Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

GLONERULONEFRITIS

Disusun Oleh :
Muhammad Naim
200103017

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021

1
KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 bagian:
a. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui
timbul akibat gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3, yaitu:
 Akut
Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh
infeksi stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada
membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
 Sub akut
Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak
glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia
dalam waktu beberapa bulan.
 Kronik
Glomerulonefritis progresif lambat berlangsung 2-40 tahun yang
berjalan menuju perubahan sklerotik dan abliteratif pada
glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
b. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
c. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnormal misalnya satu
sampai kapiler.

Mekanisme kekebalan
 Kompleks imun, granular
Antigen antibody nonglomerular eksogen meupun endogen
membentuk kompleksantigen antibody masuk sirkulasi lalu
terperangkap di membrane basalis glomerulus.
 Nefrotik (anti GBM), linear

2
Antigen yang bereaksi dengan memebran basalis glomerulus sebagai
antigen

Gambaran histologik
 Perubahan minimal
Glomerulus tampak normal pada mikroskop cahaya pada mikroskop
electron tampak penyatuan podosit, glomerulonefritis mayor tidak
memperlihatkan imunopatologi, sering pada anak usia 1-5 tahun
sebagai sindrom nefrotik
 Perubahan progresif
Sering terjadi pada RPGN dan GNK yang lanjut terbentuk endapan
immunoglobulin, komplemen dan fibrin- proliferasi sel-sel endotel,
mesangium dan epitel, sel endotel membrane membentuk sabit yang
melingkari dan menyumbat rumbai glomerulus
 Perubahan membranosa
Pada orang dewasa sebagai sindrom nefrotik ideopatik, lesi tersebar
difus dan menyerang semua glomerulus , bahan imun di GMB-
endapan epimembranosa- GBM menebal
 Perubahan membrane proliferative
Endapan kompleks imun terbentuk antara GBM dan endotel, GBM
menebal, proliferasi sel mesangeal dan endotel- glomerulus tampak
berlobus seperti kumparan kawa, mikroskopis: kadar komplemen
seru menurun, hematuria, sindrom nefrotik.
 Glomerulonefritis fokal
Mengenai sebagian dari rumbai glomerulus, lesi ditandai dengan
sklerosis dan hialinosis pada beberapa glomerulus, terjadi pada
penyakit SBE, SLE, poliarteritis nodosa, sindrom goodpasture dan
purpura, kadang pada anak-anak sebagai GN fokal ideopatik

3
Sindrom klinis
 Sindrom nefrotik akut
Timbul mendadak, biasanya menyertai GNA pasca streptokokus:
dapat terjadi pada poenyakit ginjal lain dan sebagai eksasarbasi akut
GNK
 Sindrom nefrotik
Kompleks klinik yang ditandai dengan proteinuria massif (>3,5
gr/hari), hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia; terjadi padaa
penyakit ginjal primer dan sistemik; 50% pasien GN pernah
mengalami
 Kelainan urin asimptomatik persisten
Stadium laten GNK; ditandai dengan proteinuria minimal dan / atau
hematuria, tapi tanpa gejla; fungsi glomerulus stabil atau
memperlihatkan perkembangan yang lambay (silen azotemia)
 Sindrom uremik
Stadium akhir gagal ginjal simptomatik.

DEFINISI
Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lam
dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis
akut yg tidak membaik atau timbul secara spontan. (Muttaqin, Arif &
Sari,Kumala, 2011)
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel -
sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang
tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik
sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus
sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan
proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab
adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi 13 ringan,

4
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik.
( Corwin, Elizabeth, J. 2000 )
Glomerulonefritis kronis (GNK) adalah suatu kondisi peradangan
yang lama dari sel-sel glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan
ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera
dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari,
2012; Mansjoer, et al., 2000). Jalan penyakit GNK dapat berubah-ubah. Ada
pasien yang mengalami gangguan fungsi minimal dan merasa sehat.
Perkembangan penyakitnya juga perlahan. Walaupun perkembangan penyakit
GNK perlahan atau cepat, keduanya akan berakhir pada penyakit ginjal tahap
akhir (Baradero, 2008).

ETIOLOGI
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Kedua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan
berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering
diikuti oleh atropi tubulus. (Muttaqin, Arif & Sari,Kumala, 2011)
Sebagian besar glomerulonefritis timbul didahului oleh infeksi ekstrarenal,
terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus
beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. antara infeksi bakteri
dan timbulnya GN terdapat masa laten selama 10 hari. GN  juga dapat
disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis,
trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus
eritematosis.
Hubungan antara GN dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
 Timbulnya GN setelah terjadinya infeksi skarlatina.

5
 Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A.
 Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.

Penyebab penyakit ini yaitu :


 Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus
beta hemoliticus group A.)
 Keracunan (timah hitam, tridion).
 Penyakit sipilis
 Diabetes mellitus
 Trombosis vena renalis
 Hipertensi kronik
 Penyakit kolagen
 Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium
lanjut.

PATOFISIOLOGI
(Terlampir)

MANIFESTASI KLINIS
Gejala glomerulonephritis kronis bervariasi. Banyak klien dengan
penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali
untuk beberapa tahun. Kondisi mereka secara incidental dijumpai ketika
terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Indikasi
pertama penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke atau kejang yang
terjadi secara mendadak. Mayoritas klien mengalami gejala umum seperti
kehilangan berat badan dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan
peningkatan berkemih di malam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing, dan
gangguan pencernaan yang umumnya terjadi.
Neuropati perifer disertai hilangnya reflex tendon dan perubahan
neurosensory muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi dan

6
memperlihatkan rentang perhatian yang menyempit. Temuan lain mencakup
pericarditis disertai friksi pericardial dan pulsus paradoksus (perbadaan
tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi). (Smeltzer
& Bare. 2002)
Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus
secara progresif lambat akibat  glomerulonefritis yang berlangsung lama.
Gejala utama yang ditemukan adalah :
 Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi
gagal ginjal.
 Hematuri
 Edema, penurunan kadar albumin
 Hipertensi (Biasanya ada serangan ensefalopatihipertensi)
 Peningkatan suhu badan
 Sakit kepala, lemah, gelisah
 Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun
 Ureum dan kreatinin meningkat
 Oliguri dan anuria 
 Suhu subfebril
 Kolestrol darah naik
 Fungsi ginjal menurun
 Ureum meningkat + kreatinin serum.
 Anemia.
 Gagal jantung kematian.
 Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Urinalitis menunjukkan gravitasi mendekati 1.010,proteinuria dan endapan
urinarius (butr-butir yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak).
Kriteria pemeriksaan urin
 Warna

7
secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
 Volume urine
biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
 Berat jenis
kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
 Osmolalitas
kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan
rasio urin/serum sering 1:1
 Protein
Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
 Klirens kreatinin
mungkin agak menurun
 Natrium
lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium

b. Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun dibawah


50ml/menit(N : 100-120ml/menit,1,67-2,00 ml/detik,maka terjadi
perubahan :
 Hiperkalemia akibat penurunan eskresi,masukan dari makanan dan
medikasi,asidosis dan katabolisme.
 Asidosis metabolic akibat sekresi asam oleh ginjal dan
ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat.
 Anemia akibat penurunan eritropoesis (produk SDM)
 Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui
membrane glomerulus yang rusak.
 Serum kalsium meningkat
 Hipermagnesrumia akibat penurunan eskresi dan ingesti antacid yang
mengandung magnesium.

