Disusun Oleh :
UNIVERSITAS BONDOWOSO
2020-2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat serta karunia–nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat
terselesaikan dengan baik .Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Keperawatandengan baik dan menjadi salah satu mata kuliah wajib di
program studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso.
1. Ibu Yuana Agustin , SKM, M.kes sebagai Ketua Progaram Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso
2. Ibu Ns. Siti Riskika, M.Kep sebagai dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Anak
3. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi DHF
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis DHF
3. Untuk mengetahui Klasifikasi DHF
4. Untuk mengetahui etiologi dari DHF
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC DHF
6. Untuk mengetahui Komplikasi DHF
7. Untuk mengetahui penatalaksanaa DHF
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik DHF
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang DHF
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Penyakit DHF ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas
disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada
anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut
menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk
perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling ringan berupa
perdarahan dibawah kulit (petekie atau ekimosis), perdarahan gusi, epistaksis,
sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014).
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat
demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak
menjadi makin lemah, ujung – ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin,
dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun
dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014).
a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa
sebab jelas.
b. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniquet positif
dan adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya
petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena atau
hematemesis.
c. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit).
d. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang
menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai
kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung,
jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar
mulut.
2.3 Klasifikasi
Menurut T. Lestari (2016), DHF di klasifikasikan menjadi :
a. Derajat 1 : Demam disertai dengan gejala klinis lain atau perdarahan
spontan, uji torniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi
b. Derajat 2 : Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan di kulit ataupun
perdarahan lain
c. Derajat 3 : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit
teraba dingin lembab, gelisah
d. Derajat 4 : Renjatan berat denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Yang disertai dengan dengue shock sindrom
2.4 Etiologi
Empat virus dengue yang berbeda diketahui menyebabkan demam
berdarah. Demam berdarah terjadi ketika seseorang digigit oleh nyamuk yang
terinfeksi virus. Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies utama yang menyebar
penyakit ini. Ada lebih dari 100 juta kasus baru demam berdarah setiap tahun
di seluruh dunia. Sejumlah kecil ini berkembang menjadi demam berdarah.
Kebanyakan infeksi di Amerika Serikat yang dibawa dari negara lain. Faktor
risiko untuk demam berdarah termasuk memiliki antibodi terhadap virus
demam berdarah dari infeksi sebelumnya (Vyas, et al, 2014).
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat 4
serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah epidermis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Hardhi,
2015).
2.5 Patofisiologi
Fenomena patologis menurut (Herdman , 2012), yang utama pada
penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang
mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma
yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi
(tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan haemoglobin, terjadinya
hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan (syok). Hal
pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di
seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie), sakit
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limpa
(splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran
atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai hematocrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu,
pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematocrit darah
berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan
jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga
pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan
yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan dan apabila tidak segera ditangani dengan baik maka akan
mengakibatkan kematian. Sebelumnya terjadinya kematian biasanya dilakukan
pemberian transfusi guna menambah semua komponenkomponen di dalam
darah yang telah hilang.
Pathway DHF
Kebocoran plasma
DIC
Perdarahan
RESIKO keekstravaskuler
KETIDAKSEIMBANGAN
CAIRAN
Paru-paru Abdomen
POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF Efusi pleura Ascites
RESIKO DEFISIT
Mual , muntah
NUTRISI
2.6 Komplikasi
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah:
1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni
dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam sel-sel
tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie,
ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan
melena.
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi
pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia,
hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan
berkurangnya alran balik vena, penurunan volume sekuncup
dan curah jantung sehingga terjadi 13 disfungsi atau penurunan
perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular,
perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah
terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan
organ sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan
yang dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang
terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak
sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.
4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang
mngekibatkan ekstrasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut
dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura dan
adanya dipsnea.
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Marni, (2016 ) prinsip penatalaksanaan pada penyakit DHF yaitu
simptomatis dan suportif. Penanganan pertama pada penyakit ini diantaranya
memenuhi kebutuhan cairan, yaitu dengan memberikan cairan oral 1-2 liter
per hari untuk mengatasi dehidrasi dan rasa haus akibat demam tinggi. Selain
air putih dapat diberikanteh manis, susu, sirup , jus buah dan oralit. Pasien
yang mengalami demam dapat dikompres dengan air hangat. Selain itu dapat
diberikan antipiretik dari golongan asetaminofen (parasetamol) jangan berikan
asetosal atau ibuprofen karna akan merangsang terjadinya perdarahan.
Demam tinggi pada anak anak akan mengakibatkan terjadinya kejang.
Untuk mengatasi kejang, dapat diberikan antikokonvulsi misalnya diazepam,
stesolid, fenobarbital dan obat konvulsi lainnya. Jika syok dalam kondisi
berat/parah maka dapat diatasi atau dicegah dengan memberikan resuistasi
cairan parenteral infus 10-20 ml/kg BB/ jam. Jika tidak ada perbaikan klinis
tetapi hematocrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan untuk memberi
transfuse darah, jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi
perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar) jumlah cairan dikurangi hingga
10 ml/kg BB/ jam dalam 24 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.( Ariani, 2016 )
a. Darah
1. Pada demam Dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga
2. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokosentrasi
atau meningkatnya nilai hematocrit dan pemeriksaan tourniquet.
3. Pada pemeriksaan kimia darah : hipoproteinemia, hipokloremia,
SGPT, SGOT, ureum dan pH darah meningkat .
ASKEP TEORI
3.1 Pengkajian
a. Identitas Penderita
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Riwatat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
e. Kondisi lingkungan.
sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan
baju dikamar ).
f. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum Berdasarkan tingkatan (grade) DHF
keadaan umum adalah sebagai berikut :
a.Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan
umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan
gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c.Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
d. Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital :
nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak
teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak
sianosis
4) Abdomen (Perut).
5) Pemeriksaan laboratorium.
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Resiko Setelah di lakaukan Manajemen Cairan (I.03098)
Ketidakseimbang tindakan keperawatan
Observasi
an Cairan selama 3x24 jam masalah
(D.0036) keperawatan dapat teratasi - Monitor status hidrasi
dengan kriteria hasil : (mis. Frekuensi
nadi,kekuatan nadi, akral,
Keseimbangan Cairan
pengisian kapiler,
(L.03020)
kelembapan mukosa,
- Asupan Cairan 5 turgor kulit, tekanan
(Meningkat) darah.
- Kelembaban membran
Terapeutik
mukosa 5 (Meningkat)
- Tekanan darah 5 - Berikan asupan cairan,
(Membaik) sesuai kebutuhan
- Membran mukosa 5 - Berikan airan intravena,
(Membaik) jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diureti, jika perlu.
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik,
jika perlu.
3.4 Implementasi
Diagnosa Keperawatan Implementasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
2 Resiko Observasi
. Ketidakseimbangan
- Memonitor status hidrasi (mis. Frekuensi
Cairan (D.0036)
nadi,kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah.
Terapeutik
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian diureti, jika perlu.
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
BAB IV
PENUTUP
4.2 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA