Anda di halaman 1dari 13

A.

Peradaban islam dan realitas barat


1. Kondisi Peradaban Islam
Kondisi peradaban umat islam dapat dibagi ke dalam beberapa periode, mulai dari
zaman rasulullah, zaman khulafah rasyidin, zaman kekhalifahan umayyah dan abbasiyah
hingga peradaban islam ke barat.
Zaman rasulullah merupakan periode yang paling penting. Karena, rasulullah yang
membawa dan menyebarkan ajaran islam ke jazirah arab dengan bantuan para sahabat.
Periode ini masih berfokus pada mengenalkan, menerangkan dan menjalankan syariat-
syariat islam.
Zaman khulafah rasyidin adalah zaman pemerintahan abu bakar, umar al-khatab,
usman bin affan dan ali bin abi thalib. Periode ini berfokus pada menegakkan kembali syariat
islam yang banyak dilanggar, perluasan wilayah, pengumpulan dan pembukuan mushaf Al
Quran.
Mulai dari zaman bani abbasiyah, tepatnya zaman kepemimpinan Al- Mansur dan
Al-Makmun, telah dilakukan berbagai penerjemahan karya ilmiah dari ilmuwan-ilmuwan non
muslim. Para ilmuwan muslim juga sering menerima kesimpulan dari berbagai pihak, lalu
mereka melakukan pengujian untuk memverifikasi kebenarannya. Tetapi banyak juga
ilmuwan yang melakukan percobaan terhadap masalah-masalah baru dengan berbagai metode
sehingga para ilmuwan muslim menghasilkan penemuan baru.

2. Kondisi Peradaban Barat


Peradaban barat khusunya spanyol dapat dikatakan sangat menyedihkan sebelum
islam masuk, mulai dari kondisi ekonomi, sosial, budaya hingga politik.

B. Konflik islam dan barat : perang salib dan periodesasinya


Sebagaimana telah disebutkan, peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang
dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H(1071 M). Tentara Alp
Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan
tentara Romawi yang berjumlah 20.000 orang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj,
Al-Hajr, Prancis, dan Amenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan
kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang
Salib. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Bait Al-Maqdis pada
tahun 471 H dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa
Seljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah kesana.
Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memperoleh kembali keleluasaan
berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat
Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama
Perang Salib, yang terjadi dalam tiga periode.
1. Periode Pertama
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Prancis
dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang
dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada
tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha
(Edessa). Disini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada
tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di
Timur. Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-Maqdis
(15 Juli 1099 M.) dan mendirikan kerajaan latin III dengan rajanya, Godfrey. Setelah
penaklukan Bait Al-Maqdis itu, tentara salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai
kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M), dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka
mendirikan kerajaan Latin IV, Rajanya adalah Raymond.
2. Periode Kedua
Imaduddin Zanki, penguasa Moshul, dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo,
Hamimah dan Edessa pada tahun 1144. namun, ia wafat pada tahun 1146 M. Tugasnya
dilanjutkan oleh putranya. Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut kembali Antiochea
pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa Ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib
kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Prancis
Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk menyerang
wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki.
Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri
pulang ke negerinya. Nuruddin wafat pada 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang
oleh Shalah Al-Din Al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiah di Mesir tahun
1175 M. Hasil peperangan Shalah Al-Din yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem
pada tahun 1187 M. Dengan demikian, kerajaan latin di Yerussalem yang berlangsung selama
88 tahun berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslimin sangat memukul perasaan tentara salib.
Mereka pun menyusuh rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick
Barbarossa, raja Jerman, Richard The Lion Hart, raja Inggris, dan Philip Augustus, raja
Prancis. Pasukkan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari
Shalah al-Din, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota
kerajaan Latin. Akan tetapi, mereka tidak berhasil memasuki Palestina. Pada tanggal 2
November 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalah al-Din yang disebut
dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang
pergi berziarah ke Bait al-Maqdis tidak akan diganggu.
3. Periode Ketiga
Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka
berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan
dari orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat.
Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu, Al-Malik Al-Kamil, membuat perjanjian
dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara
Al-Malik Al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin
disana dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syiria. Dalam perkembangan
berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin tahun 1247 M, di masa
pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir masih dikuasi
oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi dinasti Ayyubyiah pimpinan perang
dipegang oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh
kaum Muslimin, tahun 1291 M.
Demikianlah, Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di barat, di
Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib,
namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di
wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi
lemah. Dalam kondisi demikian, mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah.
Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di
Baghdad.

C. Kebangkitan (Renaissance) Barat dan Keterpurukan islam


1. Latar Belakang Zaman Renaissance Barat
Renaisans (bahasa Inggris: Renaissance) adalah sebuah gerakan budaya yang
berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada
Abad Pertengahan Akhir dan kemudian menyebar ke seluruh Barat. Meskipun pemakaian
kertas dan penemuan barang metal mempercepat penyebaran ide gerakan ini dari abad ke-15
dan seterusnya, perubahan Renaissans tidak terjadi secara bersamaan maupun dapat dirasakan
secara serentak di seluruh Barat.
Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh
ajaran Kristiani orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari
kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal
dengan baik Kebudayaan klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh
peradaban manusia (Petrus L. T. 2004).
Dalam dunia politik, budaya Renaissance berkontribusi dalam pengembangan
konvensi diplomasi, dan dalam ilmu pengetahuan dalam meningkatkan ketergantungan atau
kebutuhan atas hasil pengamatan atau observasi. Sejarawan sering berargumen bahwa
transformasi intelektual ini adalah jembatan antara Abad Pertengahan dan sejarah modern.
Meskipun Renaissance yang dipenuhi revolusi terjadi di banyak kegiatan intelektual, serta
pergolakan sosial dan politik, Renaissance mungkin paling dikenal karena perkembangan
artistik dan kontribusi dari polimatik seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang
menginspirasi berbagai kalangan dengan istilah "manusia Renaissance" (BBC Science and
Nature, Leonardo da Vinci, 2007).
2. Tokoh-tokoh yang Berperan pada Zaman Renaissance Barat
a. Dante Alighiere (1265-1321)
Lahir pada tanggal 21 Mei 1265 di Firenze, berasal dari keluarga kaya raya
dan pernah menjadi prajurit Firenze, ingin negaranya dapat merdeka dari pengaruh kerajaan
besar yaitu Kepausan (Kerajaan Khatolik) dan menentang atoritas moral yang dinilai tidak
adil dan tidak bermoral pada kerajaan tersebut, kemudian dia menuangkan karyanya dengan
membuat buku yang berjudul De Monarchia (On Monarchy) yang berisi tentang kedudukan
dan keabsahan Sri Paus sebagai pemimpin spiritual tertinggi Gereja Khatolik dan karya
lainnya ialah La Vita Nuova (The New Life) yang berisi tentang perjalanan jiwa manusia
yang penuh kepedihan dalam perjalanan dari dunia ke alam gaib dan setelah kematian harus
melewati tiga fase. Dante terus mengembangkan karyanya untuk kebangkitan agamanya,
salah satunya ialah agama Khatolik.
b. Lorenzo Valla (1405-1457)
Lahir di Roma pada tahun 1405 dari keluarga ahli hukum. Salah satu ungkapannya yang
sangat terkenal adalah “Mengorbankan hidup demi kebenaran dan keadilan adalah jalan
menuju kebajikan tertinggi, kehormatan tertinggi dan pahal tertinggi”. Hasil karyanya antara
lain adalah De volupte (kesenangan) yang terbit pada tahun 1440, yang berisi kekagumannya
pada etika Stoisisme yang mengajarkan pentingnya manusia itu mati raga (askese) dalam
rangka mendapatkan keselamatan jiwa. Buku yang berjudul De Libero erbitrio(keinginan
bebas) yang mengatakan individualitas manusia berakar pada kebesaran dan keunikan
manusia, khususnya kebebasan sehingga kehendak awal Sang Pencipta tidak membatasi
perbuatan bebas manusia dan tidak meniadakan peran kreatif manusia dalam sejarahnya.
Judul buku De falso credita et ementita Constantini donation declamation berisi tentang
donasi hadiah kepada Sri Paus oleh Kaisar Constantinus sebenarnya palsu sebab dari sudut
bahasa donasi itu jelas bukan gaya bahasa abad ke4 melainkan abd ke-8.
c. Niccolo Machiavelli (1469-1527)
d. Boccacio (1313-1375)
e. Francesco Petrarca (1304-1374)
f. Desiderius Erasmus (1466-1536)

