Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK

KAWIN HAMIL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Pengantar

Hukum Keluarga pada Program Studi Hukum Keluarga Islam Semester 2

OLEH:
KELOMPOK 2
HKI 4

NAMA : HAPIS MIRSA SYAM 742302019105


M. ARIF 742302019117
HIDAYAH 742302019109
A. OGING ARSALUL PRATAMA 742302019118
MICOH CHANRA WIRA TAMA 742302019113
AKMALUDDIN SYAM 742302019120

FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

2020
i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Kawin Hamil ................................................................................ 3

B. Faktor yang Melatarbelakangi Kehamilan Pranikah dan kelahiran

Anak di Luar Kawin .................................................................... 4


C. Status Nasab Anak yang Lahir dari Pernikahan Kawin Hamil .... 5

D. Kawin Hamil dalam HKI ............................................................. 6

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN .............................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 10

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring salam semoga selalu

tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad SAW. Keluarga, sahabat dan

seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas ajarannya hingga akhir kiamat.

Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karunianyalah penulis dapat

menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kawin Hamil” dengan tepat waktu.

Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar

Program Studi Hukum Keluarga Islam Institut Agama Islam Negeri Bone (IAIN Bone).

Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula, taka da karya yang sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran daripembaca untuk kemajuan makalah ini di

masa mendatang. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata

kuliah Pengantar Hukum Keluarga yang telah memberikan materi perkuliahan serta

arahannya dan penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bone, 10 April 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pensyari‟atan perkawinan memiliki tujuan antara lain untuk berketurunan
(memiliki anak) yang baik, memelihara nasab, menghindarkan diri dari penyakit

dan menciptakan kaluarga yang sakinah. Sebagaimana firman Allah swt QS. ar-

Rum (30): 21

‫اج ا لِتَ ْس ُك نُوا إِلَيْ َه ا َو َج عَ لَ بَ يْ نَ ُك ْم‬


ً ‫أَز َو‬ْ ‫آَي تِهِ أَ ْن َخ لَ َق لَكُ ْم ِم ْن أَنْ فُ ِس كُ ْم‬ ِ
َ ‫َوم ْن‬
‫يَ تَ فَ َّك ُرو َن‬ ‫ت لِقَ ْوٍم‬
ٍ ‫ك ََل َي‬ ِ َٰ ِ
َ َ ‫مَ َودَّ ةً َو َر ْْحَةً ۚ إ َّن ِِف ذَ ل‬
Terjemahnya:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya adalah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendri supaya kamu cenderung dan merasa tentram

kepdanya, dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikin itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berfikir.”

Salah satu hal yang dapat ditimbulkan dengan perkembangan zaman yakni
pergaulan bebas antara muda-mudi merajalela, dimasyarakat adanya hidup

bersama antara seorang pria dan wanita tanpa adanya ikatan perkawinan, baik

secara agama maupun Negara. Dan tentu hal ini akan menimbulkan hal-hal yang

negatif seperti hubungan sex luar nikah bahkan hamil luar nikah. Jika sudah
terjadi seperti demikian, maka akan banyak dampak yang ditimbulkan khususnya

status perkawinan bagi si perempuan maupun anak yang dilahirkannya, status

nasab anak yang dikandung oleh wanita tersebut juga tidak jelas.

2
Oleh karena itu, status kawin hamil ini sangat penting untuk dikaji lebih
mendalam, baik itu dari perspektif hukum positif maupun hukum Islam, sehingga

jelas status perkawinan bagi orang yang hamil sebelum terjadinya perkawinan

begitupula dengan status anak yang di lahirkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kawin Hamil ?

2. Faktor Apa Saja yang Melatarbelakangi Kehamilan Pranikah dan kelahiran


Anak di Luar Kawin ?

3. Bagaimana Status Nasab Anak yang Lahir dari Pernikahan Kawin Hamil
4. Bagaimana Perspektif Kawin Hamil dalam HKI ?

C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan Kawin Hami.

2. Untuk Mengetahui Faktor yang Melatarbelakangi Kehamilan Pranikah dan

kelahiran Anak di Luar Kawin.

3. Untuk Mengetahui Status Nasab Anak yang Lahir dari Pernikahan Kawin

Hamil.

4. Untuk mengetahui Perspektif Kawin Hamil dalam HKI.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kawin Hamil

Perkawinan atau yang dalam bahasa Arab disebut pernikahan adalah suatu

akad yang mengandung diperbolehkannya wathi‟ (hubungan badan) dengan lafadz


nikah atau tazwij atau terjemahannya.1 Pernikahan merupakan sunnatullah yang

umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan dan

tumbuh-tumbuhan. Ia adalah salah satu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai

jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya.

Perkawinan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak


dan kewajiban serta bertolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.2

Perkawinan disebut sebagai ikatan lahir batin, karena perkawinan

bukanlah hal yang dapat dianggap sebagai permainan. Perkawinan memiliki

tanggungjawab yang amat besar. Didalamnya terdapat perjanjian antara suami dan
istri yang masing-masing memikul kewajiban dan hak yang harus dijalankan.

Substansi yang terkandung didalamnya adalah menaati perintah Allah dan Rasul-

Nya, yaitu mendatangkan kemashlahatan baik bagi pelaku perkawinan itu sendiri

(suami istri), anak cucu, kerabat maupun masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan

bukan hanya kebutuhan internal antara kedua belah pihak, akan tetapi juga faktor
eksternal yang melibatkan banyak pihak

UU No. 1 tahun 1974 perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

1
Sayyid Ahmad Bin Umar Al Syathiry Al „Alawy Al Husainy Al Tarimy, Al Yaqut An Nafis Fi
Madzhabi Ibni Idris, Surabaya : Al Hidayah, h. 141
2
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta: At Tahiriyah, 1976, h. 355

4
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.3

Kata hamil berasal dari kata haml atau kandungan. Secara lahir berarti

muatan yang berat (him) dan secara batin (tidak tampak) berarti kandungan yang

ada didalam (haml). Hamil berarti keadaan seorang wanita yang mengandung

anak atau janin di dalam rahimnya setelah terjadi pembuahan dalam Rahim akibat
hubungan seksual (wat’i).4 Maka, kawin hamil dapat diartikan sebagai suatu

pernikahan yang telah didahului oleh kehamilan pengantin wanita sebelum

dilakukan akad nikah, baik dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan

laki-laki lain yang tidak menghamilinya.

B. Faktor yang Melatarbelakangi Kehamilan Pranikah dan Kelahiran Anak


Di Luar Kawin
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kehamilan pranikah dan

kelahiran anak di luar kawin, antara lain:5

1. Karena usia pelaku masih di bawah batas usia yang diizinkan untuk

melangsungkan perkawinan.

2. Karena belum siap secara ekonomi untuk melangsungkan perkawinan.


3. Karena perbedaan keyakinan dan kepercayaan

4. Karena akibat dari tindak pidana (pemerkosaan).

5. Karena tidak mendapat restu orang tua

6. Karena laki-laki terikat perkawinan dengan wanita lain dan tidak mendapat

izin untuk melakukan poligami.

7. Karena pergaulan seks bebas (free sex)

3
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013, h. 55.
4
Abdul Azis Dahlan, dkk., “Artikel Hamil” dalam Eksiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997, h. 507.
5
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2016, h. 89

5
8. Karena prostitusi/perdagangan jasa seksual.

C. Status Nasab Anak yang Lahir dari Pernikahan Kawin Hamil

Islam secara tegas telah menyatakan tentang larangan mendekati zina.

Larangan tersebut diberlakukan karena efek dari zina adalah mengarah pada

pengkaburan keturunan. Termasuk dalam kategori jalan pengkaburan tersebut

adalah pengabsahan anak melalui nikah hamil. Hal ini karena tidak semua yang

menikahi wanita itu adalah laki-laki yang menghamilinya. Kalaupun yang


menikahi itu adalah yang menghamilinya, namun konsepsi janin itu terjadi

sebelum pernikahannya, sehingga anak tersebut tetap dianggap anak zina.6

Dalam konsep Islam, definisi anak sah itu didasarkan pada saat terjadinya

konsepsi janin dalam rahim ibunya. Konsepsi tersebut terjadi setelah pernikahan

ayah dan ibunya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa anak sah adalah anak
yang lahir sebagai akibat dari adanya pernikahan.7 Konsep Islam ini berbeda

dengan konsep yang ditawarkan oleh Kompilasi Hukum Islam dan Undang-

Undang Perkawinan. Dalam KHI pasal 99 disebutkan anak yang sah adalah:

 Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.


 Hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh
istri tersebut.

Ada beberapa pendapat mengenai status nasab anak yang lahir dari
pernikahan kawin hamil, antara lain:

1. Jika yang dinikahi wanita tersebut bukan laki-laki yang menghamilinya, maka

status anak adalah anak zina.

6
Musthafa Rahman, Anak Luar Nikah Status Dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja,2003,
h.. 25.
7
Musthafa Rahman, Anak Luar Nikah Status Dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja,2003,
h.. 45-54.

5
2. Jika yang menikahi wanita tersebut adalah lai-laki yang menghamilinya,
terjadi perbedaan pendapat yaitu:

a. Bayi itu termasuk anak zina, bila ibunya dinikahi setelah usia kandungan

berumur 4 bulan ke atas dan bila kurang dari 4 bulan maka bayi tersebut

adalah anak dari suami yang sah.

b. Bayi tersebut termasuk anak zina karena anak itu adalah anak di luar nikah
walaupun dilihat dari segi bahasa bahwa anak itu anak hasil dari sperma

dan ovum bapak dan ibunya.8

D. Kawin Hamil dalam KHI

Dalam kompilasi hukum Islam, telah mengatur persoalan perkawinan

dengan wanita hamil dalam pasal 53, yaitu:

1. Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang

menghamilinya.

2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut dalam ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak

diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.9

Berdasarkan penjelasan di atas sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-

Nur: 3
‫ان أ َ ْو ُم ْش ِركٌ ۚ َو ُح ِ ّر َم َٰذَلِكَ َعلَى‬ َّ ‫ٱلساوِى ََل يَى ِك ُح إِ ََّل زَ اوِيَةً أ َ ْو ُم ْش ِر َكةً َو‬
ٍ َ‫ٱلساوِيَةُ ََل يَى ِك ُح َها ٓ إِ ََّل ز‬ َّ
َ‫ْٱل ُمؤْ ِمىِيه‬

Terjemahnya: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang


berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang

8
Ghazaly, abd. Rahman. Fiqh Munakat, Jakarta:Kencana, 2003.
9
Citra Umbara, UU R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam,
Bandung: Citra Umbara, 2012, h. 338.

6
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-
laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orangorang yang

mukmin.

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa wanita hamil di luar nikah lebih

pantas kawin dengan laki-laki yang menghamilinya. Selain itu, ayat di atas

sekaligus mengindikasikan bahwa larangan laki-laki yang baik-baik untuk


menikahi mereka.10

Pada dasarnya, pendefinitifan kebolehan kawin hamil yang diatur dalam

KHI sedikit banyak beranjak dari pendekatan kompromistis dengan hukum adat.

Kompromi ini, ditinjau dari kenyataan terjadinya ikhtilaf dalam ajaran fikih

dihubungkan pula dengan faktor sosiologis dan psikologis. Berdasarkan asas


istishlah, dari penggabungan faktor ikhtilaf dan „urf perumusan KHI berpendapat:

lebih besar mashlahah membolehkan kawin hamil daripada melarangnya.11

Mengenai pasal 53 KHI tersebut tidak memberikan sanksi atau hukuman

bagi pezina, melainkan justru memberi solusi kepada seseorang yang hamil akibat

perzinaan itu untuk segera melangsungkan perkawinan. Tidak jarang pula


pernikahan itu dilakukan pada saat perempuan tersebut sedang hamil karena

hubungan zina. Tujuannya pun bermacam-macam. Adakalanya untuk menutupi

aib keluarga perempuan tersebut. Atau juga keluarga perempuan tersebut tajut

laki-laki yang menghamilinya akan kabur dan tidak bertanggungjawab. Karena

tidak jarang laki-laki yang menghamili seorang perempuan di luar nikah akan
melarikan diri untuk melepaskan tanggungjawabnya.12

10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 1997, h. 165
11
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2016, h. 92
12
Muhammad Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja renda
Media Grup, 2006, h. 253-254

7
Padahal dalam fiqh dijelaskan perihal hukuman terhadap pelaku zina,
diantaranya: jika pelaku zina itu sudah menikah (zina muhsan) hukumannya

adalah didera seratus kali kemudian dirajam. Bagi pelaku zina yang belum

menikah (zina ghairu muhsan) hukumannya adalah didera seratus kali dan

kemudian diasingkan ketempat lain selama satu tahun.13

Dalam Komplikasi Hukum Islam (kumpulan keputusan hukum islam yang


diputuskan oleh Departemen agama Republik Indonesia dan disetujui oleh Ulama

Indonesia) pada pasal 53 dijelaskan tentang kebolehan melangsungkan

perkawinan bagi perempuan yang hamil di luar nikah dengan pria yang

menghamilinya. Ketentuan dalam KHI tersebut sama sekali tidak menggugurkan

status zina bagi pelakunya, meskipun terjadi kehamilan di luar nikah. Dalam UU
No. 1/1974 pasal 42 tentang perkawinan dan Komplikasi Hukum Islam pasal 99

menyebutkan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam ikatan

perkawinan sah. Namun dalam pasal 100 Komplikasi Hukum Islam disebutkan

bahwa anak yang lahir dilur perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab

dengan ibunya dan keluarga ibunya.14

13
Muhammad imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, ter. Adib Bisri Musrhafa, Semarang:
Asy- Syifa, 1994, h. 550
14
Zuhdi A. Muhdlor, Memahami Hukum Islam, Bandung: al-Bayyan, 1995, h. 59.

8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1. kawin hamil dapat diartikan sebagai suatu pernikahan yang telah didahului
oleh kehamilan pengantin wanita sebelum dilakukan akad nikah, baik
dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan laki-laki lain yang
tidak menghamilinya.
2. Beberapa faktor yang melatarbelakangi kehamilan pranikah dan kelahiran
anak di luar kawin, antara lain; Karena usia pelaku masih di bawah batas
usia yang diizinkan untuk melangsungkan perkawinan, karena pergaulan
seks bebas (free sex), karena perbedaan keyakinan dan kepercayaan,
karena akibat dari tindak pidana (pemerkosaan), dan lain sebagaibya.
3. Ada beberapa pendapat mengenai status nasab anak yang lahir dari
pernikahan kawin hamil, antara lain: Jika yang dinikahi wanita tersebut
bukan laki-laki yang menghamilinya, maka status anak adalah anak zina.
Jika yang menikahi wanita tersebut adalah lai-laki yang menghamilinya,
terjadi perbedaan pendapat yaitu; Bayi itu termasuk anak zina, bila ibunya
dinikahi setelah usia kandungan berumur 4 bulan ke atas dan bila kurang
dari 4 bulan maka bayi tersebut adalah anak dari suami yang sah. Bayi
tersebut termasuk anak zina karena anak itu adalah anak di luar nikah
walaupun dilihat dari segi bahasa bahwa anak itu anak hasil dari sperma
dan ovum bapak dan ibunya.
4. Dalam kompilasi hukum Islam, telah mengatur persoalan perkawinan
dengan wanita hamil dalam pasal 53, yaitu: (1) Seorang wanita hamil di
luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. (2)
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut dalam ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. (3)
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

9
DAFTAR PUSTAKA
Al Tarimy, Sayyid Ahmad Bin Umar Al Syathiry Al „Alawy Al Husainy.

Al Yaqut An Nafis Fi Madzhabi Ibni Idris, Surabaya : Al Hidayah.

Asy-Syaukani, Muhammad imam. Nailul Authar, ter. Adib Bisri Musrhafa, Semarang:
Asy-Syifa, 1994.

Dahlan, Abdul Azis dkk., “Artikel Hamil” dalam Eksiklopedi Hukum Islam, Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Hasan, Muhammad Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja
renda Media Grup, 2006.

Mardani. Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2016.


Rahman, Musthafa. Anak Luar Nikah Status Dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja,
2003. Ghazaly, abd. Rahman. Fiqh Munakat, Jakarta: Kencana, 2003.

Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam, Jakarta: At Tahiriyah, 1976.

Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada,


Umbara, Citr. UU R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum
Islam, Bandung: Citra Umbara, 2012.

Muhdlor, Zuhdi A. Memahami Hukum Islam, Bandung: al-Bayyan, 1995.

10

Anda mungkin juga menyukai