Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUDUD (HUKUM PIDANA), HUKUMAN ZINA, TUDUHAN ZINA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Materi PAI 3

Dosen Pengampu: Muhammad,.M.Pd.I

Disusun oleh:

Pipit Rosanti

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
WONOSOBO
2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makasah ini sesuai waktu yang ditentukan.
Tanpa adanya berkat dan rahmat Allah SWT tidak mungkin rasanya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada segenap pihak
yang memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan
makalah yang kami beri judul “Hudud (hukum Pidana), Hukuman Zina, dan Tuduhan
Zina”.

i
Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Materi PAI 3. Besar harapan kami, makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta pemahaman mengenai
hukum pidana yang berlaku di Indonesia, khususnya mengenai Hukuman zina.
Kami menyadari betul bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis sangat mengharapkan partisipasi pembaca untuk mmemberikan masukan baik
berupa kritikan maupun saran untuk makalah ini menjadi lebih baik dari segi isi
maupun yang lainnya.

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan.....................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................1
Bab II Pembahasan.....................................................................................................2

ii
A. Pengertian Hudud ..........................................................................................2
B. Kategori Hudud dalam Islam.........................................................................2
C. Macam-macam Zina dan Hukumannya.........................................................3
D. Kategori Zina dalam Islam.............................................................................5
Bab III Penutup..........................................................................................................7
A. Kesimpulan....................................................................................................7
B. Saran...............................................................................................................7
Daftar Pustaka............................................................................................................8

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum hukum adalah serangkaian aturan yang disepakati bersama
untuk mengatur masyarakat dengan sifat memaksa dan terdapat sanksi bagi
pelanggarnya. Hukum akan mengatur kehidupan masyarakat dengan kaidah-
kaidah yang sangat sederhana dan terbatas yang kemudian berkembang sejalan
dengan perkembangan masyarkat. Hukum akan berkembang dengan cepat
manakala tatanan masyarakat juga berkembang dengan cepat. Artinya
masyarakatlah yang menciptakan hukum sesuai dengan kebutuhan dalam
mengatur kehidupan antara mereka.
Namun, berbeda dengan hukum adat yang dapat berubah dengna cepat
manakala masyarakanya menginginkan perubahan, hukum positif memerlukan
waktu yang lama jika ingin berubah, meskipun dirassa tidak sesuai lagi jika
diterapkan di tengah masyarakat, karena ada unsur terkodifikasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hudud?
2. Apa saja kategori hudud dalam Islam?
3. Apa sajakah macam-macam zina?

C. Tujuan
Maksud dan tujaun disusunnya makalah ini yaitu pembaca dapat memahami
hal-hal yang berkaitan dengan hudud serta zina dan hukumannya dalam agama
Islam. Selain itu, penulis juga berharap makalah ini dapat membawa manfaat
bagi para pembaca dalam mengembangkan kemampuan menulisnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hudud
Secara etimologis, hudud merupakan bentuk jamak dari kata had yang berarti
larangan, pencegahan. Adapun secara terminologis, al-Jurjani mengartikan
hudud sebaggai sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib dilaksanakan secara
haq karena Allah.1
Sebagian ahli fiqh sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah berpendapat
bahwa yang dimaksud had ialah sanksi yang telah ditentukan secara syara’.2
Nawawi Al-Bantani mendefinisikan mengenai hudud sebagai sanksi yang
telah ditentukan dan wajib diberlakukan kepada seseorang yang melanggar suatu
pelanggaran yang akibatnya sanksi itu dituntut, baik dalam rangka memberikan
peringatan pelaku maupun dalam rangka memaksanya.3
Al-Sayyid Sabiq berpendapat bahwa hudud secara bahassa berarti
pencegahan. Sanksi-sanksi kemaksiatan disebut dengan hudud, karena pada
umumnya dapat mencegah pelaku dari tindakan pelanggaran.4 Lebih lanjut Al-
Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa hudud secara terminologis ialah sanksi yang
telah ditetapkan untuk melaksanakan hak Allah.

