Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)

Makalah Ini Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah


Epidemiologi Penyakit Menular

Dosen Pengampu: Sri Nurlaela, S.K.M., M.Epid.

Disusun oleh:

Muhamad Rizqi Al Ayyubi I1A019111


Fahira Audina Putri I1A019112

Kelompok 23

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Di abad ke-21 dikabarkan terdapat penyakit baru pertama yang bernama


SARS yang mengecam kesehatan internasional dengan potensi epidemi global.
Pada pertengahan November 2002 diberitakan pertama kali muncul di Provinsi
Guangdong, China yang setelah itu menyebar ke Hongkong . penyebaran merebak
ke bagian lain melalui perjalanan udara internasinal. Severe Acute Respiratory
Syndrome atau SARS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
bernama coronavirus yang dapat menginfeksi hewan dan manusia. Sindrom
Pernafasan Akut Parah ini juga diidentifikasi di Vietnam pada 28 Februari 2003,
saat itu seorang ahli epidemiologi WHO memeriksa pasien dengan penyakit
pneumonia yang tidak ditemukan penyebabnya. Pada 10 Maret juga ditemukan 22
pekerja rumah sakit di Prancis dengan sindrom pernafasan akut yang serupa, juga
di Hongkong terdapat 11 kasus serupa. Adapun 8 negara yang melaporkan sebagai
comunity transmission SARS adalah Kanada, Hongkong, Taiwan, Inggris,
Amerika Serikat, Vietnam dan Singapura.
Hal ini memperlihatkan penyebaran SARS yang sangat cepat hingga
meninmbulkan kekhawatiran yang cukup besar. Diperkirakan penyakit ini sudah
menyebar lebih dari 8000 kasus di seluruh dunia dan menagkibatkan lebih dari
916 kematian dengan angka kematian kasus 11%. Virus ini ditularkan dari
manusia ke manusia melalui batuk, bersin serta kontak langsung penderita yang
terinfeksi. Dengan masa inkubasi hingga 10 hari dengan waktu rata-rata
timbulnya gejala antara 3-5 hari. WHO sendiri memeperkirakan bahwa rasio
kematian kasus SARS berkisar dari 0%-50%. hal ini bergantung pada kelompok
usia. Kasus yang ditemukan banyak menyerang pada usia dewasa sampai lansia
sekitar 25-70 tahun. Disebutkan juga laju mortalitas SARS pada pasien kurang
dari 24 tahun adalah kurang dari 1% dan pada pasien berusia >65tahun angka
mortalitas adalah lebih dari 50%.
Di Indonesia sendiri memiliki sedikit kasus SARS, pada periode 1 Maret
sampai 9 Juli 2003 tercatat 2 kasus porbable dan 7 kasus suspek SARS. Tidak ada
lagi kasus SARS yang dilaporkan di Indonesia setelah 9 Juli (Aditama, 2005).
Dalam penanganannya Indonesia sendiri melakukan berbagai upaya seperti
pengeluaran kebijakan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 424/MENKES/SK/2003 tentang SARS sebagai penyakit yang dapat
menimbulkan wabah dan pedoman penanggulangannya pada 3 April 2003 yang
menjadi dasar dan acuan dalam pengendalian kasus ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etiologi
SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah penyakit pernapasan
akibat virus yang disebabkan oleh Coronavirus yang disebut Coronavirus
terkait SARS (SARS-CoV). SARS pertama kali dilaporkan di Asia pada
Februari 2003.. Coronavirus umumnya menyebabkan infeksi pada manusia
dan hewan. Diperkirakan bahwa jenis virus corona yang biasanya hanya
ditemukan pada mamalia kecil ini bermutasi, sehingga bisa menginfeksi
manusia.
Ada 2 wabah SARS yang membatasi diri, yang mengakibatkan bentuk
pneumonia yang sangat menular dan berpotensi mengancam jiwa . Keduanya
terjadi antara 2002 dan 2004. Infeksi SARS dengan cepat menyebar dari
Tiongkok ke negara Asia lainnya. Ada juga sejumlah kecil kasus di beberapa
negara lain, termasuk 4 di Inggris, ditambah wabah yang signifikan di
Toronto, Kanada.

