6303 6424 1 SM
6303 6424 1 SM
Pendidikan di era global saat ini berkompetensi dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya lembaga pendidikan baik
formal, informal, maupun non-formal. Peningkatan pengajaran dengan metode yang inovatif dan perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi menuntut lembaga pendidikan melakukan perubahan, khususnya pembaharuan kurikulum. Kurikulum
nasional ternyata tidak dijalankan sepenuhnya oleh lembaga pendidikan di seluruh Indonesia, bahkan lembaga pendidikan
menyusun kurikulum sendiri dengan memadukan kurikulum nasional yang ditetapkan pemerintah.
Hamalik (2010:152) menjelaskan perencanaan kurikulum adalah suatu proses sosial kompleks yang menuntut berbagai
jenis dan tingkatan pembuatan keputusan. Sedangkan menurut Rusman (2011:21) perencanaan kurikulum adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina siswa ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan
menilai sampai mana perubahan-perubahan telah terjadi pada diri siswa. Perencanaan (planning) adalah proses penyusunan,
penetapan, dan pemanfaatan sumber-sumber daya secara terpadu dan rasional agar kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan
dapat berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Arifin, 2013:25).
Pengembangan kurikulum pada dasarnya adalah proses menentukan pilihan alternatif yang ada. Sukmadinata (2013)
mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum adalah penyusunan kurikulum yang sama sekali baru, bisa juga
menyempurnakan kurikulum yang telah ada sehingga, pengembangan kurikulum merupakan penyusunan seluruh perangkat
kurikulum mulai dari dasar, hingga pedoman pelaksanaannya, dan disisi lain berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang
telah disusun pusat menjadi rencana persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru, seperti penyusunan
program tahunan, semester, satuan pelajaran, dan sebagainya.
910
911 Jurnal Pendidikan, Vol.1, No. 5, Bln Mei, Thn 2016 Hal 910—916
Transformasi dalam pembaharuan pendidikan untuk menghasilkan sumber daya yang siap bersaing di era kompetisi
global yaitu kurikulum Kulliyatul Mu’allimien Al-Islamiyah. Kurikulum ini pertama kali diterapkan di Indonesia oleh salah satu
lembaga pendidikan Islam (pondok pesantren). Apabila menyoroti pendidikan dan pengajaran di pondok sangat berbeda dengan
sekolah-sekolah pada umumnya. Pondok mengadakan pembelajaran dengan caranya sendiri dengan bahasa pengantar bahasa
Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia yang disesuaikan dengan kebutuhan matapelajaran. Ujian dilaksanakan berdasarkan
praktek dan sistem yang berlaku sebagai ajang untuk menguasai dan memahami semua pelajaran yang telah diberikan.
Prinsip KMI dalam menyusun kurikulum memberikan kesempatan kepada santri untuk memilih pendidikan yang lebih
tinggi. Pesantren sebagai suatu lembaga keagamaan mengajarkan, mengembangkan, dan menyebarkan ilmu agama Islam.
Menurut Dhofier (1994:18) karena menyadari arus perubahan yang tak terkendali pesantren menunjukkan keunikannya yang
mengandung kekuatan resistensi terhadap dampak modernisasi. Berdasarkan pengertian tersebut pondok pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan dan keagamaan yang berusaha melestarikan, mengajarkan, dan menyebarkan ajaran Islam serta melatih
para santri untuk siap dan mampu untuk mandiri.
Menurut Rahardjo (1999:10) pondok pesantren memiliki elemen-elemen dasar antara lain: (1) pondok/asrama santri;
(2) masjid; (3) santri; (4) kyai; dan (5) pengajaran kitab Islam klasik. Pesantren pada dasarnya sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional dimana santri tinggal bersama dan belajar dibawah pimpinan dan bimbingan seorang kyai. Sistem pendidikan
pesantren menggunakan klasikal yang mengadobsi dari sistem pendidikan modern dengan mempertahankan karakteristik
pendidikan pondok pesantren untuk membedakan variasi sistem pendidikan dengan lembaga pendidikan lain.
