Anda di halaman 1dari 1

Pierre Tendean

Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andries Tendean[1] (lahir 21 Februari 1939 – meninggal 1
Oktober 1965 pada umur 26 tahun) adalah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi
salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965. Mengawali karier militer
dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai Ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris
Nasution menggantikan Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang ajudan Pak Nas, yang gugur dalam
misi perdamaian di Kongo Afrika tahun 1963. dengan pangkat Letnan Satu Czi, ia dipromosikan
menjadi Kapten Anumerta setelah kematiannya. Tendean dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata dan bersama enam perwira korban Gerakan 30 September lainnya, ia
ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965.

Pierre Andries Tendean terlahir dari pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter yang berdarah
Minahasa, dan Cornet M.E, seorang wanita Indo yang berdarah Prancis, pada tanggal 21
Februari 1939 di Batavia (kini Jakarta), Hindia Belanda. Pierre adalah anak kedua dari tiga
bersaudara; kakak dan adiknya masing-masing bernama Mitze Farre dan Rooswidiati. Tendean
mengenyam sekolah dasar di Magelang, lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang tempat
ayahnya bertugas. Sejak kecil, ia sangat ingin menjadi tentara dan masuk akademi militer,
namun orang tuanya ingin ia menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur.
Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat
(ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.

Setelah lulus dari akademi militer pada tahun 1961 dengan pangkat letnan dua, Tendean
menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan. Setahun
kemudian, ia mengikuti pendidikan di sekolah intelijen di Bogor. Setamat dari sana, ia
ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke
Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia; ia bertugas
memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia. Pada tanggal
15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan
Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.

Pada pagi tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah
Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di ruang belakang
rumah Jenderal Nasution terbangun karena suara tembakan dan ribut-ribut dan segera berlari
ke bagian depan rumah. Ia ditangkap oleh gerombolan G30S yang mengira dirinya sebagai
Nasution karena kondisi rumah yang gelap. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan
melompati pagar. Tendean lalu dibawa ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama
enam perwira tinggi lainnya. Ia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua
bersama enam jasad perwira lainnya.

Anda mungkin juga menyukai