B. Patogenensis
Patofisiologi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) diawali dengan
interaksi protein pada severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-
CoV) dengan sel di paru dan di jantung manusia melalui reseptor angiotensin-
converting enzyme 2 (ACE2). Setelah memasuki sel manusia, encoding
genome akan terjadi untuk memfasilitasi ekspresi gen yang membantu
adaptasi virus dalam tubuh inang dan mengaktivasi jalur inflamasi.
Pelekatan dan Fusi Coronavirus
Perlekatan dan fusi SARS-CoV diawali oleh interaksi protein virus
dengan sel manusia melalui reseptor ACE2 yang diekspresikan di paru dan
jantung manusia. Protein spike yang terdapat pada permukaan SARS-CoV
memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan ACE2 manusia. Ikatan ini
memungkinkan SARS-CoV masuk ke dalam membran sel inang dan
memediasi infeksi SARS-CoV pada paru.
Tubuh manusia juga memiliki DC-SIGN (dendritic cell–specific
intercellular adhesion molecule–grabbing nonintegrin) dan protein CD209L
(L-SIGN) yang dapat membantu memfasilitasi penyebaran SARS-CoV.
Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi untuk memfasilitasi
ekspresi gen yang membantu SARS-CoV beradaptasi pada tubuh inang. RNA
virus kemudian dikeluarkan dalam sitoplasma sel inang. Proses ini diikuti
dengan respons imun seluler dan adaptif yang memunculkan reaksi
proinflamasi.
Respon Imun Seluler dan Adaptif
Infeksi SARS-CoV akan meningkatkan sitokin proinflamasi seperti
interleukin-10, IFN-gamma, dan interleukin-1. Infeksi ini juga akan
menurunkan limfosit T dan subsetnya seperti sel T CD4(+) dan CD8(+).
Antibodi IgG spesifik SARS dihasilkan pada minggu kedua dan dapat
bertahan lama sedangkan IgM hanya bertahan sementara. Protein spike dan
protein nukleokapsid yang banyak terdapat di SARS-CoV berkontribusi
penting terhadap produksi antibodi selama perjalanan penyakit.
Distribusi Organ yang Terdampak SARS CoV
Selain di paru, SARS-CoV juga dapat dijumpai pada trakea, bronkus,
lambung, usus kecil, tubulus ginjal, kelenjar keringat, paratiroid, hipofisis,
pankreas, kelenjar adrenal, hati dan serebrum. Hal ini menunjukkan bahwa
selain pada sistem pernapasan, SARS-CoV juga dapat mempengaruhi saluran
pencernaan dan organ lain. Perubahan patologis pada organ-organ ini dapat
disebabkan secara langsung oleh efek sitopatik yang dimediasi replikasi lokal
SARS-CoV atau secara tidak langsung oleh respon sistemik terhadap gagal
napas atau respons imun berlebihan akibat infeksi virus.

C. Cara Penularan SARS


Cara utama penyebaran SARS adalah melalui kontak dekat orang-ke-
orang. Virus yang menyebabkan SARS diperkirakan paling mudah ditularkan
melalui tetesan pernapasan (droplet menyebar) yang dihasilkan ketika orang
yang terinfeksi batuk atau bersin. Penyebaran tetesan dapat terjadi ketika
tetesan dari batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi didorong oleh jarak
pendek (umumnya hingga 3 kaki) melalui udara dan mengendap pada selaput
lendir mulut, hidung, atau mata orang yang berada di dekatnya.
Virus juga dapat menyebar ketika seseorang menyentuh permukaan atau
benda yang terkontaminasi tetesan infeksi dan kemudian menyentuh mulut,
hidung, atau matanya.

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis awal SARS bisa dilakukan dengan anamnesis. Dalam
anamnesis ini bisa menanyakan keluhan pasien sehingga dapat
ditemukan gejala-gejala. SARS memiliki gejala mirip flu yang biasanya
dimulai 2 hingga 7 hari setelah infeksi. Terkadang, waktu antara
bersentuhan dengan virus dan dimulainya gejala (masa inkubasi) bisa
mencapai 10 hari. Gejala SARS meliputi:
a. Suhu tinggi (demam) lebih dari 38,0°C
b. Kelelahan ekstrim
c. Sakit kepala
d. Panas dingin
e. Nyeri otot
f. Kehilangan selera makan
g. Diare
Setelah gejala ini, infeksi akan mulai memengaruhi paru-paru dan
saluran udara (sistem pernapasan) Anda, yang menyebabkan gejala
tambahan, seperti: batuk kering kesulitan bernapas peningkatan
kekurangan oksigen dalam darah, yang dapat berakibat fatal pada kasus
yang paling parah.
Kemudian, selain anamnesis gejala yang di alami pasien, perlu juga
menanyakan riwayat kontak dengan orang yang berisiko dan riwayat
kontak dengan hewan reservoir seperti kelelawar.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Peningkatan suhu ≥ 38°C
b. Peningkatan laju pernapasan
c. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg
d. Penurunan saturasi oksigen di bawah 90%
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Real Time Reverse-Transcritase Polymerase Chain Reaction (RT-
PCR)
Pemeriksaan RT-PCR dari sputum dan swab tenggorok dapat
menentukan diagnosis SARS yang diikuti dengan genome
sequencing. Pengambilan sampel ini sebaiknya dilakukan sebelum
pemberian antibiotik. Swab tenggorokan dan sputum dapat
mendiagnosis virus influenza, respiratory syncytial virus, virus
parainfluenza, rhinovirus, adenovirus, metapneumovirus, dan
coronavirus. Pemeriksaan RT-PCR dapat juga digunakan untuk
mendeteksi SARS-CoV pada sampel lainnya seperti serum dan feses.
b. Pemeriksaan antibodi
Pemeriksaan antibodi untuk coronavirus meliputi pemeriksaan
indirect fluorescent antibody (IFA) ataupun enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk mendeteksi antibodi spesifik setelah infeksi. Meskipun
antibodi ini dapat ditemukan pada beberapa pasien selama fase akut
(onset gejala 14 hari), hasil tes negatif pada sampel yang diperoleh
kurang dari 28 hari setelah onset gejala tidak menyingkirkan
diagnosis SARS.

E. Pengobatan
Saat ini tidak ada obat untuk SARS, tetapi penelitian untuk menemukan
vaksin sedang berlangsung. Seseorang yang diduga menderita SARS harus
segera dirawat di rumah sakit dan diisolasi di bawah pengawasan ketat.
1. Terapi Suportif
Penatalaksanaan severe acute respiratory syndrome (SARS) berfokus
pada pemberian terapi suportif untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas. Hal ini dikarenakan terapi definitif untuk SARS belum
tersedia sebab belum ada antiviral yang terbukti efektif menangani
SARS. Terapi suportif mencakup pemberian oksigen, ventilasi, hidrasi,
antipiretik, analgesik, serta antibiotik untuk kasus infeksi sekunder oleh
bakteri.
2. Terapi Nosokomial
Untuk mencegah transmisi terutama transmisi nosokomial, pasien
yang dicurigai SARS harus dirawat di ruang isolasi dengan ventilasi
negatif agar tidak menginfeksi pasien lain. Pasien perlu dipantau sampai
hasil tes reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR)
terkonfirmasi negatif dan pasien sudah menunjukkan perbaikan klinis.
Selain itu, tenaga kesehatan yang merawat pasien probable atau
terkonfirmasi SARS harus menggunakan alat pelindung diri dan lebih
dianjurkan untuk menggunakan respirator N95 dari pada masker bedah.

F. Pencegahan SARS
1. Tidak bepergian ke wilayah yang terdapat wabah SARS
2. Hindari kontak langsung dengan orang-orang yang berisiko
3. Menjaga jarak untuk menghindari droplet orang lain
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
5. Menutup mulut saat bersin dan batuk
6. Menghindari berbagi makan maupun perlatan pribadi
7. Membersihkan perlatan pribadi secara teratr dengan disinfektan
8. Memakai masker untuk membantu pencegahan SARS

G. Faktor Risiko
Faktor pejamu tertentu seperti usia, jenis kelamin, dan kondisi penyerta
yang sudah ada sebelumnya berisiko untuk terjangkit SARS. Usia lanjut
secara independen dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi,
sebagaimana dibuktikan dengan tingkat kematian yang berkisar dari 3% pada
kelompok usia termuda hingga 55% pada kelompok usia tertua.
Kelangsungan hidup juga terkait dengan jenis kelamin, dengan kasus laki-laki
menunjukkan angka kematian yang secara signifikan lebih tinggi daripada
kasus perempuan. Penderita penyakit penyerta seperti diabetes melitus,
penyakit jantung, penyakit paru, dan hepatitis kronik juga menunjukkan
peningkatan mortalitas yang signifikan. Dalam analisis terhadap 1755 pasien,
angka kematian kasus untuk pasien dengan kondisi komorbiditas sebesar
46%, dibandingkan dengan 10% untuk pasien tanpa kondisi komorbiditas.
Fakta bahwa komorbiditas ini semuanya ditandai dengan penurunan status
kardiopulmoner dan/ atau gangguan sistem kekebalan, mungkin
menyebabkan peningkatan mortalitas.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kasus SARS merupakan penyakit infeksi pernafasan menular akut.
Infeksi ini muncul pada tahun 2002 dengan gejala respiratorik seperti batuk,
sesak nafas, kesulitan bernafasan dan lain sebagainnya. Penyakit ini menular
melalui percikan batuk, bersin dari penderita. Kasus ini banyak tersebar salah
satu faktor utamanya dikarenakan adanya perjalanan udara yang
memudahkan penyebaran. Penyakit ini kebanyakan tersebar ke bagian Asia
seperti Vitenam, Hongkong, Singapura, China dan daerah lainnya. Di
Indonesia sendiri persebaran kasus SARS terlihat tidak terlalu masif , pada
periode 1 Maret sampai 9 Juli 2003 ditemukan 7 kasus supek, 2 kasus
probable dengan rentang umur penderita 40 -54 tahun.[ CITATION Adi05 \l
1057 ]
SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah penyakit pernapasan
akibat virus yang disebabkan oleh Coronavirus yang disebut Coronavirus
terkait SARS (SARS-CoV). Mekanisme cedera akibat SARS setidaknya
memiliki 3 fase yaitu replikasi virus, hiperaktif imun dan kerusakan paru.
Cara utama penyebaran SARS adalah melalui kontak dekat orang-ke-orang.
Virus yang menyebabkan SARS diperkirakan paling mudah ditularkan
melalui tetesan pernapasan (droplet menyebar) yang dihasilkan ketika orang
yang terinfeksi batuk atau bersin.
Pemeriksaan SARS dilakukan dengan anamnesis, kemudian pemeriksaan
fisik dan dilanjut dengan pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan RT-
PCR dan pemeriksaan antibodi seperti ELISA dan IFA. Pasien yang
mengalami gejala-gejala SARS harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan
untuk diperiksa, agar dapat segera ditangani apabila terjangkit SARS.

B. Saran
Seperti yang kita tahu dalam perkembangannya virus dapat bermutasi
menghasilkan genetika baru, sama Seperti Penyakit infeksi COVID-19 yang
saat ini sedang terjadi pada seluruh belahan dunia. Penyakit ini diakibat dari
infeksi virus SARS-CoV yang merupakan mutasi virus SARS. Oleh karena
itu, untuk masyarakat diasarankan untuk tetap menjaga imunitas tubuh
dengan memeperhatikan personal hygiene atau kebersihan diri, menjaga
asupan makan dan berolahraga dengan rutin.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY. SARS-infectious disease of 21st century. Med J Indones.


2005;14(1):59-63.

Centers for Disease Control and Prevention. Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). https://www.cdc.gov/sars/index.html. Diakses Online pada 20
November 2020.

Chan, P. K., To, W. K., Ng, K. C., Lam, R. K., Ng, T. K., Chan, R. C., ... & Lai,
S. T. (2004). Laboratory diagnosis of SARS. Emerging infectious diseases,
10(5), 825.

Chan-Yeung M, Xu RH. SARS: epidemiology. Respirology. 2003;8(1):S9‐S14.

Gu, J., & Korteweg, C. (2007). Pathology and pathogenesis of severe acute
respiratory syndrome. The American journal of pathology, 170(4), 1136-
1147.

Murdaningsih. 2020. “Begini Cara Indonesia Saat Menangani SARS dan MERS”.
Dalam Republika.co.id. https://republika.co.id/berita/q6syfa368/begini-cara-
indonesia-saat-menangani-sars-dan-mers. Diakses Online pada 18 November
2020.

National Health Service. SARS (severe acute respiratory syndrome).


https://www.nhs.uk/conditions/sars/. Diakses Online pada 20 November
2020.

Rota, P. A., Oberste, M. S., Monroe, S. S., Nix, W. A., Campagnoli, R., Icenogle,
J. P., ... & Tong, S. (2003). Characterization of a novel coronavirus associated
with severe acute respiratory syndrome. science, 300(5624), 1394-1399.

Sampathkumar, P., Temesgen, Z., Smith, T. F., & Thompson, R. L. (2003, July).
SARS: epidemiology, clinical presentation, management, and infection
control measures. In Mayo Clinic Proceedings (Vol. 78, No. 7, pp. 882-890).
Elsevier.
Tsang, K. W., Ooi, G. C., & Ho, P. L. (2004). Diagnosis and pharmacotherapy of
severe acute respiratory syndrome: what have we learnt?. European
Respiratory Journal, 24(6), 1025-1032.

Weiss, S. R., & Navas-Martin, S. (2005). Coronavirus pathogenesis and the


emerging pathogen severe acute respiratory syndrome coronavirus.
Microbiology and molecular biology reviews, 69(4), 635-664.

Anda mungkin juga menyukai