B. Kategori Hudud dalam Islam


Hudud ditetapkan oleh Allah untuk beberapa macam hukum, yaitu:
1. Hukuman suatu tindakan yang dikategorikan terlarang pada waktu-waktu
tertentu, misalnya larangan melakukan hubungan suami istri pada saat
I;tikaf, dsb.
2. Batas hukuman Allah di mana seseorang dilarang untuk melampaui batas.
Yang dimaksudkan di sini adalah segala sesuatu yang diperbolehkan Allah
Swt untuk melakukannya melalui hukum wajib, sunnah, atau hukum mubah.
Menganiaya berarti melampui batas-batasnya.
3. Jenis hukuman yang telah ditentukan yang bisa membuat jera, agar tidak
melakukan perbuatan yang haram. Selain itu bertujuan untuk kepentingan
masyarakat dan menjaga stabilitas keaman umum dan untuk menjunjug
tinggi keadilan.
1
Ali bin Muhammad Al-Jurjani, kitab Al-Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al-Hikmah) hlm. 88
2
Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami, hlm. 343
3
Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani Al-Jawi, Qut Al-Habib Al-Gharib, Tausyikh ‘ala Fath Al-
Qarib Al-Mujib, (Semarang: Toha Putera), hlm. 245
4
Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1983), cet. Ke-4, jilid II, hlm. 302

2
Hudud merupakan salah satu bentuk hukuman dari sekian banyak jenis
hukuman yang dapat menyakiti pelaku dan mencemari reputasinya. Islam
melarang umatnya untuk menodai kehormatan diri dan menyakiti seseorang,
kecuali dengan cara yang benar. Kebenaran tidak bisa ditetapkan, kecuali dengan
bukti yang cukup. Jika bukti masih diragukan, tidak bisa menjadi dasar bagi
penegakan hukum. Karena itu, tuduhan dan keraguan tidak bisa dianggap sebagai
sesuatu yang pasti dan dijadikan sebagai patokan karena mengandung
kemungkinan tidak benar.

Al-Qur’an dan sunnah telah menetapkan hukuman-hukuman tertentu bagi


tindakan criminal (jara’im al-hudud). Tindakan kriminal (jara’im al-hudud)
dibagi menjadi 7 macam. Yaitu: 1) zina 2) tuduhan zina tanpa disertai bukti 3)
pencurian 4) perampokan 5) minum khamar (syurb al-khamar) 6) pemberontakan
9al-baghyu) 7) murtad.

C. Macam-Macam Zina dan Hukuman Zina


Zina menurut Islam ialah persetubuhan yang dilakukan oleh pasangan yang
tidak terikat perkawinan yang sah. Sementara zina menurut fiqh adalah
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan tan[a ada ikatan perkawinan yang
sah, yaitu memasukkan kelamin laki-laki kedalam kelamin perempuan, minimal
sampai batas hasyafah (kepala zakar).5
Zina merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman hudud atau
had, yakni suatu hukuman yang diberlakukan terhadap pelanggaran yang
menyangkut hak Allah.6 Dengan demikian, hukuman tindak pidana zina telah
diatur oleh al-Qur’an karena merupakan hak Allah Swt. secara mutlak. Ada dua
macam perbuatan zina yang mendapat hukuman wajib bagi pelakunya, yaitu:
zina muhsan dan ghairu muhsan. Zina muhsan adalah suatu zina yang dilakukan
oleh orang yang sudah balig, berakal, merdeka dan sudah pernah bercampur
secara sah dengan orang yang berbeda jenis kelaminnya. 7 Dengan kata lain zina
muhsan adalah zina yang pelakunya sudah menikah. Sedangkan zina ghairu
muhsan adalah zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah
melangsungkan perkawinan sah.8

5
Syamsudin Huda, Zina dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Hunafa:Jurnal Studia Islamika, vol. 12, No. 2, 2017, hlm. 381
6
Ibid, hlm. 382
7
R. Abdul Djamali, Hukum Islam (Bandung : CV. Mandar Maju, 2002), hlm. 1999
8
Ibid, hlm. 1999

3
Dalam penetapan hukuman pun terdapat perbedaan antara keduanya. Jika
pelaku muhsan dihukum rajam, maka pelaku zina ghairu muhsan dihukum dera
100 kali kemudian diasingkan. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Nur
(24):2