8
 Kerusakan hantaman saraf akibat abnormalitas elektrolidt dan uremia
c. Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan
edema pulmoner
d. EKG mungkin normal imun dapat juga menunjukkan adanya hipertensi
disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit,seperti
hiperkalemia dan puncak gelombang T.
e. Ultrasonografi Ginjal (Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa ,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas)
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi (Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif)
g. Arteriogram Ginjal (Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa)
h. Pemeriksaan laboratorium
 LED (Laju Endap Darah) meningkat.
 Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan
air).
 Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
 Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Berat jenis urine
meningkat.
 Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan
:Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit,
dan hialin.
 Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta-
IC) sedikit menurun.
 Ureum dan kreatinin meningkat.
 Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi
streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
 BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
 Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.
 GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,2

9
KOMPLIKASI
 Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
 Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
 Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat
HT yang menetap dan kelainan di miocardium.
Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik
yang menurun.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan dibagi menjadi 2, yaitu medik sama perawatan:

Medik
 Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
 Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
 Pengawasan hipertenasi antihipertensi.
 Pemberian antibiotik untuk infeksi.
 Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.

Keperawatan
 Disesuaikan dengan keadaan pasien.
 Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada
ahlinya.
 Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.

10
 Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai
kemampuannya.
 Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut
ke sindrom nefrotik atau GGK.

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan


kelainan di glomerulus.
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8
minggu.
b. Pemberian penisilin pada fase akut.
c. Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi penyebaran infeksi
streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin
dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan, karena terdapat imuntas yang menetap.
d. Pengaturan dalam pemberian cairan (perlu diperhatikan keseimbangan
cairan dan elektrolit). Pemberian diet rendah protein ( 1 gr/kg
BB/hari) dan rendah garam (1 gr/hari). Makanan lunak dinerikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal
kembali. Bila ada anuria/muntah diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
e. Pengobatan terhadap hipertensi.
f. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis,
hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya.
g. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi
akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg
BB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika
ginjal dan filtrasi glomerulus.

11
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara
progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama.
Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya
baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala
insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang
mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat
pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan
kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
 Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
 Riwayat penyakit
 Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat
lupus eritematosus (penyakit autoimun lain).
 Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak
sekitar mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah 
dan diare yang dialami klien.
 Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
 Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
 Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine

12
 Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
 Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
 Pengkajian berpola
 Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air,
edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit
dapat terjadi karena uremia.
 Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme
tidak dapat diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan
natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang
menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia.
Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan
jantung dan  dan tekanan darah mutlak selama 2  minggu dan
mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal
selama 1 minggu. 
 Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena
adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan
kehilangan tonus
 Kognitif & perseptual :

13
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan
rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi
ensefalopati hipertensi.

 Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan
edema dan  perawatan yang  lama.
 Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  serta
anak mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
 Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
 Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Hb menurun ( 8-11 )
 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
o Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit
Å, leukosit Å)
 Pemeriksaan darah
o LED meningkat.
o Kadar HB menurun.
o Albumin serum menurun (++).

14
o Ureum & kreatinin meningkat.
o Titer anti streptolisin meningkat.

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah keperawatan


DS : Kelebihan volume
Faktor resiko dan
- klien mengeluh etiologi cairan
jarang berkemih
Reaksi implamasi pada
- klien mengeluh glomerulus
bagian kaki terasa
Glomerulonefritis
bengkak
DO : Penurunan GFR

- klien tampak edema Penurunan volume


- hipernatremia urine

- hipoalbuminemia Retensi air dan Na

Edema

Glomerulonefritis

Permeabilitas
membrane filtrasi turun

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik
membrane sel turun

Ekstravasasi cairan ke
intertisial

Edema

Kelebihan volume
cairan

15
DS : Ketidakseimbangan
Faktor resiko dan nutrisi : kurang dari
- klien mengeluh etiologi kebutuhan tubuh
mual dan muntah
Reaksi implamasi pada
- klien mengeluh glomerulus
tidak nafsu makan
Glomerulonefritis
DO :
- hipoalbuminemia Respon GIT

- terjadi fluktuasi Fetoruremia


berat badan
Peradangan mukosa
- klien tampak lemah saluran pencernaan

Anoreksia

Intek nutrisi tidak


adekuat

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh

DS : Resiko infeksi
Faktor resiko dan
- klien mengeluh etiologi
gatal-gatal pada
Reaksi implamasi pada
kulit glomerulus
DO :
Glomerulonefritis
- klien tampak edema
- hiperuremia Penurunan GFR

- klien tampak lemah Penurunan volume


urine

Retensi air dan Na

Edema

Retensi ureum pada


darah dn menyebar di
jaringan kulit

Gatal- gatal pada kulit

16
Tindakan klien untuk
mengatasi gatal pada
kulit

Resiko terjadi luka


pada kulit

Resiko infeksi

17
C. Daftar Prioritas
Nama Klien :X
No. Reg :
No Tgl Diagnosa Keperawatan TTD
Muncul

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan


gangguan mekanis meregulasi yang ditandai
dengan :
- Klien mengeluh jarang berkemih
- Klien tampak edema
- Hipoalbuminemia
- Hipernatremia
2.

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan faktor biologis yang
ditandai dengan
- Klien mengeluh tidak nafsu makan
- Klien mengeluh mual dan muntah
- Klien tampak lemah
- Terjadi fluktuasi berat badan
- Hipoalbuminemia
3.

Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit


kronis

18
D. Rencana Asuhan Keperawatan
 Diagnosa Keperawatan No. 1
Kelebihan volume cairan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 4 X24 jam
kelebiahan volume cairan klien dapat teratasi dengan
criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Fluid overload severity, Kidney function
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tidak ada edema

2 24 jam intake dan output seimbang

3 Elektrolit urin dalam batas normal


(Na : 40-220 mEq /hari)

Intervensi NIC : Fluid management, Electrolyte management:


hypernatremia

1. Monitor posisi edema klien


2. Monitor kadar albumin darah klien
3. Perbaiki status albumin darah klien
4. Kolaborasi pemberian deuritik
5. Monitor intake dan output urin 24
6. Monitor status hemodinamik

19
 Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi selama 7X24 jam status
nutrisi klien teratasi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Nutritional status, Nutritional status : biochemical measure

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Intek nutrisi klien terpenuhi
2 Energy untuk beraktivitas terpenuhi
3 Ada peningkatan berat badan ( 2
4 kg)
Serum albumin dalam batas normal
(> 3,5 mg/dl)

Intervensi NIC : Nutritional monitoring, Nutritional management

1. monitor mual dan muntah pasien


2. Anjurkan klien mengkonsumsi makan tinggi kalori dan protein
3. Monitor berat badan klien secar berkala.
4. kolaborasidenganahligiziuntuk diet TKTP

20
 Diagnosa Keperawatan No. 3
Resikoinfeksi
Tujuan : Setelah dilakuakan intervensi selama 3 X 24 jam klien
terhindar dari resiko infeksi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : risk control: infectious proses
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Pasien mampu mngidentifikasi
penyebab infeksi

2 Pasien mampu mngontrol


lingkungan
3
Pasien mengenali tanda dan gejala
infeksi

Intervensi NIC : Infection protection

1. Ajarkan pasien cara untuk menghindari infeksi


2. anjurkan pasein dan keluarga untuk membatasi pengunjung
3. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
4. Anjurkan klien untuk segera melaporkan apabila ada tanda infeksi

21
DAFTAR PUSAKA

Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002). Drug Therapy
inNursing. Philadelphia : Lippincot. Barkaukass, et.al (1994), Health &
Physical Assessment.Missouri : Mosby
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. Elsevier. Inc : St. Louis
Brunner & Suddart 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta :
AGC.
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC
Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd – ed,
(Terjemahan oleh Petrus Andrianto, 2001). Jakarta : EGC.
Grace, Pierce A., Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga
Hediyani, Novie. 2012. Waspadai Batu Ginjal dan Saluran Kemih.
http://www.dokterku-online.com/index.php/article/72-waspadai-batu-
ginjal-dan-saluran-kemih. Diakses pada tanggal 24 Mei 2013. Jam: 18.14
WIB
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid: I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Price,Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit. Volume: 2. Edisi: 6. Jakarta: ECG

22

Anda mungkin juga menyukai