Anda di halaman 1dari 14

ISSN 2598-098X

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL TEKNIK 2017
Peranan Rekayasa Teknik Dalam
Pembangunan Berkelanjutan
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Copyright © 2017

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari
penerbit.

Cetakan Pertama 2017

Reviewer & Editor :


Amin Ajaib Maggang, ST., MTN.Eng
Rima Nindia Selan, ST., MT

Penerbit :
UNDANA PRESS

Alamat Penerbit :
Jl. Adi Sucipto Penfui, P.O. BOX 104 Kupang NTT 85001
Telp. (0380) 881580

i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNIK

Editor : Amin Ajaib Maggang, ST., MTN.Eng


Rima Nindia Selan, ST., MT

Desain Sampul : Molina Olivia Odja, ST., MT

ISSN 2598-098X

Penerbit : UNDANA PRESS

Jl. Adisucipto Penfui, Telp (0380) 881580

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

ii
ISSN 2598-098X
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Sambutan Ketua Panitia Seminar iv
Sambutan Dekan FST Universitas Nusa Cendana v
Terima kasih vi
Susunan Panitia vii
Informasi Seminar viii
Jadwal Presentasi Paper x
Daftar Isi xv

NO JUDUL MAKALAH HALAMAN


1 DESALINASI ENERGI SURYA UPAYA MENDUKUNG PENGUATAN
KESEHATAN MASYARAKAT BERKELANJUTAN DI DAERAH 1 –5
KEPULAUAN NTT
Hari Rarindo, I Nyoman Bagia, Priyono
2 PENGUJIAN DISTRIBUSI BEBAN KERJA WEB SECARA STATIS PADA
SISTEM SERVER WEB BERBASIS CLUSTER DENGAN ALGORITMA NEVER 6 – 12
QUEUE
Nongki Angsar, Maria D Badjowawo
3 AUDIT KESELAMATAN JALAN (STUDI KASUS BLACKSPOT JALAN
TIMOR RAYA KM 10) 13 - 22
Margareth E. Bolla, Januario Djami Bara
4 KAJIAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DENGAN SKENARIO RCP 2.6 &
RCP 8.5 PADA KETERSEDIAAN AIR DI DAS LILIBA KOTA KUPANG 23 - 29
Willem Sidharno
5 ANALISIS TINGKAT BAHAYA EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DI
DAS BATU MERAH KABUPATEN KUPANG 30 - 38
Florensia M. P. Kayun, Aprianto Nomleni
6 DESAIN KARAKTERISTIK MAGNETIK GEAR TYPE AXIAL DENGAN
MENGGUNAKAN PIRINGAN ACRILYC 39 - 47
Sudirman Lantjo, Sudjito Soeparman, Denny Widyanuriawan, Slamet Wahyudi
7 ANTISIPASI OVER-RUNOFF DENGAN TEKNOLOGI INFILTRASI UNTUK
KETERSEDIAAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH PARIWISATA PESISIR 48 - 54
PANTAI NEMBERALA ROTRE NDAO NTT
Paul G. Tamelan, Maximilian M. J. Kapa
8 STRUKTUR DAN MORFOLOGI MATERIAL Mg0,9Zn0,1FOH YANG
DISINTESIS DENGAN METODE SOL GEL 55 - 60
Johanis P.T. Djawa, Irmina Kris Murwani
9 KARAKTERISASI GEOKIMIA ORGANIK MINYAK BUMI ASAL PULAU
KALIMANTAN UTARA 61 - 65
Eduardus Edi, M. Dedy Ari Rahman
10 PERKEMBANGAN TATA CARA DESAIN KOMPONEN STRUKTUR BAJA
DARI SNI 03-1729-2002 KE SNI 1729:2015 66 - 75
Jusuf J. S. Pah, Venansius A. Aben, Margareth E. Bolla,
11 ANALISA QoS PADA APLIKASI XMESH ROUTING PROTOCOL UNTUK
KOMUNIKASI MULTIHOP JARINGAN SENSOR NIRKABEL 76 - 82
Godlief Erwin Mige
12 PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP POTENSI KEPARIWISATAAN OBJEK
WISATA ALAM PANTAI OETUNE DI KABUPATEN TIMOR TENGAH 83 - 92
SELATAN NUSA TENGGARA TIMUR
Theodora Murni Tualaka, T. Yoyok Wahyu Subroto, Djoko Wijono
13 UJI EKSPERIMEN KUAT LENTUR MORTAR FERRO-GEOPOLYMER
Partogi Simatupang, Yuliantika, Elsy E. Hangge 93 - 101
14 PEMETAAN TENAGA TERAMPIL KONSTRUKSI TERSERTIFIKASI

