PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat pada abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda
bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut
Skolastik.
Belakangan kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad 9-15
pertumbuhannya.
1 1 http://makalahmakulfilsafat.blogspot.com/2016/05/filsafat-masa-
skolastik.html.”Sebagaimana di akses pada tanggal 14 Oktober 2018, pukul 21:14 WITA”
1
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
D.Manfaat Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN FILSAFAT SKOLASTIK, PERIODE-PERIODE PADA
ABAD PERTENGAHAN, PEMIKIRAN FILSAFAT MAINSTREAM
SKOLASTIK
3
a. Filsaafat Skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak
semata-mata agama. Karena skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad
pertengahan yang religius.
4
dengan ajaran gereja, maka orang yang mengemukakannya akan mendapatkan
hukuman yang berat. Pihak gereja juga melarang diadakannya penyelidikan-
penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu kajian terhadap
agama (teologi) yang tidak berdasarkan ketuhanan gereja akan mendapat
larangan yang ketat. Yang berhak melakukan penyelidikan terhadap agama
hanyalah gereja. Dan jika ada yang melanggar peraturan tersebut, mereka akan
dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi).
Abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang
penuh dengan upaya menggiring manusia kedalam kehidupan atau sistem
kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara
membabi buta. Karena itulah perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Maka ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing
umat kearah hidup yang salah, tetapi disisi lain, dominasi gereja ini tanpa
dibarengi dengan memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang
mempunyai perasaan, pemikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan
masa depannya sendiri.2
5
Pratistik berasal dari kata latin prates yang berarti Bapa-Bapa Gereja, ialah
ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Zaman ini muncul pada
abad ke-2 sampai abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para Bapa Gereja untuk
mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya
dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum Gnosis. Bagi para Bapa Gereja, ajaran
Kristen adalah filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja
terhadap filsafat yunani berkisar antara sikap menerima dan sikap penolakan.
Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan yang menyerang
ajaran Kristen membuat para bapa gereja awal memberikan reaksi pembelaan
(apologia) atas iman Kristen dengan mempelajari serta menggunakan paham-
paham filosofis.
Akibatnya, dalam perjalanan waktu, terjadilah reaksi timbal balik,
kristenisasi helenisme dan helenisasi kristianisme. Maksudnya, untuk menjelaskan
dan membela ajaran iman Kristen, para Bapa Gereja memakai filsafat Yunani
sebagai sarana (helenisme”di kristenkan”). Namun, dengan demikian, unsur-unsur
pemikran kebudayaan helenisme, terutama filsafat Yunani, bisa masuk dan
berperan dalam bidang ajaran iman Kristen dan ikut membentuknya (ajaran
Kristen “di Yunanikan” lewat gaya dan pola argumentasi filsafat yunani).
Misalnya, Yustinus Martir melihat “Nabi dan Martir” kristus dalam diri sokrates.
Sebaliknya, bagi Tertulianus (160-222), tidak ada hubungan antaraAthena (simbol
filsafat) dan Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani). Bagi Origenes (185-
253) wahyu ilahi adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa salah.
Menurutnya orang hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila hal
itu tidak menyimpang dari trasdisi gereja dan ajaran para rasul. Pada abad ke-5,
Augustinus (354-430) tampil. Ajarannya yang kuat dipengaruhi neo-platonisme
merupakan sumber inspirasi bagi para pemikir abad pertengahan sesudah dirinya
selama sekitar 800 tahun.
Zaman Patristik ini mengalami dua tahap:
1. Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama
mengenai filsafat Yunani maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar
memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
6
2. Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada
masa patristik. Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan.
Setelah berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan ditutupnya
Akademia Plato pada tahun 529 oleh Kaisar Justinianus, karangan-karangan
peninggalan para Bapa Gereja berhasil disimpan dan diwariskan di biara-biara
yang , pada zaman itu dan berates-ratus tahun sesudahnya, praktis menjadi pusat-
pusat intelektual berkat kemahiran para biarawan dalam membaca, menulis, dan
menyalinnya ke dalam bahasa Latin-Yunani serta tersedianya fasilitas
perpustakaan.
7
1. Periode Skolstik awal (800-120)
Ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang
rapat antara agama dan filsafat.Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir
karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada
permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran Agustinus dan neo-
Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran
pemikiran.
Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan
berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan
Canterbury). Selanjutnya, logika Aristoteles diterapkan pada semua bidang
pengkajian ilmu pengetahuan dan “metode skolastik” dengan pro-contra mulai
berkembang (Petrus Abaelardus pada abad ke-11 atau ke-12). Problem yang
hangat didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi
antara “Realisme” dan “Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya.
Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam,
sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat
tempat.
Pengaruh alam pemikiran dari Arab mempunyai peranan penting bagi
perkembangan filsafat selanjutnya. Pada tahun 800-1200, kebudayaan Islam
berhasil memelihara warisan karya-karya para filsuf dan ilmuwan zaman Yunani
Kuno. Kaum intelektual dan kalangan kerajaan Islam menerjemahkan karya-karya
itu dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Maka, pada para pengikut Islam
mendatangi Eropa (melalui Spanyol dan pulau Sisilia) terjemahan karya-karya
filsuf Yunani itu, terutama karya-karya Aristoteles sampai ke dunia Barat. Dan
salah seorang pemikir Islam adalah Muhammad Ibn Rushd (1126-1198). Namun
jauh sebelum Ibn Rushd, seorang filsuf Islam bernama Ibn Sina (980-1037)
berusaha membuat suatu sintesis antara aliran neo-Platonisme dan
Aristotelianisme.
Dengan demikian, pada gilirannya nanti terbukalah kesempatan bagi para
pemikir kristiani Abad Pertengahan untuk mempelajari filsafat Yunani secara
8
lebih lengkap dan lebih menyeluruh daripada sebelumnya. Hal ini semakin
didukung dengan adanya biara-biara yang antara lain memeng berfungsi
menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya sastra.
9
pemikiran kritisnya:”Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dapat ku ketahui
bukanlah Tuhan”. Pemikir yang memiliki minat besar pada kebudayaan Yunani-
Romawi Kuno ini adalah orang yang mengatur kita memasuki zaman baru, yakni
zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali oleh zaman Renaissans, zaman
“kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-Romawi di Eropa mulai abad ke-16.
Baru sesudah tahun 1200 filsafat berkembang kembali berkat pengaruh
filsafat araab yang diteruskan ke Eropa.
10
a) Pengikut-pengikut Agustinus : sigerbonafenturant
b) Pengikut-pengikut ibn Rushd: Siger dari Barabant (1235-1281).
c) Pengikut-pengikut Aristoteles : Albertus Magnus (1206-1280), dan muridnya;
Thomas Aquinas (1225-1274), yang berhasil menemukan sintesis antara
Aristoteles—Plato— Agustinus dan skolastik.
Perbedaan agama dan filsafat dan sintesisnya, pemecahan soal-soal besar tentang
pengetahuan, tentang “ada” dan dasarnya tentang etika. Pengaruhnya sampai
sekarang masih sangat kuat.
Disamping aliran-aliran ini terdapat juga ;
1) Aliran Neo-platonis: Roger Bacon (1210-1292).
2) Aliran empirisme (pengaruh Aristoteles), yang membela kaidah ilmu pasti
dalam ilmu pengetahuan dan penyelidikan berdasarkan eksperimen-eksperimen.
3) Duns-Scotus (1270-1308) pembahasan yang tajam, perimtis jalan bagi filsafat
abad ke XIV, positivitas (hanya apa yang kongkrit yang dapat dilihat dan yang
dapat diraba dan dapat dimengerti) dan voluntaristis (lebih mementingkan
kehendak dari pada pikiran)
4) W. Ockham (1550) yang meneruskan ajaran Scotus: tentang pengetahuan:
konseptualitas (lihat logika: pengertian-pengertian umum tidak “benar” sesuai
dengan kenyataan)
3 3 http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/sejarah-filsafat-masa-
pertengahan.html.”Sebagaimana di akses pada tanggal 14 Oktober 2018, pukul 21:14 WITA.”
11
1. Johanes Scotes Uriugena (810-870)
Johanes Scotus Eriugena (± 810-870) dari Irlandia adalah seorang yang
ajaib sekali. Ia menguasai bahasa Yunani dengan amat baik pada suatu zaman
orang banyak hampir tidak mengenal bahasa itu. Juga ia berhasil menyusun suatu
sistem filsafat yang teratur secara mendalam pada suatu zaman ketika orang masih
berfikir hanya dengan mengumpulkan pendapat orang lain saja.
Menurut Johanes Scotes alam adalah keseluruhan realitas. Oleh karena itu hakikat
alam adalah satu (esa). Tetapi didalam alam yang esa itu dibedakan 4 bentuk,
yaitu:
a. Alam yang menciptakan, tetapi yang sendiri tidak diciptakan. Alam yang
esa secara sempurna ini adalah Allah, satu-satunya realitas adalah hakikat segala
sesuatu, yang jauh melebihi segala penentuan, bahkan mengatasi segala ”yang
ada”. Menurut Johanes, segala nama Allah termasuk teologia yang bersifat
meneguhkan. Hal ini dikarenakan Allah bersifat transenden, hingga hakekatnya
tidak dapat dikenal. Dengan demikian maka satu-satunya realitas yang ada tidak
dapat dikenal dengan akal. Jadi segala pengetahuan manusia tentang realitas yang
satu itu tentu berdasarkan wahyu.
b. Alam yang menciptakan, tetapi yang sendiri diciptakan. Ini adalah teofani
yang pertama, yaitu dunia idea yang merupakan pola dasar segala sesuatu.
Kesatuan segala idea oleh Johanes disebut Logos. Didalam logos “berada” dan
“berfikir” merupakan satu kesatuan. Karena berfikir identik dengan berada. Dan
karena logos memikirkan idea, maka idea itu berada.
c. Alam yang diciptakan, tetapi yang sendiri tidak diciptakan. Ini adalah
teopani kedua, yaitu perealisasian segala sesuatu didalam dunia yang tampak ini.
Jagad raya keluar dari kedalaman Allah sendiri, dan seluruh isi jagad raya adalah
bentuk-bentuk penampakan segala idea, sehingga mewujudkan tanda-tanda.
d. Alam tidak menciptakan dan tidak diciptakan. Inilah Allah sebagai bentuk
alam yang keempat. Allah dipandang sebagai tujuan terakhir segala sesuatu,
pengaliran kembali (remanasi) yang mengikuti pengaliran keluar (emanasi).
Pemikiran filsafat Johanes berdasarkan keyakinan kristiani, sehingga segala
penelitiannya dimulai dari iman, sedang wahyu ilahi dipandang sebagai sumber
12
bahan-bahan filsafatnya. Menurutnya akal bertugas mengungkapkan arti yang
sebenarnya dari bahan-bahan filsafat yang di galinya dari wahyu ilahi.
Pangkal pemikiran metafisik johanes adalah jika makin umum sifat sesuatu, maka
makin nyatalah sesuatu itu. Karena itu zat yang sifatnya paling umum tentu
memiliki realitas yang paling tinggi. Didalam pemikiran metafisis ini tersirat
suatu etika yang demikian: Manusia harus berusaha menuju kepada suatu
kesatuan dengan Allah, yang hanya dapat dicapai dalam suatu pengetahuan mistis
yang mengatasi segala pemikiran akal dan pengalaman indrawi.
13
harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau diterima akal. Berbeda
dengan Anselmus, yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman,
Albaedrus memberikan alasan bahwa berpikir itu diluar iman. Hal ini sesuai
dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu
bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti.
Dibidang etika Abaelardus merintis pemikiran baru. Ia adalah orang pertama
yang ingin menyusun etika bukan berdasarkan wibawa wahyu, tetapi tanpa
meninggalkan moral kristiani. Tekanan diletakkan pada niat, yaitu maksud sesuatu
dilakukan perbuatan manusia ditunjukkansebagai tanda kasih kepada Allah.
14
5. Thomas Aquinas (1225-1274)
Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran
Skolastisisme pada abad pertengahan. Ia adalah seorang pendeta domonokan
Gereja Katolik. Ia berusaha untuk membuktikan, bahwa iman Kristen secara
penuh dapat dibenarkan dengan pemikiran logis. Thomas telah menafsirkan
bahwa Tuhan sebagai Tukang Boyong yang tidak pernah berubah dan yang tidak
berhubungan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan
didunia. Tuhan tidak pernah mencipta dunia, tetapi zat dan pemikirannya tetap
abadi.
Selanjutnya ia mengatakan, bahwa iman lebih tinggi dan berada diluar
pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok
persoalan yang aktualdan praktis dari gagasannya adalah “pemikirannya dan
kepercayaannya telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh
orang-orang lain”. Pandangan inilah yang menjadikan perlawanan kaum
Protestan, karena sifatnya yang otoriter.
Filsafat thomas dihubungkan erat sekali dengan teologia. Dengan demikian
Thomas menyimpulkan adanya dua macam pengetahuan yang tidak saling
bertentangan, tetapi yang berdiri sendiri-sendiri secara berdampingan, yaitu:
pertama, pengetahuan alamiyah, yang berpangkal pada akal yang terang serta
memiliki hal-hal yang bersifat insani umum sebagai sasarannya. Kedua,
pengetahuan iman, yang berpangkal dari wahyu dan memiliki kebenaran ilahi.
Pengertian-pengertian metafisisnya sebagian besar disebut substansi, tetapi
bukan substansi sempurna, melainkan sebagai sesuatu yang masih berada dalam
potensi dan aktus, bakat dan perealisasian. Thomas juga mengajarkan apa yang
disebut theologia naturalis, yang mengajarkan bahwa manusia dengan pertolongan
akalnya dapat mengenal Allah.
15
Dengan demikian maka tidak semua pengetahuan diperoleh dengan pengenalan
indrawi. Segala yang diciptakan tersusun dari materi dan bentuk, atau dari potensi
dan aktus. Hanya Allahlah yang memiliki bentuk murni, karena segala sesuatu
yang ada pada Allah sempurna adanya. Sedangkan para malaikat sebagai makhluk
yang murni rohani, tersusun dari materi dan bentuk tertentu. Begitupula dengan
manusia tersusun dari materi dan banyak bentuk. Yang membedakan manusia
dengan malaikat adalah akal yang dimilki manusia, karena akal manusia mendapat
bagian zat ilahi.
16
diantara hal-hal yang benar-benar dapat dipisahkan yang satu dengan yang lain.
Dengan ini pembedaan yang tradisional antara hakikat dan keberadaan
ditiadakan.
9. Nicolas Cusaus (1401-1464)
Ia sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir pada masa skolastik.
Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu:
a. Melalui indera: akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda
berjasad, yang sifatnya tidak sempurna.
b. Melalui Akal: akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak
berdasar pada sajian atau tangkapan indera.
c. Melalui intuisi: akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya
dengan intuisi inilah kita akan mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat
dipersatukan.
Segala makhluk adalah gambar Allah dalam 3 alam, yaitu: alam indrawi,
alam akali, dan alam rohani. Manusia sebagai kesatuan dari 3 alam ini menjadi
pusat seluruh penciptaan. Ia adalah gambar Allah yang sempurna, suatu mikro-
kosmos. Jiwanya tidak dapat mati dan hanya untuk sementara waktu saja
dibubungkan dengan tubuh. Pada waktunya nanti seluruh jagad raya akan
kembali kepada Allah (sang penciptanya). Jalan kembali ini digerakkan oleh
kasih, yang dimungkinkan oleh kristus.
Demikianlah pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh
pemikiran abad pertengahan, yang dibuat kesuatu sintesa yang lebih luas. Sintesa
ini mengarah ke masa depan, dan pemikiranya ini tersirat suatu para humanis.4
4 4http://makalahmakulfilsafat.blogspot.com/2016/05/filsafat-masa-
skolastik.html.”Sebagaimana di akses pada tanggal 14 Oktober 2018, pukul 21:14 WITA.”
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini sebagai berikut :
1. Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school,
yang berarti sekolah. Ada juga yang mengatakan bahwa kata
skolastik diambil dari kata schuler yang berarti ajaran atau
sekolahan. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan
sekolah.
2. Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan
dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan
filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan
memang merupakan filsafat Kristiani. Para pemikir zaman ini
hampir semuanya klerus, yakni golongan rohaniwan atau biarawan
dalam Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara,
rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama
kristiani. Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua
zaman atau periode, yakni periode pratistik dan periode skolastik.
3. Pada zaman skolastik muncul beberapa pemikiran-pemikiran dari
beberapa ahli yang meliputi : Johanes Scotus Eriugena,
Anselmus, Petrus Abaelardus, Albertus Agung, Thomas Aquinas,
Yohanes Fidanza, Yohanes Duns Scotus, William Ockham, dan
Nicolas Cusasus.
B. Saran
Mahasiswa harusnya memandang imu filsafat sebagai alat untuk
meningkatkan kompetensi dan kemampuan dibidang teologia. Ilmu
18
filsafat bukan ilmu yang harus dihindari tetapi filsafat juga membantu
mahasiswa memahami teologia denagn baik. Filsafat memiliki peran
yang cukup banyak dan berpengaruh dalam perkembangan teologia
oleh pakar pakar teologia dunia. Jadi marilah kita sebagai mahasiswa
yang baik untuk tidak menganggap filsafat itu hanya dari segi
negatifnya tetapi kita harus memandang filsafat dari segi positifnya.
Jadilah mahasiswa yang memiliki kognitif yang tinggi dan takut akan
Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
19