Kasus DM
Kasus DM
DIABETES MELLITUS
Oleh:
Kelompok 4
Yudistia A. N. 182211101099
Vivi Dwi Rahayu 182211101100
1.1.1 Definisi
1.1.2 Etiologi
Diabetes Mellitus (DM) adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme
dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai
kebutuhan tubuh. DM sendiri diklasifikasikan menjadi 2, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
DM tipe 2 merupakan DM yang tidak tergantung pada insulin, karena pada pasien DM tipe
2 pankreas masih dapat menghasilkan insulin, hanya saja terjadi resistensi terhadap insulin
ataupun gangguan sekresi insulin di dalam tubuh.
Mekanisme pasti penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada DM
tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya DM tipe 2. Berikut ini merupakan etiologi DM tipe 2 :
a. Usia
b. Obesitas
Pada orang yang mengalami obesitas, tubuhnya memiliki kadar lemak yang
tinggi atau berlebihan sehingga jumlah cadangan energi dalam tubuhnya juga
banyak, begitupun dengan yang tersimpan dalam hati dalam bentuk glikogen.
Insulin merupakan hormon yang bertugas untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah yang mengalami penurunan fungsi akibat kerja keras melakukan tugas
pendistribusian glukosa sekaligus pengkompresian dan peningkatan glukosa darah.
Hal tersebut menyebabkan resistensi insulin dan berdampak terjadinya DM tipe 2.
c. Riwayat keluarga
Pasien diabetes tipe 2 biasanya tidak menampakkan gejala dan didiagnosa melalui
test darah pasien sehingga pasien sering kali tidak menyadari dirinya mengidap penyakit
diabetes. Bila tampak gejala, gejala klinis yang biasa menyertai antara lain :
Poliuria
Polidipsia
Polifagia
th
Obesitas (Dipiro 9 Ed.)
1.1.4 Patofisiologi
b. Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan sel beta yang
berlangsung secara progresif yang sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mensekresikan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah semakin
meningkat (Rondhianto, 2011). Selain itu DM tipe 2 disebabkan buruknya pola
hidup seperti merokok, makan-makanan yang berisiko seperti makanan manis,
makanan asin, berpenyedap, berlemak, dan mengandung banyak kolesterol yang di
mana perilaku
tersebut akan menganggu elastisitas pembuluh darah dan bisa juga menyebabkan
penyumbatan yang akan menjadi aterosklerosis.
1.1.5 Klasifikasi
a. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di
dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat
idiopatik. Diabetes tipe ini terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi
darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada sel langerhans pankreas.
b. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai
dengan sindrom resistansi insulin. DM ini merupakan tipe diabetes melitus yang
terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan
merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,
termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin,
resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan
kofaktor hormon yang menyebabkan resistensi sel jaringan, terutama pada hati
menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan
glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi
gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat
yang ditemukan pada manusia.
c. Diabetes gestasional, diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan (terjadi
pada kehamilan trimester kedua maupun ketiga) dan pulih setelah melahirkan,
dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan
patogenesisnya.
Terapi gaya hidup untuk mengurangi resiko komplikasi diabetes (AACE, 2018).
Kebanyakan orang dengan diabetes tipe 1 harus diterapi dengan insulin prandial
dan insulin basal secara subkutan secara terus menerus (A).
Hipoglikemia dan pertambahan berat badan adalah efek samping insulin yang
paling umum. Terapi hipoglikemia adalah sebagai berikut:
- Glukosa (10-15 g) diberikan secara oral untuk pasien yang sadar.
- Dekstrosa IV mungkin diperlukan untuk pasien yang tidak sadar.
- Glukagon, 1 g secara intramuskular, lebih disukai pada pasien yang tidak sadar
ketika secara intravena tidak bisa diberikan (Dipiro, 9Ed)
c. Terapi Farmakologi DM Tipe 2
Inisial terapi
Terapi kombinasi
Jika target A1C tidak tercapai setelah kira-kira 3 bulan dan pasien tidak
menderita atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD), pertimbangkan terapi
kombinasi
metformin dengan yang lain dari enam pilihan terapi : sulfonylurea, tiazolidinedione,
DPP-4 inhibitor, inhibitor SGLT2 , GLP-1 reseptor agonis, atau insulin basal. Pilihan
terapi didasarkan pada efek obat dan faktor pasien (ADA, 2018).
Jika target A1C masih belum tercapai setelah 3 bulan dual terapi, dilanjutkan
ke kombinasi tiga obat. Sekali lagi, jika target A1C tidak tercapai setelah 3 bulan
terapi tiga obat, dilanjutkan ke kombinasi terapi injeksi. Pemilihan obat didasarkan
pada preferensi pasien, karakteristik pasien, penyakit, dan karakteristik obat dengan
tujuan mengurangi glukosa darah dan meminimalkan efek samping khususnya
hipoglikemia (ADA, 2018).
Pharmaceutical Care Plan
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. K
Umur : 66 tahun
Status : BPJS Non PBI kelas 2
Tanggal MRS : 9 Juni 2017
Tanggal KRS : 14 Juni 2017
Diagnosa : DM, Hipertensi, Dispepsia, Anemia
II. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Pasien :
Mual, muntah lebih dari 10x, nyeri perut.
2.2. Riwayat Penyakit Dahulu : -
2.3. Riwayat Pengobatan : -
2.4. Riwayat Keluarga/Sosial : -
2.5. Alergi Obat : -
III. OBYEKTIF
3.1 Tanda-Tanda Vital (TTV) Pasien
Parameter Tanggal
Nilai
normal
TD 120/80
- 108 84 84 92 86
N 60-100
12-20 - 24 20 20 24 20
RR
- 36,4 36 36 36 36
S 35-37,5
Terapi
1. IGD
Nama Obat Dosis
PZ
2. Rawat Inap
PZ v v v v v
2x1
Seftriakson serb 1 g v v v v v
2x1
Ranitidine inj 25 v v v v v
mg/ml
2x1 v v v v v
Omeprazole inj 40 mg
3x1 v v v v v
Metronidazole 5 mg/ml
v v v v v
v v v v v
v v v v v
Actrapid 3x10
IU/sc
v v v v v
Levemir 0-16
IU
- - - v v
Microlac supp
- - - v v
Laxadyn 3x1
3. KRS
Dispepsia
Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan keluhan atau
kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,
muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas
yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari berbagai
macam penyakit. Pada pasien Ny. K terapi untuk dispepsia yaitu Klorpromazine tablet 100
mg ½ - 0 - ½ . Klorpromazine merupakan agen antimanik, Agen Antipsikotik, Khas,
Fenotiazin. digunakan untuk pengobatan mual dan muntah. Penggunaan obat ini
disarankan diganti dengan dosis sediaan tablet salut klorpromazine 25 mg sebanyak
4x/hari. penggunaan selanjutnya adalah Sukralfat yang merupakan obat Agen
Gastrointestinal yang digunakan untuk tukak lambung dan tukak duodenum dengan dosis
Oral larutan suspensi : 2 sdt 4x/hari. Pemberian sukralfat tidak di rekomondasikan karena
pasien sudah mendapatkan terapi untuk dispepsia dengan obat lansoprazol (DIH 17th
=
Edition).
Lanzoprazol merupakan kelompok obat proton pump inhibitor (PPI). Obat ini
digunakan untuk mengatasi gangguan pada sistem pencernaan akibat produksi asam
lambung yang berlebihan. Dosis untuk oral 30 mg sekali sehari atau 60 mg / hari dalam 2
dosis terbagi; membutuhkan terapi kombinasi dengan antibiotik (DIH 17 th =Edition) maka
dari itu penggunaan Sefiksim tetap perlu dilanjutkan. Penggunaan antibiotik Sefiksim
harus dikonsumsi hingga habis sehingga kepatuhan pasien perlu dimonitoring agar tidak
terjadinya resistensi antibiotik.
Anemia
Anemia merupakan kelainan pada darah yang ditandai dengan penurunan jumlah
sel darah merah di dalam tubuh di bawah ambang normal. Pasien dalam kasus ini
mengalami anemia yang ditunjukkan dengan kadar Hb dibawah batas normal 9,4g/dL dan
hematokrit 27, 9 g/dL. Anemia dapat disebabkan karena kondisi DM (Dipiro, 9th ed) dan
dispepsia (US Department of Health and Human Services, 2011) yang dialami oleh
pasien. Sehingga terapi yang diberikan untuk mengatasi anemia adalah menggunakan
terapi yang juga digunakan untuk mengobati DM dan dispepsia. Sebaiknya monitoring
Hb dan hematokrit dilakukan setiap hari hingga KRS agar dapat diketahui perkembangan
kondisi anemia pasien, dengan mengetahui kadar Hb dan hematokrit setiap harinya dapat
dilihat apakah terdapat perbaikan pada kondisi anemia, apabila anemia tidak kunjung
membaik dengan kadar Hb <9 g/dL maka dapat direkomendasikan untuk menggunakan
terapi Fe.
Daftar Pustaka
Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Alih bahasa
Asdie Ahmad H. Edisi 13. Jakarta: EGC.