xv
RI-RDTL KECAMATAN LAMAKNEN SELATAN KABUPATEN BELU 267 - 275
Regina Soi Mali, Johanis F. M. Bowakh Beby H. A. Manafe
33 ANALISIS TREN CURAH HUJAN PADA POS HUJAN SLAMET WAINGAIPU
UNTUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR KEAIRAN YANG 276 - 284
BERKELANJUTAN
Jakobis Johanis Messakh, Paul G. Tamelan, Daniel Lay Moy
34 PEMBANGKIT LISTRIK TERMOELEKTRIK PADA TUNGKU KAYU BAKAR
Ben Vasco Tarigan, Jahirwan Ut Jasron 285 - 289
35 SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT MANDUL BERBASIS
ANDROID 290 - 304
Yakob Ariel Marno Frans, Yohanis Malelak
36 ANALISA KEBUTUHAN DAN PENATAAN RUANG PARKIR PADA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 305 - 314
John Hendrik Frans, Tri Mardiyati W. Sir, Kristanto Kwinto Manek
37 ANALISIS POMPA HIDRAM 2 INCHI DENGAN SISTIM KOMPRESI SERI
Muhamad Jafri, Nurhayati, Gonzalvus R. Otang 315 - 323
38 ANALISIS KEKUATAN TARIK KOMPOSIT
OPEN HOLE DISCONTINUOUS DAUN GEWANG 324 - 329
Jefri Bale, Yeremias M. Pell dan Suinling Benu
39 REKONFIGURASI JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kV UNTUK
PENINGKATAN KUALITAS PENYALURAN DAYA SISTEM KELISTRIKAN 330 - 329
KAMPUS UNDANA PENFUI KUPANG
Agusthinus S. Sampeallo, Nursalim, Kristoforus Kato Sado
40 MODEL OPTIMASI NILAI EKONOMI AIR BERDASARKAN PERUBAHAN
TATA GUNA LAHAN 340 - 351
Baria Satyagraha, Mohammad Bisri, Lily Montarcih Limantara, Ussy Andawayanti
41 PERENCANAAN SISTEM PENYALUR PETIR LABORATORIUM
RISET TERPADU LAHAN KERING UNDANA 352 - 362
Agusthinus S. Sampeallo, Frans J. Likadja Jordan Leonardo Gue
42 ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN KOTORAN AYAM TERHADAP
PRODUKSI BIOGAS 363 - 371
Muhamad Jafri
43 PENERAPAN KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI ENERGI UNTUK PEMENUHAN
KEBUTUHAN LISTRIK MASYARAKAT DI PULAU SUMBA 372 - 383
NUSA TENGGARA TIMUR
Frans Likadja
44 PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ALAT ANGKUT DAN ALAT MUAT
STUDI KASUS 384 - 392
DI BLOK 1 PT SOE MAKMUR RESOURCES
Woro Sundari
45 ANALISIS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS MASA PAKAI ADSORBEN
ZEOLIT TERAKTIVASI DAN BENTONIT TERAKTIVASI DALAM 393 - 401
MENURUNKAN KADAR LOGAM Fe PADA AIR ASAM
STOCKPILE BATUBARA PT. SARANA AGRA
GEMILANG KSO PT. SEMEN KUPANG
Ika Fitri Krisnasiwi
46 ANALISIS LINK BACKBONE SERAT OPTIK KUPANG-SOE
DENGAN METODE LINK POWER BUDGET 402 - 414
Johanis F.M. Bowakh
47 PENGARUH PERUBAHAN KADAR AIR PADA POTENSI PENGEMBANGAN 415 - 422
LEMPUNG OEBELO
Elsy Elisabet Hangge
48 PENERAPAN METODE RASIONAL DAN NAKAYASU DALAM ESTIMASI
DEBIT PUNCAK DI BENDUNG BATU MERAH 423 - 428
KABUPATEN KUPANG
Judi Nasjono, Jusuf J. S. Pah, Sdi Trionel U Rauta
49 KAJIAN MODEL WAKTU ALIRAN PADA PERMUKAAN PAVING BLOK
Laksni Sedyowati, Eko Indah susanti, Ayudha Candra Amalia 429 - 437
50 KAJIAN NILAI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN PADA EMBUNG 438 - 445
KECIL DI PULAU FLORES BAGIAN TIMUR

xvii
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN KOTORAN AYAM TERHADAP PRODUKSI


BIOGAS
Muhamad Jafri
1
Jurusan Studi Teknik Mesin FST Undana, Jl. Adisucipto Kampus Baru Penfui Kupang-NTT
Email: muhamad_jafri@staf.undana.ac.id

ABSTRAK
Biogas merupakan sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh fermentasi anaerobik dari bahan organik. Bahan
organik dapat berasal dari limbah kotoran hewan, air limbah, dan limbah padat. Limbah kotoran hewan yang sering
digunakan adalah sapi, babi, dan ayam. Limbah peternakan seperti kotoran sapi dan kotoran ayam mengandung unsur
N 26,2 kg/ton, P 4,5 kg/ton, dan K 13,0 kg/ton sedangkan kotoran ayam mengandung sisa pakan dan serat selulosa
yang tidak dicerna, protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan
sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh
kotoran ayam terhadap produksi biogas melalui beberapa bentuk perlakuan. Pengujian pertama dilakukan dalam 3
perlakuan yaitu komposisi 2,5 kg kotoran sapi vs 7,5 kg kotoran ayam, 5 kg kotoran sapi vs 5 kg kotoran ayam, dan
7,5 kg kotoran ayam vs 2,5 kg kotoran ayam. Pengambilan data produksi pada hari ke 5, 10, 15, dan 25. Hasilnya
menunjukkan bahwa, setiap perlakuan berpengaruh terhadap produksi biogas dan komposisi masukan 5 kg kotoran
sapi dan 5 kg kotoran ayam produksi gas terbesar yaitu 33,92 mg dan lama proses 15 hari. Pengujian perlakuan
selanjutnya adalah variasi persentase kotoran ayam dan kotoran sapi. Dari 6 perlakuan yang diuji, volume biogas yang
diproduksi berbeda untuk setiap perlakuan, dan perbandingan persentae 50% kotoran sapi dan 50 % kotoran ayam
merupakan komposisi terbaik yang menghasilkan produksi biogas sebesar 35690 ml. Pengujian selanjutnya adalah
limbah jerami padi sebagai sampel, sedangkan kotoran sapi dan kotoran ayam sebagai biostarter. Komposisi
konsentrasi biostarter maksimal yang digunakan untuk produksi biogas dari limbah jerami padi yaitu 15% biostarter
kotoran sapi dan 5% kotoran ayam sedangkan waktu fermentasi maksimal yang digunakan untuk produksi biogas dari
limbah jerami padi yaitu 30 hari.
Kata kunci: biogas; kotoran sapi, kotoran ayam, biostarter

1. PENDAHULUAN
Konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Elinur dkk (2010) menyebutkan bahwa
cadangan energi minyak mentah Indonesia hanya dapat diproduksi atau akan habis dalam kurun waktu 23 tahun, gas
selama 59 tahun dan batubara selama 82 tahun. Sehingga untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar
minyak, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan
energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan
tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak.
Pemanfaatan sumber energi terbarukan yang berasal dari sumber non-fosil seperti sampah perkotaan, kotoran ternak,
limbah pertanian dan sumber biomasa lainnya saat ini menjadi semakin penting (Arifin, 2011).
Menurut Sufyandi, dalam sakinah, 2012 “Ketersediaan limbah pertanian (biomassa) di Indonesia merupakan
suatu potensi sumberdaya untuk memproduksi energi alternatif terbarukan misalnya biogas”. Pengolahan kotoran
ayam menjadi biogas, sudah dilakukan beberapa tahun terakhir ini dengan paremeter uji yang berbeda antara satu
dengan yang lain.
Meningkatnya kegiatan peternakan dapat dipastikan akan memberikan dampak positif sekaligus negatif baik
kepada pelaku peternak maupun kepada lingkungan. Dampak positif berupa peningkatan pendapatan peternak,
perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan ketersediaan pangan. Namun apabila tidak dikelola dengan tepat akan
menimbukan permasalahan lingkungan, yaitu berupa limbah padat, udara dan cair, seperti feses, urine, sisa makanan,
dan udara (Sudaryono, 2012). Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak mengurangi jumlah pupuk
organik yang bersumber dari kotoran ternak. Hal ini karena pada pembuatan biogas kotoran ternak yang sudah
diproses dikembalikan ke kondisi semula yang diambil hanya gas metana (CH) yang digunakan sebagai bahan bakar.
Pada dasarnya penggunaan biogas memiliki keuntungan ganda (Prihandana, R. dkk, 2007) yaitu gas metan yang
dihasilkan bisa berfungsi sebagai bahan bakar, sedangkan limbah cair dan limbah padat dapat digunakan sebagai
pupuk organik.
Permasalahannya sekarang, bagaimana memanfaatkan kotoran dan teknologi apa yang paling tepat. Menurut
Setiyawan (2005), penggunaan kotoran ternak sebagai bahan biogas merupakan pilihan yang tepat. Dengan teknologi
sederhana ini, kotoran ternak yang tadinya hanya mencemari lingkungan dapat diubah menjadi sumber energi
terbarukan yang sangat bermanfaat.

363
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

2. TINJAUAN PUSTAKA
Biogas atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak bahan buangan dan bahan
sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, enceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya lagi. Segala jenis
bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran hewan ataupun sisa
tanaman, dapat dijadikan bahan biogas (Suriawiria dkk, 2002). Beberapa hal yang menarik dari pada teknologi biogas
adalah kemampuannya untuk membentuk biogas dari limbah organik yang jumlahnya berlimpah dan tersedia secara
bebas. Variasi dari sifat-sifat biokimia menyebabkan produksi biogas juga bervariasi. Sejumlah bahan organik dapat
digunakan bersama-sama dengan beberapa persyaratan produksi gas atau pertumbuhan normal bakteri metan yang
sesuai. Beberapa sifat bahan organik tersebut mempunyai dampak/pengaruh yang nyata pada tingkat produksi biogas
(Wahyuni, 2011). Instalasi reaktor biogas yang umumnya digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini ;

Kandang ternak

Penampung gas
Pengaman Kompor gas
Bak Campur

Digester

Penampung slurry

Gambar 1 : Instalasi reaktor biogas

Instalasi biogas dapat dibuat dengan teknologi sederhana yang akan mampu dikuasai oleh rumah tangga
peternak atau masyarakat setempat. Komponen inti dalam instalasi biogas meliputi :
a. Bak pengaduk;
Bak pengaduk berfungsi sebagai tempat pencampuran antara bahan baku dan air sebelum disalurkan ke dalam
digester. Dari segi kontruksi, digester dibedakan menjadi dua yaitu fixed dome (kubah tetap) dan floating dome
(kubah terapung). Digester jenis ini fixed dome (kubah tetap) bentuknya menyerupai kubah dan mempunyai
volume yang tetap. Seiring dengan dihasilkannya biogas, terjadi peningkatan tekanan gas dalam digester. Oleh
karena itu, dalam konstruksi digester jenis kubah tetap, gas yang terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul
gas di luar reaktor. Indikator produksi gas dapat dilakukan dengan memasang indikator tekanan. Sedangkan
Digester floating dome (kubah terapung) terdapat bagian yang dapat bergerak seiring dengan kenaikan tekanan gas
dalam digester. Pergerakan bagian kubah dapat dijadikan indikasi bahwa produksi biogas sudah dimulai atau sudah
terjadi. Bagian yang bergerak tadi berfungsi sebagai pengumpul gas (Setyawan, 2010).
b. Saluran;
Saluran dalam instalasi biogas terdapat 2 bagian yaitu bagian pertama adalah saluran pemasukkan dan kedua adalah
saluran pengeluaran.
c. Digester (reaktor biogas).
Digester (reaktor biogas) berfungsi untuk menampung material organik (dalam hal ini kotoran ternak) dan sebagai
tempat terjadinya proses penguraian material organik menjadi biogas;
d. Katup pengaman tekanan;
Katup pengaman berfungsi untuk mengamankan digester dari lonjakan tekanan biogas yang berlebihan dimana
bila tekanan biogas dalam tempat penampung gas melebihi tekanan yang diijinkan maka biogas akan dibuang ke
luar.
e. Penampung biogas;

364
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

Penampung biogas, berfungsi untuk menampung biogas yang dihasilkan dari digester;
f. Pipa saluran gas;
Pipa saluran gas, berfungsi untuk mengalirkan biogas yang dihasilkan dari digester;
g. Bak Penampung;
Bak Penampung berfungsi untuk menampung sisa peroses anaerob berupa lumpur (slurry) yang dapat digunakan
sebagai pupuk.
Hasil penelitian menyatakan bahwa berbagai jenis limbah dapat digunakan sebagai bahan baku biogas misalnya
limbah perkebunan seperti kulit kakao (Lateng, 2010), limbah industri seperti industri tahu, limbah perairan seperti
enceng gondok, limbah pertanian seperti jerami padi (Arati, 2009), dan limbah peternakan (kotoran sapi, kotoran
ayam). Limbah tersebut dapat sebagai bahan baku biogas baik secara tersendiri maupun kombinasi lebih dari dua
jenis limbah.
Limbah peternakan seperti kotoran sapi dan kotoran ayam dapat digunakan sebagai bahan baku biogas, kotoran
sapi mengandung unsur N 26,2 kg/ton, P 4,5 kg/ton, dan K 13,0 kg/ton sedangkan kotoran ayam mengandung sisa
pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna, protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya. Protein pada
kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya (Foot et al., 1976).
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu :
(a) Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik
kompleks menjadi sederhana, perubahan bentuk strukutur polimer menjadi monomer;
(b) Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap
hidrolisis akan menjadi bahan makanan bakteri asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini
yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan
amonia.
(c) Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat
dalam proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.
3. METODE
Penulisan ilmiah menggunakan metode studi literatur atas dasar telaah, beberapa buku sebagai acuan, jurnal,
internet dan hasil-hasil penelitian.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Febrina N, dkk (2009) meneliti pengaruh komposisi masukan dan waktu tinggal terhadap produksi biogas dari
kotoran ayam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fermentasi anaerobik. Sedangkan variabel-
variabel yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah : 1). waktu fermentasi, yaitu 5 hari, 10 hari, 15 hari, 20 hari,
dan 25 hari. 2). Komposisi masukan (kotoran ayam dan starter (kotoran sapi)) 25 : 75, 50 : 50, 75 : 25, 3). Komposisi
biogas yang dihasilkan atau Senyawa-senyawa yang akan diamati adalah : Metana (CH4), Karbon Dioksida (CO2),
Nitrogen (N2), Oksigen (O2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke lima waktu fermentasi senyawa metana belum terbentuk
sedangkan waktu fermentasi hari ke sepuluh senyawa metana sudah mulai terbentuk sedikit yaitu sebesar 2,4 mg.

Gambar 2. Grafik kadar CH4 dalam produk dari berbagai komposisi bahan baku terhadap waktu fermentasi.

Senyawa metana yang paling banyak terbentuk yaitu sebesar 33,92 mg pada komposisi masukan 5 kg kotoran ayam
dan 5 kg kotoran sapi pada saat waktu fermentasi 15 h ari. Hal ini karena pada masa ini reaksi puncak dari
pembentukan biogas, terjadi reaksi yang sempurna dari bakteri-bakteri terjadi pembentuk senyawa metana. Sedangka
pada hari ke-25 gas metana tidak terbentuk lagi karena menurunnya aktivitas dari bakteri-bakteri pembentuk gas
tersebut.
Untuk Senyawa oksigen rata-rata yang paling tinggi terdapat pada komposisi masukan 7,5 kg kotoran ayam
dan 2,5 kg kotoran sapi pada saat waktu fermentasi 15 h ari. Hal sebaliknya pada masukan dengan komposisi 5 kg
kotoran ayam dan 5 kg kotoran sapi kadar oksigennya paling rendah dibandingkan dengan dua komposisi masukan

365
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

lainnya pada hari ke-15 yaitu sebesar 50,24 mg, karena pada waktu fermentasi ini kadar metana yang mendominasi
sehingga kadar oksigennya lebih sedikit.