‫ة فِي ِدي ِن‬ٞ َ‫وا ُك َّل ٰ َو ِح ٖد ِّم ۡنهُ َما ِماْئَةَ َج ۡلد ٖ َۖة َواَل ت َۡأ ُخ ۡذ ُكم بِ ِه َما َر ۡأف‬
ْ ‫ٱجلِ ُد‬ ۡ َ‫ٱل َّزانِيَةُ َوٱل َّزانِي ف‬
٢ َ‫ة ِّمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِين‬ٞ َ‫ٱهَّلل ِ إِن ُكنتُمۡ تُ ۡؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل ِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل ٓ ِخ ۖ ِر َو ۡليَ ۡشهَ ۡد َع َذابَهُ َما طَٓائِف‬
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” Q.S. al-Nur
(24):2
Ayat ini menggambarkan ketegasan dalam menegakkan hukuman had
dilarang memberi belas kasihan dalam menjatuhkan hukuman atass kekejian
yang dilakukan oleh dua orang pezina tersebut. Selain itu ada pula larangan
membatalkan hukuman had atau berlemah lembut dalam menegakkannya. Oleh
karenannya dilarang menunda penegakkan agalma Allah dan mengundurkan hak-
Nya. Pelaksanaan hukuman hendaknya dilaksanakan di depan khalayak ramai,
yaitu sekelompok orang-orang yang beriman, sehingga diharapkan memberi efek
jera dan mempengaruhi jiwa orang-orang yang telah melakukan perbuatan zina
dan memberi pelajaran bagi orang-orang yang menyaksikan pelaksanaan
hukuman tersebut. 9
Terdapat perbedaan dalam tata cara pelaksanaan hukuman dera. Menurut
Imam Malik yang didera adalah punggung dan seputarnya serta harus
menanggalkan baju. Menurut Imam Syafi’I yang didera seluruh anggota bedan,
kecuali kelamin dan muka yang harus dihindarkan serta penanggalan baju.
Menurut Abu Hanifah seluruh anggota badan, kecuali kelamin, muka dan kepala
serta penanggalan baju.10 Selain didera seratus kali, pelaku zina ghairu muhsan
juga diasingkan selama setahun, hal ini bersandar pada keterangan Ibnu al-
Munzir.

9
Syamsudin Huda, Zina dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Hunafa:Jurnal Studia Islamika, vol. 12, No. 2, 2017, hlm. 381
Ibid, hlm. 383
10
Syamsudin Huda, Zina dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Hunafa:Jurnal Studia Islamika, vol. 12, No. 2, 2017, hlm. 383

4
Hukuman bagi pelaku zina yang berstatus muhsan adalah rajam. Rajam
sendiri merupakan hukuman mati dengan cara dilempari dengan batu. Karena
hukuman rajam tidak tersebut secara jelas dalam al-Qur’an maka kaum khawarij
mengigkarinya. Menurut mereka hukuman bagi pezina muhsan maupun ghairu
muhsan adalah sama yaitu didera. Pasal hukum rajam tidak terdapat dalam al-
Qur’an tetapi hanya atass pernyataan Umar Ibn Khattab yang pernah melihat
Nabi Muhammad SAW memerintahkan perajaman bagi muhsan.11
Pemberian hukuman yang lebih berat bagi pelaku zina muhsan adalah
balasan bagi pelaku yang telah mendapatkan kesempatan dari tuhan untuk
merasakan hubungan seksualitas yang sah, melalui perkawinan. Pengingkaran
terhadap nikmat yang telah diberikan harus dibalas dengan kepedihan rajam.
Sedangkan zina ghairu muhsan dihukum dera dan pengasingan adalah kerena
mungkin sifat keingintahuannya yang mendorong untuk berbuat zina sedang dia
belum menikah sehingga tidak ada tempat untuk mennyalurkan
keingintahuannya secara syar’I karena memang secara fitrah terdapat
kecenderungan antara laki-laki dan perempuan.

D. Kriteria Zina Dalam Hukum Islam


Hukum bagi pelaku zina baru bisa ditetapkan apabila memenuhi unsur-unsur
berbuatan zina yang kriterianya yaitu pertama, melakukan persetubuhan di luar
perkawinan yang sah dan disengaja. 12 Persetubuhan dianggap zina minimal
dengan terbenamnya hasyafah pada farji. Selain itu pelaku juga mengetahui
bahwa persetubuhan yang mereka lakukan adalah haram. Dalam tindak pidana
zina, pelaku zina laki-laki maupun perempuan disyariatkan mempunyai
kesengajaan atau niat melawan hukum.
Kedua, pelaku adalah mukallaf. Islam menetapkan setiap mukallaf dapat
dijerat hukuman hudud jika terbukti berbuat zina terlepas apkah sudah menikah
atau belum. Bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual
di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar’I.
Ketiga, zina adalah persetubuhan yang dilakukan dalam kondisi sadar
tanpa paksaan, artinya antar pelaku telah disetujui untuk berzina bukan karena
paksaan. Persetubuhan yang dipaksakan adalah pemerkosaan. Jika satu pihak
ternyata dipaksa, maka dia bukanlah pelaku melainkan korban.
Keempat, terdapat bukti-bukti telah terjadi perzinaan, ada tiga alat bukti
untuk pembuktian zina yaitu)

11
CD Holy Qur’an & Al-Hadis: kumpulan Hadis Riwayat Bukhari & Muslim, 2002, hadis no. 997
12
Ibid, hal 385

5
1. Saksi, para ulama sepakat bahwa zina tidak bisa dibuktikan kecuali empat
orang saksi. Ini merupakan ijma’ para ulama. Saksi dalam tindak pidana zina
harus berjumlah empat orang laki-laki, balig, berakal, hifzun (mampu
mengingat), dapat berbicara, bisa melihat, adil dan beragama Islam.13
2. Pengakuan, Imam Syafi’I dan Imam Malik berpendapat bahwa satu kali
pengakuan sudah cukup untuk menjatuhkan hukuman. Pendapat ini
dikemukakan juga oleh Ibnu Dawud, Abu Saur, al-Tabari. Sedangkan Imam
Abu Hanifah berserta pengikutnya, Ibnu Abi Lala, Imam Ahmad dan Ishaq
berpendapat bahwa hukuman zina baru bisa dijatuhkan apabila adanya
pengakuan empat kali yang dikemukakan satu persatu di tempat berbeda-
beda.14
3. Qorinah (Indikasi), kehamilan seorang perempuan telah mewajibkan untuk
dikenai hukuman had jika perempuan tersebut tidak mempunyai suami
ataupun pemilik.15

BAB III

PENUTUP
13
Syamsudin Huda, Zina dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Hunafa:Jurnal Studia Islamika, vol. 12, No. 2, 2017, hlm. 386
14
Ibid, hlm 386
15
Ibid, hlm 386

6
A. Kesimpulan
Secara etimologis, hudud merupakan bentuk jamak dari kata had yang
berarti larangan, pencegahan. Adapun secara terminologis, hudud sebaggai
sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib dilaksanakan secara haq karena
Allah.
Hukum Islam membedakan zina menjadi dua macam yaitu zina muhsan dan
zina ghairu mushan. Zina muhsan adalah zina yang dilakukan oleh pelaku yang
sudah menikah, sanksinya yaitu dirajam. Zina ghairu muhsan adalah zina yang
dilakukan oleh pelaku yang belum menikah, sanksinha adalah seratus kali dera
atau jild dan diasingkan selama satu tahun.
Dalam hukum Islam setiap perzinaan dapat dipidanakan ketika terpenuhi
bukti-bukti yang menunjukkan terjadi perzinaan, bukti-bukti tersebut adalah
adanya empat orang saksi, pengakuan pelaku, dan terdapat qarinah.

B. Kritik Dan Saran


Mungkin didalam makalah yang kami buat ini, sungguh banyak kesalahan-
kesalahan yang membuat pembaca ataupun yang mendengar bacaan makalah ini
tidak efektif, itu adalah kesalahan kami yang sewajarnya kami diberikan kritikan
dan di berikan saran-saram untuk meembuat atau memperbaiki makalah
kedepannya dan juga di dalam makalah ini banyak sekali yang kurangnya, baik
dari segi tulisan ataupun dari segi kata-kata, karena kami masih belajar, mohon
saran-saran dari teman-teman untuk memperbaikinnya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jurjani , Ali bin Muhammad, kitab Al-Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al-Hikmah)


Audah, Abdul Qadir Al-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami
Nawawi, Muhammad bin Umar Al-Bantani Al-Jawi, Qut Al-Habib Al-Gharib, Tausyikh ‘ala Fath Al-
Qarib Al-Mujib, (Semarang: Toha Putera)
Sabiq Al-Sayyid, Fiqh Al-Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1983), cet. Ke-4, jilid II
Huda, Syamsudin, 2017, Zina dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, Hunafa:Jurnal Studia Islamika, vol. 12, No. 2
Djamali, R. Abdul 2002, Hukum Islam (Bandung : CV. Mandar Maju)
CD Holy Qur’an & Al-Hadis, 2002,: kumpulan Hadis Riwayat Bukhari & Muslim, hadis no. 997

Anda mungkin juga menyukai