Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
Ni Kadek Oka Pratiwi
C2221184
B. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi ginjal menurut Price dan Wilson (2005) dan Smeltzer dan Bare (2001),
gijal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna
veterbralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah di bandingkan ginjal kiri karena tekanan
kebawah oleh hati.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian
yaitu korteks bagian luar dan medula bagian dalam. Medula terbagi-bagi menjadi biji
segitiga yang disebut piramid, piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks
yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tampak bercorak karena tersusun oleh
sekmen sekmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila (apeks) dari piramid
membentuk duktus papilaris belini dan masuk kedalam perluasan ujung pevis ginjal yang
disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor.
Bentuk ginjal menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadstruktur pembulu
darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Ginjal
terletak di rongga abdomen ,retroperitoneal primer kiri dan kanan kolumna vertebralis
yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang peritoneum. Batas atas ginjal
kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal kanan setingi iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri
setinggi vertebra lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm, lebar 5-7 cm,
dan tebal 2,5 cm.ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan. Berat ginjal pada pria dewasa
150-170 gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk seperti kacang, sisi
dalamnya menghadap ke vertebra thorakalis, sisi luarnya cembung dan di atas setiap
ginjal terdapat kelenjar suprarenal.(Setiadi, 2007).
Struktur ginjal, setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dari jaringan fibrus yang dapat
membungkusnya ,dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat
struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian korteks di sebelah luar,dan
bagian medulla di sebelah dalam. Bagian medulla ini tersusun atas lima belas sampai
enam belas massa berbentuk piramid,yang disebut piramid ginjal. Puncakpuncaknya
langsung mengarah ke helium dan berakhir di kalies.kalies ini menghubungkan ke pelvis
ginjal.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan – satuan
fungsional ginjal, diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron
mulai berkas sebagai kapiler (badan maphigi atau glumelurus) yang serta tertanam dalam
ujung atas yang lebar pada urineferus atau nefron. Dari sisi tubulus berjalan sebagian
berkelok – kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula proximal tubula itu
berkelok – kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubula distal, yang bersambung dengan
tubula penampung yang berjalan melintasi kortek atau medulla, untuk berakhir dipuncak
salah satu piramidis. Pembuluh darah, Selain tubulus urineferus,struktur ginjal
mempunyai pembulu darah. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis
keginjal cabang-cabangnya beranting banyak,didalam ginjal dan menjadi arteriola
(artriola afferents), dan masing- masing membentuk simpul dari kapiler- kapiler didalam,
salah satu badan Malpighi, inilah glumelurus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai
arterial aferen(arteriola afferents) yang bercabang- cabang membentuk jaringan kapiler
sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler - kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk
vena renalis,yang membawa darah dari ginjal kevena kava inferior (Evelyn, 2000)
Fisiologi
a. Berbagai fungsi ginjal anatara lain adalah fungsi ginjal Menurut Prince dan Wilson
(2005). Ginjal mempunyai beberapa macam fungsi yaitu ekresi dan fungsi non-
ekresi. Fungsi ekresi antara lain :
2) Proses reabsobsi : Pada proses ini penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida,fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsopsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dari
sodium dan ion bikarbonat , bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam
tubulus bagian bawah, penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan
reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papil renalis.
3) Proses sekresi : Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar.
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). (NIC-
NOC 2015)
1. Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada glomerulus
yang menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan struktur, dan fungsi
glomerulus.
2. Proteinuria yaitu adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai
normalnya yaitu lebih dari 150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari
140mg/m2 .
3. Penyakit ginjal diabetic. Pada pasien Diabetes, berbagai gangguan pada ginjal dapat
terjadi, seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis,
yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes.
4. Amiloidosis ginjal adalah penyakit dengan karakteristik penimbunan polimer protein
di ekstraseluler dan gambaran dapat diketahui dengan histokimia dan gambaran
ultrastruktur yang khas.
5. Diabetes militus adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien yang
menerima dialisis.hipertensi adalah penyebab utama ESRD kedua. Perkemihan
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi awal pasien CKD seringkali tidak teridentifikasi sampai tahap uremik. Pada
uremik keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu, pengaturan dan fungsi endokrin
rusak. Manifestasi awal uremik mecakup mual, apatis, kelemahan dan keletihan. Pada
sistem kardiovaskular terjadi hipertensi, perikarditis dan hiperkalemia, pada sistem
integumen terjadi kulit kering dan gampang terkelupas, pada paru-paru terdengar rhonki,
takipnea, sesak napas, pada saluran cerna dapat terjadi mual muntah, konstipasi dan
perdarahan saluran cerna, pada sistem neurologik terjadi kelemahan dan keletihan,
tremor, dan pada hematologi anemia dan trombositopenia. (Brunner & Suddart, 2013)
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah.terjadi uremia dan mempengarui sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin
meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glumerulus yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR) ,dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatitin. Menurunya filtasi glumelurus (akibat tidak
berfungsinya glumeluri) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat selain itu,kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu untuk mengosentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien
sering menahan natrium dan cairan,meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,yang
semakin memperburuk status uremik.
Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring
ketidakmampuan ginjal mengesekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi
asam terutama, akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3)
dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3).Penuruna sekresi fosfat dan asam organik
lain juga terjadi.
Anemia terjadi karena akibat eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah,defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu subtansi
normal yang diproduksi oleh ginjal menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah. Pada gagal ginjal,produksi eritropoetin menurun dan anemia berat
terjadi ,disertai keletihan, agina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal
ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Dengan
menurunnya filtrasi malalui glumelurus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratoid. Namun demikian pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormone dan akibatnya, kalsium di tulang
menurun,menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang, selain itu metabolik
aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya ginjal.
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofienal terjadi dari perubahan
komplek kalsium,fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal
kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari,ekresi protein dan urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekresikan secarasignifikan sejumlah protein atau
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada
mereka yang tidak mengalimi kondisi ini (Smeltzer & Bare, 2001).
F. PATHWAY
Nefron rusak
GRF Menurun
Suplai O2 kejaringan
Menurun
Kelelahan otot intoleransi aktivitas
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita gagal ginjal antara
lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin).
b. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan CKD dapat dibagi menjadi dua tahap pertama yaitu tindakan non
operasi yaitu: penggunaan obat-obatan, pengaturan diet dan hemodialisa dan tahap kedua
dengan tindakan operasi yaitu transplantasi ginjal. Adapun penatalaksanaannya sebagai
berikut :
1. Farmakologi
Sebelum terjadi kondisi lebih lanjut dan sebelum menjalani hemodialisa pasien CKD
diberikan terapi melalui obat-obatan oral antara lain ; pemberian anti hipertensi,
eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat pospat dan suplemen kalsium dan
Hemodialisa ( Brunner & Suddart, 2013)
Pemberian antihipertensi diindikasikan agar tekanan darah pasien tetap dalam batas
normal agar tidak memperberat kerja ginjal.
2. Nonfarmakologi Prinsip penatalaksanaan konservativ sangat sederhana dan
didasarkan pemahaman mengenai ekresi yang dicapai oleh ginjal yang terganggu,
jika ini sudah diketahui maka cairan orang tersebut diatur dan diseussaikan dengan
batas standar, selain itu diarahkan juga kepada pencegahan dan komplikasi lanjut.
a. Pengaturan diet protein Pembatasan protein akan mengurangi hasil toksik
metabolisme yang belum diketahui dan pembatasan asupan protein yang sangat
rendah juga dapat menguraangi beban ekresi.
b. Pengaturan diet kalium Hiperkalemia dapat terjadi karena adanya masalah
diginjal, jumlah yang diperbolehkan dikonsumsi pada pasien CKD 40 hingga 80
meq/hari.
c. Pengaturan diet natrium dan cairan Pada pasien Chronic Kidney Disease atau
CKD keseimbangan cairan dimonitor secara ketat dengan pengukuran berat
badan. Anjuran asupan cairan 500 ml untuk kehilangan yang tidak disadari
(pernapasan, keringat, kehilangan lewat usus) dan menambahkan jumlah yang
diekresikan (urine, muntah) selama 24 jam. Beberapa tatalaksana non
farmakologis pada pasien Chronic Kidney Diases atau CKD diantarntya
pembatasan cairan, diet rendah garam. (LeMone, Pricilla 2015)
3. Terapi pengganti ginjal
Jika terapi farmakologi dan non farmakologi tidak lagi efektif perlu dipertimbangkan
untuk terapi pengganti ginjal. Secara umum terapi pengganti ginjal ada 2 yaitu
dialisi dan transplantasi ginjal, namun yang paling sering di pilih pasien biasnya
hemodialisa.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
1. untuk mengetahui
Fluid monitoring keseimbangan cairan klien
1. Monitor masukan dan 2. untuk mengetahui
keluaran cairan terjadinya dehidrasi untuk
2. Monitor membran mukosa dan mengganti cairan tubuh
turgor kulit yang keluar.