Gambar 3. Grafik kadar O2 dalam produk dari berbagai komposisi bahan baku terhadap waktu fermentasi

Kandungan N2 tertinggi terdapat pada komposisi masukan 2,5 kg kotoran ayam dan 7,5 kg kotoran sapi
yaitu sebesar 224 mg pada fermentasi hari ke 15.

Gambar 4. Grafik kadar N2 dalam produk dari berbagai komposisi masukkan bahan baku terhadap waktu fermentasi

Banyaknya kandungan N2 dan O2 yang terdapat dalam biogas sangat mempengaruhi pembentukan senyawa
metana dalam biogas. Jika kadar N2 dan O2 t inggi maka dapat dipastikan kadar metananya akan rendah. Tingginya
kadar N2 dalam biogas sangat erat kaitannya dengan banyaknya udara dari lingkungan sekitar yang masuk ke dalam
sampel biogas. Selanjutnya hasil analisa dengan menggunakan Gas Chromatograph tidak didapatkan senyawa CO2.
Sedangkan dari reaksi pembentukan biogas seharusnya didapattkan senyawa CO2 agar dapat dibentuk menja di gas
metana.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Febrina N, dkk (2009) adalah komposisi masukan berpengaruh
terhadap komposisi biogas yang dihasilkan, dimana didapatkan hasil gas metana yang terbesar yaitu 33,92 mg dengan
komposisi masukan 5 kg kotoran sapi dan 5 kg kotoran ayam. Waktu tinggal berpengaruh terhadap komposisi biogas
dan lamanya waktu proses terbentuknya gas metana, dimana waktu optimum terbentuknya gas metana yaitu pada hari
ke-15 dengan besar gas metana adalah 33,92 mg.
Sanjaya, D., dkk (2015) meneliti tentang produksi biogas dari campuran kotoran sapi dengan kotoran ayam.
Metode penelitian ini menggunakan 6 perlakuan dengan parameter pengamatan meliputi ; lama waktu pembentukan
biogas, volume biogas yang dihasilkan, produktivitas biogas, dan kandungan bahan organik, pengukuran C/N rasio,
pengukuran derajat keasaman (pH), pengukuran suhu, uji nyala api. Hasil penelitian untuk rasio C/N pada masing-
masing perlakuan.

366
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

Tabel 1 Nilai C/N rasio pada perlakuan

Rasio C/N merupakan salah satu indikator terpenting untuk menentukan kualitas bagi bahan yang akan dijadikan
sebagai substrat dalam proses pembentukan biogas. Rasio (C/N) yang optimum untuk digester anaerobik berkisar 20
– 30. Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa kandungan rasio C/N yang optimum adalah persentasi kotoran 0-10 %
sedangkan persentse kotoran sapi 90-100 % Salah satu yang menjadi faktor kecilnya C/N rasio pada kotoran ternak
ialah jenis pakannya.
Pengujian kandungan bahan organik melalui besarrnya nilai volatile solid dan total solid suatu bahan. Hal ini
dilakukan karena volatile solid digunakan untuk mengetahui kandungan bahan organik pada suatu limbah atau bahan.
Sedangkan total solid merupakan jumlah padatan kering dari sample atau limbah yang telah mengalami proses
pengovenan/pengeringan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hasil pengujian volatile solid dan total solid
untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut in;
Tabel 2. Kandungan (VS) Removed Bahan

Dari Tabel 2, terlihat bahwa komposisi bahan yang memiliki nilai volatile solids tertinggi yaitu pada perlakuan
komposisi (100%KA : 0% KS) sebesar 187,01 g. Sedangkan kandungan volatile solids terendah dengan komposisi
(50%KA : 50% KS) yakni sebesar 109,47 g. Semakin besar kandungan organik pada suatu bahan atau limbah, maka
akan semakin mudah untuk diuraikan. Sehingga bila limbah tersebut terbuang di lingkungan sekitar, tidak akan
menyebabkan kerusakan pada lingkungan.

Gambar 5. pH awal dan pH akhir penelitian


Graik batang di atas merupakan hail pengukuran pH untuk setiap perlakuan. Dimana proses anaerobik yang terjadi
dalam digester pada masing-masing perlakuan berada pada kondisi yang tidak jauh yakni berada dalam kisaran 6,7 –
7,7. Secara keseluruhan pH awal dan akhir pada penelitian cenderung mendekati netral, pada umumnya produksi
biogas yang dihasilkan akan mengalami produksi yang baik pada pH 7 (netral). Hasil penelitian Fachry, dkk (2004)
menunjukkan bahwa semakin netral pH maka makin tinggi pula kadar CH, sebaliknya kadar CO2 akan menjadi
semakin rendah. Sedangkan pH optimum dicapai pada nilai 7,5. Hal ini diperkuat dengan penelitian Yonathan, dkk
(2013) yang menyatakan bahwa pH netral dapat memacu perkembangan bakteri metana (metanogen) sehingga pada
pH tersebut bakteri perombak asam asetat dapat tumbuh dan berkembang biak secara optimal, hal ini akan berdampak
pada produksi gas yang dihasilkan.
Temperatur reaksi dan lingkungan selama proses anaerob untuk setiap perlakuan di ukur dan hasilnya terlihat pada
gambar berikut ini;

367
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

Gambar 6. Suhu rata-rata saat proses pembentukkan biogas


Berdasarkan gambar 6. di atas, proses anaerobik yang terjadi pada digester seluruh perlakuan berada dalam kisaran
temperatur 31,7–34 0C sedangkan temperatur lingkungan berkisar antara 30, 29 – 31, 33 0C . Temperatur tersebut
merupakan temperatur yang sesuai dengan negara Indonesia yang beriklim tropis. Berbagai literatur memberikan
informasi yang berbeda-beda terhadap rentan temperatur yang baik untuk menghasilkan biogas.
Berikut ini merupakan gambar produksi biogas kumulatif.

Gambar 7. Produksi bioga komulatif


Pada grafik di atas terlihat bahwa biogas yang dihasilkan tiap komposisi memiliki volume yang berbeda-beda.
Produksi biogas kumulatif pal ing lama terdapat padakomposisi A0 S10 , A1 S9 dan A5 S5 yakni berhenti pada hari
Ke-33. Sedangkan produksi biogas kumulatif terendah pada komposisi A10 S0 yakni berhenti pada hari Ke-16.
Menurut Padang (2011) Perbedaan produksi biogas disebabkan karena ketersediaan nutrisi (sumber energi) bagi
bakteri anaerob yang berbeda-beda dari masing-masing komposi, sehingga berdampak pada perbedaan laju fermentasi
dari setiap komposisi. Sedangkan total gas yang dihasilkan, Pada minggu pertama produksi biogas sudah mulai
terbentuk, hal ini terjadi pada seluruh satuan percobaan. .

Gambar 8. Total produksi biogas


Dari grafik batang, total produksi biogas yang dihasilkan dari masing-masing komposisi memiliki volume yang
berbeda-beda, total produksi terbesar terdapat pada penambahan kotoran ayam sebanyak 50 %, dengan total produksi
sebesar 35690 ml. Hal ini bisa disebabkan karena campuran bahan yang sebanding atau sama besar antara subtrat
kotoran sapi dengan subtrat kotoran ayam, sehingga menghasilkan produksi yang baik. Begitu juga dengan penelitian
sebelumnya oleh Wibowo dkk (2013) didapatkan hasi l yang opti mum dengan komposisi 50 : 50 sebesar 1,69 liter.
Sedangkan total produksi biogas terendah dihasilkan pada penambahan kotoran ayam sebanyak 100 % yang
menggunakan komposisi 0 % kotoran sapi dengan total produksi sebesar 10714 ml.

368
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

Tabel 3. Data produktifitas biogas

Tabel produktifitas biogas terlihat produktivitas biogas tertinggi pada komposisi (50% KA:50% KS) yai tu
sebesar 0,33 l i ter/g. Sedangkan produktivitas biogas terendah terdapat pada komposisi (100% KA: 0% KS) dengan
produkt ivitas sebesar 0, 06 l i ter/g.
Berdasarkan uji nyala api yang dilakukan pada mingggu pertama gas yang dihasilkan belum dapat menyala jika
dibakar. Pada saat memasuki minggu kedua gas metana baru bisa terbakar, hal ini terjadi pada seluruh perlakuan.

Gambar 9. Uji nyala api


Penyebab terjadinya hal tersebut bisa dikarenakan produksi gas metan yang dihasilkan pada awal produksi biogas
masih rendah, karena proses anaerob memerlukan beberapa tahapan di antaranya : Hidroli si s, asidogenesis dan
methanogenesis. Dari gambar 11, terlihat bahwa nyala api biogas dari seluruh perlakuan menghasilkan warna api biru,
hal ini menunjukkan hasil pembentukan gas metan (CH) memiliki kandungan gas diatas 40%. Menurut penelitian
Ihsan, dkk (2013) jika gas yang dihasilkan dari proses anaerobik dapat terbakar kemungkinan mengandung 45% gas
metan. Pada umumnya bila gas metana dibakar akan menghasilkan warna biru dan nyala api tidak mudah padam.
Simpulan yang dapat di ambil bahwa total volume biogas yang dihasilkan ipengaruhi oleh komposisi subtrat.
Pada komposi si (100% KS) menghasilkan biogas sebesar 11369 ml, komposisi (10%KA : 90%KS) menghasilkan
26140 ml, komposisi (30%KA: 70%KS) menghasilkan 31400 ml, komposisi (50% : 50%) menghasilkan 35690 ml,
komposisi (70%KA : 30% KS) menghasilkan 23170 ml dan komposisi (100% KA) menghasilkan volume sebesar
10714 ml. Komposisi 50%:50% merupakan komposisi terbaik yang dapat menghasilkan produksi biogas dengan
jumlah produksi sebesar 35690 ml.
Sakinah, dkk (2012), pengaruh konsentrasi biostarter kotoran sapi dan kotoran ayam pada produksi biogas
dengan menggunakan limbah jerami padi. Metode yang digunakan adalah Desain penelitian ini menggunakan metode
eksperimen (uji coba). Bahan baku yang digunakan adalah jerami pada, sedangkan kotoran sapi dan kotoran ayam
yang dijadikan sebagai biostarter diuji kandungannya yang terdiri atas : kadar air, kadar abu, protein kasar, serat kasar,
total karbohidrat, C organik, ratio C/N dan lemak. Analisis Data menggunakan analisis sidik ragam dengan
menggunakan analisis statistik (ANOVA). Hasil pengujian dapat di lihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4 Rerata produksi biogas dengan biostarter kotoran sapi