3. Penyebab Keterpurukan Islam

Surat An-Nisa ayat 75.


‫اء‬ َ ‫ال َوال ِّن‬
ِ ‫س‬ ِ ‫الر َج‬ِّ َ‫ض َعفِينَ مِن‬ ْ ‫يل هَّللا ِ َوا ْل ُم ْس َت‬ َ ‫اَل ُت َقا ِتلُونَ فِي‬
ِ ‫س ِب‬ ‫َو َما َل ُك ْم‬
ْ‫اج َعلْ َل َنا مِن‬ َّ ‫ا َّلذِينَ َيقُولُونَ َر َّب َنا َأ ْخ ِر ْج َنا مِنْ ٰ َه ِذ ِه ا ْل َق ْر َي ِة‬
ْ ‫الظال ِِم َأهْ لُ َها َو‬ ِ َ‫َوا ْل ِو ْلد‬
‫ان‬
‫يرا‬ً ِ‫اج َعلْ َل َنا مِنْ َل ُد ْن َك َنص‬ْ ‫َل ُد ْن َك َولِ ًّيا َو‬
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang
lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan
kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami
pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”.
Penjelasan dari maksud ayat diatas ialah:
(Mengapa kamu tak hendak berperang) pertanyaan yang berarti celaan; maksudnya
tak ada halangannya bagi kamu untuk berperang (di jalan Allah dan) untuk membebaskan
(golongan yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak) yakni yang ditahan oleh
orang-orang kafir buat berhijrah dan yang dianiaya mereka. Berkata Ibnu Abbas r.a., "Saya
dan ibu saya termasuk golongan ini," (yang mengatakan) atau berdoa, "Wahai (Tuhan kami!
Keluarkanlah kami dari negeri ini) Mekah (yang penduduknya aniaya) disebabkan kekafiran
(dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pelindung) yang akan mengatur urusan kami (dan
berilah kami dari sisi-Mu seorang pembela.") yang mempertahankan kami terhadap mereka.
Allah telah mengabulkan permohonan mereka ini, maka dimudahkan-Nya sebagian mereka
itu untuk keluar sedangkan sisanya tinggal di Mekah sampai kota itu berhasil dibebaskan lalu
Nabi saw. mengangkat Itab bin Usaid sebagai penguasa di Mekah, maka dibelanya
orang-orang teraniaya dari penganiaya-penganiayanya (Tafsir Jalalayn dari Al-Qur’an).
Perbuatan umat Islam yang telah meninggalkan ajaran Islam telah dikhawatirkan oleh
Umar bin Khattab saat beliau menjadi Khalifah. Hal ini sebagaimana dapat kita simak dari
pesan tertulis beliau yang pernah disampaikannya kepada Sa’ad bin Abi Waqash ketika akan
menghadapi sebuah pertempuran. Pada surat itu ditulis pesan sebagai berikut (Wahyu dan
Nurlailah, 2013):
Umar bin Khattab. telah menulis sepucuk surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash R.A.:
“Sesungguhnya kami memerintahkan kepadamu dan kepada seluruh pasukan yang kamu
pimpin, agar taqwa dalam segala keadaan, karena taqwa kepada Allah merupakan
seutama-utamanya persiapan dan strategi paling kuat dalam menghadapi Aku perintahkan
pula kepadamu dan pasukan yang kamu pimpin agar benar-benar menjaga diri dari berbuat
maksiat. Karena maksiat yang engkau perbuat pada saat berjuang lebih aku khawatirkan
daripada kekuatan musuh, sebab engkau akan ditolong Allah jika musuh-musuh Allah telah
berbuat banyak maksiat, karena jika tidak demikian kamu tidak akan punya kekuatan sebab
jumlah kita tidaklah sebanyak jumlah pasukan mereka, dimana persiapan mereka berbeda
dengan persiapan yang kita lakukan. Jika kita sama-sama berbuat maksiat sebagaimana yang
dilakukan oleh musuh-musuh kita, maka kekuatan musuh akan semakin hebat. Sangatlah
berat kita akan dapat mengalahkan musuh kita jika hanya mengandalkan pada kekuatan yang
kita miliki, kecuali dengan mengandalkan ketaqwaan kita kepada Allah dan senantiasa
menjaga diri dari berbuat maksiat. (Kitab Al ‘Aqdul Farid jilid I, hlm. 101; Kitab Nihayatul
Arab jilid VI, hlm. 168; Kitab Ikhbarul Umar wa Ikhbaru Abdullah bin Umar jilid I, hlm.
241-242; Kitab Ikbasu min Ikhbarul Khulafa Ar-Rosyidin hlm 779, serta buku Jihad tulisan
Dr. Mahfudz Azzam, hlm. 28).

Syekh Amir Syakib Arselan mengungkap beberapa alasan mengapa umat Islam
mundur atau terpuruk :
1. Ummat Islam sudah tidak mempraktekkan ajaran Islam yang termuat dalam
Al-Qur'an dan Hadits. Padahal itu adalah sumber pedoman hidup kita agar
bahagia dunia dan akhirat. Nabi SAW bersabda: “Aku tinggalkan bagimu dua
perkara, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya kamu tidak akan tersesat
selama-lamanya yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul (hadits). Ditambah lagi
Al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat Al-Furqon ayat 30. Berkatalah Rasul:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an itu sesuatu yang tidak
diacuhkan”. Menyoroti masalah ini Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Barang siapa
yang tidak membaca Al-Qur'an maka dia telah menjauhi Al-Qur'an, dan barang
siapa yang membaca tapi tidak pernah merenungkan isinya maka dia telah
menjauhi Al-Qur’an, dan barang siapa yang membaca lalu merenungkan isinya
tapi tidak pernah mengamalkan nya maka dia telah menjauhi Qur’an pula”. Tapi
hal ini ditujukan kepada orang yang berbeda kemampuan pemahamannya
terhadap Al-Qur'an.
2. Umat Islam tidak mau bersatu dan terpecah belah. Padahal ummat Islam
diperintahkan untuk bersatu. Allah sudah mengingatkan kepada kita . QS. Ali
Imran : 103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah, orang- orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
3. Saat ini mayoritas umat Islam terlalu cinta dunia dan takut mati. Kebanyakan
umat Islam saat ini lebih mementingkan kehidupan dunia dan melupakan akherat.
Padahal jelas jelas kehidupan dunia ini hanya fatamorgana dan telah dicontohkan
oleh generasi pendahulu Islam mereka ikhlas betul dalam menjalankan misi
sebagai hamba Allah SWT tanpa melupakan kewajibannya untuk beribadah
kepada Allah SWT. : ”Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan
membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun
anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri
ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi
Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau.” (An Nisaa:75)
4. Kemunduran Umat Islam adalah karena tidak mandiri di bidang ekonomi. Saat ini
secara ekonomi umat Islam dikuasai oleh orang-orang non-Muslim. Umat Islam
bukan sebagai produsen atau penghasil. Tapi hanya sebagai pembeli/pemakai. Jika
orang-orang non-Muslim mengembargo, maka umat Islam akan kesulitan.
5. Kemunduran umat Islam adalah karena bisa menentukan prioritas (Tertib/urutan
kepentingan) bersama yang harus dikerjakan bersama. Sering umat Islam
mengerjakan hal-hal yang tidak penting dan tidak segera ketimbang hal yang
sangat penting dan mendesak. Padahal berbagai ajaran Islam seperti shalat, haji,
wudlu, dan sebagainya merupakan pendidikan tentang mengerjakan sesuatu
menurut urutan yang benar/tertib. Umat Islam harus bisa menentukan mana
pekerjaan yang harus diselesaikan lebih dulu, dan mana yang bisa dikerjakan
kemudian. Umat Islam juga sering gagal menentukan musuh mana dulu yang
harus dilawan sekarang dan yang mana bisa dilakukan kemudian.
6. Mundurnya ummat Islam adalah karena umat Islam gagal menemukan hal yang
bermanfaat. Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah
ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits Hasan,
diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya).

4. Faktor Penyebab Kemunduran Islam Pada Peradaban Islam


Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk
paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani,
kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:
1. Faktor ekologis dan alami
Kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi
gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi
ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil,
Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang
miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang
cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain
mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis
pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349
terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang
rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang
terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu
bisa menjadi terget invasi pihak luar.

2. Faktor eksternal.
Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang
Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an.
“Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama
imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan
menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.” Sedangkan tentara Mongol menyerang
negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke
Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan
serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah
berakhir.

3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat


Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai
petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati
negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga
melewati negara-negara Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat
dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka.
Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma menjadi kekuatan baru
dalam dunia perdagangan. Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa
Eropa telah meningkat dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah
kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika
ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah penduduk Muslim hanya
17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi.
Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim
bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi.
Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan
dianggap sebagai ancaman Barat. Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat
menjajah negara-negara Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun
1881 masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari
jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan
negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula
kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua
kebanyakan negara-negara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme
masih terus bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil
mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan cara
adu domba dan tehnik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan
akibatnya negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.
Itulah di antara faktor-faktor eksternal yang dapat diamati. Namun analisa al-Hassan
di atas berbeda dari analisa Ibn Khaldun. Bagi Ibn Khaldun justru letak geografis dan kondisi
ekologis negara-negara Islam merupakan kawasan yang berada di tengah-tengah antara zone
panas dan dingin sangat menguntungkan. Di dalam zone inilah peradaban besar lahir dan
bertahan lama, termasuk Islam yang bertahan hingga 700 tahun, India, China, Mesir dll.
Menurut Ibn Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat
internal daripada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme,
yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap
bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan
dekadensi moral. Lebih jelas Ibn Khaldun menyatakan:
Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan penipuan, demi tujuan mencari nafkah
meningkat dikalangan mereka. Jiwa manusia dikerahkan untuk berfikir dan mengkaji
cara-cara mencari nafkah, dan untuk menggunakan segala bentuk penipuan untuk tujuan
tersebut. Masyarakat lebih suka berbohong, berjudi, menipu, menggelapkan, mencuri,
melanggar sumpah dan memakan riba.Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan
hilangnya keadilan di masyarakat yang akibatnya merembes kepada elit penguasa dan sistem
politik. Kerusakan moral dan penguasa dan sistem politik mengakibatkan berpindahnya
Sumber Daya Manusia (SDM) ke negara lain (braindrain) dan berkurangnya pekerja terampil
karena mekanimse rekrutmen yang terganggu. Semua itu bermuara pada turunnya
produktifitas pekerja dan di sisi lain menurunnya sistem pengembangan ilmu pengertahuan
dan ketrampilan.
Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya memfokuskan pada
pencarian kekayaan yang secepat-cepatnya dengan cara-cara yang tidak benar. Sikap malas
masyarakat yang telah diwarnai oleh materialisme pada akhirnya mendorong orang mencari
harta tanpa berusaha. Secara gamblang Ibn Khaldun menyatakan:
..mata pencaharian mereka yang mapan telah hilang…. jika ini terjadi terus menerus,
maka semua sarana untuk membangun peradaban akan rusak, dan akhirnya mereka
benar-benar akan berhenti berusaha. Ini semua mengakibatkan destruksi dan kehancuran
peradaban.
Pada Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun, kehancuran suatu peradaban
disebabkan oleh hancur dan rusaknya sumber daya manusia, baik secara intelektual maupun
moral. Contoh yang nyata adalah pengamatannya terhadap peradaban Islam di Andalusia.
Disana merosotnya moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan
keperdulian masyarakat terhadap ilmu, dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan
keilmuan. Di Baghdad keperdulian al-Ma’mun, pendukung Mu’tazilah dan al-Mutawakkil
pendukung Ash’ariyyah merupakan kunci bagi keberhasilan pengembangan ilmu
pengetahuan saat itu.
Jatuhnya suatu peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu:
1) Rusaknya moralitas penguasa
2) Penindasan penguasa & ketidak adilan
3) Despotisme atau kezaliman
4) Orientasi kemewahan masyarakat
5) Egoisme
6) Opportunisme
7) Penarikan pajak secara berlebihan
8) Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat
9) Rendahnya peran masyarakat terhadap agama
10) Penggunaan pena & pedang secara tidak tepat.
Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada masalah-masalah moralitas masyarakat
khususnya penguasa. Nampaknya, Ibn Khaldun berpegang pada asumsi bahwa karena kondisi
moral di atas itulah maka kekuatan politik, ekonomi dan sistem kehidupan hancur dan pada
gilirannya membawa dampak terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian keislaman,
khususnya sains. Menurutnya “ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran sains di
kawasan Barat kekhalifahan Islam tidak berjalan.” Namun dalam kasus jatuhnya Baghdad,
Basra dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa sains dan kegiatan saintifik berhenti atau
menurun, tapi berpindah ke bagian Timur kekhalifahan Baghdad, yaitu Khurasan dan
Transoxania.

