Anda di halaman 1dari 32

1

PROPOSAL DISERTASI
Armada Pustaka Mandar Membangun Budaya Literasi
Di Kabupaten Polewali Mandar : Perspektif Pendidikan Islam

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Doktor dalam Bidang Pendidikan dan Keguruan
pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh :
Muhammad Qasim
NIM : 80100316033

Promotor :
Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M.A.

Kopromotor:
Dr. H. Arifuddin Siraj, M.Pd.
Dr. Muhammad Yaumi, M.Hum.,M.A.

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2019
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah bangsa merdeka dengan sumber daya alam melimpah, seperti

Indonesia idealnya menjadi sebuah negara maju. Sumber daya alam Indonesia

memiliki potensi ragam bahasa dan budaya yang merupakan modal dalam

membangun bangsa. Selain hal tersebut, seratus tahun pasca kemerdekaan,

tepatnya tahun 2045 bangsa Indonesia akan memasuki sebuah era yang

disebut dengan Era Indonesia Emas. Deskripsi dari era tersebut adalah jumlah
warga produktif lebih banyak dibanding nonproduktif dengan sumber daya

alam terkelola dengan baik.

Realisasi dari pencapaian ini, tentunya sangat membutuhkan

komitmen dan perhatian semua pihak. Bukan hanya menambatkan harapan

pada perhatian pemerintah namun, semua unsur warga negara memiliki hak

dan kewajiban yang sama dalam membangun Indonesia. Mempertegas

keterlibatan tiap warga negara, lembaran regulasi telah memberi ruang

konstitusional melalui Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat 2 yakni hak

untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif

untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Jika sejak dini, semua

unsur masyarakat bahu membahu dalam membangun bangsa ini, maka

dampaknya bukan hanya pada majunya sumber daya manusia, namun akan

lebih meningkatkan martabat Indonesia pada kancah internasional.

Rentang waktu sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945

dengan gelar zamrud khatulistiwa ternyata belum dapat menjamin Indonesia

untuk memiliki sumber daya manusia yang memadai. Penyebab hal tersebut
3

diantaranya adalah tidak tersedianya sumber daya manusia yang mencukupi

dalam mengelola sumber daya alam tersebut.

Globalisasi menimbulkan bahaya dan harapan. Proses globalisasi yang


meliputi semua aspek kehidupan modern (ekonomi, politik dan kultural)
tercermin dalam kehidupan sosial. Cara orang memahami dunia, dunia lokal
mereka sendiri dan dunia keseluruhan, mengalami perubahan sangat besar.
Berbagai citra baru tentang dunia muncul. Sebagian berada di tingkat
pemikiran berdasarkan akal sehat (common sense) dan sebagian lagi sudah
diungkap dalam bentuk ideologi khusus seperti globalisme atau anti
globalisme.1
Berbagai hasil survey berikut akan menjadi tantangan warga Indonesia

dalam membangun sumber daya manusia melalui bingkai pendidikan.Hasil

survei sejak tahun 2003 sampai dengan


1 tahun 2014 yang dilakukan oleh seorang

pemerhati literasi, John W Miller dari Central Connecticut State University di New
Britain, dalam hal budaya literasi Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara

yang disurvei. Posisi Indonesia masih berada di atas satu tingkat dari sebuah negara

di benua Afrika bagian Selatan, Bostwana. Data yang disajikan oleh Statistik

UNESCO yang dilansir tahun 2012 menyebutkan, indeks minat baca di Indonesia

baru mencapai 0,001. Artinya setiap 1000 penduduk, hanya satu orang yang

memiliki minat membaca.

Berbagai langkah konkret harus segera dilakukan sebagai upaya

pencerdasan dan memberikan motivasi kepada masyarakat Indonesia untuk

meningkatkan gemar membaca dan terbuka kemungkinan, masyarakat memiliki

keingingan untuk membaca, namun akamodasi yang mengarahkan kepada hal

tersebut, masih perlu dibenahi. Hadirnya bookstore, perpustakaan keliling,

perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah, perpustakaan masjid, bahkan

membangun titik baca atau hadir pada diskusi di kafe paling tidak dapat

1
Piötr Sztompka, The Sociology of Social Change Terj. Alamandan, Sosiologi Perubahan
Sosial (Cet.V; Prenada: Jakarta, 2010), h. 112-113
4

memberikan stimulus dalam mendekatkan media baca tulis sebagai sebuah gaya

hidup kepada masyarakat layaknya di negara maju.

Pelesterian ilmu pengetahuan dapat dilakukan melalui budaya literasi (baca-

tulis) dan orality (budaya lisan). Tersingkapnya teori gravitasi oleh Newton adalah

hasil bacaannya terhadap buah apel yang jatuh. Terdeteksinya pola penyebaran

Islam di Indonesia, adalah hasil bacaan terhadap berbagai sumber pengetahuan,

naskah kuno, atau manuskrip perjalanan para pengelana masa lalu. Peradaban Islam

mencapai era Golden-Age pada abad ke-12 tidak terlepas pula dari kegiatan baca

tulis yang menjadi aktifitas masyarakat di Baghdad pada masa itu dan kecintaan

khalifah terhadap ilmu pengetahuan.


Isyarat kuat, tentang dampak budaya literasi dalam membangunan sumber

daya manusia, Prof Kong Yuangzhi memaparkannya dalam pengantar buku, Cheng

Ho Muslim Tionghoa, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara keberhasilan

laksamana Cheng-Ho melakukan perjalanan muhibah selama 28 tahun memimpin

208 kapal dengan jumlah armada 28.000 adalah implementasi dari beragam

limpahan referensi yang selalu ia baca “Dalam setiap pelayaraannya, Cheng Ho pun

melakukan strategi Muhammad saw. manajemen Tao Zhugong, manajemen

confusiusme, dan manajemen Lau Tze yang luar biasa sempurna, yang telah

diterapkan 600 tahun lalu”.2

Selain, bertambahnya wawasan, manfaat positif dari budaya literasi adalah

peningkatan kemampuan merangkai kata, kemampuan analisis, menajamkan alur

fikir, mengembangkan kepribadian, memupuk sikap empati bahkan membaca

merupakan beberapa identitas kesyukuran terhadap potensi nalar yang hanya

dianugerahkan Tuhan pada mahluk yang bernama manusia. Seorang penulis dan

penyair Inggris, John Milton yang hidup pada abad ke-16 menyatakan “Barang

siapa membunuh seseorang, ia sesungguhnya membunuh citra Tuhan, dan

2
Kong Yuangzhi, Muslim Tiongho Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara
(Cet.V; Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2013), h .xiv.
5

barangsiapa yang memusnahkan buku, ia sesungguhnya menghancurkan nalar

pemberian Tuhan justru di depan matanya sendiri”.3

Pendapat penulis Inggris ini, merupakan peringatan terhadap sikap

desktruktif yang ada dalam diri setiap manusia, dengan menyetarakan derajat

pemusnahan buku sama dengan membunuh manusia. Hal tersebut bukan hanya

menjadi kata bijak yang mengalir dari lisan seorang John Milton, namun sejarah

kelam budaya literasi yang merupakan muara ilmu pengetahuan telah sering terjadi,

tidak terkecuali dalam peradaban Islam. Setelah Hulagu Khan dan pasukannya

meratakan perpustakaan di Kota Baghdad, aksi biadab terhadap khazanah ilmu


1
pengetahuan kembali terjadi.
…diantara pembakaran buku-buku, yang paling fenomenal adalah
pembakaran buku-buku yang ada di perpustakaan Maktabah Arabiyyah di
Mekah al-Mukarramah. Perpustakaan ini termasuk perpustakaan yang
paling berharga dan paling bernilai historis. Bagaimana tidak, sedikitnya
ada 60.000 buku langka dan sekitar 40.000 masih berupa manuskrip yang
sebagiannya adalah hasil dikte dari baginda Nabi SAW kepada para
sahabatnya, sebagian lagi dari Khulafaurrasyidin yang empat, dan para
sahabat Nabi lainnya. Di antara buku-buku manuskrip itu, banyak yang
masih berupa kulit kijang, tulang-belulang, pelepah pohon, dan lempengan
tanah.4

Jika kembali memutar jarum sejarah, 1600 tahun sebelum dikenalnya istilah

literasi di benua Eropa atau gerakan bebas buta aksara/ gerakan gemar membaca di
Indonesia, dalam sejarah Islam terdapat bingkai historis yang berhasil

mengabadikan kejadian monumental dan menjadi titik awal lahirnya budaya baca-

tulis pada konteks masa kini dikenal dengan budaya literasi. Momentum bersejarah
tersebut, terjadi ketika Allah swt. menurunkan wahyu pertama kepada Muhammad

saw. melalui malaikat Jibril a.s.. Wahyu ini adalah penetapan atau penobatan

3
Alwy Rachman, Insting-insting Kematian, Esai Tanpa Pagar 100 Pilihan Literasi Koran
Tempo Makassar 2013 (Cet. I; Makassar: Nala Cipta Lentera, Juni 2014), h. 43.
4
Sulhan Yusuf, Para Pembakar Buku, Telinga Palsu 100 Literasi Pilihan Koran Tempo
Makassat (Cet.I; Makassar: Nala Cipta Liter, 2016), h. 232-234.
6