Perpaduan kurikulum nasional dalam bentuk mata pelajaran sebagai pengetahuan bagi santri untuk memperluas
wawasan keilmuannya. KMI merupakan salah satu lembaga yang menangani pendidikan tingkat menengah dengan program
reguler dan program intensif. Program reguler diperuntukkan bagi santri lulusan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah dengan
masa belajar 6 tahun yaitu ditempuh dari kelas 1 secara berurutan sampai kelas 6. Program intensif diikuti oleh santri lulusan
SMP atau MTs dan di atasnya dengan masa belajar 4 tahun dengan urutan kelas 1, 3, 5, 6. Kelas intensif sebenarnya hanya
diselenggarakan pada kelas 1 dan kelas 3, karena itu disebut kelas 1 intensif dan kelas 3 intensif. Proses kurikulum KMI
dijalankan berdasarkan kesiapan mental santri dengan fokus pada guru (the man). Maksudnya, jika penerapan metodologi
mengajar lebih diutamakan dari pada materi yang disampaikan, sehingga guru memiliki kualitas yang lebih baik.
METODE
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan tentang perencanaan pengembangan kurikulum pada
Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI). Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan secara jelas dan rinci
tentang perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI. Menurut Jane Richie (dalam Moleong, 2012:6) mengemukakan
bahwa penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep,
perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi multi situs
yang berarti menggabungkan beberapa situs, subyek, latar, dan tempat kejadian yang berlainan. Dijelaskan oleh Arifin (1996)
bahwa rancangan penelitian multisitus adalah apabila meneliti dua atau tiga subyek bahkan lebih yang memiliki latar (setting)
atau tempat yang berbeda. Rancangan studi multi situs dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian.
Tahapan awal dilakukan studi pendahuluan untuk segera membuat kesepakatan dengan pihak terkait bahwa peneliti
dalam menghimpun data selama penelitian ini diketahui kehadirannya. Pada penelitian kualitatif, dibutuhkan seorang peneliti
yang terampil dalam menghimpun data. Pandangan peneliti diperkuat oleh Yin (2009:68) dimana “A well trained and
experienced investigator is needed to conduct a high quality case study because of the continuous interaction between
theoretical issues being studied and the data being collected”. Artinya bahwa, penelitian kualitatif benar-benar membutuhkan
peneliti yang mengerti seni menghimpun data, dimana diperlukan keterampilan komunikasi dan kecerdasan sosial.
Pengumpulan data di lapangan dengan menggali informasi dari beberapa sumber yang telah ditetapkan oleh peneliti
pada saat studi pendahuluan, oleh karena itu peneliti menggunakan dua teknik sampling yaitu purposive sampling dan snowball
sampling. Penggunaan teknik purposive sampling adalah peneliti cenderung memilih informan yang dianggap memahami dan
dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap serta mengetahui masalahnya secara mendalam (Soetopo, 1989).
Untuk memperoleh informasi yang relevan tersebut pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi
menggunakan teknik snowball sampling dalam arti memperoleh informasi secara terus menerus dan baru, serta akan berakhir
setelah informasi yang diperoleh sama dari satu informan ke informan lainnya.
Menurut Ulfatin (2004:40) ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Teknik
yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif adalah: (1) wawancara mendalam (indept interview); (2) pengamatan
partisipasi (participatory observation); dan (3) analisis dokumen (documentation). Analisis data merupakan tahap penting
dalam kegiatan penelitian, karena hasil penelitian akan sangat tergantung kepada teknik analisis yang digunakan dan
kemampuan menganalisis seorang peneliti. Bogdan dan Biklen dalam Lexy J. Moleong (2004:248) menjelaskan “ analisis data
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Wardani, Maisyaroh, Imron, Perencanaan Pengembangan Kurikulum… 912
Beberapa kriteria yang digunakan oleh peneliti untuk menentukan apakah data tersebut absah atau tidak, peneliti
merujuk empat uji kriteria menurut Moleong (2004:324) yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dari empat uji kriteria yang ada, peneliti menggunakan uji
derajat kepercayaan (credibility). Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu tahap pra-penelitian, tahap pelaksanaan, dan
tahap akhir penelitian.
HASIL
Perencanaan Pengembangan Kurikulum Kulliyatul Mu’allimien Al-Islamiyah
Perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI pada kedua situs didasarkan pada masing-masing pandangan.
Pandangan tersebut tercermin dari: (1) komponen kurikulum dan program pendidikan yang direncanakan masing-masing situs.
Perpaduan kurikulum KMI dan Kurikulum Nasional, sehingga menghasilkan proses pengembangan yang berbeda tetapi tetap
berdasar pada prinsip yang sama; (2) masing-masing situs memiliki program pendidikan yang terdiri dari program pendidikan
reguler dan intensif. Perencanaan pengembangan kurikulum disusun berdasarkan asas perencanaan kurikulum yaitu secara
objektivitas yang memiliki tujuan yang jelas dan spesifik sesuai dengan kebutuhan; (3) pengembangan kegiatan yang meliputi
kegiatan intra-kurikuler, ko-kurikuler, ekstrakurikuler, dan bimbingan dan penyuluhan. Program kegiatan tersebut bertujuan
sebagai pembentukan karakter santri, peningkatan skill santri dalam praktik mengajar dan keterampilan lainnya.
Faktor Pendukung dan Penghambat Perencanaan Pengembangan Kurikulum pada Kulliyatul Mu’allimien Al-Islamiyah
Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI di masing-
masing pondok pesantren. Faktor pendukung antara lain: (1) kompetensi guru dan santri, (2) adanya OPPP yaitu Organisasi
Pelajar Pondok pesantren sebagai wadah santri dalam mengembangkan kompetensinya dalam bidang kepemimpinan, (3) peran
orangtua atau wali santri, (4) peran masyarakat, dan (5) program kunjungan ke pondok pusat untuk menambha wawasan santri.
Sementara itu, faktor penghambat perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI masing-masing pondok pesantren, meliputi
(1) program yang belum tercapai, (2) sarana yang belum memadai, dan (3) dana.
Strategi Mengatasi Hambatan dalam Perencanaan Pengembangan Kurikulum pada Kulliyatul Mu’allimien Al-Islamiyah
Analisis faktor pendukung dan penghambat di kedua situs pondok pesantren melakukan strategi untuk mengatasi
kendala atau hambatan yang dihadapi dalam perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI antara lain: (1) menyusun
agenda pertemuan untuk evaluasi. Evaluasi terkait kendala yang dihadapi guru setelah melaksanakan proses belajar mengajar
yaitu metode yang digunakan ketika mengajar dan santri yang tidak fokus dalam menerima pelajaran, termasuk kendala di luar
proses belajar mengajar; (2) evaluasi secara menyeluruh mulai dari tim pengembang kurikulum dan santri dibawah
tanggungjawab pimpinan pondok pesantren; (3) pembentukan kaderisasi sebagai wadah kepengurusan untuk menghasilkan
kader-kader yang dapat mengembangkan secara berkesinambungan pendidikan pondok pesantren khususnya bidang kurikulum
pada KMI; (4) penerapan metode diskusi dan penugasan dalam mengajar. Menyesuaikan kebutuhan belajar santri melalui micro
teaching. Micro teaching sebagai wadah peningkatan kompetensi santri sebagai pembentukan karakter dan sebagai bekal serta
kesiapan santri menjadi pendidik ketika lulus; (5) segala aktivitas pondok ditujukan pada character building santri, program
kegiatan yang dirancang santri diharapkan memiliki jiwa kepemimpinan, kemandirian, dan siap mengabdi kepada masyarakat.
Strategi berikutnya adalah mengacu pada Trilogi Pendidikan yaitu rumah, sekolah, dan lingkungan. Pendidikan sejak dini sudah
diterapkan di rumah oleh orangtua, di sekolah santri diberikan wawasan baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bagi pondok pesantren tujuan pengembangan kurikulum pada KMI untuk mempersiapkan santri untuk kembali kepada
masyarakat untuk mengabdi dengan bekal segala pengetahuan dan skill yang dimiliki.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, terdapat perbandingan antara pondok pesantren Al-Barokah Nganjuk dan
Darussalam Gontor Putri 5 Kediri, baik jenis pondok pesantren, metode mengajar, materi pendidikan yang diberikan, orientasi
pendidikan, maupun santri. Perbandingan tersebut sebagai ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing pondok pesantren.