3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan NIC Label
berhubungan dengan keperawatan selama …x… jam Respiratory Monitoring :
hiperventilasi pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, 1. Mengetahui rata-rata,
Kriteria Hasil: Nursing kedalaman, irama dan usaha kedalaman, irama dan
outcomes classification respirasi. usaha respirasi
(NOC) : 2. Catat pergerakan dada, amati 2. Untuk mengetahui
Respiratory Status kesimetrisan, penggunaan otot pergerakan dada dan
1. Peningkatan ventilasi dan tambahan, retraksi otot penggunaan otot-otot
oksigenasi yang adekuat supraclavicular dan intercostal. bantu saat bernafas
2. Bebas dari tanda tanda 3. Monitor pola nafas : 3. Untuk mengetahui adanya
distress pernafasan bradipena, takipenia, pola nafas yang abnormal
3. Suara nafas yang bersih, kussmaul, hiperventilasi,
tidak ada sianosis dan cheyne stokes.
dyspneu (mampu 4. Auskultasi suara nafas, catat 4. Untuk mengetahui adanya
mengeluarkan sputum, area penurunan / tidak adanya suara nafas tambahan
mampu bernafas dengan ventilasi dan suara tambahan. yang abnormal
mudah, tidak ada pursed Oxygen Therapy :
lips) 1. Auskultasi bunyi nafas, catat 1. Mendeteksi adanya
4. Tanda tanda vital dalam adanya crakles. gangguan pernafasan
rentang normal untuk dapat memebrikan
intervensi yang tepat
2. Ajarkan klien nafas dalam. 2. Meningkatkan ventilasi
maksimal dan oksigen
3. Atur posisi senyaman 3. Posisi yang tepat
mungkin. mengurangi penekanan
dan ketegangan otot
4. Batasi untuk beraktivitas. 4. Untuk mengurangi adnaya
cedera
5. Kolaborasi pemberian oksigen. 5. Membantu transport
oksigen ke paru-paru
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan Nursing intervensi classification
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam (NIC) Circulatory Care :
penurunan suplai O2 dan perfusi jaringan adekuat. 1. Mengetahui adanya
nutrisi ke jaringan sekunder Kriteria Hasil: Nursing 1. Lakukan penilaian secara perubahan tekanan pada
