Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi
otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau
kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali
gangguan vaskular. Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena
gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma
maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh
darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke. Stroke
merupakan suatu penyakit defisit neurologis yang bersifat mendadak.
Penyebabnya adalah gangguan pada aliran pembuluh darah di otak. beberapa
hal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah di otak antara lain
adalah terbentuknya sumbatan pada pembuluh darah (stroke iskemik) maupun
pecahnya pembuluh darah (stroke perdarahan), yang sama-sama dapat
menyebabkan aliran suplai darah ke otak terhenti dan muncul gejala kematian
jaringan otak.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. WHO mendefinisikan bahwa
stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh
penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Sebagian
besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke
menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat
bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian
nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-
negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun
terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000
orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat.
Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan
hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang
berusia muda dan produktif hal ini akibat gaya dan pola hidup masyarakat
yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol
tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi
pemicu timbulnya serangan stroke.
Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
stroke haemoragic (perdarahan) jika arteri pecah dan stroke non haemoragic
(ischemic) jika arteri tersumbat. Stroke non haemoragic mencakup stroke
thrombotic dan embolik.
Banyak faktor resiko yang dapat membuat seseorang yang menjadi
rentan terhadap serangan stroke, secara garis besar faktor resiko stroke dibagi
menjadi dua yaitu, Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu: Umur,
semakin tua kejadian stroke semakin tinggi, Ras/bangsa : Negro/Afrika,
Jepang, dan Cina lebih sering terkena stroke. Jenis kelamin, laki-laki lebih
beresiko dibanding wanita. Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke.
Sedangkan Faktor resiko yang dapat dikontrol, yaitu Hipertensi, Diabetes
Millitus, Merokok, Hiperlipidemia dan Kolesterol, Obesitas, Penggunaan
obat-obatan yang mempengaruhi cerebrovascular.
Saat ini serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi
yang disebut sebagai silent killer, diabetes melittus, obesitas, minum alkohol,
hiperkolesterol, penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat, dan
berbagai gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit degeneratif. Dan
yang tidak dapat di ubah di antaranya penyakit jantung koroner, stenosis
arteri karotis, degeneratif, memiliki riwayat gangguan pembuluh darah
riwayat gangguan pembekuan darah, riwayat stroke sebelumnya. itu semua
yang dapat memicu terjadinya stroke. Secara ekonomi, dampak dari insiden
ini prevalensi dan akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh
terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan
bangsa.
Stroke biasanya ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak atas
maupun bawah pada salah satu sisi anggota tubuh. Untuk itu penderita stroke
perlu mendapatkan penanganan yang sedini mungkin agar pengembalian
fungsi dari anggota gerak serta gangguan lainnya dapat semaksimal mungkin
atau dapat beraktifitas kembali mendekati normal serta mengurangi tingkat
kecacatan.
Stroke dapat menyebabkan problematika pada tingkat impairment
berupa gangguan motorik, gangguan sensorik, gangguan memori dan
kognitif, gangguan koordinasi dan keseimbangan. Pada tingkat functional
limitation berupa gangguan dalam melakukan aktifitas fungsional sehari-hari
seperti perawatan diri, transfer dan ambulasi. Serta pada tingkat participation
restriction berupa keterbatasan dalam melakukan pekerjaan, hobi dan
bermasyarakat di lingkungannya.
Penyakit stroke dapat menyebabkan gangguan fungsi baik fisik maupun
emosional si penderita dan stroke dapat menyebabkan kecacatan pada tubuh
yang dapat membatasi aktivitas fungsional si penderita. Bahkan stroke dapa
menyebabkan kecacatan yang serius bila tidak mendapatkan penanganan
yang serius .
Salah satu modalitas terapi yang utama untuk membantu pemulihan
pasca stroke adalah program rehabilitasi. Salah satu programm rehabilitasi
yang hampir selalu dilakukan adalah terapi fisik (fisioterapi). Fisioterapi pada
prinsipnya dilakukan sesegera mungkin (as soon as possible). Tentu saja hal
ini disesuaikan dengan kondisi pasien. Sangat jarang pasien stroke yang
diobati dan pulang tanpa adanya komplikasi baik komplikasi pada neurologi,
pengobatan atau psikiatri. Sehingga, harus dipikirkan sesuatu akan terjadi
sebagai komplikasi dari perawatan di RS. Faktor terpenting dalam
manajemen dari pasien stroke akut adalah waspada dari potensial komplikasi
dan siap untuk mengobatinya dengan cepat dan tindakan yang agresif.
Peran fisioterapis sangatlah penting dalam membantu penderita stroke
untuk mencegah kecacatan yang lebih serius . dengan latihan yang diberikan
pada pendertia, aktivitas fungsional pada penderita dapat di lakukakan lagi.
B. Patofisiologi
Stroke non haemoragik, sangat erat hubungannya dengan
atherosclerosis. Kata atherosclerosis digunakan bagi sekelompok kelainan
yang mengakibatkan menebalnya serta mengurangnya kelenturan (elasitis)
dinding pembuluh darah arteri. Terdapat 3 jenis atherosclerosis, yaitu:
1. Atherosclerosis (ditandai oleh pembentukan ateromata (plaque intima)
fokal.
2. Sclerosis Monckeberg (ditandai oleh pengapuran pada tunika media
pembuluh darah arteria).
3. Atherosclerosis dengan ditandai oleh proliferasi fibro – muscular atau
penebalan endotel dinding arteri berukuran kecil dan arterior
Manifestasi Klinis atherosclerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme sebagai berikut :
1. Lumen arteri menyempit dan menyebabkan berkurangnya aliran darah. 
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis atau
perdarahan pada ateroma.
3. Merupakan tempat untuk terjadinya thrombus dan kemudian dapat
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam trombosis serebri, emboli
serebri, dan artheritis sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis. Iskemik
otak adalah kelainan gangguan suplai darah ke otak yang membahayakan
fungsi saraf tanpa memberi perubahan yang menetap. Infark pada otak timbul
karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan
struktur otak yang  ireversible. Gangguan aliran darah otak akan timbul
perbedaan daerah jaringan otak, pada daerah yang mengalami hipoksia akan
timbul edema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar
akan terjadi infark. Derah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik
dimana sel masih hidup tetapi tidak berfungsi. Daerah diluar penumbra akan
timbul edema lokal atau hiperemis berarti sel masih hidup dn berfungsi.
Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila
tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme
(vasokonstriksi).Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh
serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak
tetap konstan. Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50
mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke
otak tetap normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat
ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan
110-120 mmHg untuk tekanan diastolik. Ketika tekanan darah sistemik
meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi
tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat
cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan
hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen
pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena
pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa
untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan
tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat.
Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi
kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler
menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan
perdarahan pada otak.
Gangguan peredaran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk circulus willisi yang terdiri dari arteri karotis
interna dan arteri vertebra basilaris atau semua cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah yang ke jaringan otak terputus 15 sampai 20
menit, akan terjadi kematian jaringan atau infarkTrombosis (penyakit trombo-
oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis
serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah
awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan
kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum
trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna
robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi
sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-
tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat-tempat
khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat
jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi.
Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat
tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan
sempurna.
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam
jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari
penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi
embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit..
tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.
Pembuluh darah yang menuju otak mengeras dan terjadi perubahan
degenerasi dari dinding pembuluh darah. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, berwarna kuning dan menebal oleh karena penumpukan zat lemak.
Selain itu pengendalian zat kapur menyebabkan pembuluh darah mengeras
dari permukaan pembuluh darah bagian dalam yang permukaannya licin
menjadi tidak rata. Penebalan dinding pembuluh darah menyebabkan
penyempitan dan aliran darah menjadi berkurang. Sehingga jaringan otak
kekurangan kebutuhan oksigen (O2) dan zat-zat lainnya, yang akhirnya
jaringan otak menjadi mati atau rusak.
b. Emboli Serebri
Emboli Serebri ialah penyumbatan pembuluh darah oleh sepotong kecil
bekuan darah, tumor, lemak, udara atau substansi lainnya. Emboli biasanya
berhubungan dengan penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah. Emboli
dapat menyumbat pembuluh darah otak secara total atau partial. Daerah
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah ini akan mengalami infark
atau thrombosis. Suatu thrombosis yang melekat di permukaan dalam
pembuluh darah atau jantung terlepas dan kemudian masuk ke dalam
perdarahan darah otak yang menimbulkan gejala-gejala stroke yang timbul
secara mendadak.
Tanda dan gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung dari
topis dan derajat beratnya lesi. Akan tetapi tanda dan gejala yang dijumpai
pada penderita post stroke secara umum yaitu :
1. Gangguan Motorik
Gangguan motorik yang terjadi yaitu :
a. Tonus abnormal, baik hipotonus maupun hipertonus.
b. Penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan gerak volunteer.
d. Gangguan keseimbangan.
e. Gangguan koordinasi.
2. Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik yang ditimbulkan adalah :
a. Gangguan propioceptif
b. Gangguan kinestetik.
c. Gangguan diskriminatif.
Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat
dibagi menjadi tiga fase, yaitu :
1. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0-3/12
jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang
terbentuk.
2. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam-14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya
komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan
usaha preventif sekunder.
3. Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari-kurang dari 180 hari
pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit
serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder
serta usaha yang fokus pada neuro restorasi/rehabilitasi dan usaha
menghindari komplikasi.
Pasien yang telah menderita stroke beresiko mengalami komplikasi lanjut
yang terjadi akibat immobilisasi, serta masalah-masalah yang berhubungan
dengan kondisi medis umumnya. Komplikasi yang ditimbulkan :
1. Pneumonia
Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-
paru/pneumonia. Itu dibuktikan pada penelitian yang telah menemukan
bahwa dari 58% kematian pasien stroke penyebab utamanya adalah radang
paru-paru.
2. Subluksasi sendi bahu
Subluksasi sendi bahu yang terjadi akibat adanya gangguan faktor
biomekanik stabilitas sendi bahu karena kelemahan otot rotator cuff
mengakibatkan perlindungan terhadap sendi bahu tidak ada.
3. Trombosis Vena Profunda
Kira–kira 30 %-50 % pasien stroke menderita trombosis vena profunda
pada deep vein trombosis (DVT) pada tungkai. Resiko terjadinya emboli
paru dengan DVT kurang lebih 10 % pada pasien stroke. Hal ini
disebabkan thrombus dari pembuluh darah balik terlepas membentuk
emboli, bersama darah menuju keparu-paru sehingga terjadilah emboli
paru.
4. Sindroma Bahu
Sindroma bahu (Shoulder Hand Syndrome) merupakan suatu bentuk
komplikasi pasca stroke yang telah dikenal secara baik walaupun kondisi
ini jarang ditemui pada pasien pasca stroke. Gejala ini ditandai dengan
adanya nyeri pada gerak aktif dan pasif pada bahu yang terkena, diikuti
nyeri pada gerakan ekstensi pergelangan tangan dan bengkak pada
pergelangan tangan dan tangan.
5. Spastisitas
Spastisitas terjadi karena pengaruh hambatan cortical dimana terjadi
peningkatan tonus lebih tinggi dari normal karena terputusnya aktifitas
stretch reflek karena hilangnya kontra supra spinal (sistem
ekstrapiramidalis).
6. Dekubitus
Dekubitus terjadi karena gangguan sensoris sehingga tidak merasakan
adanya tekanan pada daerah yang menonjol pada tubuh yang kontak
langsung dengan bed dalam waktu lama, pembuluh darah tertekan, dan
terjadilah nekrosis pada daerah yang tertekan.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi kondisi Stroke non
hemoragik fase akut.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi
Stroke non hemoragik fase akut terhadap peningkatan kekuatan otot.
b. Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi
Stroke non hemoragik fase akut terhadap peningkatan kemampuan
aktivitas fungsional.
D. Manfaat
1. Manfaat Ilmiah
a. Menambah pengetahuan dan menambah wawasan dalam melaksanakan
proses fisioterapi pada kondisi Stroke non hemoragik fase akut.
b. Untuk mendapatkan metode yang tepat dan bermanfaat dalam
melakukan penanganan pada kondisi Stroke non hemoragik fase akut.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan bagi fisioterapis di Rumah Sakit atau lahan
praktek dalam penanganan kasus Stroke non hemoragik fase akut.

Anda mungkin juga menyukai