Berikut Tabel 1 perbandingan antara pondok pesantren Al-Barokah Nganjuk dan Darussalam Gontor Putri 5 Kediri.
913 Jurnal Pendidikan, Vol.1, No. 5, Bln Mei, Thn 2016 Hal 910—916
PEMBAHASAN
Pondok Pesantren Al-Barokah Nganjuk
Perencanaan Pengembangan Kurikulum pada KMI di Pondok Pesantren Al-Barokah Nganjuk
Perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI pondok pesantren Al-Barokah memiliki orientasi pada character
building santri. Menurut Arifin (2013:25) perencanaan (planning) adalah proses penyusunan, penetapan, dan pemanfaatan
sumber-sumber daya secara terpadu dan rasional agar kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dapat berjalan secara efektif
dan efisien sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Orientasi perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI pada pondok
pesantren Al-Barokah tersebut ditetapkan berdasarkan kebutuhan belajar santri. Seluruh santri memiliki kesempatan belajar
untuk membina perubahan tingkah laku yang mengarah pada kesiapan santri untuk kembali kepada masyarakat.
Perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI pondok pesantren Al-Barokah meliputi: (1) program kegiatan KMI
pondok pesantren Al-Barokah sebagai pembekalan santri yang menyelesaikan pendidikannya agar terbentuk jiwa
kepemimpinan yang kuat, mandiri, lulusan yang berpendidikan, dan memiliki akhlak atau karakter yang baik serta mandiri, (2)
komponen kurikulum KMI mengenai program pendidikan yang terdiri dari intra-kurikuler, ko-kurikuler, ekstra-kurikuler, (3)
bimbingan dan penyuluhan untuk pengembangan karir guru.
Wardani, Maisyaroh, Imron, Perencanaan Pengembangan Kurikulum… 914
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Perencanaan Pengembangan Kurikulum pada KMI di Pondok Pesantren
Al-Barokah Nganjuk
Perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI terdapat beberapa hal yang menjadi faktor pendukung dan
penghambat jalannya perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI. Faktor pendukung yaitu: (1) kompetensi guru terkait
dengan metode mengajar sesuai dengan bidang masing-masing, (2) guru disiplin dalam menyiapkan materi yang sudah direview
oleh pengasuh pondok, (3) adanya OPPP yaitu organisasi pelajar pondok pesantren sebagai bentuk pengembangan pengajaran,
(4) program kunjungan ke pondok pusat untuk menambah wawasan santri, dan (5) praktik micro teaching bagi santri untuk
mewujudkan kesiapan santri sebagai pendidik.
Adapun yang menjadi faktor penghambat perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI yaitu: (1) guru kurang
menguasai materi yang disampaikan, (2) program yang belum tercapai, dan (3) sarana yang belum memadai. Hambatan dapat
terjadi bisa datang dari komponen pendukung baik dari guru, peserta didik, lingkungan keluarga, atau faktor fasilitas (Nawawi,
1989:130). Hal ini meskipun guru memiliki kompetensi yang cukup baik dalam metode mengajar, tetapi masih terdapat kendala
yang dialami salah satunya adalah kurang menguasai materi yang disampaikan. Hambatan yang kedua yaitu adanya program
yang belum tercapai, hal ini yang dirasakan oleh tim pengembang kurikulum terkait dengan program pendidikan yang belum
tercapai sebagai program penunjang pengembangan kompetensi santri. Hambatan ketiga yaitu mengenai sarana yang belum
memadai untuk mendukung program pendidikan pondok pesantren.
Strategi Mengatasi Faktor Penghambat Perencanaan Pengembangan Kurikulum pada KMI di Pondok Pesantren Al-
Barokah Nganjuk
Strategi pengembangan kurikulum dalam pendidikan harus memperhatikan orientasi sebagai tujuan yang akan dicapai.
Hal ini peran penting pemimpin lembaga pendidikan untuk menyusun strategi dalam mencapai mutu pendidikan yang
diharapkan. Strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah khususnya ditujukan kepada aktor-aktor pendidikan adalah
mengubah paradigma dari pengajaran berbasis sistetik-materialistik menjadi religius (Malafu, 2013).
