Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH HUKUM ADAT BALI

SI LUH DWITA CANIASTI

1804551113

KELAS B

42

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
Berkaitan dengan kesatuan masyarakat hukum adat yang diakui oleh Negara
berdasarkan Pasal 18B ayat (2) UUDNRI Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi RI
menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 3 (tiga) golongan kesatuan masyarakat
hukum adat, yaitu: (1) kesatuan masyarakat hukum adat teritorial; (2) kesatuan
masyarakat hukum adat geneologis; dan (3) kesatuan masyarakat hukum adat
fungsional.
1. Apakah masyarakat adat Bali mengenal ke-tiga golongan kesatuan masyarakat
hukum adat yang dimaksudkan oleh Mahkamah Konstitusi RI tersebut?
Bushar Muhammad mengemukakan bahwa Masyarakat Hukum merupakan
kesatuan masyarakat yang teratur, menetap disuatu daerah tertentu, mempunyai
penguasa-penguasa, serta mempunyai kekayaan yang berwujud maupun tidak
berwujud yang dimana anggota-anggota dari kesatuan masyarakat hukum ini
mengalami kehidupanya masing-masing dalam bermasyarakat sesuai dengan
kodrat alam, serta para anggotanya tidak ada kecenderungan ingin membubarkan
ikatan yang telah tumbuh. Sehingga dalam perkembangannya masyarakat hukum
adat ini dapat digolongkan berdasarkan asas teritorial atau kedaerahan dan
berdasarkan asas geneologis atau keturunan, maupun fungsional. Dalam kesatuan
masyarakat hukum adat Bali telah mengenal ketiga golongan yang diakui oleh
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun
1945 yang disebutkan oleh Mahkahmah Konstitusi RI yang dalam penerapannya
sebagai berikut :
a. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Teritorial
Kesatuan masyarakat hukum adat teritorial ini dapat diartikan dimana
keanggotaan suatu kesatuan terikat pada suatu daerah tertentu serta menaati
aturan hukum yang dibuat oleh masyarakat adat, hal ini juga merupakan
faktor yang mempunyai peranan yang terpenting dalam setiap timbulnya
persekutuan hukum. Mereka yang sejak dahulu kala atau sejak nenek
moyangnya berdiam dalam daerah persekutuan, pada umumnya memiliki
kedudukan penting dalam persekutuan itu. Meninjau Hukum Adat di
Indonesia menyebutkan bahwa desa di Bali adalah persekutuan teritorial,
dimana warganya bersama-sama mempunyai kewajiban dan kemampuan
untuk membersihkan wilayah desa bagi keperluan-keperluan yang
berhubungan dengan agama. Ini berarti bahwa desa-desa di Bali disamping
memiliki unsur-unsur pembentuk (constituent element), juga memiliki unsur
yang bersifat magis religius. Unsur pembentuk itu tampak pada adanya
wilayah kekuasaan, warga, pemerintahan yang berwibawa dan harta kekayaan
baik materiil maupun immateriil. Sedang unsur yang bersifat religio magis
tampak dari keberadaan desa yang menjadi tempat persembahyangan bersama
bagi warga desa secara keseluruhan dan pelaksanaan ritual-ritual lain
berkenaan dengan kesejahteraan warganya. Di Bali dikenal dengan dua
bentuk desa yang memiliki fungsinya masing-masing yaitu Desa Dinas adalah
organisasi pemerintahan yang menyelenggarakan fungsi administratif dan
Desa Adat (Desa Pakraman) adalah lembaga yang melaksanakan hukum adat
yang ada di Bali. Berdasarkan Perda No 3 Tahun 2001 tentang Desa
Pakraman, Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di
Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan
hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan
Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sehingga
dapat dikatakan bahwa Desa Pakraman (Desa Adat) yang ada di Bali
termasuk ke dalam golongan kesatuan masyarakat hukum adat teritorial.
b. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Geneologis
Kesatuan masyarakat hukum adat geneologis yaitu keanggotaan suatu
kesatuan didasarkan pada faktor yang berlandaskan kepada pertalian darah,
pertalian suatu keturunan. Masyarakat hukum di Bali mengenal istilah sekeha
dadia yang dilandasi oleh kesamaan wit (asal) berdasarkan kesamaan leluhur.
Masyarakat adat di Bali terbagi dalam kelompok-kelompok sekeha dadia
yang dimana mereka diikat oleh suatu tempat persembahyangan bersama
yang merupakan temapt roh leluhur mereka bersemaya. Aktifitas dari sekeha
dadia ini berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan ritual
keagamaan yang ditunjukkan dengan menyembah dan memulyakan roh
leluhur mereka, selain itu sekeha dadia ini juga mempunyai awig-awig yang
dibuat untuk mengikat kelompok tersebut, sehingga dapat diklasifikasikan
sebagai masyarakat hukum. Jadi sekaha dadia ini termasuk ke dalam
golongan kesatuan masyarakat hukum adat geologis karena anggota
kelompok sekaha dadia ini didasarkan pada faktor keturunan yang
membentuk kelompok disuatu teritorial tertentu untuk melaksanakan kegiatan
adat serta persembahyangan terhadap roh leluhur mereka.
c. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Fungsional
Kesatuan masyarakat hukum adat fungsional ini belum mempunyai
definisi baku dan detil namun di analogikan seperti sistem irigasi subak di
Bali, yaitu komunitas yang terikat pada fungsi-fungsi khusus sekaligus
tradisional.  Fungsi-fungsi khusus tersebut menyangkut kepentingan bersama
yang mempersatukan, dan tak bergantung pada hubungan darah ataupun
wilayah. Subak menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982
diartikan sebagai masyarakat hukum adat yang bersifat social religius yang
secara historis tumbuh dan berkembang sebagai organisasi di bidang tata guna
air ditingkat usaha tani. Subak ini juga memiliki pengurus dan awig-awig
(aturan organisasi baik yang tertulis maupun tidak tertulis). Sehingga Subak
di Bali ini termasuk ke dalam golongan masyarakat hukum adat fungsional
yang dimana anggotanya memiliki satu tujuan yang sama dan memiliki
fungsi-fungsi yang menyangkut kepentingan bersama.
Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat hukum adat
di Bali mengenal ke-tiga golongan kesatuan masyarakat hukum adat yang
dimaksudkan oleh Mahkamah Konstitusi RI serta telah menerapkannya sesuai
dengan adat-adat serta awig-awig yang berlaku di dalam masyarakat hukum adat
yang ada di Bali.
2. Apa kharakter khas Desa Adat di Bali dibandingkan dengan kesatuan masyarakat
hukum adat di Indonesia pada umumnya?
Desa adat dibali memiliki ciri-ciri yang bersifat khusus yang tidak dijumpai
dalam masyarakat hukum adat lainnya, ciri khusus tersebut berkaitan dengan
landasan filosofis umat hindu yang menjiwai sebagian besar kehidupan
masyarakat hukum adat di bali, yaitu dikenal dengan adanya filosofi Tri Hita
Karana yang memiliki arti tiga penyebab kebahagiaan, yaitu Ida Sanghyang
Jagatkarana (tuhan sang pencipta), Bhuana (alam semesta), dan Manusa
(manusia). Dalam keyakinan umat hindu di Bali, kesejahteraan umat manusia
didunia hanya dapat dicapai apabila terjadi keharmonisan hubungan antara unsur-
unsur Tri Hita Karana yang dalam kehidupan desa pekraman diwujudkan dalam
pembentukan desa pekraman, yaitu:
- Keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam semesta.
- Keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia.

