Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL


KAWASAN GILI MATRA KABUPATEN LOMBOK UTARA
(Proposal guna memenuhi tugas mata kuliah semester 2021.1)

DOSEN PENGAMPU : Bpk. Yuli Tirtariandi El Anshori, S.I.P. M.AP

Disusun Oleh

NAMA : JUNIZAR
NIM : 041081904
KELAS ADPU 4433. 02

MATA KULIAH PERENCANAAN KOTA


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
TAHUN 2021

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.


Segala Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan segala rahmatNya sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan proposal
dengan tema “Rencana Pembangunan Daerah Tertinggal Kawasan Gili Matra Kabupaten
Lombok Utara” guna memenuhi tugas 1 pada semester 2021.1 dalam mata kuliah perencanaan
kota program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Hukum, Ilmu sosial dan Ilmu politik
Universitas Terbuka. Proposal dengan tema “Rencana Pembangunan daerah tertinggal Kawasan
Gili Matra Kabupaten Lombok Utara” ini bertujuan agar memberikan data perkiraan mengenai
kebutuhan Masyarakat Kabupaten Lombok Utara dalam membangun infrastruktur kota yang
tertinggal sesuai indikator dari pemerintah dan juga menjadi bahan penilaian pada tugas 1
semester 2021.1 ini yang setidaknya berpengaruh pada nilai akhir semester nanti.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
susunannya. Semoga proposal yang saya susun dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga
bagi para pembaca maupun stakeholder terkait. Serta Terima kasih kepada narasumber baik
online maupun offline, tersirat maupun tersurat terkhusus Bapak Yuli Tirtariandi El Anshori,
S.I.P. M.AP selaku dosen pengampu pada proposal ini. Semoga amal ibadah, dan dorongan
serta do’a yang diberikan kepada penulis dengan tulus dan ikhlas mendapatkan rahmat dan
karunia dari Allah SWT, amin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................ ................................ .............................. I


DAFTAR ISI ................................ ................................ ................................ ........... II
PENDAHULUAN ................................ ................................ ................................... 1
Latar belakang ................................ ................................ ................................ 1
Rumusan Masalah ................................ ................................ ........................... 2
Tujuan Penelitian ................................ ................................ ............................ 2
Manfaat ................................ ................................ ......................................... 2
TINJAUAN LITERATUR ................................ ................................ ....................... 3
METODE PENELITIAN ................................ ................................ ......................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................ ................................ ............... 6
Geografis Kawasan Gili Matra KLU ................................ ................................ 6
Problematika dan pendekatan permasalahan ............................... .................... 9
Konsep Dan Teori Ekowisata pada kawasan Gili Matra................................ .. 10
SARAN ................................ ................................ ................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................ ................................ .............................. 13
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 13.446 dan
panjang garis pantai kurang lebih 81.000. Indonesia memiliki 33 Provinsi dan lebih dari 400
kabupaten berada di 5 pulau (daratan) besar (Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Papua)
dan sebagian besar lainnya berada di kepulauan. Modernisasi dan kemajuan zaman adalah
suatu keniscayaan dan telah memberikan kontribusi bagi kita. Namun jika tidak disertai dengan
tindakan yang bijak, maka sangat dimungkinkan akan menjadi satu masalah baru dalam
masyarakat kita, khususnya di daerah pedesaan, marginal perkotaan dan kawasan sumber daya
alam. Masyarakat desa (masyarakat adat) telah memiliki sistem tersendiri dalam membangun
dan mengelola kawasan hidupnya, yaitu dengan mengembangkan suatu kearifan, turun
temurun, yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadukan dengan norma adat, nilai
budaya, dan aktivitas pengelolaan lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidupnya.
Ditilik dari kerentanan terhadap perubahan iklim dan bencana, maka kawasan pesisir
merupakan daerah yang memiliki resiko lebih besar dibanding dengan daratan besar atau
pedalaman. Oleh karena pertimbangan hal ini, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP)
menggagas dan mengembangkan Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Jika
tidak dilakukan secara matang, tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal yang sama dengan
gagasan besar lainnya, yakni menjadi monumen nama tanpa karya nyata yang berhasil guna
dan termanfaatkan secara berkelanjutan. Sejumlah 8 provinsi kepulauan (Bali, NTB, NTT,
Maluku, Maluku Utara, Kepri, Babel, dan Sulut) di Indonesia memiliki ekosistem dengan satuan
sistem lokal yang unik. Daratan dengan penduduk dan ketersediaan pangan, air, dan energi
yang tidak seimbang antara gugus pulau yang satu dengan yang lainnya (untuk Provinsi Bali
masih terjadi pemaknaan yang berbeda antara warga dan Pemerintah Provinsi Bali). Hal ini
menyebabkan bertumbuh kembangnya kearifan lokal yang saling bergantung. Kekayaan ragam
hayati yang dimiliki bisa menjadi alternatif sumber pangan, terlebih di kawasan lautannya.
Namun harus diakui selain terbatas (daratan) apa yang ada Sesungguhnya memiliki kerentanan
yang tinggi, terlebih jika dikaitkan dengan perubahan iklim dan bencana.
Model yang sedang dan akan dikembangkan dilakukan di kawasan yang dianggap memiliki
resiko tinggi terhadap perubahan iklim, namun memiliki potensi untuk pembelajaran baik
dalam pengelolaan ekologi, pemberdayaan ekonomi maupun penguatan sosial dan kebijakan.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Utara, Kawasan Gili Indah
merupakan Kawasan Unggulan pengembangan Ekonomi sektor pariwisata. Jika dilihat secara
mendalam, Gili Trawangan merupakan pulau dengan perspektif pengelolaan massife, Gili meno
dengan pengelolaan yang ekslusife, dan Gili air dengan pengelolaan yang masih mementingkan
kebudayaan dan kehidupan lokalnya.. Oleh karenanya, dirasa perlu melakukan harmonisasi
antara konsep yang tertuang dalam RTRW dan apa yang diinginkan masyarakat Desa Gili indah
agar tidak terjadi bias dan kesenjangan antara pemerintah daerah KLU dan masyarakat Gili
Indah. Harmonisasi ini sejatinya dapat menjadi jembatan bagi sustainable development, baik
Desa Gili Indah maupun KLU.

