Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PELAPORAN ANAK TERHADAP ORANG TUA, DITINJAU


OLEH HUKUM PIDANA

Diajukan Guna Melengkapi dan Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hukum Pidana

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Daffa Risyad Malik NIM 201010201049

Desi Syafitri NIM 201010201071

Farrel Firjatullah Faisal NIM 201010200544

Farha Safitri NIM 201010200556

Hatta NIM 201010200539

Robby Rhamadan S.S NIM 201010200554

PROGRAM STUDI S1 HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

2021
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “PELAPORAN ANAK TERHADAP ORANG TUA, DITINJAU OLEH
HUKUM PIDANA” tepat waktu.
Makalah “PELAPORAN ANAK TERHADAP ORANG TUA, DITINJAU OLEH
HUKUM PIDANA” disusun guna memenuhi tugas Dosen Ibu Ary Oktaviyanti, SH., MH. pada
mata kuliah Hukum Pidana di Universitas Pamulang. Selain itu, kami juga berharap agar makalah
ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Pelaporan Anak Terhadap Orang Tua,
Ditinjau Oleh Hukum Pidana.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ary Oktaviyanti, SH., MH.
selaku dosen mata kuliah Hukum Pidana. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, Maret 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

PRAKATA...............................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1

BAB 2 ISI PERMASALAHAN............................................................................................................3


2.1 Rumusan Masalah..............................................................................................................3

BAB 3 PEMBAHASAN.........................................................................................................................4
3.1 Kronologi Anak Menggugat Orang Tua.......................................................................4

3.2 Faktor Penyebab Anak Menggugat Orang Tua..........................................................5

1. Faktor pertama...................................................................................................................5

2. Faktor kedua.......................................................................................................................5

3.3 Tanggapan Psikologi dan Psikiater Mengenai Anak Menggugat Orang Tuanya 5

BAB 4 PENUTUP.................................................................................................................................10
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................10

4.2 Saran...................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................11

iv
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya sebagai makhluk sosial, manusia secara akan selalu membutuhkan
dan bergantung satu sama lain. Setiap individu berinteraksi dengan individu atau kelompok
lainnya. Interaksi yang dilakukan manusia senantiasa didasari oleh aturan, adat, atau norma
yang berlaku dalam masyarakat. Aturan yang didasarkan pada kontrak sosial dalam sebuah
sistem masyarakat disebut hukum.1
Hukum adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang yang sifatnya
memaksa atau mengikat dan jika dilanggar akan dikenakan sanksi, dengan tujuan untuk
mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan dan mencegah terjadinya
kekacauan.2
Hukum sebagai norma mempunyai ciri kekhususan, yaitu hendak melindungi,
mengatur, dan memberikan keseimbangan dalam menjaga kepentingan umum. Pelanggaran
ketentuan hukum dalam arti merugikan, melalaikan, atau mengganggu keseimbangan
kepentingan umum dapat menimbulkan reaksi dari masyarakat. Reaksi yang diberikan berupa
pengembalian ketidak seimbangan yang dilakukan dengan mengambil tindakan terhadap
pelanggarannya.3
Di mata hukum, semua manusia memiliki kedudukan yang sama dan akan
mendapatkan sanksi jika melakukan suatu pelanggaran. Namun bagaimana dengan seorang
anak yang berani melaporkan orang tuanya?
Belakangan ini, pelaporan seorang anak terhadap orangnya tengah menjadi
perbincangan masyarakat seperti contoh kasus tahun-tahun lalu yaitu seorang anak
melaporkan ibunya perkara atas pencurian kayu dan juga kasus anak melaporkan orang
tuanya perkara baju. Hanya karena perkara seperti itu orang anak rela mempenjarakan orang
tuanya yang selama ini telah melahirkan dan membesarkan mereka.

1
Lukman Santoso Az Yahyanto, (2016), Pengantar Ilmu Hukum, Malang: Setara Press, hlm. 13.
2
Ni Ketut Sari Adnyani, (2015), Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 34.
3
R. Abdoel Djamali S.H., (2019), Pengantar Hukum Indonesia, Depok: Rajawali Pers, hlm. 3.