Keharmonisan tersebut dapat diterjemahkan dengan suasana yang tertib, aman,


dan damai atau dalam umat hindu dikenal dengan trepti, sukerta, dan sekala
niskala. Dalam kehidupan Desa Adat filosofi Tri Hita Karana ini dapat
diwujudkan dalam tiga unsur pembentukan Desa Adat yaitu, sebagai berikut :

- Parhyangan yaitu adanya khayangan desa (khayangan tiga) sebagai tempat


pemujaan bersama terhadap tuhan yang maha esa;
- Palemahan, sebagai wilayah tempat tinggal dan tempat mencari penghidupan
sebagai proyeksi dari adanya bhuawana atau alam tunduk dibawah kekuasaan
hukum territorial bale agung;
- Pawongan (Pakraman) yaitu warga masyarakat atau penduduk desa pakraman
yang disebut krama desa sebagai kesatuan pada suatu wilayah desa adat.
Jadi dari penjelasan filosofi Tri Hita Karana tersebut Desa Adat yang ada di
Bali sangat variatif, variasi-variasi yang ada terdapat satu hal yang melekat pada
semua Desa Adat di Bali, yang dimana Desa Adat di Bali merupakan organisasi
sosial religius yang otonom, yaitu berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Karena Desa Adat di Bali masih sangat berkaitan dengan ajaran-ajaran agama
Hindu dan dalam penerapannya juga masih tetap memperhatikan ajaran agama
Hindu sehingga dapat dikatakan variasi-variasi tersebut menjadi karakteristik
khusus yang membedakan Desa Adat di Bali dengan Desa Adat lainnya.

DAFTAR BACAAN

Adib Zain, Mochamad & Ahmad Siddiq, 2015, Pengakuan Atas Kedudukan Dan Keberadaan
Masyarakat Hukum Adat (Mha) Pasca Dibentuknya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa, Jurnal Penelitian Hukum, Volume 2, Nomor 2, Juli 2015.

Firmansyah, Nurul, 2019, Mengenal Masyarakat Adat, Opini Geotimes.

Putra Astiti, Tjok Istri et Al, 2017, Buku Ajar Hukum Adat Lanjutan, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Denpasar.

P. Windia, Wayan & I Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga
Publikasi dan Dokumentasi Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai