Anda di halaman 1dari 6

A.

Rumah Gadang Sumatra Barat


Rumah Gadang adalah nama rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan
banyak di jumpai di provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh
masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah
Baanjuang. Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri.
Contohnya saja seperti jumlah kamar yang bergantung pada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya.
Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dari suku atau kelompok
tertentu secara turun menurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan kelompok tersebut.

Rumah Gadang, di samping sebagai tempat tinggal, juga dapat berfungsi sebagai tempat
musyawarah keluarga, tempat mengadakan upacara-upacara, pewarisan nilai-nilai adat, dan merupakan
representasi dari budaya matrilineal. Rumah Gadang sangat dimuliakan dan bahkan dipandang sebagai
tempat suci oleh masyarakat Minangkabau. Status rumah Gadang yang begitu tinggi ini juga
melahirkan berbagai macam tata krama. Setiap orang yang ingin naik ke rumah Gadang harus terlebih
dahulu mencuci kakinya. Bentuk rumah Gadang sendiri dapat diibaratkan seperti bentuk kapal. Kecil di
bawah dan besar di atas. Bentuk atapnya mempunyai lengkung ke atas, kurang lebih setengah
lingkaran, dan berasal dari daun Rumbio (nipah). Bentuknya menyerupai tanduk kerbau dengan jumlah
lengkung empat atau enam, dengan satu lengkungan ke arah depan rumah.

Setiap elemen dari rumah Gadang memiliki makna simbolis tersendiri. Unsur-unsur dari rumah Gadang
meliputi:

 Gonjong, struktur atap yang seperti tanduk


 Singkok, dinding segitiga yang terletak di bawah ujung gonjong
 Pereng, rak di bawah singkok
 Anjuang, lantai yang mengambang
 Dindiang ari, dinding pada bagian samping
 Dindiang tapi, dinding pada bagian depan dan belakang
 Papan banyak, fasad depan
 Papan sakapiang, rak di pinggiran rumah
 Salangko, dinding di ruang bawah rumah

 Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai
sambungan. Hal ini membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu, kaki atau tiang
bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialasi dengan
batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah sehingga tidak
mempengaruhi bangunan di atasnya.

 Jika ada getaran gempa bumi, rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti
gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut. Darmansyah, seorang ahli konstruksi di
Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju
setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
B.Rumah Adat Tongkonan Toraja
Tongkonan merupakan rumah adat yang berasal dari Toraja. Atapnya melengkung menyerupai
perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan
terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur.berasal dari kata
tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi berdasarkan tingkatan atau peran dalam
masyarakat (strata sosial Masyarakat Toraja). Di depan Tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut
‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (banga). Saat ini sebagian sudah dicor. Di
bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari (disebut pa'bare'
allo), yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.

Khususnya di Sillanan-Pemanukan (Tallu Lembangna) yang dikenal dengan istilah


Ma'duangtondok terdapat tongkonan yaitu Tongkonan Karua (delapan rumah tongkonan) dan
Tongkonan A'pa' (empat rumah tongkonan) yang memegang peranan dalam masyarakat sekitar.
Tongkonan karua terdiri dari:

1. Tongkonan Pangrapa'(Kabarasan)
2. Tongkonan Sangtanete Jioan
3. Tongkonan Nosu (To intoi masakka'na)
4. Tongkonan Sissarean
5. Tongkonan Karampa' Panglawa padang
6. Tongkonan Tomentaun
7. Tongkonan To'lo’le Jaoan
8. Tongkonan To Barana' Versi lain Tongkonan Lombok Indo' Piso

Tongkonan A'pa' terdiri dari:

1. Tongkonan Peanna Sangka'


2. Tongkonan To'induk
3. Tongkonan Karorrong
4. Tongkonan Tondok Bangla' (Pemanukan)

Banyak rumah adat yang konon dikatakan tongkonan di Sillanan, tetapi menurut
masyarakat setempat, bahwa yang dikatakan tongkonan hanya 12 seperti tercatat di atas. Rumah adat
yang lain disebut banua pa'rapuan. Yang dikatakan tongkonan di Sillanan adalah rumah adat di mana
turunannya memegang peranan dalam masyarakat adat setempat. Keturunan dari tongkonan
menggambarkan strata sosial masyarakat di Sillanan. Contoh Tongkonan Pangrapa' (Kabarasan)/
pemegang kekuasaan pemerintahan. Bila ada orang yang meninggal dan dipotongkan 2 ekor kerbau,
satu kepala kerbau dibawa ke Tongkonan Pangrapa' untuk dibagi-bagi turunannya. Stara sosial di
masayarakat Sillanan di bagi atas 3 tingkatan yaitu:

1. Ma’diaka [darah biru/bangsawan]


2. To Makaka [orang merdeka]
3. Kaunan [budak]

A. Pakaian Adat Bangka Belitung

Pakaian adat Bangka Belitung adalah jenis pakaian yang umumnya dipakai pada acara
pernikahan. Pakaian ini merupakan wujud beberapa akulturasi dari kebudayaan arab, tionghoa, dan
melayu . Nama pakaian adat bangka belitung ini akrab disebut Baju Seting dan juga Kain Cual. Baju
seting merupakan pakaian adat yang digunakan khusus oleh wanita. Baju seting adalah baju kurung
bangka belitung yang berwarna merah dan terbuat dari kain beludru atau kain sutra. Dalam
penggunaannya, biasanya baju kurung ini dipadupadankan dengan bawahan berupa kain cual.

Kain Cual Bangka belitung atau lebih dikenal dengan Limar Muntok merupakan jenis kain
asli Bangka Belitung yang dibuat dengan metode tradisional tenun ikat. Motif dari Kain Cual sendiri
ada dua macam yaitu motif corak penuh yang biasa disebut Motif Penganten Bekecak dan motif ruang
kosong yang biasa disebut Motif Jande Bekecak. Secara sekilas, corak motif dalam Kain Cual Bangka
Belitung cukup mirip dengan kain songket khas kota Palembang. Akan tetapi, apabila diperhatikan
secara seksama dan detil, terdapat perbedaan pada bentuk motif hiasannya. Kain Cual Bangka Belitung
memiliki motif berupa bentuk-bentuk bunga, seperti bunga cengkeh dan bunga cempaka atau motif
tumbuhan dan hewan.

Selain pakaian adat khusus para perempuan, terdapat juga setelan pakaian adat Bangka
Belitung khusus untuk laki-laki. Para laki-laki Bangka Belitung menggunakan jubah arab merah tua
yang dipadupadankan dengan selendang atau selempang yang disampirkan pada bahu kanan. Untuk
bawahannya, mereka dapat menggunakan celana dengan warna yang yang dipadukan. Baik atasan
jubah, maupun bawahan celana, dilengkapi juga dengan aksesoris dan pernak-pernik yang sesuai
seperti halnya dengan baju adat bangka belitung khusus perempuan. Para laki-laki Bangka Belitung
pun juga menggunakan pending selop atau sandal arab di kakinya untuk alas kaki.

Baju seting sendiri berupa baju kurung bangka belitung biasa dengan warna merah atau
merah tua yang dibuat dari kain bludru atau kain sutra. Baju ini dipadukan dengan bawahan berupa
kain cual. Kain ini juga sering disebut kain lasem atau kain besusur. Berbeda denan baju seting, kain
cual sendiri merupakan kain asli budaya Bangka Belitung yang dibuat dengan metode tradisional tenun
ikat.

Selain menggunakan baju atasan dan juga kain bawahan, pengantin perempuan akan
mengenakan beberapa aksesoris untuk melengkapi dan mempercantik penampilannya saat
menggunakan pakaian adat Bangka Belitung ini. Untuk baju adat bangka belitung anak biasanya
hampir sama dengan baju adat bangka belitung biasanya Cuma berbeda ukuran saja.

.
B. Pakaian Adat Betawi

Pakaian Adat Betawi Abang None yang dikenakan oleh wanita Betawi sehari-hari adalah
baju kurung dengan model lengan pendek. Baju kurung ini bisa dalam bentuk polosan atau
menambahkan saku pada bagian sisi depannya. Baju Betawi wanita sendiri identik dengan warna-
warna yang sangat mencolok seperti merah, kuning atau hijau.

Setelah baju kurung, kepala suku Betawi wanita mengenakan kerudung dari selendang.
Warna kerudung sendiri bisa diselaraskan sesuai dengan warna baju kurung yang sedang digunakan.
Adapun untuk bawahan yang digunakan wanita adalah kain sarung batik. Kain sarung batik ini
memiliki corak geometri dengan warna-warna yang cerah sesuai dengan baju kurung yang digunakan.
Jadi pastikan warna antara kerudung, sarung dan baju kurung benar-benar diselaraskan sesuai yang
dipakai. Ada beberapa macam pakaian adat khusus pria Betawi lengkap dengan atributnya, antara lain
adalah:

1. Celana batik

2. Baju koko

3. Selendang

4. Pakaian keseharian pria

5. Aksesoris pakaian adat berupa peci/kopyah

6. Pakaian pengantin pria

Khusus bagi wanita Betawi pakaian adatnya juga bermacam-macam, antara lain:

1. Baju kurung

2. Kain sarung batik

3. Kerudung

4. Pakaian pengantin wanita


A. Senjata Tradisional Aceh “ Rencong”

Sejarah senjata tradisional Aceh tidak bisa dilepaskan dengan peran kerajaan-kerajaan Aceh
yang pernah berjaya di masa lalu. Dahulu pada sekitar abad ke-12 M telah berjaya Kesultanan Aceh
yang memiliki kekuatan yang tangguh beserta kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki.

Pada awalnya senjata tradisional Aceh sering digunakan untuk berburu atau untuk
mempertahankan diri dari serangan binatang buas. Namun dalam perkembangannya, senjata tradisional
ini digunakan untuk berperang melawan penjajah, yakni Portugis dan Belanda.

Beberapa jenis senjata tradisional Aceh yang memiliki hubungan yang erat dengan sejarah
Kesultanan Aceh adalah Rencong dan Peudeung. Dulu, Rencong sering digunakan pada masa
pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah, yakni Sultan Pertama Aceh sebagai senjata untuk menikam
lawan.

Sedangkan Peudeung difungsikan sebagai senjata untuk mencincang atau mentetak lawan.
Keduanya menjadi identitas kebudayaan yang melekat sejak abad ke-12 M. Pembuatan senjata
tradisional Aceh juga tidak terlepas dari beberapa kebudayaan lain yang muncul yang menjadi inspirasi
bagi masyarakat Aceh.

Desain dari beberapa Rencong dan Peudeung juga terinspirasi dari senjata-senjata yang digunakan
oleh Kesultanan Turki dan Kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Selain itu, desain pedang juga dipadukan dengan
desain khas Nusantara yang memiliki unsur Melayu yang kuat, sehingga menampilkan identitas Indonesia yang
begitu melekat.
B. Senjata Tradisional Jawa Barat “Kujang”

Senjata khas dan unik dari provinsi Jawa Barat adalah kujang. Kujang mulai dibuat sekitar abad
ke-8 atau ke-9. Kujang biasanya terbuat dari besi atau baja. Panjang kujang sekitar 20 cm hingga 25 cm, dan
berat kujang bisa mencapai 300 gram.
Selain sebagai senjata, masyarakat Jawa Barat menggunakan kujang juga sebagaialat pertanian, hiasan,
maupun cenderamata. Kujang merupakan alat yang melambangkan kekuatan dan keberanian untuk
melindungi hak dan kebenaran. Pada zaman dahulu, kujang digunakan oleh orang-orang tertentu saja,
misalnya, raja, prabu anom, golongan pangiwa, penengen, agamawan, serta para putri raja.
Menurut beberapa penelita, kujang berasal dari kata kudihyang, atau Kudi dan Hyang. Kudi, dalam Bahasa
Sunda Kuno berarti senjata yang memiliki kekuatan sakti. Sedangkan Hyang berarti Dewa. Jadi, secara umum
kujang dapat berarti senjata yang memiliki kekuatan sakti dari para dewa.
Bagian dari senjata kujang adalah papatuk/congo, yaitu ujung kujang yang menyerupai panah. Ada pula
eluk/silih, yaitu lekukan pada bagian punggung. Ada pula tadah, yaitu lengkungan menonjol pada bagian
perut, dan mata, yaitu lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak.

Berdasarkan fungsinya, kujang terbagi empat, antara lain: Kujang Pusaka (lambang keagungan
dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara)
dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang).
Berdasarkan bentuk bilah, kujang terbagi menjadi Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang
Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak
(menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Di samping
itu terdapat pula bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.

Anda mungkin juga menyukai