1
Jika kita ulas kembali kasus seorang anak melaporkan ibunya atas pencurian kayu,
dalam BAB XXII Pasal 362 KUHP Tentang Pencurian, si Ibu memang bisa mendapatkan
sanksi pidana atas perbuatannya. 4Namun, apakah setega itu seorang anak melaporkan orang
tuanya hanya karena permasalahan kayu yang tidak sebanding dengan para koruptor di
negara kita ini?

Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang permasalahan dan juga
pembahasan tentang pelaporan anak terhadap orang tuanya ditinjau oleh hukum pidana.

4
Selegkapnya dapat dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB XXII Pasal 362.

2
BAB 2

ISI PERMASALAHAN
2.1 Rumusan Masalah
Dalam fenomena anak menggugat orang tua tentu saja memiliki beberapa masalah
tersendiri. Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kronologi anak menggugat orang tua?
2. Apa faktor penyebab anak menggugat orang tua?
3. Bagaimana tanggapan psikologi mengenai anak menggugat orang tuanya?
4. Dalam sudut pandang hukum apakah seorang anak dapat melaporkan orang tuanya ?
5. Bagaimana pendapat dari tim penulis mengenai hal tersebut ?

3
BAB 3

PEMBAHASAN
Banyak kasus yang melibatkan perseteruan antara anak kandung dengan orang
tuanya. Anak menempuh jalur hukum kepada orang tua lantaran berbagai persoalan baik
materi atau bukan materi. Hubungan sedarah pun sudah tidak ada artinya atau bahkan
dilupakan. Kasus anak memperkarakan orang tua kandung hingga ke polisi bahkan sampai di
meja hijau bukanlah hal yang baru terjadi.
3.1 Kronologi Anak Menggugat Orang Tua
Peristiwa berawal pada pertengahan Oktober 2012 lalu, saat Artija bersama anak
pertamanya Ismail serta cucunya Syafi’i bermaksud menebang pohon untuk keperluan
perbaikan rumah. Namun penebangan itu langsung ditanggapi negatif oleh Manisah, yang
juga adik kandung Ismail.
Manisah menuding Ismail dan anaknya mencuri batang pohon di atas sebidang tanah
yang diakui miliknya sesuai bukti akta jual beli yang ia pegang.
Belakangan diketahui, hubungan Manisah dan Ismail tak harmonis karena berebut hak waris
atas tanah tersebut. Ditambah Manisah memiliki bukti akta jual atas tanah itu.
Awalnya, Manisah hanya ingin mempolisikan Ismail dan anaknya dan tak bermaksud
memidanakan ibu kandung. Namun dalam pemeriksaan, nenek Artija mengaku jika yang
menyuruh menebang pohon itu adalah dirinya.
Kendati tidak sampai menjalani penahanan, para terlapor termasuk nenek Artija kini sudah
berstatus tersangka.5

3.2 Faktor Penyebab Anak Menggugat Orang Tua


1. Faktor pertama

5
Muhammad Ali, “Sedihnya Nenek Artija Dituduh Anak Curi 4 Batang Pohon”,
https://www.liputan6.com/news/read/538065/sedihnya-nenek-artija-dituduh-anak-curi-4-batang-pohon , (diakses 12 Maret
2021).

4
Penyebab anak menggugat orangtua adalah adanya permasalahan dalam keluarga
yang menjadi alasan bagi anak menggugat orangtua, permasalahan dalam keluarga ini timbul
karena ketentuan hukum yang telah ada dan berlaku secara nasional belum mampu
menyelesaikan berbagai persoalan keluarga yang terjadi secari komprehensif dalam rangka
memenuhi asas kemanfaatan dan keadilan, serta kepastian hukum sebagai tujuan dari hukum
itu sendiri. Selain permasalahan dalam keluarga.

2. Faktor kedua
Penyebab anak menggugat orangtua adalah karena ketentuan terkait kewajiban anak
kepada orangtua yang termuat dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan belum memberikan ketegasan yang menyatakan bahwa anak yang menggugat
orangtua termasuk pelanggaran terhadap ketentuan tersebut sehingga memungkinkan seorang
anak dapat menggugat orangtuanya sendiri.6

3.3 Tanggapan Psikologi dan Psikiater Mengenai Anak Menggugat Orang Tuanya
Pakar psikologi Untag Surabaya, Rr. Amanda Pasca Rini, menuturkan fenomena anak
menggugat orang tua itu disebabkan oleh rendahnya attachment behavior atau tingkah laku
lekat antara anak dan orang tua . "Ini merupakan suatu hubungan yang didukung oleh tingkah
laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut,"
tuturnya.
Kaprodi Magister Psikologi Untag Surabaya ini mengatakan, tingkah laku lekat harus
ditanamkan pada setiap keluarga agar fenomena anak gugat orang tua tidak terjadi. Karena
efek dari keluarga yang punya attcehment behavior adalah mendekatnya ibu pada anak,
bapak pada anak.
"Kedekakatan ini diharapkan untuk mendapatkan dan meningkatkan kedekatan
dengan ibu atau bapaknya," kata dia. Amanda melanjutkan, apabila ada kedekatan yang baik
di masa kanak-kanak hingga dewasa, maka otomatis keluarga menjadi lebih hangat dan lebih
guyub. 
Bahkan jika ada persoalanpun, bila ada kedekatan atau kelekatan atau attachment
behavior antara individu dengan seluruh anggota keluarganya, maka dapat diselesaikan
dengan tidak saling menyakiti. "Sebaliknya akan lebih didominasi oleh rasa saling
menyayangi dan menghormati peran masing-masing dalam keluarga," imbuhnya.
Ia menambahkan, pola kelekatan akan membentuk ketahanan keluarga. Setiap
anggota keluarga akan memahami peran masing-masing. Seorang anak paham perannya
6
Jurnal Privat Law Vol. VII No 2 Juli - Desember 2019 Kontradiksi antara Kewajiban Anak Kepada Orang tua, hlm. 286.

5
sebagai anak dan memposisikan bapak sebagai kepala rumah tangga yang mempunyai peran
berbeda dengan anak. "Ketahanan keluargapun terjaga. Sehingga tidak akan terjadi anak
menuntut orang tuanya," tegasnya.7
Sementara itu, Psikolog Rumah Sakit Elisabeth, Probowatie Tjondronegoro
mengatakan, kondisi tersebut dipicu buruknya komunikasi antara anak dengan orangtuanya.
"Terlepas dari kasusnya, hubungan antara orang tua dan anak secara normatif harus dekat,"
jelasnya kepada Suara.com - jaringan Ayosemarang, Jumat (22/1/2021). 
Probo menyayangkan jika komunikasi yang buruk berujung dengan pelaporan anak
kepada orangtuanya. Semeskinya, anak dengan orangtua membangun komunikasi yang baik.
"Maaf hewan saja tak seperti itu, kita kan punya akal budi. Jadi saya sarankan harus ada
mediasi," ujarnya. 
Untuk itu, dia menganjurkan pihak orangtua maupun anak untuk mediasi dan
menunjuk kerabat atau tokoh yang berpengaruh sebagai penjembatan komunikasi antara ibu
dan anak yang sedang bertikai. 
"Tunjuklah saudara, orang yang dituakan atau tokoh yang berpengaruh untuk
menjembatani komunikasi tersebut. Menurut saya ini ada komunikasi yang tersumbat,"
katanya.
Selain itu, lanjutnya, dapat dimungkinkan jika keputusan anak yang menggugat
ibunya itu karena ada pengaruh orang dari luar, semacam provokator. Menurutnya, segala
kemungkinan harus dilihat dulu. 
"Untuk permasalahan semacam ini tak bisa disimpulkan yang salah itu ibu atau
anaknya. Ini karena komunikasi yang tersumbat," imbuhnya. 
Kasus anak memperkarakan orangtua kandung hingga ke polisi bahkan sampai di
meja hijau bukan hal baru. Namun, kasus tersebut menjadi marak dalam era digital
informasi.8