D. Imperialisme Barat dan perjuangan kemerdekaan Negara islam (Rendi)

Penjajahan dunia Barat terhadap dunia Islam di Anak Benua India dan Asia Tenggara
India, pada masa kemajuan kerajaan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian.
Hal ini mengundang Eropa yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Di
awal abad ke-17 M, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. Pada tahun 1803
M, Delhi, ibukota kerajaan Mughal jatuh ke tangan Inggris dan berada di bawah
bayang-bayang kekuasaan Inggris. Pada tahun 1842M, Keamiran Muslim Sind di India
dikuasai. Tahun 1857M, kerajaan Mughal dikuasai secara penuh, dan raja yang terakhir
dipaksa meninggalkan istana. Sejak itu India berada di bawah kekuasaan Inggris yang
menegakkan pemerintahannya di sana. Pada tahun 1879M, Inggris berusaha menguasai
Afghanistan dan pada tahun 1899M, Kesultanan Muslim Baluchistan dimasukkan ke bawah
kekuasaan India-Inggris.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai berkembang, yang merupakan daerah
penghasil rempah-rempah terkenal pada masa itu, menjadi ajang perebutan negara-negara
Eropa. Kekuatan Eropa malah lebih awal menancapkan kekuasaannya di negeri ini. Hal itu
mungkin karena, dibandingkan dengan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara
lebih lemah sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan. Kerajaan Islam Malaka yang berdiri
pada awal abad ke-15 M di Semenanjung Malaya yang strategis merupakan kerajaan Islam
kedua di Asia Tenggara setelah Samudera Pasai, ditaklukkan Portugis pada tahun 1511M.
Sejak itu peperangan-peperangan antara Portugis melawan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia seringkali berkobar. Pedagang-pedagang Portugis berupaya menguasai Maluku
yang sangat kaya akan rempah-rempah.
Pada tahun 1521 M, Spanyol datang ke Maluku dengan tujuan dagang. Spanyol berhasil
menguasai Filipina, termasuk di dalamnya beberapa kerajaan Islam, seperti Kesultanan
Maguindanao, Buayan dan Kesultanan Sulu. Akhir abad ke-16 M, giliran Belanda, Inggris,
Denmark dan Perancis, datang ke Asia Tenggara. Namun, Perancis dan Denmark tidak
berhasil menguasai negeri di Asia Tenggara dan hanya datang untuk berdagang. Belanda
dating tahun 1592 M dan dengan segera dapat memonopoli perdaganagn di kepulauan
Nusantara. Sedangkan kekuasaan Inggris tertancap di Semenajung Malaya, termasuk
Singapura sekarang, dan Kalimantan Barat, termasuk Brunai. Inggris bahkan sempat
menguasai seluruh Indonesia untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama di awal abad ke-19
M. Sebagaimana di India, di Asia Tenggara politik negara-negara Eropa itu berlanjut terus
sampai pertengahan abad ke-20 M.
Ekspansi Barat ke Timur Tengah
Ketika Perang Dunia I meletus, Turki bergabung dengan Jerman yang kemudian mengalami
kekalahan. Akibatnya, kekuasaan kerajaan Turki Usmani semakin ambruk.
Peperangan-peperangan melawan Barat di Eropa Timur terus berkecamuk, memakan dan
menguras tenaga, yang berakhir dengan kekalahan di pihak Turki. Di pihak lain, satu demi
satu daerah-daerah di Asia dan Afrika yang sebelumnya dikuasai Turki Usmani, melepaskan
diri dari Konstantinopel. Dari sekian banyak faktor yang menyebabkan kemunduran Turki
Usmani itu, yang tak kalah pentingnya ialah timbulnya perasaan nasionalisme pada
bangsa-bangsa yang berada di bawah kekuasaannya. Bangsa Armenia dan Yunani yang
beragama Kristen berpaling ke Barat, memohon bantuan Barat untuk kemerdekaan tanah
airnya. Bangsa Kurdi di pegunungan dan Arab di padang pasir dan lembah-lembah juga
bangkit untuk melepaskan diri dari cengkeraman penguasa Turki Usmani.
Demikianlah, keadaan dunia Islam pada abad ke19 M, sementara Eropa sudah jauh
meninggalkannya. Eropa dipersenjatai dengan ilmu modern dan penemuan yang membuka
rahasia alam. Satu demi satu negeri-negeri Islam yang sedang rapuh itu jatuh ke tangan Barat.
Dalam waktu yang tidak lama, kerajaan-kerajaan besar Eropa sudah membagi-bagi seluruh
dunia Islam. Inggris merebut India dan Mesir. Rusia menyeberangi Kaukasus dan menguasai
Asia Tengah. Perancis menaklukkan Afrika Utara, dan bangsa-bangsa Eropa lainnya
mendapat bagiannya dari warisan itu.Penetrasi Barat terhadap dunia Islam di Timur Tengah
pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka, Inggris dan Perancis, yang
memang sudah bersaing. Inggris terlebih dahulu menanamkan pengaruhnya di India. Perancis
merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi antara Inggris di Barat dan India di Timur.
Oleh Karena itu pintu gerbang ke India, yaitu Mesir harus berada di bawah kekuasaannya.
Mesir dapat ditaklukkan Perancis tahun 1987M. Alasan lain Perancis menaklukkan Mesir
adalah untuk memasarkan hasil-hasil industrinya. Mesir, di samping mudah dicapai dari
Perancis juga dapat menjadi sentral aktivitas untuk mendistribusikan barang-barang ke Turki,
Syiria hingga ke timur jauh.
Persaingan antara Inggris dan Perancis di Timur Tengah memang sudah lama dan terus
berlangsung. Persaingan ini terlihat dari penaklukkan wilayah Islam di Timur Tengah dan
Afrika, yakni:
1820M : Oman dan Qatar, oleh Inggris
1830-1857M : Aljazair, oleh Perancis
1839M : Aden, oleh Inggris
1881-1883M : Tunisia, oleh Perancis
1882M : Mesir, oleh Inggris
1898M : Sudan, oleh Inggris
1900M : Chad, oleh Perancis
Pada abad ke-20M, Italia dan Spanyol ikut bersama Inggris dan Perancis memperebutkan
wilayah-wilayah di Afrika, yaitu:
1906M : Kesultanan Muslim Nigeria Utara, oleh Inggris
1912-1913M : Kesultanan Tripoli dan Cyrenaica, oleh Italia
1912M : Maroko, oleh Perancis dan Spanyol
1912-1915M : Maroko, oleh Spanyol
1914M : Kuwait, oleh Inggris
1919-1921M : Sisilia, oleh Perancis
1920M : Irak, oleh Inggris
1920M : Syiria dan Libanon, oleh Perancis
1926-1927M : Somalia, oleh Italia
Sedangkan negeri-negeri muslim yang jatuh ke tangan Rusia, diantaranya:
1834-1859M : Kaukasus, oleh Rusia
1853-1865M : Khoakand dan jatuhnya Tashkent, oleh Rusia
1866-1872M : Daerah sekitar Samarkand dan Bukhara, oleh Rusia
1873-1887M : Uzbekistan, oleh Rusia
1941-1946M : Pendudukan Anglo-Rusia di Iran
Dari sisi ekonomi, kedatangan bangsa Barat bertujuan untuk berdagang, menjual produk yang
mereka hasilkan, selain mencari bahan-bahn mentah yang sebagin besar terdapat di
negara-negara Islam di Timur. Tapi lama-kelamaan, tujuan mereka berubah, yang merambah
pada masalah politik. Perubahan orientasi ini disebabkan adanya persaingan di anatar
bangsa-bangsa Barat itu sendiri yang ingin memonopoli sistem perdagangan. Selain itu
terdapat pula motif lain yakni Spanyol dan Portugis dalam menyebarkan agama Kristen.
Portugis membawa tiga misi, yaitu: Gold (mencari kekayaan), Glory (mencari kejayaan), dan
Gospel (menyebarkan agama Kristen).
Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke negara-negara muslim
adalah ekonomi dan politik. Kemajuan Eropa dalam bidang industri menyebabkannya
membutuhkan bahan-bahan baku, di samping rempah-rempah. Mereka juga membutuhkan
negeri-negeri tempat memasarkan hasil industri mereka. Untuk menunjang perekonomian
tersebut, kekuatan politik diperlukan sekali. Akan tetapi persoalan agama seringkali terlibat
dalam proses politik penjajahan barat atas negeri-negeri muslim. Trauma Perang Salib masih
membekas pada sebagian orang barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena kedua negara
ini dalam jangka waktu lama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.
Menurut Fatah Syukur motif utama Eropa menjelajah dan menjajah wilayah Islam, yaitu:
· Menyebarkan Kristen dan sekaligus untuk menghambat serta menaklukkan Islam sebagai
kekuatan yang dapat mengancam Eropa
· Membuka lahan baru untuk memasarkan komoditi mereka dengan cara memonopoli
perdagangan
· Mengambil aset negara jajahan, untuk memberikan devisa kepada Eropa
· Mengeksploitasi rakyat negara jajahan untuk kepentingan mereka

DAFTAR PUSTAKA

Simon Petrus L. T. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta. Kanisius. 176-180.


BBC Science and Nature, Leonardo da Vinci Retrieved May 12, 2007.

Tafsir Jalalayn dari Al-Qur’an, An-Nisa Surah ke 45 Ayat 75.

Kitab Al ‘Aqdul Farid jilid I, hlm. 101; Kitab Nihayatul Arab jilid VI, hlm. 168

Kitab Ikhbarul Umar wa Ikhbaru Abdullah bin Umar jilid I, hlm. 241-242

Kitab Ikbasu min Ikhbarul Khulafa Ar-Rosyidin hlm 779

Buku Jihad tulisan Dr. Mahfudz Azzam, hlm. 28

Sebab Kemuduran Islam, Tafsiran Qur’an Surah . Ali Imran : 103.

Sebab Kemuduran Islam, Hadits Hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya

Sebab Kemuduran Islam, Tafsiran Qur’an Surah An Nisaa:75

Wahyu dan Nurlailah. 2013. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung: Yrama Widya

Anda mungkin juga menyukai