BAB I
I.1 Latar Belakang
wilayah negara antara satu dengan wilayah yang lain seakan-akan tanpa ada batas
sehingga perpindahan orang atapun barang dari satu wilayah ke wilayah lain dapat
dinilai sebagai simbol pelopor, yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia,
baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan. Dari sistem-sistem kecil
lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun-tahun terakhir bergerak dengan
cepat bahkan terlalu cepat menuju suatu sistem global. Dunia akan menjadi
“global village” yang menyatu, saling tahu dan terbuka, serta saling bergantung
dampak positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak negatif yang
dapat merugikan orang perorangan, masyarakat atau negara. Dampak negatif yang
1
Dikdik M. Arief Mansur dan Elistaris Gultom , Cyber Law : Aspek Hukum Teknologi
Informasi ( Bandung : PT Refika Aditama, 2009 ) hlm. 1
2
pemberontakan atau revolusi didalam tubuh masyarakat itu sendiri. Hal yang sama
media internet dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Melalui media internet
beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan seperti, tindak
“Kejahatan cyber (cyber crime) kini marak di lima kota besar di Indonesia dan
dalam taraf yang cukup mengkhawatirkan serta dilakukan oleh para hacker yang
2
Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosoiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni,
Bandung 1986, hlm.11
3
Dikdik M Arief Mansur dan Elistaris Gultom Loct. Cit . hlm 5
3
psikologi yang dikembangkan oleh Norbert Wiener di tahun 1948. Salah satu
aplikasi dari cybernetics adalah dibidang pengendalian (robot) dari jarak jauh.
Dalam hal ini tentunya yang diinginkan adalah sebuah kendali yang betul-betul
sedikit mengherankan jika kata “cyberspace” yang berasal dari kata “cyber” tidak
Istilah Cyber Crime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang
dan atau menggunakan fasilitas komputer atau jaringan komputer tanpa ijin dan
dengan melawan hukum dengan tanpa menyebabkan perubahan dan atau keruskan
dengan menggunakan ponsel pintar. Pertama, mereka masuk dengan akun palsu di
4
Budi Rahardjo, Pernak Pernik Peraturan dan Pengaturan Cyberspace di Indonesia, 2003 .,
hlm 2
5
Karakteristik internet yang sepenuhnya beroperasi secara virtual (maya) dan tidak
mengenal batas-batas teritorial pada gilirannya telah melahirkan aktivitas-aktivitas baru yang tidak
mengenal batas dapat diatur dan dikontrol oleh hukum yang berlaku saat ini (the existing law ).
Kenyataan ini telah menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur mengenai
aktivitas-aktivitas yang melibatkan internet (cyber law). Kenyataan ini telah menyadarkan
masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan
internet (cyber law). Lihat Atip Latifulhayat, “Cyber law” dan urgensinya bagi Indonesia (1),
Pikiran Rakyat, 11 Januari 2001.
4
Apple dan Paypal. Dari akun tersebut, mereka bisa mencuri data berupa nomor
"Setelah itu, mereka menggunakan nomor kartu kredit untuk membeli barang-
Tuyul. Mereka juga memiliki jaringan yang tersebar di beberapa kota sebagai
penadahnya. Polisi telah mengamankan barang bukti berupa laptop, hp, cincin
dan kalung berlian, buku rekening, jam, alat kesehatan, CCTV, sepatu, Nintendo,
alat pemutih gigi, pembersih jamur kaca hingga air brush set.
Dari perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 30 ayat (2) dan atau Pasal 32 ayat (1) UU
RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 1 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 46 (2) UU RI No. 19 Tahun
2016 tentang perubahan atas UU RI No. 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan
berikut :
6
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3927140/pelaku-spamming-dan-carding-
dibekuk-bobol-kartu-kredit-rp-500-juta ( diakses 21 Oktober 2020 jam 14.00 Wib)
5
597/Pid.Sus/2018/PN Mgl )
1. Segi teoritis
b. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu
Crime
2. Segi praktis
umumnya.
landasan berfikir untuk melaksanakan suatu penelitian atau dengan kata lain untuk
permasalahan.
undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law)
menjelaskan: “To begin with, the legal sytem has the structure of a legal
system consist of elements of this kind: the number and size of courts;
photograph, with freezes the action.” Struktur dari sistem hukum terdiri
(termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa), dan tata cara naik
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti
oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari
By this is meant the actual rules, norm, and behavioral patterns of people
inside the system …the stress here is on living law, not just rules in law
nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Jadi substansi hukum
people’s attitudes toward law and legal system their belief …in other
word, is the climinate of social thought and social force wicch determines
hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk
substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-
orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum
sosial tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh
hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum
(law enforcement) yang baik (Munir Fuady, 2007 : 40) 8. Jadi bekerjanya
Asas "Tiada Pidana Tanpa Kesalahan" yang dikenal dengan "keine strafe
8
Munir Fuady Perbuatan Melawan Hukum : Pendekatan Kontenporer (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti , 2007) hlm 40
9
ohne schuld" atau "geen straf zonder schuld" atau "nulla poena sine
culpa". Dari asas tersebut dapat dipahami bahwa kesalahan menjadi salah
dipisahkan antara satu dengan yang lain, dimana unsur yang satu
9
Sudarto, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung. Hlm 60
10
ITE”)
1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dokumen elektronik.
3. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
sistem pengamanan.10
menjual data tersebut. Penjualan data ini bisa digunakan untuk berbagai
cyber crime yang menyebabkan kerugian bagi korban baik dari segi
materil maupun non materil, tindakan tersebut merupakan suatu hal yang
b. Pelaku menurut pasal 55 ayat (1) adalah mereka yang melakukan, yang
terhadap hal-hal yang tidak dapat dibantah oleh pihak lawan, tidak
memerlukan pembuktian.12
kartu kredit (carding) termasuk dalam pasal 362 KUHP, dan pasal 378
milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”.
Hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak
11
Andi Hamzah, Kitab undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Acara
Pidana
12
R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pranadya Paramita, 1983), hal. 5.
12
orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
Jadi dari penjelasan pasal diatas, jadi pengertian carding adalah suatu
orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun
non materil, juga sebagai perbuatan melanggar hukum dan dapat diartikan
hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun sumber data prime dan sekunder
13
http//www.adln.unair.ac.id/go.php
14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali
Grafindo Persada, 2004) hlm.1
13
I.5.1 Bahan hukum primer yaitu berupa bahan-bahan hukum yang mengikat
mengikat lainnya.
I.5.2 Bahan hukum sekunder berupa buku-buku atau literatur ilmu hukum
BAB I Pendahuluan
Dalam Bab ini akan dikemukakan teori-teori yang menjadi dasar penulisan
BAB V Penutup
pertimbangan penulis.
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku – buku
hlm 8
dikontrol oleh hukum yang berlaku saat ini (the existing law ). Kenyataan
law). Lihat Atip Latifulhayat, “Cyber law” dan urgensinya bagi Indonesia
5.
Bandung. Hlm 60
Undang-undang
Elektronik Pasal 30
Internet
wib )
2. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3927140/pelaku-spamming-
BAB II
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana
Belanda yaitu strafbaarfeit. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wvs Belanda
maupun berdasarkan asas konkordasi istilah tersebut juga berlaku pada WvS
Hindia Belanda (KUHP). Tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang
dimaksud dengan strafbaarfeit. Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk
memberikan arti dan istilah itu, namun hingga saat ini belum ada keseragaman
Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950 pada Pasal 14 ayat (1); 1
15
Adami Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana II, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
67
18
3. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa Latin delictum juga digunakan
5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini diggunakan Mr. Karni dalam
Pidana Indonesia;
Peledak;
sebagai suatu tindakan pada, tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang
16
Ibid.
17
Sudarto, op.cit, hlm. 39.
19
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)
adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam
dengan pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan tersebut
dilakukan dengan kesalahan. Maka sifat-sifat yang ada dalam setiap tindak
onrechtmatigheid).
melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan pada diri si pelaku dan
18
Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, hlm. 18-19
19
C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, 2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya
Paramita, Jakarta, hlm. 54.
20
Ibid.
20
5. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat didalam
KUHP.
2. Kualitas si pelaku.
21
P.A.F Lamintang I, op.cit, h. 184.
22
Ibid.
21
unsur-unsur:
Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas Legalitas yang
tersimpan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Syarat materiil pun harus ada
masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan,
keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu semuanya merupakan sifat dari
membiarkan).
pidana, karena hal tersebut melekat pada orang yang berbuat. Simons
Simons adalah:
atau membiarkan).
persoon).25
24
Bambang Poernomo,op.cit, hlm 134.
25
Sudarto,op.cit., hlm 32
23
unsur objektif dan unsur subjektif dari strafbaarfeit adalah: Yang dimaksud unsur
1. Perbuatan orang.
itu.
bahwa tidak adanya pemisahan antara criminal act dan criminal responsibility.
Dengan demikian pandangan sarjana yang beraliran dualistis ini ada pemisahan
antara criminal act dan criminal responsibility. Menurut Sudarto, kedua pendirian
itu baik aliran monistis maupun aliran dualistis, tidak mempunyai perbedaan yang
yang 1 (satu), hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen agar tidak
seseorang yang melakukan tindak pidana harus dapat dipidana, sedangkan bagi
yang berpandangan dualistis sama sekali belum mencukupi syarat untuk dipidana
karena masih harus disertai syarat pertanggungjawaban pidana yang ada pada si
26
Ibid.
24
pembuat atau pelaku. Jadi menurut pandangan dualistis, semua syarat yang
yang dimuat dalam Buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal
KUHP Pasal 489 sampai dengan Pasal 569. Kejahatan adalah suatu
Pemidanaan berasal dari kata dasar “pidana” yang mendapat awalan “pe”
dan akhirnya “an” yang dalam bahasa Indonesia awalaan dan akhiran “pe-an”
pemidanaan. Lebih lanjut menurut Barda sistem pemidanaan dalam arti luas
Sistem pemidanaan tidak diartikan dalam arti luas tetapi dibatasi dalam
hukum pidana substantif yang terdapat dalam KUHP dan Undang-undang diluar
khusus mengenai tindak pidana (Buku II dan Buku III KUHP serta undang-
pemidanaan ini akan menyoroti mengenai sistem sanksi, jenis sanksi pidana
1. Sudut Fungsional
diartikan sebagai :
sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari subsistem hukum pidana
28
Barda Nawawi Arief. 2005. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aadtya
Bakti. Bandung. Hlm.261
27
dengan salah satu subsistem itu. Pengertian sistem pemidanaan yang demikian itu
2. Sudut Norma-Substantif
pemidanaan.
undangan yang ada di dalam KUHP maupun undang-undang diluar KUHP, pada
umum dan aturan khusus. Aturan umum terdapat didalam Buku I KUHP dan
aturan khusus terdapat di dalam buku II dan Buku III KUHP maupun di dalam
terdiri dari subsistem hukum pidana substantif, subsistem hukum pidana formal,
29
Ibid. Hlm.262
28
denda.
macam teori, yaitu teori absolut (vergelding theorien) , teori relatif (doel
II.3 Pembuktian
Pembuktian mempunyai dua arti, yakni dalam arti luas, bahwa pembuktian
arti terbatas, pembuktian hanya diperlukan apabila hal yang dikemukakan oleh
penggugat itu dibantah oleh tergugat , sementara hal itu tidak dibantah maka tidak
memberikan kepastian yang bersifat mutlak karena berlaku bagi setiap orang dan
yaitu memberikan kepastian yang bersifat nisbi atau relatif atau memberikan
kepastian didasarkan atau perasaan belaka atau kepastian yang bersifat intuitif
yang biasa disebut “conviction in time” , dan kepastian yang didasarkan pada
dalam arti yuridis, yakni memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang
Dalam membahas kekuatan pembuktian alat – alat bukti yang ada dikenal
(Conviction in Time)
31
Eddy O.S Hiariej Teori dan Hukum Pembuktian (Jakarta : Erlangga ; 2012), hlm 6-7
32
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika,2004, hlm. 247
33
Ibid., hlm. 248
30
teori conviction of time yang didasarkan pada keyakinan hati nurani hakim
undang.34 Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Perancis.35 Dalam hal ini
kepada undang-undang, hal ini berarti jika telah terbukti suatu perbuatan
keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga
34
Ibid
35
D. Simons, Beknopte Handleiding tot het Wetboek van Strafvardering, hlm.149.
Menunjuk Pasal 342 Code d’Instruction Criminelle, disebut juga oleh A.Minjenhof, De
Nederlandse Stafvordering, Harleem : H.D Tjeenk Wilink & zoom, 1967. Diambil Andi Hamxah,
ibid
36
A. Minkenhof,Op.Cit, hlm.219.
37
Andi Hamzah,Op,cit, hlm. 247.
31
saja.
Sistem pembuktian ini lahir sebagai jalan tengah atas teori-teori atau
juga sistem pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-
yang berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang egois ini terbagi
menjadi dua. Yang pertama tersebut diatas, yaitu sistem pembuktian yang
akan ia pergunakan.
Sistem pembuktian ini dianut oleh HIR maupun KUHAP. Hal tersebut
dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP (dahulu pasal 294 HIR41), yang
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan
pengelompokan alat bukti yang membagi alat-alat bukti ke dalam kategori oral
1. Oral Evidence
41
Pasal 294 ayat (1) HIR berbunyi : “tidak seorang pun boleh dikenakan pidana, selain jika
hakim mendapat keyakinan dengan alat-alat bukti yang sah, bahwa benar telah terjadi perbuatan
yang dapat dipidana dan bahwa orang-orang yang didakwa itulah yang bersalah melakukan
perbuatan itu”
42
Ibid, hlm . 250
43
33
terdakwa).
2. Documentary Evidence
3. Material Evidence
diperoleh dari suatu tindak pidana dan informasi dalam arti khusus)
4. Electronic Evidence
law.
Di dalam hukum acara pidana, dikenal 5 (lima) alat bukti yang sah
sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP. Diluar alat-alat bukti ini,
terdakwa. Hakim ketua sidang, penuntut umum, terdakwa, atau penasehat umum
terikat dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti ini saja.
34
Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya diluar alat
bukti yang ditentukan pada pasal 184 ayat 1 KUHAP. Alat-alat bukti yang
dimaksud adalah :
1. Keterangan saksi
saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain
bahwa keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana yang
dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan
keterangan seorang saksi yang mendengar dari orang lain, tidak terjamin
dipakai di Indonesia.44
evidence itu. Dimana pun pengakuan terhadap hearsay sebagai alat bukti
tergantung pada tujuan untuk apa hal itu diajukan dan apa yang akan
dibuktikan dengan itu. Pada umumnya hearsay diterima sebagai alat bukti
2. Keterangan ahli
pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli ini dapat juga
umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
“keterangan ahli” dan keterangan seorang ahli secara tertulis diluar sidang
pengadilan sebagai alat bukti “surat” (pasal 187 butir C KUHAP), contoh
yang kedua ialah visum et repertum yang dibuat oleh seorang dokter.46
3. Surat
Alat bukti surat diatur dalam pasal 187 KUHAP yang disusun oleh
a. Berita acara dan surat lain diatur dalam bentuk resmi yang dibuat
45
Ibid.,hlm. 264-265
46
Ibid, hlm 269
47
M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan
penjelasan resmi dan komentar serta peraturan Pemerintah R.I No.27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan, Politeia, Bogor, 1997, hlm 166
36
yang dibuat oleh penjabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan
4. Petunjuk
yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri.
Menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
sebagai alat bukti. Apa yang disebut pengamatan oleh hakim (eigen
warneming van de rechter) harus dilakukan selama sidang, apa yang telah
5. Keterangan terdakwa
ketahui sendiri atau alami sendiri. Dalam kasus cyber crime , keterangan
memberatkan terdakwa.
crime yang sulit untuk di identifikasi secara pasti, serta kuatnya jaringan
akan sulit diperoleh mengingat seorang pelaku cyber crime tidak akan
menentukan kesalahan terdakwa. Suatu perkara pidana yang ada barang buktinya
biasanya akan mempercepat proses penyelesaian perkara dari pada perkara lain
merupakan hal yang paling esensial dalam sebuah kasus. Untuk kepentingan
sangat diperlukan.49
Barang bukti atau corpus delicti adalah barang mengenai mana delik
dilakukan (objek delik) dan barang mana delik dilakukan, yaitu alat yang
digunakan untuk melakukan delik ........, termasuk juga barang bukti adalah hasil
dari delik ......., barang yang memiliki hubungan langsung dengan tindak pidana50
Barang bukti dengan alat bukti mempunyai hubungan yang erat dan
itu juga akan sangat beperan dalam memberikan keyakinan kepada hakim dalam
pemeriksaan.
49
Ibid,. Hlm.479
50
Andi Hamzah, Kamus Hukum (Jakarta : Ghalia, 1986) hlm.100
39
II.3.5 Bukti elektronik sebagai Alat Bukti dalam Kasus Cyber Crime
mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat
bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan. Alat bukti elektronik ialah
formil dan persyaratan mteril yang diatur dalam Undang-Undang ITE yaitu
“Syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yaitu bahwa
syarat materil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15 dan Pasal 16 UU ITE, yang
alat bukti hukum yang sah. Yang dimaksud dengan Informasi Elektronik menurut
“Satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
51
Sitompul, Josua,Cyberspace, Cybercrimes,Cyberlaw : Tinjauan Hukum Pidana,
Tatatnusa,Jakarta,2012, hlm 52.
40
telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya”
makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya”.
Pasal 5 ayat (1) UU ITE dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yang
pertama informasi elektronik atau dokumen elektronik, yang kedua hasil cetakan
dari informasi elektronik atau hasil cetakan dari dokumen elektronik. Informasi
elektronik dan dokumen elektronik tersebut yang akan menjadi alat bukti
Pasal 5 ayat (2) UU ITE mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan perluasan dari alat bukti hukum
41
yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Yang dimaksud
perluasan disini harus dihubungkan dengan jenis alat bukti yang diatur dalam
a) Menambahkan alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara pidana di
Elektronik sebagai alat bukti elektronik menambah jenis alat bukti yang
b) Memperluas cakupan dari alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara
Perluasan alat bukti yang diatur dalam KUHAP sebenarnya sudah diatur
Pencucian Uang. UU ITE menegaskan bahwa dalam seluruh hukum acara berlaku
kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri
Sebutan pelakunya adalah carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah
internet di Indonesia adalah hasil dari kejahatan carding. Akibat tingginya angka
tersebut , banyak situs belanja online yang memblokir IP atau Internet Protocol
yang berasal dari Indonesia. Jika kita akan melakukan transaksi disuatu situs
di situs tersebut.52
ditimbulkan tidak terlihat secara langsung, tapi dampak yang ditimbulkan bisa
sangat besar. Karena carding merupakan salah satu dari kejaharan cybercrime
orang lain untuk belanja secara online demi memperkaya diri sendiri. Yang
sebagai kejahatan yang bersifat transnasional. Ini dikarenakan tindak pidana jenis
lain.
satu negara.
terjadi diruang dunia cyber,kejahatan ini dapat dilakukan dimana saja dan
korbannya pun berada dimana saja, bukan hanya pelaku dan korban, tapi tempat
transaksi para carder itu pun dilakukan di wilayah negara lain. Kejahatan ini
dianggap merugikan suatu negara,jika memang kejahatan ini terjadi lintas negara.
Dengan demikian maka tindak pidana carding termasuk dalam tindak kejahatan
transnasional.
53
Muladi, Demokrasi,Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, 1st,Jakarta,
The Habibie Center, 2002.
44
BAB III
didasarkan pada pertimbangan bahwa peneliti ingin mencari data mengenai kasus
tindak pidana pencurian data (carding) yang memiliki angka grafik yang
meningkat dan angka grafik mengenai kasus tindak pidana pencurian data
peningkatan.
Dan peneliti
2. dan pengumpulan data kriminalistik dan kasus tindak pidana Cyber Crime
seluruh Indonesia.
45
III.2.1 Grafik
45
40
35
30
25
Column2
20
15
10
0
TAHUN 2017 TAHUN 2018 TAHUN 2019
14
12
10
8
Series 3
Series 2
6 Series 1
0
Category 1 Category 2 Category 3 Category 4
46
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN Nomor : 597/Pid.Sus/2018/PN.Mgl.
IV.1 Identitas Tersangka
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tanggal lahir : Jl. Sumpil 1 No.31 Rt.01 Rw.04 Kel. Purwodadi, Kec.
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
IV.3 Dakwaan
IV.4 Tuntutan
IV.6 Putusan
48
BAB V
PUTUSAN