Berdasarkan faktor penghambat dalam perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI, pondok pesantren Al-
Barokah berupaya untuk mengatasi hambatan agar program pendidikan yang dikembangkan dapat tercapai dengan baik sesuai
dengan yang direncanakan. Berikut strategi untuk mengatasi hambatan terkait dengan SDM, program yang belum tercapai, dan
sarana yang belum memadai. (1) evaluasi secara menyeluruh dengan mengadakan pertemuan-pertemuan khusus antara guru dan
tim pengembang kurikulum untuk mengetahui kendala yang dihadapi selama mengajar di kelas, (2) membentuk kaderisasi
dengan tujuan untuk mengetahui guru-guru yang memiliki kompetensi yang baik, menjadi teladan bagi stakeholder, dan mampu
membimbing santri menjadi pendidik yang berkarakter, (3) penerapan metode diskusi dan penugasan dalam mengajar, hal ini
bertujuan untuk mendisiplinkan santri untuk fokus belajar dan percaya diri dalam memberikan pendapat dan memecahkan
masalah dalam diskusi, (4) menyesuaikan kebutuhan belajar santri, hal ini dalam pengembangan program pendidikan tim
pengembang kurikulum bersama guru harus mengetahui kebutuhan santri dalam belajar, (5) membentuk kesiapan santri melalui
micro teaching. Praktik mengajar yang dilakukan santri bertujuan untuk membentuk karakter santri yang memiliki jiwa
kepemimpinan, tanggungjawab, memiliki akhlak sebagai panutan, (6) segala aktivitas pondok ditujukan pada character
915 Jurnal Pendidikan, Vol.1, No. 5, Bln Mei, Thn 2016 Hal 910—916
building santri, hal ini berdasarkan program pendidikan yang dikembangkan oleh tim pengembang kurikulum yang mendukung
segala aktivitas santri untuk membentuk karakter dan skill yang berguna ketika lulus dari pondok pesantren.
Proses Pengembangan Kurikulum pada KMI di Pondok Pesantren Darussalam Gontor Putri 5 Kediri
Proses pengembangan kurikulum pada KMI di pondok pesantren Darussalam Gontor Putri 5 Kediri meliputi metode,
SDM, program kegiatan, dan evaluasi. Dalam pengembangan kurikulum perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang akan
digunakan yang merupakan kaidah suatu kurikulum. Menurut Sukmadinata (2006:150-154), prinsip-prinsip yang akan
menjiwai suatu kurkulum yaitu: (a) prinsip relevansi; (b) prinsip fleksibilitas; (c) prinsip kontinuitas; (d) prinsip praktis; dan (e)
prinsip efektivitas. Proses pengembangan kurikulum pada KMI pondok pesantren Darussalam Gontor Putri 5 Kediri yaitu: (1)
metode yang diterapkan dalam pengajaran yang inovatif berdasarkan SOP dan metode conclusion yang diterapkan sebelum
santri belajar di kelas. Metode conclusion dimana guru memberikan review kepada santri terkait mata pelajaran yang sudah
dipelajari hari sebelumnya; (2) SDM guru dan santri terkait dengan kompetensi guru dalam mengajar dan kompetensi santri
dalam penguasaan materi pelajaran; (3) program kegiatan meliputi: pengasuhan santri, gathering harmony yaitu berbagai
perlombaan yang melibatkan seluruh santri, pengaktifan kursus-kursus sebagai upaya pengembangan bakat dan potensi santri
dibawah tanggungjawab guru; (4) evaluasi terdiri dari kegiatan harian, mingguan, dan tahunan.
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Perencanaan Pengembangan Kurikulum pada KMI di Pondok Pesantren
Darussalam Gontor Putri 5 Kediri
Perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI tidak akan dapat terlaksanakan dengan baik tanpa adanya beberapa
faktor pendukung, tetapi juga perlu memperhatikan faktor penghambat agar pondok memiliki strategi-strategi untuk mengatasi
hambatan tersebut. Faktor pendukung perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI yaitu: (1) motivasi belajar santri
merupakan bentuk kesadaran dari seorang individu terkait dengan hak dan kewajibannya dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar; (2) masyarakat di lingkungan pondok yang membantu jalannya program pendidikan; (3) wali santri yang
memberikan wakaf kepada pondok; (4) praktik micro teaching sebagai bentuk program pengembangan skill santri mengingat
bahwa santri dipersiapkan sebagai pendidik agama Islam yang berkarakter dan dapat diandalkan; dan (5) kunjungan santri ke
pondok pusat sebagai salah satu program untuk menambah wawasan santri terkait dengan ilmu pengetahuan dan proses belajar
mengajar yang dilaksanakan di pondoknya dengan pondok pusat.
Faktor yang menjadi penghambat dalam perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI yaitu: (1) sarana yang
kurang memadai, hal ini karena jumlah santri di kelas yang banyak sehingga tidak sebanding dengan sarana yang tersedia; (2)
kesiapan guru dalam mengajar, guru yang monoton akan menimbulkan kejenuhan bagi santri karena metode mengajar guru
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar; dan (3) dana yang kurang menunjang program pendidikan.
Strategi Mengatasi Faktor Penghambat Perencanaan Pengembangan Kurikulum pada KMI di Pondok Pesantren
Darussalam Gontor Putri 5 Kediri
Berdasarkan faktor penghambat perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI berikut strategi untuk mengatasi
faktor penghambat: (1) menyusun agenda pertemuan untuk evaluasi; (2) mengadakan diskusi antara guru dan wali kelas; dan (3)
pengelolaan wakaf yang berupa sarana dari wali santri. Evaluasi dilakukan terkait kendala yang dihadapi guru ketika mengajar
di kelas. Guru dan wali kelas mengadakan pertemuan untuk melaksanakan diskusi terkait metode yang digunakan ketika
mengajar, materi yang dipersiapkan untuk disampaikan di kelas, dan manajemen kelas yang harus dilakukan guru ketika
mengajar. Kesiapan santri dibimbing ketika masih melaksanakan pendidikan di pondok untuk kembali pada kehidupan
bermasyarakat ketika lulus, dengan mengandalkan skill yang dimiliki santri. Hal ini berkaitan dengan orientasi pendidikan pada
pondok pesantren Darussalam Gontor Putri 5 Kediri mencetak guru-guru (mu’allimien) Islam yang berkompeten.
Wardani, Maisyaroh, Imron, Perencanaan Pengembangan Kurikulum… 916
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan bagi (1) pimpinan dan tim pengembang kurikulum dalam mengatasi
faktor penghambat dalam perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI lebih meningkatkan strategi-strategi terkait dengan
pengembangan program pendidikan untuk menentukan outcome untuk memberdayakan sumber daya pondok pesantren; (2)
guru sebagai fasilitator dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung lebih meningkatkan
pengembanganmetode mengajar dan keterampilan; (3) peneliti lanjutan dapat melanjutkan penelitian sejenis dengan fokus
penelitian berbeda terkait perencanaan pengembangan kurikulum pada KMI di pondok pesantren; (4) pengembang ilmu
Manajemen Pendidikan dapat mengkaji lebih mendalam terkait konsep kurikulum pondok pesantren untuk memberikan
inspirasi dan pengetahuan baru.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, I. (Ed). 1996. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan. Malang: Kalimasahada Press.
Arifin, Z. 2013. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dhofier, Z. 1994. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Malafu, L. 2013. Permasalahan Kurikulum Indonesia. (Online), (http://sarusmalafu25.blogspot.co.id/2013/05/maslah-masalah-
yang-berkaitan-dengan.html), diakses 17 Maret 2016.
Moleong, L. J. 2012a. Metodologi Penelitian Kualitatif.. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J. 2004b. Metodologi Penelitian Kualitatif.. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nawawi, Hadari, 1989. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta : PT. Haji Mas Agung.
Hamalik, O. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rahardjo, M.D. 1999. Islam dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusman. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soetopo. 1989. Administrasi Pendidikan. Malang: IKIP Malang.
Sukmadinata, N. S. 2006a. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek: Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N. S. 2013b. Manajemen Kurikulum. Bandung: Alfabet.
Ulfatin, N. 2004. Penelitian Kualitatif. Malang: Administrasi Pendidikan FIP UM.
Yin, R. K. 2009. Case Study Research: Design and Methods. London: SAGE Publications.