Anda di halaman 1dari 5

BPK Penyelamat Keuangan Daerah

Oleh: Abdul Rahman

Pemerintah daerah sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengelola


keuangan daerahnya semaksimal mungkin untuk masyarakat. Dalam pengelolaannya harus
dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah
memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diamanatkan dalam
peraturan pengelolaan keuangan daerah tersebut. Untuk melaksanakan amanat tersebut, maka
Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan terhadap pengelolaan keuangan daerah memiliki
kewenangan dalam menetapkan kebijakan APBD, menetapkan kebijakan pengelolaan barang
daerah, menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang, menetapkan bendahara penerimaan
dan/atau bendahara pengeluaran, menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan daerah, menetapkan pejabat yang bertugas mengelola utang dan piutang daerah,
menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah, dan menetapkan
pejabat yang melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahakan pembayaran. Hal ini
sebagaimana tertuang dalam pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tersebut. Dan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan sepenuhnya oleh
kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah dan kepala organisasi perangkat daerah sebagai
pengguna anggaran.
Pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah dengan kewenangan-
kewenangan yang telah diatur dalam peraturan perudangan-undangan tersebut harus dilakukan
dengan transparan mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran, hingga
akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain proses
penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah tidak cukup dengan dilaporkan
kepada DPRD dan masyarakat, akan tetapi perlu dilakukan pemeriksaan secara independen
terhadap pengelolaan keuangan daerah, baik dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan
maupun laporan pertanggungjawaban terkait pengelolaan keuangan daerah tersebut.
Pemeriksaan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah harus
dilakukan secara independen dan tanpa interpensi sehingga transparansi, akuntabilitas, serta
partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan keuangan daerah dapat terwujud dan terlaksana
dengan baik.
Untuk melakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah
secara mandiri dan independen, kemudian dihadirkanlah Badan Pemeriksa Keuangan. Sebab,
jika kepala daerah sebagai pengelola keuangan daerah tidak ada pihak yang mengontrol melalui
pemeriksaan maka sangat mungkin terjadi penyimpangan penggunaan uanga negara, baik
dengan tujuan untuk memperkaya diri atau karena sekedar salah urus.
Badan Pemeriksa Keuangan atau yang sering disingkat BPK merupakan badan yang
bebas dan mandiri sesuai dengan amandemen UUD 195 pasal 23E. Artinya BPK memiliki tugas
untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara secara bebas dan mandiri,
tanpa interpensi dari pihak manapun. BPK dalam menjalankan tugas pemeriksaannya, tidak
hanya memeriksa tanggungjawab tentang keuangan negara tetapi juga pengelolaan keuangan
negara.
Dengan menghadirkan visi “menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk
mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.” Dan Misi,
“memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri; dan
melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegritas, independen, dan profesional.” BPK
bertujuan meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan dalam rangka mendorong pengelolaan
keuangan negara untuk mencapai tujuan negara; dan meningkatkan pemeriksaan yang
berkualitas dalam mendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara.
Pertanyaan kemudian muncul: BPK telah hadir, namun kebocoran uang negara dan
korupsi masih saja terjadi.
BPK dalam bukunya “Mengenal Lebih Dekat BPK” menjelaskan bahwa peran BPK jauh
lebih luas daripada mencegah kebocoran korupsi. Yang terpenting, kehadiran BPK diharapkan
dapat menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan negara mengingat pengelolaan keuangan
negara yang bertanggungjawab me-rupakan prasyarat bagi kesehatan perekonomian dan
pembangunan nasional.
Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara memudahkan Pemerintah untuk
mengetahui setiap saat kondisi keuangannya sendiri agar dapat melakukan pengaturan
perencanaan pendanaan pemba-ngunan dan memo nitor pelaksana-annya dengan baik. Krisis
tahun 1997-1998 terjadi, antara lain, karena Pemerintah tidak memiliki informasi dan kontrol
atas posisi keuangannya sendiri yang tersebar diberbagai instansi dan BUMN/BUMD serta di
berbagai rekening individu pejabat negara.
Menurut penulis bahwa kebocoran keuangan daerah dan korupsi masih terjadi, meskipun
telah terjadi pemeriksaan secara rutin oleh BPK dapat disebabkan karena pemeriksaan yang
dilakukan pada pemerintah daerah oleh BPK sebagai badan independen umumnya dilakukan