Psikiater Teddy Hidayat menyatakan bahwa kasus anak menggugat orang tua tersebut
sangat berhubungan dengan lunturnya budi pekerti dan moralitas. Dimana dahulu orang
tua itu sangat dihormati dan menjadi pujaan, kini malah diperkarakan di pengadilan.

7
Alfi Dinihalq, “Kata Psikolog Soal Fenomena Anak Gugat Orang Tua, Kurang Tingkah Laku...”,
https://amp.wartaekonomi.co.id/berita325537/kata-psikolog-soal-fenomena-anak-gugat-orang-tua-kurang-tingkah-laku.,
(diakses 12 Maret 2021).
8
Fitria Rahmawati, “Fenomena Anak Gugat Orangtua, Ini Kata Psikolog!”,
https://amp.ayosemarang.com/read/2021/01/22/70813/fenomena-anak-gugat-orangtua-ini-kata-psikolog , (diakses 12 Maret
2021).

6
“Budi pekerti sekarang ini sudah luntur, bagiamana menghormati orang tua, sekarang
malah gara -gara harta, anak malah menggugat orang tua ke pengadilan,” ujarnya.
Menurut Teddy, kalau pun orang tua melakukan satu kesalahan, seharusnya dimaafkan
karena bagaimanapun dia itu yang melahirkan kita, membesarkan kita, mengurus hingga
membesarkan kita. Kini setelah anaknya dewasa, seharusnya membahagiakan orang tua atau
memberi kasih ke orang tua malah mempersoalkannya, lebih parahnya lagi persoalan itu
dibawa ke pengadilan.
“Inilah moralitas sebagai anak terlihat jelas, sudah tidak ada lagi perasaan ikatan batin
sebagai anak kepada orang tuanya,” katanya.
Lunturnya moralitas, menurut Teddy Hidayat akibat arus pertumbuhan teknologi
informasi yang begitu dahsyat dan tidak diimbangi peningkatan moralitas.
“Perbaikan moralitas berjalan lamban, sedangkan tenologi informasi begitu cepat. Inilah PR
kita semua, bagaimana mengembalikan moralitas anak bangsa supaya kembali terjaga,”
ujarnya.
Sementara itu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Gianti
Gunawan menyayangkan terjadi peristiwa anak menggugat orang tuaa. Apalagi orang tuanya
sudah berusia lanjut.
Menurut dia, secara psikologis, diusia lanjut, individu mengalami banyak penurunan,
baik dalam hal kesehatan, kekuatan, peran sosial dan penghasilan. Justru di usia inilah, orang
tua sangat memerlukan dukungan sosial, terutama dari keluarga terdekatnya, yaitu anak,
menantu dan cucu-cucunya.
“Bagi anak, masa ini merupakan masa yang tepat untuk membalas jasa orang tua.
Karena anak sudah berada pada usia dewasa, dimana mereka sudah mandiri, memiliki
pekerjaan, memiliki pasangan dan anak,” ujar Psikolog yang kini menempuh S3 ilmu
psikologi di UNPAD itu.
Secara psikolog, menurut Gianti, fenomena anak gugat orangtua itu bisa aja terjadi
dan diantaranya bisa disebabkan beberapa faktor. Seperti pola asuh yang salah, anak terlalu
dimanjakan, semua keinginannya dipenuhi (nyaah dulang- dalam bahasa sunda), akibatnya
anak memiliki toleransi yang rendah dan tidak bisa menahan keinginannya.  “Selain itu,
prilaku agresi/kekerasan yang dilihat dikehidupan kemudian ditiru,” ujarnya.
Kemudian menurut Gianti, bisa dipengaruhi lingkungan, seiring bertambahnya usia
anak, dia akan bertemu banyak orang dan bisa jadi tidak selalu memberikan pengaruh yang
positif. Baik dari teman maupun pasangan hidup. Sehingga ketika ada sedikit saja masalah

7
dengan orang tua atau keluarga, ia akan lebih percaya orang lain yang dianggap ada
dipihaknya, seperti pengaruh menantu.
Selanjutnya bisa dikarenakan gaya hidup hedonis saat ini seringkali membuat orang
terlena dan membuat menghalalkan segala cara untuk dapat menikmatinya. “Komunikasi
yang tidak berjalan dua arah secara memadai antara anak dan orang tua sehingga maksud
antara kedua belah pihak tidak diterima secara objektif dan terjadi kesalahpahaman,” ujarnya.
Tentu saja solusinya, menurut Gianti, salah satunya komunikasi, bagaimana ikatan
antara anak dan orang tua tidak ada kata “mantan” atau “blood thicker than water”. Dengan
begitu bila bersama sama duduk, berbicara dengan hati dan kepala dingin dikembalikan ke
“singgasana” masing-masing sesuai perannya sebagai anak dan Orang Tua, masalah akan
dapat terurai lebih jelas dari dua sudut pandang.
Solusi dicari bersama-sama dengan mengutamakan kepentingan dan kebahagiaan
orangtua. “Tentu saja tameng yang paling utama mendekatkan diri pada agama,” katanya.9
3.4 Sudut Pandang Hukum Mengenai Anak Menggugat Orang Tuanya
Kasus anak menggugat orang tua tidak hanya terjadi akhir-akhir ini. Fenomena anak
gugat orang tua ternyata kerap terjadi di Indonesia, baik yang masuk ke pengadilan ataupun
yang tidak masuk ranah pengadilan.
Menanggapi fenomena tersebut, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Dr.
Sonny Dewi Judiasih, M.H., C.N., mengatakan, secara norma anak tidak diperbolehkan
mengajukan gugatan ke orang tua. Tindakan ini tidak sejalan dengan norma yang ditetapkan
dalam Undang-undang Perkawinan.
Sonny menjelaskan, UU Perkawinan mewajibkan seorang anak untuk menghormati
orang tua serta wajib memelihara jika anak sudah dewasa, berdasarkan Pasal 46 Ayat 1 dan 2.
Karena itu, fenomena kasus anak gugat orang tua merupakan contoh dari ketidaksesuaian
norma dari UU Perkawinan.
Namun berbeda jika gugatan dilayangkan terkait kekerasan atau penelantaran yang
dilakukan orang tua. Sonny menjelaskan, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebut bahwa orang tua dilarang melakukan 4 jenis
pelanggaran kekerasan dalam rumah tangga, yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga
penelantaran rumah tangga.

9
Yedi Supriadi, “Fenomena Anak Gugat Orang Tua ke Pengadilan, Bukti Lunturnya Moralitas”, https://www.pikiran-
rakyat.com/bandung-raya/pr-01293982/fenomena-anak-gugat-orang-tua-ke-pengadilan-bukti-lunturnya-moralitas-420181?
page=2 , (diakses 12 Maret 2021).

8
Dalam kasus ini, korban berhak mendapatkan pendampingan dan perlindungan secara
hukum. UU ini berlaku bagi anak dengan kategori belum berusia 18 tahun serta belum pernah
menikah.10
3.5 Pendapat Tim Penulis Mengenai Seorang Anak Menggugat Orang Tuanya
Menurut pendapat kami sebagai tim penulis sangat menyayangkan kejadian seperti
itu, seorang anak menggugat orang tua kandungnya sendiri sampai ke pengadilan.
Seharusnya dapat direnungkan dan dipikirkan kembali, apakah menggugat orang tua harus
dilakukan. Sepertinya tidak seharusnya seorang anak menuntut orang tuanya yang sudah
melahirkan, mengasuh, memberi kasih sayang, dan merawatnya sampai besar.
Dan jika dilihat kasus tersebut termasuk kedalam kasus yang sepele atau ringan
harusnya dapat diselesaikan dengan cara mediasi antara si anak dan orang tuanya dengan
menunjuk kerabat atau tokoh yang berpengaruh sebagai penghubung komunikasi antara ibu
dan anak yang sedang bertikai.

