ASRORUL MUFIDAH
182002003
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan
ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS).
Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran atau selaput yang melapisi otak
dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun
jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak
(Wordpress. 2009)
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput
yang melpaisi otak dan medula spinalis, dapat disebabkan oleh berbagai organisme
seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah
kedalam cairan otak (Black & Hawk.2005)
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis.
Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti
Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau Osteomielitis. Meningitis bakterial
adalah inflamasi arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa
disebut Leptomeningitis adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan
subarakhnoid (Lippincott Williams & Wilkins.2012)
C. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri
lebih berbahaya..
1. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis. Beberapa di
antaranya:
a) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis bakteri
meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah ada vaksin
yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal bakteri..
b) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung
mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan tubuh
mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya.
c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa terkena
meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
d) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang
anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.
e) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka
penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan
kekebalan yang ditekan.
Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab meningitis meliputi:
2. Transmisi infeksi
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang biasanya melalui
kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan karena pasien berada dekat
dari orang yang terinfeksi melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti,
sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak
dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun, dalam kebanyakan kasus
hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga tengah (otitis media).
Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat mengembangkan infeksi lebih
parah seperti meningitis.
4. Transmisi HIV
Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan orang terinfeksi
dan yang terkena ketika orang bersin dan batuk. Mencuci tangan setelah terkontaminasi
dengan virus-misalnya, setelah menyentuh permukaan atau objek yang memiliki virus di
atasnya dapat mencegah penyebaran.
D. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia
dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis
media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga
terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi
kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan
arkhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel
plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal
tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
(Universitas Sumatra Utara)
E. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena
adanya infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu. (Harsono.
2007)
F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot
– otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap
kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda
kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan dari infeksi dan
peningkatan TIK
1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
2. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi
dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit individu terhadap
proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma.
3. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang umumnya
terlihat pada semua tipe meningitis.
4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
5. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.
6. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul;
bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
7. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK
sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan
karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan
tidak teratur, sakit kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran.
9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe
meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi
purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus,
dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura
ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah
serangan infeksi.
11. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada
cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan secara
luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan serebrosnal
dan urine.
H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a) Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif atau negatif bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
(Harsono. 2007).
b) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri.
Tanda kernig positif atau negatif bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135
( kaki tidak dapat diekstensi sempurna) disertai spasme otot pada biasanya diikuti rasa
nyeri. (Harsono. 2007).
c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepada dengan
cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif atau negatif bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. (Harsono. 2007).
d) Pemeriksaan tanda Brudzinski II (Brudzinski kontra lateral tungkai)
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif atau negatif bila pada
pemeriksaa terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
(Harsono. 2007)
3) Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur.
a) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada
meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
4) Pemeriksaan radiologi
a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan mastoid,sinus
paranasal) dan foto dada.
b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki
dilakukan CT Scan.
(Harsono. 2007)
I. Penatalaksanaan Medis
Terapi Konservatif/Medikal
1) Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan
lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab. Berikut
ini pilihan antibiotika atas dasar umur
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan
antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan
dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respon gejala klinis kemungkinan akan
menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil
kultur CSF akan menjadi negatif.
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai
bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan
meningitis meliputi: Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke
ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat
atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif
digunakan.
Pengobatan simtomatis:
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB,
atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3
x sehari.
2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume
cairan intravena
2) Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan
penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh
karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid
sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada
herniasi yang mengancam dan menimbukan defisit neurologik fokal. Label et al (1988)
melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bakterial
karena H.Influenzae dan mendapat terapi deksamehtason 0,15 Mg/kgBB/x tiap enam jam
selama 4hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada pemeriksaan
24jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF, peningkatan kadar glukosa CSF
dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala
sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason
adalah lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995), menganjurkan
pemberian deksamethason hanya pda penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita
dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial tinggi. Hal
ini mengingat efek samping penggunaan deksamethason yang cukup banyak seperti
perdarahan traktus gastrointestinal, penurunan fungsi imun selular sehingga menjadi
peka terhadap patogen lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.
3) Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan
mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan patologik dimastoid.
Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk
memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi
bakteti.
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein
ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika broad
spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya akan
memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis
media. (Majalah Kedokteran Nusantara Vol.3.2006)
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan refleks batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
c. Guedel airway
2. Breathing
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu apas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan yang seringdidapatkan pada klien meningitis disertai
adanya gangguan pada sistempernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat
deformitas
pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang terjadi pada klien dengan
meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhipada klien dengan meningitis
tuberkulosa dengan penyebaran primer diparu.
3. Circulation tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normla pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahaplanjut.
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
5. Eksposure Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua ciderayang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,maka imobilisasi in line
harus dikerjakan (Muttaqin, 2008).
Pengkajian Sekunder
1. Anamnesa
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran.
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman penyebab. Pada pengkajian
klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari
infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam.
Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan
meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit.
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pada klien dengan
meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41oC,
dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat
pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
a. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa. Apabila kliensudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian
asuhan keperawatan.
b. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan
observasi ekspresi wajah dan aktivitas motoric yang pada klien meningitis tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
1) Saraf I.
2) Saraf II.
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan
alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeuh mengalami fotofobia atau sensitif
yang
4) Saraf V.
Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tidak ada
kelainan.
5) Saraf VII.
6) Saraf VIII.
7) Saraf IX dan X.
8) Saraf XI.
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (regiditas nukal)
9) Saraf XII.
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.
d. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut
mengalami perubahan.
e. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks pada respons normal. Refleks patologis akandidapatkan pada klien meningitis dengan
tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan
meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
g. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaa tubuh. Sensasi proprioseptif dan
diskriminatif normal.
5. Pemeriksaa diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium klinik rutin (Hb,
leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostatis diperlukan untuk
mengetahui secara awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai
untukmengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia
(Muttaqin, 2008).
3. Potensial terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahanstatus mental dan
penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran diseminata hematogen daripatogen, stasis cairan
tubuh, penekanan respons inflamasi (akibat-obat),pemajanan orang lain terhadap patogen
5. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral, kejanglokal, kelemahan
umum, paralisis parestesia, ataksia, vertigo