 8 (untuk mengendurkan otot-otot disekitar mulut)

Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan disekitar

mulut.

8) Gerakan 9 (untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun belakang)

a. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian bagian

depan.

b. Letakkan kepala sehingga dapat istirahat.

c. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga dapat

merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan punggung atas


9) Gerakan 10 (untuk melatih otot leher bagian depan)

a. Gerakan membawa kepala ke muka.

b. Benamkan dagu ke dada, hingga dapat merasakan ketegangan dibagian muka

dan bagian leher.

10) Gerakan 11 (untuk melatih otot punggung)

a. Angkat tubuh dari sandaran dikursi

b. Punggung dilengkungkan

c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks kan.

d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot menjadi

lurus.

11) Gerakan 12 (untuk melemaskan otot dada)

a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru denga udara sebanyak-

banyaknya.

b. Ditahan Selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada

sampai turun keperut, kemudian dilepas.

c. Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

d. Ulangi sekali lagi sehingga dapa dirasakan perbedaan antara kondisi tegang

dan relaks.

12) Gerakan 13 (untuk melatih otot perut)

a. Tarik dengan kuat perut kearah dalam.

b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu dilepaskan

bebas.

c. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.


13) Gerakan 14 dan 15 (untuk melatih otot kaki Seperti paha dan betis)

a. Luruskan kedua telapak kaki sehiingga otot paha terasa tegang

b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan

pindah ke otot betis.

c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

(Setyoadi & Kushariyadi, 2011)

Anda mungkin juga menyukai