10
Arif Maulana, “Kasus Anak Gugat Orang Tua Merupakan Pelanggaran Norma”. https://www.unpad.ac.id , (diakses 12
Maret 2021).

9
BAB 4

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hukum adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang yang sifatnya
memaksa atau mengikat dan jika dilanggar akan dikenakan sanksi, dengan tujuan untuk
mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan dan mencegah terjadinya
kekacauan.
Dalam kasus pelaporan anak terhadap orangnya, hubungan yang lekat antara anak dan
orang tua itu sangatlah penting, karena untuk meningkatkan pendekatan agar perselisihan bisa
diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan diantara keduanya tidak berujung ke ranah
Hukum.
Secara kesulurahan dalam sudut pandang Hukum anak tidak diperbolehkan untuk
menggugat orang tuanya karena tindakan ini tidak sesuai yang di tetapkan dalam UU
perkawinan. Dan dalam UU perkawinan seorang anak harus menghormati orang tuanya.
4.2 Saran

Seharusnya sebagai anak harus menghormati kepada kedua orang tuanya. dan
pendeketan orang tua terhadap anak, pada saat masih kanak kanak itu bisa membuat lebih
baik dan harmonis dalam berkeluarga kelak pada saat anak tumbuh menjadi dewasa nanti.

Kami menyadari jika makalah ini masih banyak sekali memiliki kekurangan yang
jauh dari kata sempurna. oleh karena itu, kami mengharapkan adanya suatu kritik dan saran
mengenai pembahasan makalah diatas yang kami buat.

10
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani, Ni Ketut Sari. 2015. Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ali, Muhammad. “Sedihnya Nenek Artija Dituduh Anak Curi 4 Batang Pohon”, Tersedia di
https://www.liputan6.com/news/read/538065/sedihnya-nenek-artija-dituduh-anak-curi-
4-batang-pohon (diakses pada tanggal 12 Maret 2021).

Az Yahyanto, Santoso Lukman. 2016. Pengantar Ilmu Hukum. Malang: Setara Press.

Dinihalq, Alfi. “Kata Psikolog Soal Fenomena Anak Gugat Orang Tua, Kurang Tingkah
Laku...”, Tersedia di https://amp.wartaekonomi.co.id/berita325537/kata-psikolog-soal-
fenomena-anak-gugat-orang-tua-kurang-tingkah-laku (diakses 12 Maret 2021).

Djamali, Abdoel R. 2019. Pengantar Hukum Indonesia. Depok: Rajawali Pers.

Jurnal Privat Law. Kontradiksi antara Kewajiban Anak Kepada Orangtua. Vol. VII No 2.
Juli - Desember 2019.

Maulana, Arif. “Kasus Anak Gugat Orang Tua Merupakan Pelanggaran Norma”. Tersedia di
https://www.unpad.ac.id (diakses pada tanggal 12 Maret 2021).

Rahmawati, Fitria. “Fenomena Anak Gugat Orangtua, Ini Kata Psikolog!”. Tersedia di
https://amp.ayosemarang.com/read/2021/01/22/70813/fenomena-anak-gugat-orangtua-
ini-kata-psikolog (diakses pada tanggal 12 Maret 2021).

Supriadi, Yedi. “Fenomena Anak Gugat Orang Tua ke Pengadilan, Bukti Lunturnya
Moralitas”. Tersedia di https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-
01293982/fenomena-anak-gugat-orang-tua-ke-pengadilan-bukti-lunturnya-moralitas-
420181?page=2 (diakses pada tanggal 12 Maret 2021).

11

Anda mungkin juga menyukai