Anda di halaman 1dari 3

Masih Perlukah Bulog di Negeri ini ?

Seperti yang kita ketahui Bulog merupakan singkatan dari Badan Urusan Logistik.
Bulog adalah perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan. Bulog
pertama kali dibentuk pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet
Nomor 114/Kep/1967 kemudian tahun 2003 status Bulog menjadi Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Bulog adalah perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik
pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi usaha logistik/pergudangan, survei dan
pemberantasan hama, penyediaan karung plastik, usaha angkutan, perdagangan komoditi
pangan dan usaha eceran. Sebagai perusahaan yang tetap mengemban tugas publik dari
pemerintah, Bulog tetap melakukan kegiatan menjaga Harga Dasar Pembelian untuk gabah,
stabilisasi harga khususnya harga pokok, menyalurkan beras untuk orang miskin (Raskin) dan
pengelolaan stok pangan. Sebagai perum, Bulog dituntut untuk mendapatkan keuntungan dan
di sisi lain harus menjalankan kebijakan pemerintah untuk memberikan susidi. Mengacu pada
Inpres RI No. 5 tahun 2015, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Bulog untuk gabah kering
panen dipatok Rp 3.700/kg di petani, sementara harga pembelian beras Rp 7.300/kg di
Gudang perum Bulog. Berdasarkan instruksi presiden tersebut tidak heran lagi jika keran
impor beras terbuka. Hal tersebut bisa terjadi karena HPP tersebut terlalu rendah, sehingga
petani akan lebih memilih menjual hasil panennya ke pelaku bisnis non Bulog dengan harga
yang lebih menarik. Dengan demikian, Bulog dalam tugasnya menjaga stabilitas harga
konsumen, dipaksa untuk melakukan impor. Impor beras dilakukan demi kebutuhan stok
beras dalam memenuhi cadangan optimal. Kemudian dalam Inpres RI No. 5 tahun 2015, pada
diktum kelima telah ditetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran berasa bersubsidi bagi
kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Pengadaan gabah/beras oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud dilakukan dengan mengutamakan pengadaan yang berasal dari
pembelian gabah/beras petani dalam negeri. Sehingga, pengadaan tersebut tidak
mengutamakan impor.
Peran Bulog dalam membantu mewujudkan kedaulatan pangan menegakkan tiga pilar
ketahanan pangan yaitu pilar ketersediaan, pilar keterjangkauan dan pilar stabilitas. Dalam
pilar ketersediaan, Bulog melaksanakan kebijakan pembelian pangan dengan ketentuan HPP
dan Harga Acuan Pembelian, selanjutnya pilar keterjangkauan yaitu pemerataan stok
nasional, Bansos Rastra dan pangan lain, OP dan penjualan melalui jaringan internal dan
eksternal. Pilar stabilitas dilakukan dengan menjaga stabilitas harga di tingkat petani dan
konsumen. Ketahanan pangan merupakan ukuran erhadap gangguan pada masa yang akan
datang atau ketiadaan suplai pangan penting akibat faktor-faktor tertentu, misalnya
kekeringan, kelangkaan bahan bakar dan sebagainya. Peran Bulog tersebut tidak lepas dari
berbagai tantangan namun Bulog harus memenuhi ketiga pilar ketahanan pangan tersebut,
agar ketahann pangan masing-masing masyarakat atau rumah tangga mampu terpenuhi. Hal
tersebut sesuai dalam UU No. 18/2012 tentang Pangan, Ketahanan Pangan didefinisikan
sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,
dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Tugas publik Perum BULOG merupakan amanat dari Inpres No. 3 tahun 2012 tentang
Kebijakan Pengadaan Gabah/Berita dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, yang merupakan
pengejawantahan intervensi pemerintah dalam perberasan nasional untuk memperkuat
ketahanan pangan. Ketiga tugas publik BULOG tersebut saling terkait dan memperkuat satu
sama lain sehingga dapat mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga maupun nasional
yang lebih kokoh. Ketiga tugas publik tersebut adalah pertama, melaksanakan kebijakan
pembelian gabah/beras dalam negeri dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk pengadaan gabah dan beras dalam negeri oleh Perum
BULOG. Tugas kedua, menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok
masyarakat berpendapatan rendah yang diwujudkan dalam pelaksanaan program RASKIN.
Sedangkan tugas ketiga, menyediakan dan menyalurkan beras untuk menjaga stabilitas harga
beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana, dan rawan pangan. Kegiatan ketiga
dilaksanakan Perum BULOG dalam bentuk pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Berdasarkan gambaran diatas, kita dapat mengetahui betapa dilemanya perusahaan
berplat merah tersebut. Dimana Bulog dituntut untuk mendapatkan keuntungan dan diwaktu
yang bersamaan Bulog wajib menjalankan kebijakan pemerintah. Mengacu pada tugas publik
Bulog yang pertama yaitu melaksanakan kebijakan pembelian beras/gabah dalam negeri
dengan ketentuan HPP. Apakah Bulog mampu mendapatkan keuntungan sesuai dengan yang
dituntutkan ? seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa harga tersebut lebih rendah
dibandingkan para pelaku bisnis non Bulog yang ditawarkana kepada petani. Selanjutnya,
Bulog melaksanakan kegiatan bisnis dengan beberapa kegiatan, antara lain pengelolaan
komoditi Beras, Gula, Kedelai, Daging, Ikan dan Komoditi lainnya. Kegiatan bisnis tersebut
berorientasi profit, sehingga sedikit banyaknya bisa membantu apa yang menajdi tuntutan-
tuntutan diatas. Selain itu, mengenai terwujudnya ketahanan pangan ketiga pilar tersebut
yang harus terwujud secara bersama-sama dan seimbang, sementara pilar kedua yang
mengaharuskan keterjangkauan sangatlah rumit mengingat bahwa Indonesia merupakan
negara kepulauan.
Manajemen modern sering disebut sebagai management by objectives sedangkan
dalam manajemen ekonomis salah satu unsur penting adalah cost benefit analysis. Agar dapat
mencapai kesuksesan dalam bisnis, pendapatan yang diterima harus melebihi dari biaya yang
dikeluarkan. Semua ini bisa diterima asalkan tetap disertai pertimbangan etis. Bisnis menjadi
tidak etis jika keuntungan dijadikan satu-satunya objectives atau benefit dengan
mengorbankan semua faktor lain. Jika maksimalisasi keuntungan menjadi satu-satunya tujuan
perusahaan dengan sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis karena dalam keadaan
semacam itu karyawan diperalat begitu saja. Jika keuntungan satu-satunya tujuan, semuanya
dikerahkan dan dimanfaatkan demi tercapainya tujuan itu, termasuk juga karyawan yang
bekerja dalam perusahaan. Akan tetapi, memperalat karena alasan apa saja berarti tidak
menghormati mereka sebagai manusia. Hal itu sesuai dengan statement Immanuel Kant,
seorang filsafat jerman pada abad ke-18, menurutnya, prinsip etis yang paling mendasar dapat
dirumuskan sebagai berikut: “ hendaklah memperlakukan manusia selalu juga sebagai tujuan
pada dirinya, dan tidak pernah sebagai sarana belaka”. Dengan demikian, Bulog masih sangat
diperlukan, hanya saja Bulog sebaiknya hanya difokuskan dalam ketahanan pangan tanpa
harus dituntut untuk mencari penghasilan (profit) untuk negara.

Anda mungkin juga menyukai