NSTEMI
Disusun Oleh :
Putri Paramitha O
Pembimbing :
dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K)
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis pada hari 10 April 2021 di
IGD RSUS.
B. Keluhan Utama
Nyeri dada kiri sejak satu hari SMRS.
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan nyeri dada kiri satu hari SMRS. Pa
sien mengatakan nyeri dada terasa seerti terntindih, menjalar hingga ke lengan kiri. Nyeri
dada hilang sendiri dalam waktu kurang lebih 30 menit saat istirahat. Sesak disangkal,
keringat dingin disangkal. Tidak ada mual, batuk, demam disangkal.
Pasien mengatakan mempunyai riwayat darah tinggi minum obat Amlodipin 1 x 10 mg.
Pasien menyangkal riwayat kencing manis, kolesterol, dan infeksi paru sebelumnya.
E. Riwayat Keluarga
F. Riwayat Sosial
Pasien menyangkal konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. Pasien tidak merokok
G. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
GCS : E4 V6 M5
Kesadaran : compos mentis
TTV
o Nadi : 69x/menit
o Pernafasan : 19x/menit
o Tekanan Darah : 140/80mmHg
o Suhu : 36.5C
o SpO2 : 98%
b. Kepala : luka (-), inflammasi (-), swelling (-)
c. Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-) , sklera ikterik (-), edema (-), Reflex
cahaya (+)
d. Mulut dan bibir : Faring hiperemis (-), tonsil tidak membesar, lidah kotor (-), warna
mukosa mulut merah muda, bibir lembab dan tidak ada lesi
e. Hidung : Nafas cuping hidung (-), Deviasi septum (-), Lesi (-), Sumbatan (-), Nyeri
tekan sinus (-)
f. Telinga : Bentuk normal, simetris kanan dan kiri, sekret atau darah -/-, tidak
menggunakan alat bantu dengar, nyeri tekan (-/-)
g. Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), pemberasan tiroid (-)
h. Paru-paru :
Inspeksi: Thorax terlihat simetris, retraksi (-), Pernafasan kanan dan kiri
seimbang, bekas luka atau operasi (-), otot bantu pernafasan -/-
Palpasi : Taktil fremitus simetris pada kedua lapang paru, chest expansion
kanan dan kiri seimbang
Perkusi : Kedua lapang paru terdengar bunyi sonor
Auskultasi : VBS +/+, Rhonci -/-, Wheezing -/-
i. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Jantung terdengar pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1-S2 (+), murmur (-)
j. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, bekas operasi atau luka (-), caput medusa (-),
striae (-), massa (-).
Auskultasi : Suara bising usus 8x / menit, kesan normal.
Perkusi : Bunyi abdomen timpani di seluruh regio abdomen, ascites (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran hati dan limpa (-), Mcburney sign (-).
k. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Look : inflammasi (-), deformitas (-), luka (-)
Feel : akral hangat (+), nyeri tekan (-)
Move : ROM tidak ada keterbatasan
Ekstremitas bawah
Look : inflammasi (-), deformitas (-), luka (-)
Feel : akral hangat (+), nyeri tekan (-)
Move : ROM tidak ada keterbatasan
H. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Full Blood Count
Hasil Normal
Hasil Normal
Basophil 0 0-1%
Eosinophil 2 1-3%
Band Neutrophil 2 2-6%
Segment Neutrophil 70 50-70%
Limphocyte 20 25-40%
Monocyte 6 2-8%
Biochemistry
Hasil Normal
b. X-Ray
THORAX
Jantung CTR <50%
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah. Kedua hilus tidak menebal.
Corakan bronkovalskular kedua paru normal.
Tampak infiltrate minimal padaperihiler bilateral dan basal paru kanan
Sela-sela iga belum melebar dengan diafragma mendatar bilateral
Kedua sinur kostofrenikus lancip.
Tulang-tulang dinding dada intak.
Kesan :
Suspek COPD
Pneumonia
Cor dalam batas normal
c. EKG
I. Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri sejak satu hari smrs, hilang sendiri dal
am +/- 30 menit. nyeri seperti tertindih, disertai sesak.
Riw HT (+) dengan obat amlodipin 1x10 mg. Dari hasil pemeriksaaan EKG ditemukan
ST depresi. Dari hasil pemeriksaan lab ditemukan kenaikan troponin T yang menandakan
adanya kerusakan pada otot jantung.
