Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL REKAYASA AKUAKULTURE

RANCANG BANGUN BUDIDAYA IKAN LELE

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Rekayasa
Akuakultur

Disusun oleh :

Farhan M 230110170065
Fajarudin hayat 230110170075
Selita pasaribu 230110170083
Erna nurhayati 230110170084
Naufal M Rizmi 230110170088

Kelas :
Perikanan B/Kelompok 7

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
hidah dan karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan tugas ini. Tidak lupa shalawat
serta salam kita limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada para
sahabatnya, keluarganya dan kita semua sebagai umatnya.
Tugas proposal rekayasa akuakultur mengenai Rancang Bangun Budidaya
ikan lele yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum dan tiket
Ujian akhir praktikum rekayasa akuakultur .
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.yang telah
bekerjasama dalam menyelesaikan laporan ini. Sehingga pada kesempatan ini
kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang telah
membantu dalam proses praktikum maupun penyusunan laporan ini.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
menilai laporan ini, guna membangun dalam membuat laporan bilamana kami
buat selanjutnya. Kami harap laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca
khususnya bagi kami selaku pengembangan pengetahuan di bidang perikanan.

Jatinangor, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB HALAMAN
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv
I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................... 2
1.3 Gambaran Umum Lokasi ..................................................................... 2
1.4 Kerangka Pemikiran Komoditas yang Dikembangkan ........................ 3

II ANALISIS KELAYAKAN LOKASI ......................................................... 5


2.1 Perikanan Budidaya.............................................................................. 5
2.2 Komoditas Ikan Lele ............................................................................ 6
2.3 Karakteristik Ciparanje dan Lokasi Budidaya ..................................... 9

III RANCANGAN RENCANA SITE PLAN ................................................. 11


3.1 Standarisasi Fasilitas .......................................................................... 11
3.2 BANGUNAN POKOK ...................................................................... 14
3.2.1 Tata Letak Balai Budidaya ................................................................. 14
3.2.2 Bangunan Pokok ................................................................................ 16
3.3 Bangunan Pendukung ......................................................................... 18

IV PROGRAM PRODUKSI .......................................................................... 24


4.1 Target Produksi .................................................................................. 24
4.2 Program Produksi ............................................................................... 24
4.2.1 Maktiks Pemijahan dan Maturasi ....................................................... 24
4.2.2 Matriks Penetasan dan Pendederan .................................................... 25
4.2.3 Matriks Pembesaran ........................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 29

ii
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
1 Kualitas Air Untuk Budidaya Lele ................................................................. 4
2 Kualitas Air Ciparanje.................................................................................. 10
3 Keterangan Layout Balai.............................................................................. 15
4 Matriks Pemijahan dan Maturasi ................................................................. 25
5 Matriks Penetasan dan Pendederan .............................................................. 25
6 Matriks pembesaran bulan ke 1-5 ................................................................ 27
7 Matriks pembesaran bulan ke 7-12 .............................................................. 28

iii
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
1 Lokasi Ciparanje ............................................................................................ 3
2 Produksi Perikanan Tahun 2011-2016 ........................................................... 5
3 Produksi Ikan Budidaya ................................................................................. 6
4 Layout Balai Budidaya Ikan Lele di Kawasan Ciparanje ............................ 15
5 Kolam Induk Lele ........................................................................................ 16
6 Kolam Pembenihan ...................................................................................... 17
7 Kolam Pendederan ....................................................................................... 17
8 Kolam Pembesaran....................................................................................... 18
9 Aula Bersama ............................................................................................... 19
10 Kantor........................................................................................................... 19
11 Rumah jaga................................................................................................... 20
12 Mushola ........................................................................................................ 20
13 Ruang Mesin dan Gudang Barang ............................................................... 21
14 Gudang pakan............................................................................................... 22
15 Pos penjaga .................................................................................................. 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budidaya perikanan didefinisikan sebagai suatu kegiatan memproduksi
biota (organisme) akuatik secara terkontrol dalam rangka mendapatkan
keuntungan (profit), dengan penekanan pada kondisi terkontrol dan orientasi
untuk mendapatkan keuntungan tersebut, definisi ini mengandung makna
bahwa kegiatan budidaya perikanan adalah kegiatan ekonomi (prinsip-prinsip
ekonomi) yang mengarah pada industri (tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu,
dan tepat harga). Budidaya perikanan sebagai campur tangan atau upaya-upaya
manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan melalui kegiatan
budidaya. Kegiatan budidaya tersebut adalah usaha pemeliharaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup (survival), menumbuhkan (growth) dan
memperbanyak (reproduction) biota akuatik (Effendi 2004).
Pemilihan lokasi budidaya yang tepat akan mempunyai pengaruh positif
bagi kelangsungan usaha budidaya. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan hal-
hal yang akan berdampak atau faktorfaktor yang berpengaruh. Selain itu, juga
perlu dilihat prospek lokasi itu pada masa yang akan datang. Lokasi yang
dipilih hendaknya yang mempunyai harapan keuntungan yang besar atau yang
mempunyai potensi tinggi (Susanto 2004).
Salah satu lokasi berpotensi untuk dijadikan lahan budidaya adalah
Ciparanje. Ciparanje merupakan salah satu daerah di Jatinangor yang berada
pada ketinggian sekitar 700 m dpl dengan jenis tanah ordo Inceptisols. Menurut
Sudirja et al. (2006), Inceptisol umumnya memiliki tingkat kesuburan yang
rendah, antara lain terkendala pH yang masam, kandungan liat yang tinggi, dan
lapisan permukaan yang mudah tercuci. Berdasarkan Nuryani et al. (2003),
karakteristik tanah inseptisol memiliki solum tanah yang agak tebal yaitu 1-2
meter, warna hitam atau kelabu sampai cokelat tua,tekstur pasir, debu dan
lempung, struktur tanah remah konsistensi gembur, pH 5,0 sampai 7,0. Bahan
2

organik cukup tinggi, kandungan unsur hara yang sedang sampai tinggi,
produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi. Berdasarkan penjelasan tersebut
maka tanah Ciparanje sangat cocok untuk dijadikan area budidaya karena
tingginya unsur hara dalam tanah yang nantinya akan berpengaruh terhadap unsur
hara alami kolam.
Dalam melakukan rancangan balai budidaya, harus memiliki fasilitas yang
memadai yang dapat menunjang seluruh aktivitas yang akan dilakukan. Setelah
ditentukan lokasi, dilanjutkan dengan membangun fasilitas yang mendukung
kegiatan budidaya ikan diantaranya untuk kegiatan pembenihan, pembesaran,
maupun pengelolaan limbah. Dalam pembangunan fasilitas tersebut perlu
dipikirkan dengan matang berbagai faktor seperti salah satunya yaitu lokasi
penempatan fasilitas yang sesuai dan teratur.
Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam
ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan
dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang
menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp.
yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam
bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan
walking catfish

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan proposal berdasarkan latar belakang sebagai berikut :
1. Menentukan rancang bangun lokasi budidaya ikan lele
2. Menentukan infrastruktur yang tepat untuk budidaya ikan lele
1.3 Gambaran Umum Lokasi
Ciparanje (Gambar 1.) merupakan salah satu daerah yang terletak di
desa Cileles, Jatinangor. Ciparanje berada pada ketinggian sekitar 700 m
dpl, dengan jenis tanah Inceptisol, pH 6,22 serta tipe iklim C (Schmidt dan
Fergusson 1951). Titik koordinat Ciparanje yaitu 6°54'40.3" lintang selatan dan
107°46'12.1" lintang utara. Ciparanje berbatasan dengan desa Cilayung.
Ciparanje telah menjadi darerah tangkapan air yang sangat penting untuk kawasan
Jatinangor. Saat ini Ciparanje dikelola oleh Ciparanje Fish Farm yang
3

dikepalai oleh Rioaldy. Kondisi perairan di Ciparanje yaitu suhu berkisar 25oC,
kecerahan 38 hingga 45 cm, parameter kimia untuk oksigen terlarut 6.4 hingga
7.9, derajat keasaman atau pH sekitar 5.72 hingga 6.69, dan kadar amoniak 0.00
mg/l hingga 0.02 mg/l.

Gambar 1. Lokasi Ciparanje


(Sumber : Google Earth)
1.4 Kerangka Pemikiran Komoditas yang Dikembangkan
Akuakultur merupakan sektor penghasil makanan dengan perkembangan
tercepat dan perkembangan serta peningkatannya terjadi hampir di semua daerah.
Populasi global yang meningkat juga meningkatkan permintaan produk akuatik
juga meningkat (Subasinghe dan Soto 2009).
Ikan lele merupakan ikan yang semakin di minati di Indonesia dan menjadi
salah satu andalan dalam peningkatan produktifitas budidaya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan peningkatan produksi ikan lele semula 77 juta ton mengalami
kenaikan sebesar 131% dari tahun 2016 yang mencapai 764.797 ton.. Peningkatan
produksi ikan dapat dicapai melalui proses akuakultur karena peningkatan
produksi melalui penangkapan dapat mengganggu kelestarian sumberdaya
perikanan (Andriyanto et al. 2012).
4

1.5 Standar Kelayakan Lokasi Pembangunan BBI


Menurut Witjaksono (2009) dalam budidaya ikan lele dalam perairan darat,
syarat yang harus dipenuhi untuk budidaya ikan lele dalam perkolaman dengan
sumber air mencukupi untuk proses produksi, bebas dari pencemaran serta
memenuhi kualitas air.
Tabel 1. Kualitas Air Untuk Budidaya Lele

Konstruksinya untuk budidaya kolam air tenang yaitu tanah atau tembok
dengan luas minimal 200 m2 , kedalaman air : 1,2 m sampai 1,5 m ; penggantian
air : minimal 10 % hari. Pemeliharaan dan pemanenan dilakukan dalam dua
tahap: tahap pertama selama 1,5 tahun dan tahap kedua selama 1 tahun; pada
tahap pertama, padat tebar maksimum 10 ekor/m2 dengan ukuran 6 g/ekor. Pakan
diberikan 2 % sampai dengan 5 % biomassa per hari diberikan 2 kali sampai 3
kali per hari; hasil panen tahap pertama kemudian dipilih yang pertumbuhan
cepat sebanyak maksimal 50 % dari jumlah populasi untuk dipelihara lebih lanjut
pada tahap kedua. Sintasan minimal 75 %; pada tahap kedua, hasil ikan terseleksi
dipelihara dengan padat tebar maksimum 2 ekor/m2. Pakan diberikan 1 % sampai
dengan 2 % biomassa per hari diberikan 2 kali sampai 3 kali per hari. Bobot ikan
akhir minimal 2.200 g/ekor. Sintasan minimal 85 %; ikan jantan hasil panen sudah
dapat dijadikan induk, sedangkan ikan betina dipelihara lebih lanjut selama 6
bulan untuk mencapai bobot minimum 3 kg/ekor.
BAB II
ANALISIS KELAYAKAN LOKASI

2.1 Perikanan Budidaya


Akuakultur merupakan salah satu subsektor yang diharapkan dapat
mewujudkan tujuan mensejahterakan masyarakat di bidang perikanan dan
kelautan. Akuakultur dengan skala tradisional diharapkan dapat berkontribusi
terhadap pengurangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan di beberapa
wilayah (Hermawan 2017). Akuakultur secara global berkontribusi terhadap
44,1% dari total produksi ikan dunia pada tahun 2014 dan persentase ini terus
meningkat setiap tahun. Negara-negara Asia mendominasi 88,91% dan Indonesia
berada di urutan kedua dengan kontribusi 5,77% dari produksi ikan budidaya
dunia (FAO 2016).
Angka produksi nasional ikan konsumsi terus menerus meningkat dari tahun
ke tahunnya, padata tahun 2014 mencapai 38,14 kg/kapita dan pada tahun 2017
mencapai 46,49 kg/kapita. Pencapaian produksi perikanan budidaya pun semakin
meningkat pada tahun 2011 sebanyak 7,93 juta ton dan terus meningkat pada
akhir tahun 2017 mencapai 17,22 juta ton (KKP 2018). Pencapaian produksi
perikanan budidaya didaerah Jawa Barat mencapai 546.073 ton pada tahun 2016
(BPS Provinsi Jawa Barat 2016). Berikut ini grafik pertambahan produksi
perikanan pertahunnya :

Gambar 2.Produksi Perikanan Tahun 2011-2016


Sumber : KKP Produktivitas Perikanan Indonesia

5
6

Prosuksi perikanan dalam budidaya semakin lama semakin meningkat,


komoditas tertinggi yaitu; Gurame 68,15%, Lele 56,32%, Patin 31,76%, Udang
30,02%, Nila 7,62 % pada tahun 2015-2018, dengan produksi ikan lele naik dari
841,75 ribu ton menjadi 1,81 juta ton Tahun 2017-2018 (KKP). Berikut ini grafik
produksi ikan budidaya :

Gambar 3. Produksi Ikan Budidaya


Sumbe : KKP Refleksi dan Outluk 2018-2019
Setelah melihat data produksi diatas dapat diketahui bahwa ikan lele
merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Karena ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Ikan ini sudah dibudidayakan secara komersial
oleh masyarakat Indonesia. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat
dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi,
pemasarannya relatif mudah, dan modal yang dibutuhkan relatif rendah (Effendie,
2003).

2.2 Komoditas Ikan Lele


Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang
dan kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara
lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa
Tengah), dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking
catfish (Bimantara 2014).
7

Berikut ini merupakan klasifikasi dari ikan lele menurut Soetomo (2007) :
Kingdom : Animalia
Phylum: Chordata
Class : Pisces
Subclass: Telostei
Ordo : Ostariophysi
Family : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias sp
Ikan lele merupakan ikan yang tergolong kedalam omnivora, di alam
ataupun di lingkungan budidaya, ikan lele dapat memanfaatkan plankton, cacing,
insekta, udang-udang keci dan moluska sebagai makanannya. Penggunaan pakan
komersil (pellet) dapat juga digunakan dalam pemberian pakan dalam budidaya
ikan lele, karena pakan komersil ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan
efisiensi dan produktivitas (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 2006).
Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah
masuknya jenis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ke Indonesia pada tahun
1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat,
dan lebih tahan penyakit. Namun demikian, perkembangan budidaya yang pesat
tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo
mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat
(inbreeding), seleksi induk yang salah dan penggunaan induk yang berkualitas
rendah. Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo, Balai Pengembangan
Benih Air Tawar (BPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik
dengan cara silang balik untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi
nama lele sangkuriang (Nasrudin, 2010).
Faktor yang mempengaruhi suksesnya pembudidayaan ikan lele adalah
kualitas air dalam kolam budidaya, kualitas air yang baik untuk budidaya ikan lele
adalah sebagai berikut :
1. Oksigen terlarut (DO): ikan lele dapat hidup pada perairan yang nilai
oksigen terlarutnya rendah karena memiliki alat pernafasan tambahan yang
8

disebut arborescen organ. Meskipun ikan lele dapat bertahan hidup di


lingkungan dengan kadar oksigen rendah namun untuk menunjang
pertumbuhan ikan lele lebih optimal diperlukan perairan yang kadar
oksigennya cukup, menurut SNI 6484 : 2014 oksigen terlarut yang baik
untuk budidaya ikan lele minimal 3 mg/l untuk pemeliharaan larva,
pendederan, dan indukan.
2. Suhu : salah satu yang mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolism,
dan nafsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air adalah suhu. Suhu
yang ideal untuk budidaya ikan lele adalah 230C – 300C (SNI 6484 : 2014).
3. Tingkat Keasaman (pH) : pH ini memilki peranan yang berhubungan
dengan kemampuan untuk tumbuh dan bereproduksi. pH yang baik untuk
budidaya ikan lele adalah 6,3-8 (SNI 6484 : 2014).
4. Amoniak : penyakit yang biasa menyerang ikan lele adalah serangan jamur,
dengan adanya terlihat lua dan bercak-bercak jamur disekitar tubuh ikan.
Serangan jamur ini terjadi karena kondisi kualitas air yang buruk, seperti
sirkulasi, air rendah, kadar oksigen terlarut rendah, atau kadar ammoniak
yang terlalu tinggi (Amri 2002). Maksimal kadar amoniak dalam budidaya
ikan lele adalah 0,01 mg/l (SNI 6484 : 2014).
5. Alkalinitas yang baik untuk budidaya ikan lele adalah 50-500 ppm (SNI
6484 : 2014).
6. Phosphat yang baik maksimal 0,01 ppm (SNI 6484 : 2014).
7. Nitrit didalam perairan budidaya ikan lele maksimal 0,2 ppm (SNI 6484 :
2014).
8. Sulfida (S) dalam kolam budidaya ikan lele maksimal konsentrasinya adalah
0,002 ppm (SNI 6484 : 2014).
9. Timbal (pB) maksimal 0,02 ppm dalam budidaya ikan lele (SNI 6484 :
2014).
10. Kadmium (Cd) maksimal 0,01 ppm dalam budidaya ikan lele (SNI 6484 :
2014).
Budidaya ikan lele ini juga harus memperhatikan lokasi yang tepat untuk
digunakan. Menurut Soetomo (2007) lahan yang baik untuk budidaya ikan lele ini
9

adalah: dekat dengan sumber air, tetapi bukan merupakan daerah banjir; air
mengalir secara kontinu sepanjang musim; jenis tanah yang baik (tanah lempung
berpasir/tanah liat karena tanah mengandung pasir 30% sehingga mudah dibuat
kolam dengan pematang yang kokoh dan konsisi tanahnya subur); luas lahan
disesuaikan dengan jumlah produksi.
Padat tebar yang baik dalam budidaya ikan lele ini menurut (SNI 6484 :
2014) adalah:
1. Proses pemijahan semi buatan dan alami pada bak diisi dengan induk
perbandingan satu bak terapat induk jantan : betina adalah 1:1 atau 1:2.
2. Padat tebar telur pada pembuahan buatan pada hapa dengan aerasi dan air
mengalir sekitar 50.000-100.000 butir/m2.
3. Pendederan I dengan ukuran benih 0,5-0,7 cm, padat tebar pada kolam tanah
dan terpal sekitar 2000-2500 ekor/m2.
4. Pendederan II dengan ukuran benih 1-3cm, pada kolam terpal dan tanah
sekitar 1000-1500 ekor/m2.
5. Pendederan III dengan ukuran benih 3-5 cm pada kolam terpal sekitar 500-
1000 ekor/m2 dan pada kolam tanah 300-500 ekor/m2.
6. Pendederan IV dengan ukuran benih 6-7 cm pada kolam terpal sekitar 500-
1000 ekor/m2 dan pada kolam tanah 300-500 ekor/m2.

2.3 Karakteristik Ciparanje dan Lokasi Budidaya


Pemilihan lokasi untuk pembesaran lele sangkuriang sangat terkait dengan
lahan. Lahan adalah tanah yang akan digunakan untuk membangun fasilitas
produksi. Oleh karena lele sangkuriang akan dibesarkan ditempat ini, maka
memilih lahan tidak boleh sembarangan. Hal ini akan berkaitan erat dengan
kelangsungan hidup lele sangkuriang, manajemen usaha, penyediaan sarana
produksi, dan pemasaran hasil. Menetapkan sebidang tanah sebagai lahan usaha,
harus didasarkan pada beberapa pertimbangan pokok, yaitu syarat lahan, luas
lahan, jenis tanah, dan air. Pertimbangan lainnya adalah izin usaha dan pola hidup
masyarakat setempat (Soetomo, 2007).
Ciparanje merupakan salah satu wilayah yang berada di Jatinangor yang
digunakan FPIK UNPAD sebagai tempat budidaya ikan. Ciparanje ini memiliki
10

luas lahan sekitar 6,1 Ha dengan ketinggian 800-900 m dpl. Jenis tanah di
ciparanje ini adalah liat berpasir dengan kontur lembah. Sumber air Ciparanje
adalah kaki Gunung Manglayang dan reservoir. Dengan debit air sebesar 0,015
m3/s. Selain karakteristik lahan Ciparanje, adapula kualitas air yang dapat menjadi
data acuan sebelum melakukan kegiatan budidaya ikan lele di Ciparanje ini, yaitu:
Tabel 2. Kualitas Air Ciparanje
No Parameter Keterangan
1 Salinitas 0 ppt
2 DO 4 mg/l
3 pH 7
0
4 kH 6 dkh
5 Fe 0,25 mg/l
6 NO2 0 mg/l
7 NO3 10 mg/l
8 NH4 0 mg/l
9 NH3 0,003 mg/l
10 PO4 1 mg/l
11 Cu 0 mg/l
12 Alkalinitas 0 mg/l
13 Suhu Perairan 270C

Sesuai dengan hasil analisis lokasi, ciparanje ini memiliki kualitas perairan,
tanah, dan kontur yang baik, sehingga dapat dijadikan sebagai tempat budidaya
ikan lele, karena ciparanje memiliki karakteristik lokasi yang sesuai untuk
budidaya ikan lele sesuai dengan SNI 6484 : 2014
BAB III
RANCANGAN RENCANA SITE PLAN

3.1 Standarisasi Fasilitas


1. Kesesuaian lokasi untuk budidaya lele
a. Dekat dengan sumber air, baik muara atau sungai.
b. Tidak terletak di kawasan longsor dan banjir.
c. Lahan bebes pencemaran (SNI)
d. PH tanah minimal 5 (SNI)
e. Sumber air harus slalu ada pertahunnya
f. Ketinggian tempat sedapat mungkin tidak lebih dari 700 m di atas
permukaan laut. Untuk kemiringan tanah yang ideal berkisar antara 3%-5%
(Sutisna, 1995).
g. Tanah yang baik untuk unit usaha pembenihan adalah tanah dengan struktur
yang kuat, dapat menahan air (tidak porous), subur, dan tidak berbatu-batu.
h. Lokasi unit usaha pembenihan tidak terkena dampak pemekaran kota dan
pengaruh yang kurang baik dari industri dalam jangka waktu kurang lebih
20 tahun.

2. Kontruksi Kolam
Kolam petakan yang ada dalam budidaya ikan lele ini terdiri dari:
a. Petakan kolam induk yang terdiri 1 unit 2 buah
b. Petakan kolam pemijahan yang terdiri dari 1 unit 1 buah
c. Petakan kolam pendederan I yang terdiri dari 1 unit 4 buah
d. Petakan kolam pendederan II yang terdiri dari 1 unit 4 buah
e. Petakan kolam pendederan III yang terdiri dari 1 unit 4 buah
f. Petakan kolam pembesaran yang terdiri dari 1 unit 2 buah
3. Kolam Pemijahan
Beberapa merupakan hal merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan
dalam kontruksi kolam pemijahan antara lain:
a. Bentuk dan ukuran kolam bervareasi tergantung selera pemilik dan
lokasinya.

11
12

b. Pematang harus kedap dan kuat menahan air


c. Kolam mudah diisi dan dikeringkan dengan waktu relative singkat adanya
inlet dan outlet
d. Bagian dasar dan dinding sebaiknya dibuat permanen (dinas perikanan
lamongan 2015)
e. Kedalaman kolam 1-1,8 meter
f. Ukuran kolam 20,61 x 13,82 meter atau 24,65 x 13,82 meter
g. Sumber air setidaknya selalu ada setiap tahunnya.
h. Tingkat Keasaman Air. Diusahakan sebisa mungkin pH di kolam ikan
berada pada derajat keasaman yang normal berkisar antara 6-9.

4. Kolam Penetasan Ikan Lele


Kolam penetasan ditempatkan sama dengan kolam pemijahan dalam kolam
tembok penetasan pada umumnya ukuran 2 x 1,5 meter (Bank Indonesia 2010).
Kolam penetasan yang digunakan yaitu kolam pemijahan dengan ukuran 10 x 5 x
1 meter dengan lebarpematang kolam 0,5 meter. Sebelum digunakannya
pemijahan/penetasan harus dikeringkan dan dibersihkan selama kurang lebih 2
hari, kemudian kolam diisi dengan air bersih setinggi 30 cm dan harus selalu
mengalir selama proses penetasan. Untuk melindungi telur-telur ikan, kolam di isi
dengan kakaban untuk media menempelnya telur karena telur lele bersifar
adhesive.

5. Kolam Pendederan Yang Digunakan Yaitu:


- Pendederan I dengan ukuran kurang lebih 10,8 x 6,31 x 1,8 meter
- Pendederan II dengan ukuran kurang lebih 10,8 x 6,31 x 1,8 meter
- Pendederan III dengan ukuran kurang lebih 10,8 x 6,31 x 1,8 meter
Lebar dari semua kolam deder yaitu 0,5 meter. Adapun kualitas air untuk
kolam pendederan yaitu menurut SNI 6484.4:2014 suhu 25-30 oC, pH sekitaran
6,5-8, DO minimal 3 mg/L, Amoniak maksimal 0,1 mg/L, kecerahan air 25-35
cm, ketinggian air 40-70 cm. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
konstruksi kolam pendederan, antara lain (Direktorat Jenderal Perikanan, 1988)
adalah:
13

a. Bentuk kolam disesuaikan dengan keadaan tempat, apabila memungkinkan


sebaiknya berbentuk empat persegi panjang.
b. Agar mudah dalam pengelolaan kolam dan pemanenan benih,
sebaiknyakolam pendederan pertama berukuran 100-500 m2, dan kolam
pendederan lanjutan 500-2000 m2 per petak.
c. Penampang melintang pematang berbentuk trapesium dengan kemiringan
1:1 (tanah lempung), lebar atas 75-100 cm dan ketinggian pematang 1,00-
1,30 meter.
d. Tempat pemasukan air berupa pipa yang dilengkapi dengan saringan dan
pengatur debit air.
e. Tempat pengeluaran air berbentuk monik atau bentuk lain yang
memungkinkan kecepatan dan volume air yang dikeluarkan dapat diatur
terutama pada saat pemanenan.
f. Dasar kolam dilengkapi dengan kubangan untuk tempat berkumpul ikan
ketika dilakukan pemanenan. Kubangan merupakan bagian dari saluran
dasar di depan tempat pengurasan, yang bentuknya melebar dan berfungsi
sebagai petak penangkapan benih. Dasar kolam dibuat miring ke arah
saluran dasar dan tempat pengurasan.
g. Kedalaman kolam 1-1,5 meter dan kedalaman air 40-60 cm.
h. Permukaan kolam harus mendapat sinar matahari sepanjang hari.
i. Dasar kolam harus berupa tanah gembur, berlumpur subur yang cukup tebal
(5-20 cm), dan tidak porous.
j. Selisih ketinggian tanah dasar kolam antara pintu pemasukan dan pintu
pengeluaran berkisar antara 20-30 cm.

6. Kolam Pembesaran
Kolam pembesaran yang akan digunakan terdiri dari 1 unit 2 buah
dengan ukuran masing-masing kolamnya kurang lebih sekitar 34,09 x 11,81 x
1,5 meter serta dengan lebar pematang 1 meter. Kolam yang nantinya
akandibangun yaitu kolam semen. Menurut SNI 6484.3:2014 tahap
pembesaran ikan lele ada tiga yang mana berarti ada 3 jenis kolam
pembesaran dengan bervariasi ukuran antara lain :
14

- Kolam pembesaran I proses pemeliharaan ikan dengan ukuran 5 gram


sampai berukuran minimal 100-150 gram/ekor.
- Kolam pembesaran II proses pemeliharaan ikan dengan ukuran
pembesaran I menjadi ukuran 300-400 gram/ekor.
- Kolam pembesaran III proses pemeliharaan ikan hasil dari pembesaran II
menjadi ukuran minimalnya 1000 gram/ekor.

7. Kolam Induk
Kolam induk yang akan digunakan dalam pembudidayaan ikan lele
sebanyak 1 unit 2 buah kolam dengan ukuran kolam masing-masingnya kurang
lebihnya dengan panjang 10,80 meter, lebar 6,31 meter serta tinggi kolam yaitu
1,8 meter dengan lebar pematang 0,40 meter. Kolam indukan ini berisikan
indukan lele umur 7 bulan untuk jantan sedangkan betina dengan umur 1 tahun.
Menurut jurnal penelitian Ardyanti dkk (2017) menyatakan bahwasanya
induk jantan dipelihara secara terpisah dengan induk betina. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan dalam pengelolaan, pengontrolan dan yang paling penting
dapat mencegah terjadinya pemijahan diluar kehendak. Pernyataan tersebut di
perkuat oleh Sunarma (2004) induk ikan lele mutiara sebaiknya dipelihara secara
terpisah dalam kolam tanah atau bak tembok dengan padat tebar 5 ekor/m² dapat
dengan air mengalir ataupun air diam. Kolam yang digunakan dapat berupa
kolam tanah maupun kolam beton. Tidak ada ketentuan khusus tentang ukuran
kolam untuk pemeliharaan induk. Setiap kolam dilengkapi dengan inlet dan outlet,
dikedua saluran ini dipasang saringan agar hewan liar (hama) tidak masuk dan
induk yang dipelihara tidak keluar atau kabur. Saluran inlet digunakan sebagai
saluran pemasukan air dan saluran outlet digunakan untuk pengeluaran air.Saluran
inlet dan outlet terbuat dari pipa PVC dengan diameter 10 cm
3.2 BANGUNAN POKOK
3.2.1 Tata Letak Balai Budidaya
Tata letak balai budidaya merupakan salah satu hal yang sangat
mempengaruhi proses budidaya. Tata letak masing-masing kolam dirancang
sedemikian rupa agar tiap tahapan proses budidaya lele dapat berlangsung
seefektif mungkin serta letak dari bangunan pendukung budidaya ditempatkan
15

pada tempat yang strategis sehingga pelaksanaan budidaya ikan dapat berjalan
dengan lancar. Tata letak balai budidaya yang kami rancang dapat terlihat sebagai
berikut :

Gambar 4. Layout Balai Budidaya Ikan Lele di Kawasan Ciparanje


Keterangan dari layout dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Keterangan Layout Balai
No. Nama Fungsi
1 Embung/Kolam Menampung air dari mata air serta air hujan
Penampung
2 Kantor Memproses penyelengaraan budidaya
3 Aula bersama Tempat serbaguna (pertemuan, workshop,
dll)
4 Rumah jaga Tempat tinggal pegawai
5 Mushola Tempat peribadahan
6 Kolam induk
a. Jantan Kolam pemeliharaan induk lele
b. Betina

7 Kolam pembenihan Kolam pembenihan dan pemeliharaan larva


lele hingga berumur 3 hari

8 Kolam Pendederan Kolam pendederan I,II,III,dan IV bagi


benih lele
16

No. Nama Fungsi


9 Kolam Pembesaran Kolam pembesaran lele hingga ukuran
panen
10 Kolam filter Kolam penyaringan air sebelum dialirkan
ke perairan bebas

11 Gudang mesin dan Tempat penyimpanan barang-barang untuk


barang operasional balai dan stok

12 Laboratorium Tempat pengujian ikan, kualitas air, dll


13 Gudang pakan Tempat penyimpanan pakan
14 Jalan akses Mempermudah mobilisasi dalam balai
15 Pos penjaga Mempermudah penjagaan balai

3.2.2 Bangunan Pokok


Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bangunan pokok untuk budidaya lele
ialah fasilitas pemeliharaan ikan, mulai dari kolam indukan, pembenihan hingga
pembesaran. Untuk rinciannya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kolam Induk
Kolam ini diperuntukkan bagi pemeliharaan indukan agar ikan tersebut
dapat dipijahkan secara berkala. Kolam induk jantan dan betina dipisahkan agar
tidak terjadi maling mijah pada tiap indukan lele. Untuk saluran air masuk dan
keluar dipisahkan agar tak terjadi pencemaran pada kolam lainnya. Bentuk
kolamnya ialah seperti berikut :

Gambar 5. Kolam Induk Lele


17

2. Kolam Pembenihan
Kolam ini berfungsi sebagai media pembenihan ikan lele, mulai dari
pemijahan ikan, penetasan telur, hingga pemeliharaan larva sampai berumur 3
hari. Sesuai dengan SNI (2014), kolam ini berupa kolam/bak beton dengan diberi
atap. Bentuk kolamnya ialah sebagai berikut :

Gambar 6. Kolam Pembenihan


3. Kolam Pendederan
Kolam ini berfungsi sebagai media pendederan benih lele setelah berumur 3
hari. Menurut SNI (2014), pendederan lele dilakukan sebanyak empat kali dengan
kriteria pembedanya ialah ukuran dari benih lele dengan ukuran masing-masing
pendederan (P) ialah P I untuk benih ukuran 0,5-0,7 cm; P II berukuran 1-3 cm; P
III berukuran 3-5 cm; dan P IV pada ukuran benih lele 5-7 cm. Berikut ialah
bentuk kolam pendederan yang digunakan :

Gambar 7. Kolam Pendederan


18

4. Kolam Pembesaran
Kolam ini sesuai namanya berfungsi sebagai media pembesaran lele dari
ukuran benih hingga siap panen. Kolam yang digunakan merupakan kolam beton
yang dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 8. Kolam Pembesaran

3.3 Bangunan Pendukung


Bangunan pendukung adalah bangunan yang dibangun guna mendukung
kegiatan pokok. Bangunan ini dibangun atas dasar kebuthuhan balai seperti
pertemuan/pelatihan, tempat penyimpanan barang, tempat penyimpanan, tempat
ibadah dan lain-lain. Oleh sebab itu, dengan dibangunnya bangunan pendukung
tidak hanya dapat membantu kegiatan balai tetapi juga menambah kenyamanan
dan keamanan pegawai dinas dan warga balai.
1) Aula Bersama
Aula adalah salah satu ruang yang sangat penting di sebuah instansi. Aula
juga memiliki fungsi yang bermacam-macam, aula biasanya berupa ruangan besar
yang dapat digunakan untuk pertemuan, workshop, upacara, dan sebagainya. Aula
pada balai duganakan untuk menunjang kegiatan serta mengadakan pertemuan-
pertemuan besar yang harus menampung banyak orang. Aula pada balai ini
(Gambar 9) memiliki ukuran panjang 25,38 m dan lebar 15,36 m berada di dekat
kantor hal tersebut tentu saja untuk memudahkan akses dari pegawai balai dengan
tempat pertemuan jika diadakannya acara-acara besar.
19

Gambar 9. Aula Bersama

2) Kantor
Kantor merupakan bangunan pendukung yang wajib ada dalam unit
kegiatan sebuah dinas. Kantor pada umumnya berupa bagunan atau kamar-kamar
kecil dimana fungsi utama dari kantor adalah tempat memproses dalam
penyelenggaraan kegiatan seperti pengumpulan, pencatatan, pengolahan dan
pendistribusian data. Kantor balai (Gambar 10) memiliki luas sebesar 284,29 m²,
kantor tersebut didisain dekat dengan pintu masuk agar memudahkan,
mempercepat akses pegawai balai serta menambah nilai estetik.

Gambar 10. Kantor


3) Rumah Jaga
Rumah jaga adalah rumah yang disediakan untuk dinas pegawai, khususnya
pegawai yang berkegiatan langsung dengan proses kegiatan budidaya ikan. Selain
itu, rumah jaga ini dapat dialih fungsikan menjadi mesh. Rumah jaga balai
20

(Gambar 11) memiliki luas sekitar 68,15 m2 yang dilengkapi dengan 2 kamar
tidur, 1 ruang utama, 1 dapur dan 1 kamar mandi.

Gambar 11. Rumah jaga

4) Mushola
Mushola dibalai ini digunakan untuk kegiatan peribadahan seperti solat,
mengaji bersama dan sebagainya. Musola (Gambar 12) diletakan di dekat area
kantor dan rumah jaga agar memudahkan akses pegawai balai untuk peribadahan.
Mushola balai memiliki luas 70,77m2.

Gambar 12. Mushola

5) Ruang Mesin dan Gudang Barang


Ruangan mesin adalah bangunan berbentuk ruangan yang berfungsi sebagai
tempat blower dan genset. Ruang mesin dan Gudang Barang (Gambar 13)
21

diletakan di tempat strategis agar kegiatan balai khususnya yang memerlukan


bantuan blower berjalan dengan baik. Gudang barang merupakan tempat
penyimpanan barang-barang keperluan oprasional balai dan stok barang.
Keberadaan Gudang barang juga sangat penting karena dengan disimpannya
barang-barang disuatu tempat maka akan memudahkan pencarian dan akses dalam
mencari dan menggunakan barang tersebut serta memudahkan dalam inventarisasi
barang-barang balai. Bangunan ini memiliki luas sebesar 182,7m2.

Gambar 13. Ruang Mesin dan Gudang Barang

6) Laboratorium
Laboratorium merupakan salah satu prasarana yang harus disediakan oleh
balai. Laboratorium adalah ruangan atau bangunan yang digunakan penelitian
ilmiah, eksperimen, pengujian, dll. Salah satu fungsi laboratorium pada balai
adalah untuk fasilitas dalam uji kualitas air. Laboratorium balai (Gambar 14)
memiliki luas 539,9m2.
22

Gambar 14. Laboratorium

7) Gudang Pakan
Gudang adalah suatu tempat penyimpanan yang berfungsi untuk
menyimpan persediaan sebelum diproses lebih lanjut. Gudang pakan dalam balai
digunakan sebagai tempat penyimpanan pakan. Tata letak Gudang pakan harus
diperhatikan, diusahakan cukup jauh dari kantor karena dikhawatirkan akan
mengganggu kegiatan didalamnya dengan bau dari pakan tersebut. Lokasi Gudang
pakan juga tersebar secara merata ditempat-tempat strategis dekat dengan kola
mikan. Gudang pakan balai (Gambar 15) memiliki luas 21,9 m2.

Gambar 14. Gudang pakan


23

8) Pos Penjaga
Keamanan balai tentunya harus diutamakan. Salah satu prasarana yang
menunjang dalam mningkatkan keamanan adalah pos penjaga. Pos penjaga
meruapakn tempat penjaga/security berada. Pos penjaga (Gambar 16)
berlokasikan di depan/di pintu masuk balai dengan begitu tamu yang ingin masuk
kedalam balai akan ditanya terlebih dahulu tujuannya. Pos penjaga memiliki luas
sebesar 4,57 m2 Diharapkan dengan adanya pos penjaga ini, keamanan balai akan
terjaga.

Gambar 15. Pos penjaga


BAB IV
PROGRAM PRODUKSI

4.1 Target Produksi


Produksi ikan lele yang akan dilakukan dengan tiga siklus per induk,
terdapat induk 1, induk 2, induk 3, dan induk 4 sebagai cadangan. Target produksi
yang akan dibangun per satu siklus dengan rincian produksi sebagai berikut :
1. Pendederan I menghasilkan 1764000 ekor dengan tingkat kelangsungan
hidup mencapai 80% dengan masa pemeliharaan 15 hari
2. Pendederan II menghasilkan 1323000 ekor dengan tingkat kelangsungan
hidup mencapai 75% dengan masa pemeliharaan 15 hari
3. Pendederan III menghasilkan 1124000 ekor dengan tingkat kelangsungan
hidup mencapai 85% dengan masa pemeliharaan 15 hari
4. Pendederan IV menghasilkan 1012000 ekor dengan tingkat kelangsungan
hidup mencapai 90% dengan masa pemeliharaan 15 hari
5. Pembesaran I menghasilkan 961000 ekor dengan tingkat kelangsungan
hidup minimal 95% dengan masa pemeliharaan 4 bulan
6. Pembesaran II menghasilkan 913000 ekor dengan tingkat kelangsungan
hidup minimal 95% dengan masa pemeliharaan 4 bulan
7. Pembesaran III menghasilkan 867000 ekor dengan tingkat kelangsungan
hidup minimal 95% dengan masa pemeliharaan 5 bulan
4.2 Program Produksi
Berikut merupakan matriks rencana produksi mulai dari pemijahan,
penetasan, pendederan, sampai ke pemijahan :
4.2.1 Maktiks Pemijahan dan Maturasi
Berikut merupakan matriks pemijahan dan maturasi dengan pemijahan tiga
siklus dalam dua bulan sekali per tahun, dan induk ke empat sebagai induk
cadangan :

24
25

Tabel 4. Matriks Pemijahan dan Maturasi


Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Induk I Induk I Induk I
Pemijahan Induk 2 Induk 2 Induk 2
Induk 3 Induk 3 Induk 3
Induk I Induk I Induk I
Maturasi Induk 2 Induk 2 Induk 2
Induk 3 Induk 3 Induk 3

4.2.2 Matriks Penetasan dan Pendederan


Berikut merupakan matriks penetasan dan pendederan dengan masa pemeliharan 15 hari setiap pendederan:
Tabel 5. Matriks Penetasan dan Pendederan
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 7 Bulan 8 Bulan 9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12
Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
0 0 0
Penetasan 0 0 0
0 0 0
I I I
Pendederan
I I I I
I I I
II II II
Pendederan
II II II II
II II II
26

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 7 Bulan 8 Bulan 9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12
Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
III III III
Pendederan
III III III III
III III III
IV IV IV
Pendederan
IV IV IV IV
IV IV IV
Keterangan :
Induk 1
Induk 2
Induk 3
27

4.2.3 Matriks Pembesaran


Berikut merupakan matriks pembesaran dengan masa pemeliharaan pembesaran 1 selama 4 bulan, pembesaran 2 selama 4
bulan dan pembesaran 3 selama 5 bulan :
Tabel 6. Matriks pembesaran bulan ke 1-5
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6
Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I.a I.b
Pembesaran I I.a
I.a
II.a
Pembesaran II II.a
II.c
III.c
Pembesaran III III.b III.c
III.b III.c
28

Tabel 7. Matriks pembesaran bulan ke 7-12


Bulan 7 Bulan 8 Bulan 9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12
Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I.c
Pembesaran I I.b I.c
I.b I.c
II.b II.c
Pembesaran II II.b II.c
II.a II.b
III.a III.b
Pembesaran III III.a
III.a
Keterangan :
Induk 1
Induk 2
Induk 3
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., Khairuman. 2002. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi.


Agromedia. Jakarta
Andriyanto S, Tahapari E, Insan I.2012. Pendederan Ikan Patin di Kolam Outdoor
untuk Menghasilkan Benih Siap Tebar di Waduk Malahayu, Brebes, Jawa
Tengah. Media Akuakultur Volume 7 Nomor 1 Tahun 2012
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2016. Produksi Perikanan Budidaya
Menurut Kabupaten/Kota dan Subsektor di Provinsi Jawa Barat 2016. Jawa
Barat
Bank Indonesia.2010. Pembenihan Ikan Lele. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Biro Pengembangan BPR dan UMKM: Jakarta.
Bimantara, Andi. 2014. Aplikasi Dasar Kolam Buatan pada Pembesaran Lele
Masamo (Clarias Gariepinus) Skala Superintensif dengan Penambahan
Probiotik dan Vitamin C. Skripsi. Lampung. Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan
Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skill); Pembenihan Ikan Lele Dumbo
“Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas
Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal 1-3.
Dinas perikanan.2015. Pemijahan Lele. Dinas Perikanan Lamongan.
https://lamongankab.go.id/perikanan/pemijahan-lele/diakses maret 2015.
Effendi, I. (2004). Pengantar Akuakultur. p.188. Jakarta: Penebar Swadaya
FAO. 2016. The State of The World Fisheries and Aquaculture 2016,
Contributing to Food Security and Nutrition for All. Rome (IT): Food and
Agriculture Organization of the United Nations
Hermawan, A., Amanah, S., Fatchiya. A. 2017. Partisipasi Pembudidaya Ikan
dalam Kelompok Usaha Akuakultur di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Jurnal Penyuluhan. Vol 13(1): 1-13
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2018. Produktivitas Perikanan Indonesia.
Jakarta
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2018. Refleksi dan Outlook 2018-2019.
Jakarta
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Laporan Kinerja (LKJ)
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya tahun 2016. Jakarta (ID) : KKP
Nasrudin.2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Jakarta: PT Agromedia
Pustaka.

29
30

Nuryani. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal Ilmu
Pertanian. Vol. 10. No. 2, 2003 : 63-69.
SNI 6484. 2014. Ikan Lele (Clarias sp). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
SNI 6484.3.2014. IkanLele Dumbo (Clarias sp.) bagian 4: produksi benih.
Jakarta:BSN
SNI 6484.4.2014. IkanLele Dumbo (Clarias sp.) bagian 4: produksi
benih.Jakarta:BSN
Soetomo, M. 2007. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru Algasindo.
Bandung
Subasinghe R, Soto D. 2009Global aquaculture and its role in sustainable
development. Reviews in Aquacultur. 1:1-2.
Sudirja R, Solihin MA, Rosniawaty S. 2006. Pengaruh kompos kulit buah kakao
dan kascing terhadap perbaikan beberapa sifat kimia fluventic eutrudepts.
Jurnal Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktivitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias
gariepinus). Makalah disampaikan pada Temu Usaha Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya Dinas Kelautan Perikanan, Bandung 4-7 Oktober 2004.
Bandung, 13 hal
Susanto. 2004. Budidaya Mas. Kanisius, Jakarta.
Wardiningsih Sri. Prasarana dan Sarana Pembenihan Ikan: Modul. LUHT4434

Anda mungkin juga menyukai