Makalah Kawin Hamil-Kelompok 2 Hki 4
Makalah Kawin Hamil-Kelompok 2 Hki 4
KAWIN HAMIL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah Pengantar
OLEH:
KELOMPOK 2
HKI 4
2020
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
C. Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kawin Hamil ................................................................................ 3
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad SAW. Keluarga, sahabat dan
seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas ajarannya hingga akhir kiamat.
Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karunianyalah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kawin Hamil” dengan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar
Program Studi Hukum Keluarga Islam Institut Agama Islam Negeri Bone (IAIN Bone).
Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula, taka da karya yang sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran daripembaca untuk kemajuan makalah ini di
masa mendatang. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata
kuliah Pengantar Hukum Keluarga yang telah memberikan materi perkuliahan serta
arahannya dan penulis berharap makalah ini berguna bagi kita semua Aamiin.
1
BAB I
PENDAHULUAN
dan menciptakan kaluarga yang sakinah. Sebagaimana firman Allah swt QS. ar-
Rum (30): 21
Sesungguhnya pada yang demikin itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.”
Salah satu hal yang dapat ditimbulkan dengan perkembangan zaman yakni
pergaulan bebas antara muda-mudi merajalela, dimasyarakat adanya hidup
bersama antara seorang pria dan wanita tanpa adanya ikatan perkawinan, baik
secara agama maupun Negara. Dan tentu hal ini akan menimbulkan hal-hal yang
negatif seperti hubungan sex luar nikah bahkan hamil luar nikah. Jika sudah
terjadi seperti demikian, maka akan banyak dampak yang ditimbulkan khususnya
nasab anak yang dikandung oleh wanita tersebut juga tidak jelas.
2
Oleh karena itu, status kawin hamil ini sangat penting untuk dikaji lebih
mendalam, baik itu dari perspektif hukum positif maupun hukum Islam, sehingga
jelas status perkawinan bagi orang yang hamil sebelum terjadinya perkawinan
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kawin Hamil ?
3. Bagaimana Status Nasab Anak yang Lahir dari Pernikahan Kawin Hamil
4. Bagaimana Perspektif Kawin Hamil dalam HKI ?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan Kawin Hami.
3. Untuk Mengetahui Status Nasab Anak yang Lahir dari Pernikahan Kawin
Hamil.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kawin Hamil
Perkawinan atau yang dalam bahasa Arab disebut pernikahan adalah suatu
umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Ia adalah salah satu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai
tanggungjawab yang amat besar. Didalamnya terdapat perjanjian antara suami dan
istri yang masing-masing memikul kewajiban dan hak yang harus dijalankan.
Substansi yang terkandung didalamnya adalah menaati perintah Allah dan Rasul-
Nya, yaitu mendatangkan kemashlahatan baik bagi pelaku perkawinan itu sendiri
(suami istri), anak cucu, kerabat maupun masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan
bukan hanya kebutuhan internal antara kedua belah pihak, akan tetapi juga faktor
eksternal yang melibatkan banyak pihak
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
1
Sayyid Ahmad Bin Umar Al Syathiry Al „Alawy Al Husainy Al Tarimy, Al Yaqut An Nafis Fi
Madzhabi Ibni Idris, Surabaya : Al Hidayah, h. 141
2
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta: At Tahiriyah, 1976, h. 355
4
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.3
Kata hamil berasal dari kata haml atau kandungan. Secara lahir berarti
muatan yang berat (him) dan secara batin (tidak tampak) berarti kandungan yang
ada didalam (haml). Hamil berarti keadaan seorang wanita yang mengandung
anak atau janin di dalam rahimnya setelah terjadi pembuahan dalam Rahim akibat
hubungan seksual (wat’i).4 Maka, kawin hamil dapat diartikan sebagai suatu
dilakukan akad nikah, baik dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan
1. Karena usia pelaku masih di bawah batas usia yang diizinkan untuk
melangsungkan perkawinan.
6. Karena laki-laki terikat perkawinan dengan wanita lain dan tidak mendapat
3
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013, h. 55.
4
Abdul Azis Dahlan, dkk., “Artikel Hamil” dalam Eksiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997, h. 507.
5
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2016, h. 89
5
8. Karena prostitusi/perdagangan jasa seksual.
Larangan tersebut diberlakukan karena efek dari zina adalah mengarah pada
adalah pengabsahan anak melalui nikah hamil. Hal ini karena tidak semua yang
Dalam konsep Islam, definisi anak sah itu didasarkan pada saat terjadinya
konsepsi janin dalam rahim ibunya. Konsepsi tersebut terjadi setelah pernikahan
ayah dan ibunya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa anak sah adalah anak
yang lahir sebagai akibat dari adanya pernikahan.7 Konsep Islam ini berbeda
dengan konsep yang ditawarkan oleh Kompilasi Hukum Islam dan Undang-
Undang Perkawinan. Dalam KHI pasal 99 disebutkan anak yang sah adalah:
Ada beberapa pendapat mengenai status nasab anak yang lahir dari
pernikahan kawin hamil, antara lain:
1. Jika yang dinikahi wanita tersebut bukan laki-laki yang menghamilinya, maka
6
Musthafa Rahman, Anak Luar Nikah Status Dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja,2003,
h.. 25.
7
Musthafa Rahman, Anak Luar Nikah Status Dan Implikasi Hukumnya, Jakarta: Atmaja,2003,
h.. 45-54.
5
2. Jika yang menikahi wanita tersebut adalah lai-laki yang menghamilinya,
terjadi perbedaan pendapat yaitu:
a. Bayi itu termasuk anak zina, bila ibunya dinikahi setelah usia kandungan
berumur 4 bulan ke atas dan bila kurang dari 4 bulan maka bayi tersebut
b. Bayi tersebut termasuk anak zina karena anak itu adalah anak di luar nikah
walaupun dilihat dari segi bahasa bahwa anak itu anak hasil dari sperma
1. Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut dalam ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
Berdasarkan penjelasan di atas sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-
Nur: 3
ان أ َ ْو ُم ْش ِركٌ ۚ َو ُح ِ ّر َم َٰذَلِكَ َعلَى َّ ٱلساوِى ََل يَى ِك ُح إِ ََّل زَ اوِيَةً أ َ ْو ُم ْش ِر َكةً َو
ٍ َٱلساوِيَةُ ََل يَى ِك ُح َها ٓ إِ ََّل ز َّ
َْٱل ُمؤْ ِمىِيه
8
Ghazaly, abd. Rahman. Fiqh Munakat, Jakarta:Kencana, 2003.
9
Citra Umbara, UU R.I. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam,
Bandung: Citra Umbara, 2012, h. 338.
6
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-
laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orangorang yang
mukmin.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa wanita hamil di luar nikah lebih
pantas kawin dengan laki-laki yang menghamilinya. Selain itu, ayat di atas
KHI sedikit banyak beranjak dari pendekatan kompromistis dengan hukum adat.
Kompromi ini, ditinjau dari kenyataan terjadinya ikhtilaf dalam ajaran fikih
bagi pezina, melainkan justru memberi solusi kepada seseorang yang hamil akibat
aib keluarga perempuan tersebut. Atau juga keluarga perempuan tersebut tajut
tidak jarang laki-laki yang menghamili seorang perempuan di luar nikah akan
melarikan diri untuk melepaskan tanggungjawabnya.12
10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 1997, h. 165
11
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2016, h. 92
12
Muhammad Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja renda
Media Grup, 2006, h. 253-254
7
Padahal dalam fiqh dijelaskan perihal hukuman terhadap pelaku zina,
diantaranya: jika pelaku zina itu sudah menikah (zina muhsan) hukumannya
adalah didera seratus kali kemudian dirajam. Bagi pelaku zina yang belum
menikah (zina ghairu muhsan) hukumannya adalah didera seratus kali dan
perkawinan bagi perempuan yang hamil di luar nikah dengan pria yang
status zina bagi pelakunya, meskipun terjadi kehamilan di luar nikah. Dalam UU
No. 1/1974 pasal 42 tentang perkawinan dan Komplikasi Hukum Islam pasal 99
menyebutkan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam ikatan
perkawinan sah. Namun dalam pasal 100 Komplikasi Hukum Islam disebutkan
bahwa anak yang lahir dilur perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab
13
Muhammad imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, ter. Adib Bisri Musrhafa, Semarang:
Asy- Syifa, 1994, h. 550
14
Zuhdi A. Muhdlor, Memahami Hukum Islam, Bandung: al-Bayyan, 1995, h. 59.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. kawin hamil dapat diartikan sebagai suatu pernikahan yang telah didahului
oleh kehamilan pengantin wanita sebelum dilakukan akad nikah, baik
dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan laki-laki lain yang
tidak menghamilinya.
2. Beberapa faktor yang melatarbelakangi kehamilan pranikah dan kelahiran
anak di luar kawin, antara lain; Karena usia pelaku masih di bawah batas
usia yang diizinkan untuk melangsungkan perkawinan, karena pergaulan
seks bebas (free sex), karena perbedaan keyakinan dan kepercayaan,
karena akibat dari tindak pidana (pemerkosaan), dan lain sebagaibya.
3. Ada beberapa pendapat mengenai status nasab anak yang lahir dari
pernikahan kawin hamil, antara lain: Jika yang dinikahi wanita tersebut
bukan laki-laki yang menghamilinya, maka status anak adalah anak zina.
Jika yang menikahi wanita tersebut adalah lai-laki yang menghamilinya,
terjadi perbedaan pendapat yaitu; Bayi itu termasuk anak zina, bila ibunya
dinikahi setelah usia kandungan berumur 4 bulan ke atas dan bila kurang
dari 4 bulan maka bayi tersebut adalah anak dari suami yang sah. Bayi
tersebut termasuk anak zina karena anak itu adalah anak di luar nikah
walaupun dilihat dari segi bahasa bahwa anak itu anak hasil dari sperma
dan ovum bapak dan ibunya.
4. Dalam kompilasi hukum Islam, telah mengatur persoalan perkawinan
dengan wanita hamil dalam pasal 53, yaitu: (1) Seorang wanita hamil di
luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. (2)
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut dalam ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. (3)
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
9
DAFTAR PUSTAKA
Al Tarimy, Sayyid Ahmad Bin Umar Al Syathiry Al „Alawy Al Husainy.
Asy-Syaukani, Muhammad imam. Nailul Authar, ter. Adib Bisri Musrhafa, Semarang:
Asy-Syifa, 1994.
Dahlan, Abdul Azis dkk., “Artikel Hamil” dalam Eksiklopedi Hukum Islam, Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Hasan, Muhammad Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja
renda Media Grup, 2006.
10