J. Diagnosis kerja
CAD NSTEMI
K. Tatalaksana
-EKG
-Inj. Ranitidine 50 mg IV, Brilinta 180 mg, Aspilet 160 mg, Atorvastatin 40 mg,
ISDN 5 mg SL
- Co. SPJP rencana primary PCI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada
sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia miokard akut. SKA dapat b
erupa angina pektoris tidak stabil (UAP), infark miokard dengan non-ST elevasi (NSTEMI) ,
infark miokard dengan ST elevasi (STEMI) dan atau kematian jantung mendadak.3
2.2 Etiologi
Etiologi dari sindrom koroner akut adalah 90% akibat adanya trombus yang menyumb
at pada arteri koroner yang aterosklerosis. Diyakini faktor utama pemicu terjadinya trombosis
koroner adalah plak yang ruptur dan erosi. Derajat sumbatan arteri koroner akan mempengaru
hi gejala klinis yang timbul.
Etiologi lain dari sindrom koroner akut adalah emboli arteri koronaria, anomali arteri
kongenital seperti aneurisma arteri koroner, spasme koronaria terisolasi, arteritis trauma, gan
gguan hematologik, diseksi aorta, oklusi arteri koroner akibat vaskulitis, ventrikel hipertrofi,
dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.2-4
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut3 :
a. Pria
b. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer / k
arotis)
c. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pinta
s koroner, atau IKP
d. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus,
riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, r
isiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education Program)
2.3 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koron
er yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan t
udung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trom
bosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombu
s). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun par
sial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat g
angguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasok
an oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalam
i nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obs
truksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iske
mia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia
hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel).
Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka menga
lami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angi
na Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatk
an oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa fak
tor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pen
cetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
2.5 Penatalaksanaan
1. Anti Iskemia
a. Penyekat Beta (Beta blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap reseptor beta-1
yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberi
kan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale,
dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai diban
dingkan injeksi. Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama ji
ka terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-
B).penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Penyekat beta
juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indik
asi kontra (Kelas I-B). Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan pen
yekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi
Kilip =III (Kelas I-B).
Tabel 1. Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
Penyekat beta Selektivitas Aktivitas agonis p Dosis untuk angin
arsial a
Atenolol B1 - 50-200 mg/hari
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan berkura
ngnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardi
um berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal
maupun yang mengalami aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode angi
na (Kelas I-C).
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya mendapat ni
trat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimba
ngkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C).
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi d
alam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh m
enghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau angio
tensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-B).
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30 mm
Hg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal ja
ntung, atau infark ventrikel kanan (Kelas III-C).
5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor fosfodiesteras
e: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah
pemberian vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas III-C).
Tabel 2. Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA
Nitrat Dosis
Isosorbid dinitrate (ISDN) Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Intravena 1,25-5 mg/jam
Isosorbid 5 mononitrate Oral 2x20 mg/hari
Oral (slow release) 120-240 mg/hari
Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3-0,6 mg–1,5 mg
(trinitrin, TNT, glyceryl trinitrate) Intravena 5-200 mcg/menit
Tabel 3. Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA
Penghambat kanal kalsium Dosis
Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS (long acting 30-90 mg/hari
Amlodipine 5-10 mg/hari
2. Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis loadi
ng 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjan
g, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan dip
ertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan berle
bih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT
(dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan
pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu
diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia =65
tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak kej
adian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian iskemik sed
ang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg, dila
njutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengo
batan awal.Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan clopid
ogrel (pemberian clopidogrel kemudian dihentikan) (Kelas I-B).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor.
Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis
tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan meneri
ma strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor (Kelas I-B).
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu dipertimb
angkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan
yang meningkat (Kelas IIa-B).
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangk
an penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor ata
u clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian is
kemik yang tinggi (Kelas IIa-C).
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan)
setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman (Kelas IIa-B).
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX2 selektif d
an NSAID non-selektif) (Kelas III-C).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan jenis stent.
Tabel 4. Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA
Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis pemel
iharaan 75-100 mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemelihara
an 2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemelihara
an 75 mg/hari
4. Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi antiplate
let (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan
profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang palin
g baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85
IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor
GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP (Kelas I-B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan re
ndah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul r
endah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila fondapa
rinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan hi
ngga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (Kelas I-A).
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).
7. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi di
et, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semu
a penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika
tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebel
um pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <
100 mg/dL (Kelas I-A). Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untu
k dicapai.
2.6 Prognosis
Perdarahan dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada NSTEMI, sehingga segala u
paya perlu dilakukan untuk mengurangi perdarahan sebisa mungkin. Variabel-variabel yang d
apat memperkirakan tingkat risiko perdarahan mayor selama perawatan dirangkum dalam CR
USADE bleeding risk score, antara lain kadar hematokrit, klirens kreatinin, laju denyut jantu
ng, jenis kelamin, tanda gagal jantung, penyakit vaskular sebelumnya, adanya diabetes, dan te
kanan darah sistolik. Dalam skor CRUSADE, usia tidak diikutsertakan sebagai prediktor, na
mun tetap berpengaruh melalui perhitungan klirens kreatinin. Skor CRUSADE yang tinggi di
kaitkan dengan kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi.