Anda di halaman 1dari 1

"Lepaskanlah.

Maka besok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara
mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana
jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Hei, kisah-kisah cinta di dalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta,
atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya.

Tetapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di
muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang
dituliskan.”

― Tere Liye, Rindu

“Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan.
Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya...Aku tahu kau akan protes,
bagaimana mungkin? Kita bilang cinta itu sejati, tapi kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus
terbalik yang tidak pernah dipahami oleh pecinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami
penjelasannya.”

― Tere Liye, Rindu

"Perjalanan kita mungkin masih jauh sekali. Tentu saja bukan perjalanan kapal ini yang kumaksud. Meski
memang perjalanan ke Pelabuhan Jeddah masih berminggu-minggu. Melainkan perjalanan hidup kita.
Kau masih muda. Perjalanan hidupmu boleh jadi jauh sekali, Nak. Hari demi hari, hanyalah
pemberhentian kecil. Bulan demi bulan, itu pun sekedar pelabuhan sedang. Pun tahun demi tahun,
mungkin itu bisa kita sebut dermaga transit besar. Tapi itu semua sifatnya adalah pemberhentian
semua. Dengan segera kapal kita berangkat kembali, menuju tujuan paling hakiki.

Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh benci atas kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh
marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia
rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik
kita, hingga dia tiba di pelabuhan terakhirnya.”

― Tere Liye, Rindu

Anda mungkin juga menyukai