outcomes classification komprehensif fungsi sirkulasi jaringan sirkulasi
(NOC) : periper. (cek nadi
Circulation Status priper,oedema, kapiler refil,
1. Membran mukosa merah temperatur ekstremitas). 2. Mengetahui adanya respon
muda 2. Kaji nyeri. nyeri dari pasien
2. Conjunctiva tidak anemis 3. Mengetahui adanya
3. Akral hangat 3. Inspeksi kulit dan Palpasi gangguan suplai oksigen
4. TTV dalam batas normal. anggota badan. pada jaringan tubuh
5. Tidak ada edema 4. Untuk memperbaiki atau
4. Atur posisi klien, ekstremitas memaksimalkan sirkulasi
bawah lebih rendah 5. Mengetahui adanya edema
5. Evaluasi nadi dan oedema.
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan NIC : Activity Therapy
berhubungan dengan keperwatan selama …x… jam, Energy Management
ketidakseimbangan antara pasien bertoleransi terhadap 1. Observasi adanya pembatasan 1. Mengetahui keterbatasan
suplai dan kebutuhan aktivitas dengan kriteria hasil: klien dalam melakukan aktivitas yang dialami klien
oksigen NOC : aktivitas
Self Care : ADLs 2. Kaji adanya faktor yang 2. Untuk mengatasi penyebab
Toleransi aktivitas menyebabkan kelelahan kelelahan
Fatigue Level 3. Monitor respon kardiovaskuler 3. Untuk mengetahui kondisi
1. Berpartisipasi dalam terhadap aktivitas umum klien
aktivitas fisik tanpa disertai 4. Monitor pola tidur dan 4. Mengetahui kemampuan
peningkatan tekanan darah, lamanya tidur/istirahat pasien istirahat klien
nadi dan RR 5. Membantu dalam pemberian
2. Mampu melakukan 5. Bantu pasien untuk dukungan dan motivasi
aktivitas sehari hari secara mengembangkan motivasi diri terhadap penyembuhan
mandiri dan penguatan klien
3. Keseimbangan aktivitas dan 6. Untuk mengetahui respon
istirahat 6. Monitor respon fisik, emosi, dan kondisi emosional klien
4. Tidak nampak kelelahan sosial dan spiritual 7. Memudahkan klien untuk
5. Tidak nampak lesu 7. Anjurkan klien dan keluarga mengenali kelelahan dan
6. Tidak ada penurunan nafsu untuk mengenali tanda dan waktu untuk istirahat.
makan gejala kelelahan saat aktivitas. 8. Mencegah penggunaan
7. Tidak ada sakit kepala 8. Anjurkan klien untuk energy yang berlebihan
8. Kualitas tidur dan istirahat membatasi aktivitas yang karena dapat menimbulkan
baik cukup berat seperti berjalan kelelahan.
jauh, berlari, mengangkat
beban berat, dll. 9. Menciptakan lingkungan
9. Batasi stimuli lingkungan yang kondusif untuk klien
untuk relaksasi klien. beristirahat.
10. Menciptakan lingkungan
10. Batasi jumlah pengunjung yang kondusif untuk klien
beristirahat.
11. Memfasilitasi waktu
11. Bantu klien menyusun jadwal istirahat klien untuk
istirahat memperbaiki kondisi klien.
12. Mempercepat proses
12. Kolaborasi dengan tenaga penyembuhan klien
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi
yang tepat
6 Kerusakan intregritas kulit Setelah dilakukan asuhan NIC Label
berhubungan dengan keperawatan selama …x… jam Skin surveilance :
gangguan volume cairan Kerusakan intregritas kulit 1. Monitor adanya tanda – tanda 1. Mencegah terjadinya
membaik. Kriteria Hasil: kerusakan integritas kulit. kerusakan integritas kulit
Nursing outcomes 2. Monitor warna kulit. 2. Warna kulit kemerahan
classification (NOC) : mendakan adanya tekanan
Circulation Status yang dpaat menimbulkan
1. Temperatur jaringan dalam kerusakan jaringan kulit
rentang normal. 3. Monitor temperatur 3. Suhu kulit yang hangat
2. Elastisitas dan kelembaban menandakan adanya
dalam rentang rentang penekanan yang dapat
normal menyebabkan kerusakan
3. Pigmentasi dalam rentang jaringan kulit
normal. 4. Catat adanya perubahan kulit 4. Untuk mengetahui adanya
dan membran mukosa. tanda-tanda kerusakan
jaringan kulit
5. Ganti posisi dengan sering. 5. Merubah posisi dengan
sering dapat mencegahan
penakan terlalu lama pada
suatu bagian sehingga dapat
menyebabkan luka
6. Anjurkan intake dengan kalori 6. Kalori dan protein
dan protein yang adekuat merupakan makanan yang
baik untuk mempercepat
proses penyembuhan luka
pada kulit
D. EVALUASI
Perencanaan evaluasi memuat cerita hasil keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan
antara proses dengan pedoman / rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan
tindakan dapat dilihat dengan antara tingkat kemandirian klien dalam kehidupan sehari –
hari dan tingkat kemajuan kesehatan klien dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Evaluasinya menurut Nursalam (2008) sebagai berikut :
1. Tidak terjadi kelebihan cairan
2. Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh
3. Tidak terjadi gangguan pola napas
4. Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
5. Tidak terjadi intolenrasi aktivitas
6. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Desfrimadona. 2016. Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Skripsi. Universitas Andalas. Fakultas
Keperawatan
Evelyn, 2000. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic, cetakan ke 23. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Jakarta:
Salemba Medika
PERNEFRI. 2014. 7th Report of Indonesia Renal Registry.
Price, S.A., dan Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Jakarta: EGC
Tanto C, Hustrini NM. Penyakit ginjal kronis. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta
EA, editors. Kapita selekta kedokteran jilid 2. Ed. 4. Jakarta: Media Aesculaplus