Rumusan Masalah
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Lombok Utara 2015–2020 terdapat beberapa rumusan isu yang menjadi perhatian utama
dalam pembangunan KLU, yaitu:
A. Tingginya angka kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial
B. Tingginya angka buta aksara dan putus sekolah
C. Kesenjangan pembangunan di pelosok terpencil
D. Lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kualitas layanan publik
E. Menurunnya kualitas lingkungan hidup dan
F. Kurangnya ketersediaan daya dukung kapasitas infrastruktur dasar.
Mengacu pada beberapa isu strategis tersebut, maka strategi pembangunan Pemerintah
Daerah Kabupaten Lombok Utara diarahkan pada pengembangan kebijakan untuk
meningkatkan posisi Lombok Utara yang diukur dengan berbagai indikator seperti indeks
pembangunan manusia (IPM) dan serta memperhatikan konsep pembangunan berkelanjutan.
Untuk itu, seluruh kebijakan dan program pembangunan yang akan dilakukan

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui permasalahan pembangunan pariwisata di KLU.
2. Untuk informasi strategi yang cocok bagi pengembangan pariwisata di daerah Gili
Matra.
3. Sebagai bahan pertimbangan penilaian pada tugas 1 mata kuliah perencanaan
perkotaan.

Manfaat
1. Manfaat bagi akademis, sebagai perbandingan terhadap penelitian sebelumnya.
2. Manfaat praktis, sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam upaya pengelolaan
pariwisata yang maju dan berkelanjutan.
3. Manfaat untuk pemerintah, sebagai referensi dalam menyusun kebijakan pengelolaan
sumber daya pesisir pantai yang modern dan ramah lingkungan.

BAB III
TINJAUAN LITERATUR

Kajian literatur adalah jembatan bagi peneliti untuk mendapatkan landasan teoritik sebagai
pedoman sumber hipotesis, jembatan ini sebenarnya berwujud pengetahuan tentang riset-riset
yang dilakukan oleh peneliti lain dalam area penelitian. Pengetahuan ini tidak hanya berupa
pemahaman terhadap riset-riset tersebut, tetapi juga saling-kait yang terbentuk antar riset-riset
tadi. Seperti diketahui, sebuah penelitian tidak muncul begitu saja, tetapi ia selalu mencoba
menyelesaikan atau menjawab persoalan yang ditinggalkan penelitian sebelumnya. Keterkaitan
inilah, yang jika dirangkai secara menyeluruh, menyusun “peta” penulisan proposal ini. Materi
rencana pembangunan daerah tertinggal di kabupaten lombok utara sebenarnya sudah
dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih berkompeten seperti pemkab, para akademisi, para ahli,
para mahasiswa yang berkaitan dengan tata ruang dan wilayah. Indikator indikator yang
digunakan untuk melihat perkembangan dari daerah tertinggal menuju daerah berkembang
sudah pasti telah disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku pada penilaian dalam sistem
pemerintahan.

Pembangunan Daerah Tertinggal


Secara harfiah pembangunan berarti proses, cara, perbuatan membangun;- dari atas proses
pembangunan yang dimulai dari negara maju melalui pemerintah negara berkembang,
diturunkan kepada rakyat. Sedangkan dalam Drajat Tri Kartono dan Hanif Nurcholish (2016)
pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif
yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai
aspirasinya yang paling manusiawi. Daerah tertinggal sendiri dalam Perpres nomor 131 tahun
2015 adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang
dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional.
Pembangunan di daerah kabupaten lombok utara sendiri berpengaruh terhadap kondisi
perekonomian salah satu Kabupaten di Nusa Tenggara Barat ini dimana pariwisata menjadi
salah satu bidang yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai pemasukan pendapatan bagi
Pemda maupun pemerintah pusat. Sampai saat ini sudah mulai dilakukan pembangunan
pembangunan infrastruktur sebagai daya tarik wisatawan lokal maupun luar negeri.
Pengembangan dan peningkatan kualitas infrastruktur dapat menghasilkan objek wisata yang
terawat dan tertata baik, hal ini dapat semakin mendatangkan wisatawan Sabon, Perdana,
Koropit, & Pierre (2018). Istilah infrastruktur berhubungan dengan istilah prasarana, sarana dan
utilitas Maryati (2014) dimana dalam SNI 03-1733-2004 prasarana atau utilitas dibagi menjadi
prasarana/utilitas jaringan jalan, prasarana/utilitas, jaringan drainase, prasarana/utilitas,
jaringan air bersih, prasarana jaringan air limbah, prasarana/utilitas jaringan persampahan,
prasarana/utilitas jaringan listrik prasarana/utilitas jaringan telepon, prasarana/utilitas jaringan
transportasi lokal.
Menurut Musenaf (1995) infrastruktur yang termasuk dalam komponen suatu kawasan wisata
meliputi prasarana jalan, listrik, air bersih dan telekomunikasi, pendapat lain juga dikatakan
oleh Familoni (2006) bahwa infrastruktur utilitas publik adalah tenaga listrik, telekomunikasi,
suplai air bersih, sanitasi dan saluran pembuangan gas. Termasuk juga prasarana umum seperti
jalan, kanal, irigasi, drainase, jalan kereta,api, angkutan dan lainnya. Salah satu kategori
komponen pariwisata yaitu infrastruktur yang meliputi jaringan air bersih, ar limbah, gas, listrik
dan telepon, drainase, jalan raya, rel kereta api, bandara, stasiun kereta api, terminal, resort,
hotel, motel, restoran, pusat perbelanjaan, tempat-tempat hiburan, museum, pertokoan dan
infrastruktur lainnya. Dampak positif dari pengembangan pariwisata meliputi; (1) memperluas
lapangan kerja; (2) bertambahnya kesempatan berusaha; (3) meningkatkan pendapatan; (4)
terpeliharanya kebudayaan setempat; (5) dikenalnya kebudayaan setempat oleh wisatawan.
Perkembangan tata kelola kawasan pariwisata di Kabupaten Lombok Utara sudah semakin
meningkat tetapi sebagian masyarakat masih asing mendengar tentang kawasan pariwisata.
Oleh karena itu penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara atau lembaga dewan
promosi daerah untuk terus memperkenalkan serta mempromosikan kawasan pariwisata
kepada masyarakat luas maupun kepada wisatawan domestic dan mancanegara. Kontribusi
kawasan pariwisata Kabupaten Lombok Utara juga dapat dilihat dari jumlah penerimaan yang
diperoleh oleh pemerintah baik dari devisa maupun pajak, tidak hanya itu, kawasan pariwisata
Kabupaten Lombok Utara juga perlu melibatkan peran dewan promosi daerah dalam tata kelola
kawasan pariwisata sehingga nantinya diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan
daerah, mengurangi tingkat pengangguran dengan pemanfaatan sumber daya manusia lokal
sebagai tenaga kerja.
METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan


analisisnya pada data-data numerikal (angka). Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan
pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan
hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metoda
kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar
variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar
(Azwar, 2007).

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Data sekunder atau tangan kedua yaitu data
yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.
Data ini biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang sebelumnya telah tersedia
(Azwar, 2007). Dalam penelitian ini mengambil data dari buku, dokumentasi, laporan, artikel
serta informasi lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Permasalahan pembangunan di Provinsi NTB berkorelasi pada infrastruktur dan utilitas wilayah
antara lain ketimpangan layanan antar wilayah pulau, lemahnya eksternalitas wilayah NTB serta
ketimpangan pertumbuhan antar kawasan, antar kota dan antar wilayah. Infrastruktur dan
utilitas wilayah merupakan prasyarat utama bagi percepatan pembangunan ekonomi. Dengan
infrastruktur yang tertata baik dan handal, maka pembangunan di segala bidang akan berjalan
dengan efisien dan efektif, dan memberikan manfaat serta kemakmuran yang sebesar -
besarnya bagi masyarakat di Provinsi NTB. Dengan demikian pembangunan infrastruktur
merupakan prioritas pembangunan yang merupakan alternatif upaya logis yang harus ditempuh
daerah guna
mengejar ketertinggalan dengan mengoptimalkan potensi posisi geografis yang strategis,
keragaman modal sosial (pluralitas agama, suku bangsa dan budaya), keunggulan sumber daya
lokal, dan aksesibilitas tinggi yang didukung keandalan infrastruktur dan utilitas wilayah.
Rancangan Awal Rencana Kerja (Renja) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi
NTB Tahun 2020 disusun sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017
Tentang tata cara perencanaan, pengendalian dan evaluasi Pembangunan Daerah, tata cara
evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang RPJPD dan RPJMD serta tata cara perubahan
RPJPD, RPJMD dan RKPD yang merupakan dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun
memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan langsung perangkat
daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, serta memuat visi,
misi, tujuan dan strategi sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas PUPR Provinsi NTB yang disusun
dengan berpedoman pada Renstra Perangkat Daerah, RPJMD dan bersifat indikatif.

Geografis Kawasan Gili Matra


Gili Matra sangat terkenal dengan nama Taman Wisata Laut/perairan Gili Matra. Gili Matra
telah dimulai sejak tahun 1993. Pada awalnya ditetapkan sebagai Kawasan Taman Perairan Gili
Matra oleh Kementrian Lingkungan Hidup saat itu. Kawasan Gili Matra mempunyai luas 2.954
Ha terdiri dari daratan seluas 665 Ha dan selebihnya perairan laut. Taman Wisata Perairan Gili
Matra sebelumnya ditetapkan berdasarkan SK. Menhut No. 85/Kpts-II/1993, Seluas 2.954 Ha.
Selanjutnya, pada Tahun 2001, Kawasan taman wisata alam Pulau Gili ayer/Air, Gili Meno dan
gili Trawangan seluas 2.954 hektar tersebut, ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam
perairan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 99/Kpts-II/2001.
Berdasarkan berita acara serah terima Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dari
Departemen Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor: BA. 01/Menhut-
IV/2009 – BA. 108/MEN.KPIII/2009. Kawasan Gili Matra selanjutnya dikelola oleh Departemen
Kelautan dan Perikanan. Nomenklatur Kawasan berubah menjadi Taman Wisata Perairan (TWP)
Pulau Gili Ayer/Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan, selanjutnya disebut Gili Matra. Mengacu
pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.67/MEN/2009 kawasan ini ditetapkan
dengan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan
(Matra) di Provinsi Nusa Tenggara Barat.TWP pulau Gili Meno, Air dan Trawangan (Gili Matra)
dengan luas 2.954 hektar, yang meliputi luas daratan Gili Air ± 175 ha dengan keliling pulau ±5
km, Gili Meno ±150 ha dengan keliling pulau ±4 km dan Gili Trawangan ±340 ha dengan keliling
pulau ±7,5 km dan selebihnya merupakan perairan laut.
Secara geografis TWP pulau Gili Matra terletak pada 8º 20º - 8º 23º LS dan 116º00º - 116º 08º
BT. Sedangkan secara administratif pemerintahan, kawasan ini terletak di desa Gili Indah
kecamatan Pemenang kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kawasan ini sejak tanggal 15 Maret 2001 sampai dengan tanggal 4 Maret 2009 berada di bawah
pengelolaan Balai KSDA NTB departemen Kehutanan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : 99/Kpts-II/2001. Selanjutnya sejak tanggal 4 Maret 2009 sesuai dengan
berita acara serah terima kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam dari Departemen
Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor: BA.01/Menhut-IV/2009 dan
Nomor BA.108/MEN.KP/III/2009. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Nomor
67/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pulau Gili Ayer, Gili
Meno, dan Gili Trawangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 3 September 2009,
pengelolaan TWP dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(KP3K) yang menugaskan UPT Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang
sebagai Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung-jawab di lapangan.
Batas-batas Taman Wisata Perairan Pulau Gili Matra adalah sebagai berikut :
a) Utara : berbatasan dengan laut Jawa.
b) Selatan : berbatasan dengan selat Lombok.
c) Barat : berbatasan dengan laut Jawa.
d) Timur : berbatasan dengan Tanjung Sire.
Kepulauan Gili Matra dalam payung hukum perundangan telah ditetapkan sebagai taman
wisata perairan / laut yang mendapatkan prioritas nasional. Pemanfaatan taman wisata laut
juga sebagai Unique Selling Point utama dalam pengembanagn destinasi wisata Kepulauan Gili
Matra. Pengembangan pariwisata di Gili Matra bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan memperlebar manfaat jejaring ekonomi dalam bidang kepariwisataan.
Tentunya pengembangan pariwisata di destinasi kepulauan Gili Matra tidak terlepas dari
pengaruh negatif dan positif terhadap masyarakat dan lingkungan. Eksistensi budaya,
lingkungan TWP, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat merupakan bagian dari
pengembangan pariwisata berbasis destination unique selling point. Pengembangan pariwisata
dilandasi oleh kearifan lokal tercermin dalam perilaku masyarakat dan wisatawan dalam
memperhatikan lingkungan. Saputra & Myer (2019), Saputra (2018) menjelaskan hasil
investigasi konservasi terhadap terumbu karang dalam 5 bulan terakhir mengalami perubahan
yang bervariasi, perkembangan populasi ikan beserta jenisnya serta penyebarannya di kawasan
TWP Gili Matra. Hal lain juga di investigasi yaitu perubahan pemanfaatan lahan.

Program proteksi dan berkelanjutan dilakukan setiap hari jumat pagi dengan seluruh member
penyelam dan masyarakat melakukan pembersihan laut dan pantai dari sampah plastik yang
mencemari kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra. Masyarakat dan wisatawan di edukasi
untuk terlibat melakukan proteksi terhadap laut sebagai daya Tarik utamanya. Program juga
melibatkan lintas stakeholder dan dive company melalui Gili Shark Conservation dan Gili Eco
trust dalam edukasi konservasi.
Sektor pariwisata di Kabupaten Lombok Utara (KLU) sendiri merupakan salah satu sektor yang
strategis dan potensial untuk dikelola, dikembangkan dan dipasarkan. Dalam penelitian ini kita
akan berfokus pada Kawasan Wisata Gili Matra merupakan Kawasan wisata favorit yang
mempunyai daya tarik tersendiri dengan suasana dan pemandangannya yang masih asri.
Kawasan wisata Gili Matra terdiri dari tiga pulau yaitu Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili air. Gili
Matra memiliki daya tarik dan potensi dalam peningkatan pendapatan daerah yang menjadi
salah satu andalan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
Menurut Kepala Bagian Humas Sekretaris daerah KLU, Mujadid Muhas, pariwisata merupakan
sektor andalan untuk mendatangkan PAD KLU. PAD berupa pajak dan retribusi dari sektor
pariwisata, menyumbang 60% pendapatan pajak dan retribusi di KLU. Dari total tersebut, 80%
berasal dari aktivitas yang ada di tiga pulau Gili Matra, seperti pajak hotel dan restoran, serta
berbagai retribusi lain (dalam Nursyamsyi, 2018). Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor
pariwisata terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Realisasi pendapatan pajak dan
retribusi dari Gili Matra selalu melampaui target setiap tahunnya. Peningkatan jumlah
wisatawan dan pendapatan pajak yang diperoleh akan secara langsung akan menambah
Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD memiliki peran penting dalam rangka pembiayaan
pembangunan di daerah. Berdasarkan pada potensi yang dimiliki masing-masing daerah,
peningkatan dalam penerimaan PAD ini akan dapat meningkatkan kemampuan keuangan
daerah. Peningkatan jumlah wisatawan yang diikuti oleh peningkatan pendapatan pajak dan
PAD KLU bukan hal yang tiba-tiba terjadi. Namun sebagai respon dari serangkaian langkah-
langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah daerah KLU dan para pengelola kawasan
wisata Gili Matra serta masyarakat untuk menarik wisatawan untuk berkunjung. Hal inilah yang
melatarbelakangi peneliti tertarik untuk meneliti pengembangan infrastrukturisasi Gili Matra
dalam meningkatkan PAD Kabupaten Lombok Utara. Mengenai jumlah wisatawan yang datang
ke kawasan Gili dimana Wisatawan asing yang masuk ke Lombok utara hingga Juni 2019 sekitar
60 persen dari jumlah total 233.759 orang atau sekitar 147.255 orang. Namun pada 2019 dan
2020 ada penurunan PAD KLU pada sektor pariwisata karena adanya bencana gempa bumi dan
pandemi covid 19 yang membuat geliat kedatangan turis mancanegara maupun lokal. Bahkan
di tahun 2020 grafik kedatangan turis dalam maupun luar kian merosot tajam. Dan berimbas
pada lesunya perekonomian dan macetnya pembangunan infrastruktur pada bidang pariwisata
di kawasan pariwisata Gili Matra Kabupaten Lombok Utara.

Problematika dan pendekatan permasalahan


Kendala yang ditemukan pada pembangunan infrastruktur di Gili Matra antara lain harga tanah
yang tinggi. Harga tanah yang tinggi hingga mencapai 2,5 Milyar Rupiah per Are, menyulitkan
pemerintah dalam usaha pembebasan lahan untuk pembangunan fasilitas umum. Namun
tantangan itu dapat diatasi dengan cara kerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk
membantu pemerintah dalam pengadaan lahan. Biaya angkut material bangunan yang mahal,
juga menjadi kendala dalam pembangunan infrastruktur di Gili Matra. Pemerintah mensiasati
nya dengan memanfaatkan Boat sampah milik pemerintah untuk mengangkut bahan bangunan
dari Pulau Lombok ke Gili sehingga biaya pengangkutan bisa ditekan. Komunikasi dengan
masyarakat yang tidak sejalan dengan program pemerintah memang pernah terjadi seperti
pembangunan jalan di Gili Trawangan. Penggusuran lahan bisnis dan kios masyarakat menjadi
pemicu ketegangan masyarakat dengan pemerintah pada saat pembangunan jalan baru di Gili
Trawangan tersebut. Namun setelah dilakukan komunikasi secara intensif akhirnya masyarakat
berbalik mendukung program pemerintah untuk merevitalisasi jalan raya tersebut. Namun
warga dan pelaku bisnis diperkenankan membuka “lapak” secara Knockdown. Ada pula
infrastruktur yang belum diserahterimakan pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten
Lombok Utara seperti IPAL. Sehingga menyulitkan dalam operasional dan pemeliharaan fasilitas
pengolahan air tersebut.

Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:


1. Pendekatan pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable turism approach)
yaitu, area wisata ditetapkan berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung
kawasan. Wisatawan murni hanya melakukan aktivitas berwisata saja selama ada di
pulau, fasilitas tempat tinggal, makan dan hiburan lainnya dilakukan pada maindland.
Pembangunan infrastruktur pendukung ekowisata yang di bangun pada kawasan pesisir
dan pulau kecil secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh terhadap lingkungan
dan ekosistem pesisir dan laut. Proses berkelanjutan ini, mengintegrasikan aspek ekologi
dan sosial budaya masyarakat lokal. Aktivitas wisata bahari yang dilakukan oleh
wisatawan dapat disesuaikan dengan minat masing-masing seperti; snorkeling, diving,
tracking, mangrove, rekreasi pantai pada lokasi yang sesuai dan kemampuan daya
dukung kawasan secara alami kedua pulau dapat menerima aktivitas tersebut. Sikap
kesadaran wisatawan maupun masyarakat dengan sendirinya akan terbentuk jika
konsep wisata bahari ini secara bertahap dan dijadikan kesepakatan bersama.,
2. Pendekatan pemberdayaan masyarakat (community empowerment approach) yakni,
masyarakat kawasan Gili Matra ditempatkan sebagai subjek untuk mengelola potensi
wisata bahari di pulau, dengan menyesuaikan pada karakter sosial, budaya dan ekonomi
di wilayah tersebut. Pendekatan ini perlu dilakukan, karena masyarakat lokal di kawasan
pulau adalah pihak yang paling memahami kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.
Keterlibatan masyarakat provinsi NTB sejak awal untuk menghasilkan kesesuaian
program dengan menampung aspirasi yang berkembang sesuai kebutuhan serta
menjamin komitmen masyarakat sehingga menumbuhkan rasa memiliki yang kuat.
(Marasabessi, et al, 2018).
3. Pendekatan ekowisata (ecotourism approach) yakni, bentuk pengelolaan suatu kawasan
yang masih alami dengan beragam potensi untuk dijadikan destinasi wisata berdasarkan
prinsip pelestarian sumber daya alam dan ekosistem dalam kawasan tersebut, dan
budaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal di sekitar kawasan
mampu membuka akses jejaring ekonomi,sosial dan budaya untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal di sekitar kawasan (Marasabessi, et al, 2018)
Konsep Dan Teori Ekowisata pada kawasan Gili Matra KLU
Ekowisata merupakan konsep baru dalam ranah kepariwisataan yang memiliki penekanan pada
kelestarian lingkungan. Konsep ekowisata merupakan paradigma baru tentang kegiatan
pariwisata yang pro terhadap lingkungan dengan berbagai kegiatan partisipasi wisatawan dan
masyarakat lokal yang meliputi usaha konservasi dan penyelamatan lingkungan. Ekowisata
terlahir dari konsep sebelumnya yang lebih di kenal dengan pariwisata alternatif. Dengan kata
lain ekowisata adalah konsep baru turunan dari konsep pariwisata alternatif tentang pariwisata
masa kini. Direktorat Jenderal pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati dan badan
pengendalian dampak lingkungan (2001), menjelaskan ekowisata adalah ecological tourism,
yaitu pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami yang
dikelola untuk menikmati dan menghargai alam dengan melibatkan unsur pendidikan dan
keterlibatan aktif sosial masyarakat setempat. Sedangkan Damanik dan Weber (2006, h.38)
mendefinisikan ekowisata dari tiga perspektif yakni sebagai: (1) produk, merupakan semua
atraksi yang berbasis pada sumber daya alam. (2) pasar, merupakan semua perjalanan yang
diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan dan (3) pendekatan pengembangan,
merupakan metode pemanfaatan sumber daya pariwisata yang bertanggung-jawab terhadap
kesejahteraan dan pelestarian lingkungan.
Secara konseptual Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2003) menekankan pada tiga
prinsip dasar pengembangan ekowisata, berikut:
A. Prinsip konservasi, yaitu pengembangan ekowisata harus mampu memelihara,
melindungi, dan berkontribusi untuk memperbaiki sumber daya alam.
B. Prinsip partisipasi masyarakat yaitu pengembangan harus didasarkan atas musyawarah
masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan
keragaman tradisi yang dianut masyarakat sekitar kawasan.
C. Prinsip ekonomi yaitu pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat
bagi masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan.

Dalam konteks Ekowisata, maka sumber daya alam harus dipandang sebagai aset terbesar yang
memiliki nilai, baik secara ekonomi maupun ekologi, sehingga kegiatankegiatan yang dihasilkan
akan bersifat non eksploitatif. Pendekatan yang kemudian muncul dan harus digunakan oleh
pengembang adalah yang bersifat simbiotik, dimana para pelaku wisatawan berinteraksi positif
dengan kawasan yang dikelolanya dan bukan bersifat parasit dan eksploratif. Pengembangan
sumber daya alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan perlu diprioritaskan
dan dalam bidang Pariwisata pengembangan seperti Ekowisata harus menjadi pilihan utama.
Lebih lanjut wood (2002) memberikan batasan-batasan tentang Prinsip-prinsip Ekowisata yang
meliputi;
1. Meminimalisir dampak negatif terhadap alam dan budaya yang dapat merusak tujuan.
2. Mendidik pelancong tentang pentingnya konservasi.
3. Tekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab, yang bekerja secara kooperatif
dengan otoritas lokal dan orang-orang untuk memenuhi kebutuhan lokal dan
memberikan manfaat konservasi.
4. Pendapatan langsung ke konservasi dan pengelolaan kawasan alami dan dilindungi.
5. Menekankan perlunya zonasi pariwisata regional dan untuk rencana pengelolaan
pengunjung yang dirancang baik untuk kawasan atau kawasan alami yang dijadwalkan
menjadi destinasi ramah lingkungan.
6. Menekankan penggunaan studi garis dasar lingkungan dan sosial, serta program
pemantauan jangka panjang, untuk menilai dan meminimalkan dampak.
7. Berusaha keras untuk memaksimalkan manfaat ekonomi bagi negara tuan rumah, bisnis
lokal dan masyarakat, khususnya orang-orang yang tinggal di dan berdekatan dengan
kawasan alami dan dilindungi.
8. Berusaha memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi batas sosial dan
lingkungan dari perubahan yang dapat diterima sebagaimana ditentukan oleh para
peneliti bekerja sama dengan penduduk setempat.
9. Bergantung pada infrastruktur yang telah dikembangkan selaras dengan lingkungan,
meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil, melestarikan tanaman dan satwa liar
setempat, dan menyatu dengan lingkungan alam dan budaya.

SARAN

Pada hakekatnya tujuan pembangunan suatu Negara adalah untuk mensejahterakan


masyarakat, demikian halnya dengan Negara Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dinyatakan bahwa tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia (Muthalib
dkk, 2016). Daerah tertinggal memiliki potensi sumberdaya yang besar, akan tetapi belum
dimanfaatkan secara optimal sehingga masih mempunyai ketergantungan yang kuat dengan
daerah luar (Santoso dan Putri, 2012). Penetapan daerah tertinggal berdasarkan enam kriteria
utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kapasitas keuangan daerah,
aksesibilitas dan karakteristik daerah. Hal inilah yang mendasari diperlukannya upaya
pembangunan daerah tertinggal yang terencana dan sistematis agar kesenjangan antara daerah
tertinggal dan non tertinggal dapat semakin dikurangi.
Setidaknya beberapa hal yang mesti dilakukan dalam meningkatkan kualitas bidang pariwisata
di KLU yang tentunya bukan hanya menjadi PR besar Pemerintah Kabupaten tetapi juga
Pemerintah Provinsi berkenaan dengan konsep Ekowisata seperti yang dijelaskan pada materi
di atas. Diantaranya menurut I Made Murdana (2019) adalah
● Daya dukung (carrying capacity) menjadi perhatian dan menjadi masukan dalam
penentuan prinsip pengembangan di Kawasan Gili Matra.
● Proteksi terhadap ketahanan kelembagaan adat sebagai community/local destination
management organization (DMO), akan memberikan penciri dan ketahanan local genius
masyarakat dalam pengembangan kawasan.
● Penelitian-penelitian kaitannya dengan aspek community base tourism (CBT), aspek
sosial ekonomi dan lingkungan agar didukung dan ditingkatkan, guna mengetahui dan
mengevaluasi pariwisata sebagai leading sector pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA
Kustiawan, Iwan. 2016.Perencanaan Kota.Universitas terbuka!;Tangerang selatan
Azwar, Saifuddin. 2007. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Diskominfo Kabupaten Lombok Utara.2019. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Lombok Utara 2015–2020.( Diakses 25 April 2021, 11.30)
Gatot Yulianti. Achmad Fahrudin, Nellyana Kusmaningsih. Analisis Permintaan Rekreasi dan
Strategi Pengembangan Wisata Bahari 01 Gili Trawangan Kabupaten Lombok Utara
Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2007.( Diakses 25 April 2021, 10.45)
Dinas PUPR Provinsi NTB. 2020. Rencana Kerja Tahun 2020 . ( Diakses 25 April 2021, 11.30)
Imam Wisnu Taqwin, Afifuddin, Khoiron. Pengembangan Infrastruktur Gili Matra Dalam
Meningkatkan PAD. Jurnal Respon Publik volume 13, No. 4, Tahun 2019, Hal 47-52
(Diakses 25 April 2021, 11.30)
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Basis data kawasan Konservasi .2019. (Diakses 25
April 2021, 11.30)
Widyarini. 2019. Jurnal Destinasi Pariwisata. (diakses pada tanggal 25 April 2021, 20.37).
Direktorat Jenderal Cipta Karya Balai Prasarana Permukiman Wilayah Nusa Tenggara Barat,
Koordinasi Percepatan Kegiatan Infrastruktur Di Kabupaten Lombok Utara. ( Diakses 25
April 2021, 11.30)
Nila Sylvi Ratnadila. Perencanaan Skenario untuk Pembangunan Desa Tertinggal: Sebuah
Telaah
Kritis.Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan Volume 12(2) Agustus 2018 Hal. 111-128
( Diakses 25 April 2021, 11.30)..
Muthalib, AA dkk. 2016. Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Diakses 25
April 2021, 11.30)
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. (2006). Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta;
PUSBAR UGM & ANDI YOGYAKARTA. (Diakses 25 April 2021, 11.30)
I Made Murdana. 2019. Pendekatan Unique POINT Selling (UPS) dalam Reformulasi Strategi
Pemasaran Pulau Gili Trawangan Pasca Gempa. (Diakses 25 April 2021, 11.30)
Nursyamsyi.2018. Pariwisata Gili Sumbang 45 Persen PAD Lombok Utara
.https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/06/11/pa5nf6370-pariwisatagili-
sumbang-45-persen-pad-lombok-utara. (diakses pada tanggal 26 April 2021, 12.30)
UU no 32 tahun 2004 pasal 157 tentang sumber sumber pendapatan asli daerah.

Anda mungkin juga menyukai