setelah anggaran berjalan bahkan tahun anggaran telah usai, pemeriksaan baru kemudian
dilakukan tahun anggaran berikutnya. Misalnya, APBD Tahun 2016 laporan
pertanggungjawabannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK Tahun 2017. Artinya penyimpangan
atau kebocoran bahkan korupsi terang-terangan diketahui setelah adanya pemeriksaan. Kondisi
ini dapat dimanfaatkan oleh oknum pejabat daerah, dengan dalih untung-untungan.
Disamping itu, peran lembaga pemeriksa internal yang ada di daerah—inspektorat
daerah—yang masih terbilang hanya sebagai formalitas semata. Terlebih jika misalnya seorang
inspektur yang harus memeriksa kepala daerah yang melakukan penyimpangan, ini rasanya
sangat mustahil, memeriksa orang—kepala daerah—yang telah menunjuknya sebagai inspektur.
Karena masih adanya sifat “tidak enak” terhadap atasan.
Sebenarnya, bagi penulis, kehadiran BPK di era reformasi sangat membantu dalam
menyelamatkan keuangan daerah. Jika kita kembali mengulang masa lampau, pemerintahan
daerah sebelum era reformasi rasa-rasanya jarang sekali atau bahkan tidak pernah mendengarkan
laporan kebocoran keuangan daerah atau korupsi yang dilakukan di daerah. BPK hanya sebagai
lembaga “independen” yang dihadirkan untuk memberikan laporan pemeriksaan sesuai yang
dikehendaki oleh pemerintah. Hal ini juga disebutkan dalam buku “Mengenal Lebih Dekat
BPK”, pada halaman 22 bahwa “Laporan akhir BPK pada masa orde baru harus disesuaikan
dengan kepentingan pemerintah….”
Dengan menjadikan BPK hanya sebagai tameng berkedok badan pemeriksa, pemerintah
daerah seolah bersih dan tanpa dan kebocoran pengelolaan keuangan daerah bagi masyarakat
awam. Padahal, justru sebaliknya korupsi merajalela di masa orde lama dan orde baru. Namun,
tidak terekspos.
Kehadiran BPK dengan bebas dan mandiri di era reformasi kemudian diperkuat dengan
hadirnya Undang-Undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara Nomor 15 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.
Kontribusi BPK dalam mengamankan keuangan daerah dapat dilihat dari Ihtisar Hasil
Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2017. Pada Bab II Hasil Pemeriksaan Pemerintah
Daerah, BPK berhasil menemukan kerugian daerah pada 512 pemda dengan kerugian senilai
Rp1,13 triliun. Permasalahan ini dari berbagai sumber, seperti: kekurangan volume pekerjaan
dan/atau barang, belanja tidak sesuai/melebihi ketentuan, kelebihan pembayaran selain kelebihan
volume, biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi standar yang ditetapkan, penggunaan
uang/barang untuk kepentingan pribadi, dan permasalah kerugian lainnya. Atas temuan
pemeriksaan BPK tersebut, keuangan daerah dapat diselamatkan. Temuan BPK mengharuskan
pemerintah daerah untuk segera mengembalikan kerugian tersebut ke kas daerah dengan batas-
batas waktu tertentu.
Selain temuan kerugian daerah, pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Daerah Tahun
2016 tersebut juga menemukan potensi kerugian daerah senilai Rp416,60 milyar dari 279
pemerintah daerah. Potensi kerugian tersebut disebabkan oleh kelebihan pembayaran pekerjaan
tetapi belum dilakukan pelunasan pembayaran kepada rekanan, piutang berpotensi tidak tertagih,
aset tidak diketahui keberadaannya, aset dikuasai pihak lain, dan permasalahan potensi kerugian
lainnya.
Dari sisi penerimaan daerah, pemeriksaan BPK dalam IHPS I Tahun 2017 tersebut juga
menemukan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan sebanyak 846
permasalah dengan nilai sebesar 537,72 miliar dari 410 pemerintah daerah. Permasalahan ini
sebagian besar ditemukan pada denda keterlambatan pekerjaan belum dipungut/diterima, dan
kekurangan penerimaan lainnya.
Pemeriksaan BPK tidak hanya berfokus pada kerugian keuangan, tetapi juga pada proses
adaministrasi. Dari hasil pemeriksaan periode yang sama, menemukan 2.331 penyimpangan
administradi pada 517 pemerintah daerah. Permasalah tersebut meliputi bukti
pertanggungjawaban tidak lengkap/tidak valid, penyimpangan peraturan bidang pengelolaan
perlengkapan atau BMD, penyimpangan peraturan bidang tertentu, kepemilikan aset belum
didukung bukti yang sah, penyetoran penerimaan terlambat, dan penyimpangan administrasi
lainnya.
Semua temuan-temuan pemeriksaan BPK tersebut merupakan bentuk menyelamatkan
keuangan daerah. Bisa dibayangkan pada saat BPK hanya dijadikan lembaga “independen” yang
menghasilkan laporan sesuai keinginan pemerintah, tentu ini sangat mustahil akan dimunculkan
dalam hasil pemeriksaan.
Hadirnya BPK yang menjadi lembaga yang independen, mandiri dan bebas sesuai
ketentuan perudang-udangan yang berlaku. Diharapkan mampu menyelamatkan keuangan
daerah untuk menjadikan daerah sejahtera yang dirasakan seluruh elemen masyarakat. Semoga!!!

Kata Kunci: BPK Kawal Harta Negara, BPK Penyelamat Keuangan Daearah

Daftar Rujukan
http://www.bpk.go.id/page/visi-dan-misi, diakses pada Kamis, 08 Februari 2018
BPK RI. 2017. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2017,
http://www.bpk.go.id/ihps/2017/I

Anda mungkin juga menyukai