369
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

Tabel 5 Rerata produksi biogas dengan biostarter kotoran ayam

Tabel 6 Rerata produksi biogas dengan biostarter kotoran sapi dan kotoran ayam

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa laju produksi biogas dari semua variasi perlakuan memperlihatkan
kecenderungan meningkat terus seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi yaitu sampai pada hari ke 30.
Berdasarkan analisis sidik ragam dengan menggunakan analisis statistik (ANOVA). Jumlah penambahan biostarter
kotoran sapi dan waktu fermentasi berpengaruh terhadap produksi biogas menggunakan jerami padi sebagai bahan
baku. Berdasarkan uji lanjut Tukey dan LSD, konsentrasi 5%, 10% dan 15% berbeda tidak nyata karena ketiga
konsentrasi memiliki rata-rata yang sama pada taraf kepercayaan 95% (a =5%). Jadi produksi biogas maksimal dalam
penelitian ini sudah dicapai pada konsentasi 5% dengan menggunakan biostarter kotoran sapi. Sedangkan pengaruh
waktu fermentasi menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi produksi biogas cenderung meningkat.
Berdasarkan uji lanjut Tukey dan LSD, produksi biogas maksimal terjadi pada hari ke 30.
Laju produksi biogas dari semua variasi perlakuan memperlihatkan kecenderungan meningkat terus seiring
dengan bertambahnya waktu fermentasi yaitu sampai pada hari ke 30. Berdasarkan analisis sidik ragam dengan
menggunakan analisis statistik (ANOVA). Jumlah penambahan biostarter kotoran ayam dan waktu fermentasi
berpengaruh terhadap produksi biogas menggunakan jerami padi sebagai bahan baku. Berdasarkan uji lanjut Tukey
dan LSD, konsentrasi 5%, 10% dan 15% berbeda tidak nyata karena ketiga konsentrasi memiliki rata-rata yang sama
pada taraf kepercayaan 95% (a = 5%). Jadi produksi biogas maksimal dalam penelitian ini sudah dicapai pada
konsentasi 5% dengan biostarter kotoran ayam. Sedangkan pengaruh waktu fermentasi menunjukkan bahwa semakin
lama waktu fermentasi produksi biogas cenderung meningkat.
Penambahan biostarter kotoran sapi sangat mempengaruhi peningkatan laju produksi biogas, semakin tinggi
konsentrasi biostarter kotoran sapi yang ditambahkan maka laju produksi biogas dari semua variasi perlakuan
memperlihatkan kecenderungan meningkat sampai waktu fermentasi hari ke 30. Berdasarkan analisis sidik ragam
dengan menggunakan analisis statistik (ANOVA). Jumlah penambahan biostarter kotoran sapi dan kotoran ayam serta
waktu fermentasi berpengaruh terhadap produksi biogas menggunakan jerami padi sebagai bahan baku. Berdasarkan
uji lanjut Tukey dan LSD, komposisi (15% kotoran sapi : 5% kotoran ayam), (15% kotoran sapi : 10% kotoran ayam),
dan (10% kotoran sapi : 15% kotoran ayam) berbeda tidak nyata karena ketiga komposisi konsentrasi memiliki rata-
rata yang sama pada taraf kepercayaan 95% (a = 5%). Jadi produksi biogas maksimal dalam penelitian ini sudah
dicapai pada komposisi konsentrasi 15% kotoran sapi : 5% kotoran ayam. Sedangkan pengaruh waktu fermentasi
menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi produksi biogas cenderung meningkat. Berdasarkan uji lanjut
Tukey dan LSD, produksi biogas maksimal terjadi pada hari ke 30. Pada ketiga perlakuan dapat dilihat peningkatan
produksi gas methan (CH) seiring dengan peningkatan volume biogas.
Pengujian ini disimpulkan bahwa efektifitas pembentukan biogas ditentukan oleh jenis bahan dan konsentrasi
biostarter, penggunaan kotoran sapi sebagai biostarter menghasilkan produksi biogas dari limbah jerami padi lebih
banyak dibandingkan kotoran ayam pada konsentrasi yang sama, komposisi konsentrasi biostarter maksimal yang
digunakan untuk produksi biogas dari limbah jerami padi yaitu 15% biostarter kotoran sapi dan 5% kotoran ayam
sedangkan waktu fermentasi maksimal yang digunakan untuk produksi biogas dari limbah jerami padi yaitu 30 hari.

370
SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017
Hotel On The Rock, Kupang, 04 November 2017

5. KESIMPULAN
1. Komposisi masukan berpengaruh terhadap komposisi biogas yang dihasilkan, dimana didapatkan hasil gas metana
yang terbesar yaitu 33,92 mg dengan komposisi masukan 5 kg kotoran sapi dan 5 kg kotoran ayam. Waktu tinggal
berpengaruh terhadap komposisi biogas dan lamanya waktu proses terbentuknya gas metana, dimana waktu
optimum terbentuknya gas metana yaitu pada hari ke-15 dengan besar gas metana adalah 33,92 mg.
2. Volume biogas yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi subtrat. Pada komposisi (100% KS) menghasilkan
biogas sebesar 11369 ml, komposisi (10%KA : 90%KS) menghasilkan 26140 ml, komposisi (30%KA: 70%KS)
menghasilkan 31400 ml, komposisi (50% : 50%) menghasilkan 35690 ml, komposisi (70%KA : 30% KS)
menghasilkan 23170 ml dan komposisi (100% KA) menghasilkan volume sebesar 10714 ml. Komposisi
50%:50% merupakan komposisi terbaik yang dapat menghasilkan produksi biogas dengan jumlah produksi
sebesar 35690 ml.
3. Pembentukan biogas ditentukan oleh jenis bahan dan konsentrasi biostarter, penggunaan kotoran sapi sebagai
biostarter menghasilkan produksi biogas dari limbah jerami padi lebih banyak dibandingkan kotoran ayam pada
konsentrasi yang sama, komposisi konsentrasi biostarter maksimal yang digunakan untuk produksi biogas dari
limbah jerami padi yaitu 15% biostarter kotoran sapi dan 5% kotoran ayam sedangkan waktu fermentasi maksimal
yang digunakan untuk produksi biogas dari limbah jerami padi yaitu 30 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Arati, J.M. (2009). “Evaluating The Economic Feasibility of Anaerobik Digestion of Kawangware Market Waste”.
Tesis. Manhattan: Kansas State University.
Denta Sanjaya, Agus Haryanto, Tamrin. (2015). “Produksi biogas dari campuran kotoran sapi dengan Kotoran ayam”,
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4No. 2: 127-136
Elinur, D.S. Priyarsono, Mangara Tambunan, dan Muhammad Firdaus. (2010). “Perkembangan konsumsi dan
penyediaan energi Dalam perekonomian indonesia”, Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE).
Volume 2, Nomor 1, IPB, Bogor.
Fachry, H.A. Rasyidi., Rinenda, dan Gustiawan. (2004). “Penentuan Ni lai Kalori fik yang Dihasilkan dari Proses
Pembentukan Biogas”. Jurnal Teknik Kimia. 2(5) : 7-12.
Febrina Noresta, Jecika Yavia Nadiaty, M. Faizal,. (2013). “Pengaruh Komposisi Masukan Dan Waktu Tinggal
Terhadap Produksi Biogas Dari Kotoran Ayam”, Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Palembang.
Foot, A.S.,S.Banes, Ja.C.G. Oge, J.C. Howkins, V.C. Nielsen, And Jr.O. Callaghan. (1976). Studies on Farm Livestock
Waste. I” ed. Agriculture Research Council, England.
Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral. (2006). Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia.
Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources. Ministry Energy and Mineral Resources,
Jakarta.
Lateng, N. (2010). “Pengaruh Jumlah Biostarter dan Waktu Fermentasi pada Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biogas”. Tesis. Program Pascasarjana. UNHAS, Makassar.
Maulana Arifin, Aep Saepudin, Arifin Santosa, (2011). “Kajian biogas sebagai sumber pembangkit tenaga listrik Di
pesantren saung balong al-barokah, M Ajalengka, jawa barat”, Journal of Mechatronics, Electrical Power, and
Vehicular Technology Vol. 02, No 2, pp 73-78, 2011, LIPI, Bandung
Perpres No.5 Tahun 2006. (2006), Tentang Kebijakkan energi Nasional, Sekertariat Kabinet, Jakarta
Prihandana, R. dkk, (2007), Meraup Untung dari Jarak Pagar, Jakarta , P.T Agromedia Pustaka
Suyati, F., 2006, “Perancangan Awal Instalasi Biogas Pada Kandang Terpencar Kelompok Ternak Tani Mukti Andhini
Dukuh Butuh Prambanan Untuk Skala Rumah Tangga”, Skripsi, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sakinah, Abu Bakar Tawali, Musrizal Muin.(2011),”pengaruh konsentrasi biostarter kotoran sapi dan kotoran ayam
pada produksi biogas dengan menggunakan limbah jerami padi”. Pengelolaan Lingkungan Hidup Universitas
Hasanuddin, Makasar
Setyawan A. H. (2010). Upaya mewujudkan ketahanan energi di Tingkat rumah tangga. ITB, Bandung
Sudaryono, (2012), “pemanfaatan biogas dari limbah kotoran Ternak sebagai sumber energi listrik Studi kasus di desa
sutenjaya”, lembang, jawa barat, Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, J.
Tek. Ling. Vol. 14. No. 1 Januari 2013 Hal 59-66
Sufyandi, A. (2001). Informasi Teknologi Tepat Guna untuk Pedesaan Biogas, Bandung.
Suriawiria dan Unus, H. (2002). Menuai Biogas dari Limbah, (online), (http://www.pikiran-rakyat.com/squirrelmail,
diakses 15 Januari 2012).
Wahyuni, S. (2011). Menghasilkan Biogas dari Aneka Limbah. Edi si Pertama. PT Agro Media Pustaka : Jakarta. 96
Hlm.
Yonathan, A., A. R.Prasetya, dan B, Pramudono. (2013). Produksi Biogas dari Eceng Gondok (Eicchornia Crassipes):
Kajian Konsistensi dan pH Terhadap Biogas Dihasilkan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(2): 211215.

371

Anda mungkin juga menyukai