Muhammad saw. Sebagai Rasulullah Khatimul Anbiya’ (Nabi terakhir atau

penutup para Nabi).5 Sebagaimana dalam firman Allah swt. QS al-‘Alaq/ 96: 1 :

ۡ ۡ١َۡۡ‫كۡٱلَّذيۡ َخلَق‬
َۡ ‫ٱقۡ َرأۡۡبۡٱسۡمۡۡ َرب‬
Terjemah

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”6

Perintah bacalah mengandung banyak hikmah, sehingga kata tersebut

menjadi wahyu pertama yang difirmankan oleh Allah swt. kepada nabi Muhammad

saw. yang sama sekali belum mengenal baca tulis. Arab pra-Islam telah terkenal

dengan kefasihan tutur lisan dalam merangkai syair. Sehingga tidak mengherankan,
dilaksanakan kompetisi penyair di pasar Ukaz setiap pekan dengan lembaran syair

yang menjadi pemenang akan memperoleh kehormatan untuk digantung di dinding

Ka’bah. Demikian pula dengan kondisi masyarakat Islam pada masa awal. Ahmad

Rifai dalam bukunya Perpustakaan Islam, konsep, sejarah, dan kontribusinya

dalam membangun peradaban Islam masa klasik.


Bahasa lisan merupakan satu-satunya cara bagi bangsa Arab untuk
mengungkapkan ide dan perasaan seninya yang amat tinggi. Hitti bahkan
mengutip sebuah peribahasa Arab yang berbunyi:”kecantikan manusia ialah
kefasihan lidahnya”. Selanjutnya sering dikatakan orang bahwa “kearifan
itu hanya berbentuk tiga corak; akal budi bangsa Prancis, tangan bangsa
Tionghoa, dan lidah bangsa Arab”. Kebanggan bangsa Arab terhadap
kefasihan lidahnya berbentuk syair-syair yang menjadi kebanggannya.
Lebih lanjut Hitti melukiskan tentang kekuatan syair bangsa Arab sebagai
berikut: “Di masa perang, ketangkasan lidah penyair serupa dengan
keberanian bangsanya, sedang di masa damai pidato-pidatonya yang berapi-
api dapat merupakan ancaman terhadap keamanan dan ketertiban umum.
Syair-syairnya dapat menggerakkan khalayak ramai dalam kampanyr
pemilihan-pemilihan umum.7

5
T.H. Thalhas, S.E.dkk, Tafsir Pase, Kajian Surah Al-Fatihah dan Surah-surah Juz Amma,
(Jakarta: Bale Kajian Al-Qur’an Paśe, 2001), h. 247.

Bukhara al-Qur’an Tajwid dan Terjemah dilengkapi dengan Terjemah Kementerian


6

Agama RI, (Bandung; Sygma Examedia Arkanleema: Juni 2010), h. 597.


7
Agus Rifai S.Ag.S.S.S.,M.A., Perpustakan Islam Konsep, Sejarah, dan Konstribusinya
dalam Membangun Peradaban Islam Masa Klasik (Jakarta; Rajawali Pers: 2014), h. 37.
7

Bahwa dikalangan suku Quraisy pada saat Islam lahir hanya terdapat 17

orang yang mempunyai kemampuan menulis, dan diantaranya adalah Umar,

Utsman, Ali, Abu Ubaidah, dan Yazid bin Abu Sufyan. 8 Bapak Sosiologi dan

Ilmuan Muslim, Ibn Khaldun dalam Al-Ibrar berpendapat :


Pada masa ini, orang-orang Arab masih bertahan dengan traidisi lisannya
serta tidak menganggap tradisi tulisan dan dokumentasi tidak baik dari
tradisi lisan, atau sebaliknya. Orang-orang Arab tidak memandang rendah
para pelajar, tetapi mengakui jasa mereka karena Islam dan ilmu
pengetahuan ada hubunganya dengan kepentingan bersama.9
Menyimak korelasi kalimat antara wahyu pertama dengan kondisi sosial

masyarakat Arab pada masa wahyu pertama tersebut diturunkan, memungkinkan

terbuka asumsi orang awam bahwa wahyu tersebut adalah akumulasi kefasihan dan
hasil adaptasi dari budaya Arab pada saat itu. Menghalau pemikiran tersebut, H.M.

Hamid al-Husaini menyatakan :


Hikmah ilahi menghendaki keberadaan Nabi dan Rasul yang tuna aksara,
tidak dapat membaca dan menulis…bukti yang meyakinkan itu sekaligus
juga mematahkan tuduhan dan prasangka buruk yang dihembus-hembuskan
oleh musuh-musuh agama Islam, yang selalu meneriakkan, bahwa al-
Qur’an itu bukan lain hanyalah buatan Muhammad sendiri.10

Demikian ayat yang pertama, di antara lima ayat dalam surat al-‘Alaq yang

pertama difirmankan Allah swt. Kata bacalah )‫ (اقرا‬adalah bentuk fi’il Amr atau

kata kerja perintah yang mudah difahami ketika bersambung dengan objek. Namun

dalam ayat ini tidak tercantum sebuah identitas objek yang hendak dibaca.

Menyikapi hal tersebut M. Quraish Shihab menuturkan :


Kata iqra’ terambil dari kata kerja )‫ (قرا‬yang pada mulanya berarti
“mengimpun”. Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda
mengucapkan rangkaian kata tersebut maka anda telah telah
menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian, realisasi kata
tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek
bacaan, tidak pula diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya

8
Agus Rifai S.Ag.S.S.S.,M.A., Perpustakan Islam Konsep, Sejarah, dan Konstribusinya
dalam Membangun Peradaban Islam Masa Klasik (Jakarta; Rajawali Pers: 2014), h. 36.
9
Dr. H. Sulasman M. Hum & Dadan Rusmana, M.Ag, Filsafat Sosial Budaya di Dunia
Islam (Cet.I; CV. Pustaka Setia: Bandung, 2013), h. 319
10
H.M.H. Al-Hamid al-Husaini, Membangun Peradaban: Sejarah Muhamad saw. Sejak
sebelum diutus menjadi Rasul (Cet.I; Pustaka Hidayah: Bandung, 2000), h. 254.
8

dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut, antara,
menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui
ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya, yang semuanya bermuara pada arti
menghimpun.11

Besarnya perhatian Nabi Muhammad saw. terhadap ilmu membaca, pasca

terjadinya perang Badar, tawanan yang tidak melakukan kejahatan perang, tidak

ada biaya sebagai tebusan namun memiliki kemampuan baca tulis maka Nabi

mewajibkan kepada mereka untuk mengajari sepuluh anak muslim baca tulis.

Merespon tinggi potensi membaca dalam membangun bangsa implementasi

dari wahyu tersebut bukan hanya dijadikan sebagai sumber teoretis saja, namun

secara yuridis formal pemerintah turut menunjukkan keseriusan terhadap ancaman

buta aksara dengan membuat pelbagai program unggulan seperti “Gerakan Literasi
Bangsa (GLB)”. Gerakan Literasi Bangsa (GLB) merupakan penjabaran dari

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang

Penumbuhan Budi Pekerti. Impelementasi peraturan tersebut disambut pula oleh

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan


Gubernur provinsi Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo mencanangkan gerakan
1.000 titik layanan perpustakaan di 24 kabupaten/kota di Sulawesi
Selatan…Syahrul mengatakan perpustakaan dan fasilitasnya sarana efektif
mengukur kualitas SDM sebuah daerah “Kalau perpustakaannya tidak terurus
yakinlah, daerah itu tidak cerdas. Tidak bakalan maju-maju.12

Perhatian masyarakat Indonesia terhadap budaya literasi masih kalah

dibanding dengan keberadaan media visual seperti televisi. Televisi telah merebut

perhatian masyarakat Indonesia jauh diatas keberadaan gerakan gemar membaca

buku. Meskipun realitas menunjukkan, variasi menu yang disiarkan masih jauh

dari harapan untuk masuk katogeri televisi menjadi sebuah media pendidikan.

11
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Pesan, Kesan dan Keserasisan al-Qur’an (Jakarta;
Lentera Hati, 2002), h. 392-393.
12
Sim, Harian Tribun Timur, Tribun Politik, 18 Oktober 2016, h. 8.
9

Konferensi Nasional Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) pada


tanggal 12 Oktober 2016 bertempat di Makassar, menuntut agar konten
siaran televisi segera diperbaiki. Jangan hanya menuntut keuntungan
dengan meninggalkan tujuan utama media sebagai kontrol sosial dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketua Umum ISKI, Yuliadre Darwis
mengatakan konten televisi sekarang ini mengalami kemunduran.
Kebanyakan yang ditayangkan tidak mengedukasi penonton. Bahkan
banyak tayangan yang disiarkan dari televisi nasional diimpor dari luar
negeri.13

Sebuah Penelitian dilakukan untuk memperoleh relevansi antara televisi,

prestasi belajar, kecerdasan dan kemampuan membaca telah dilakuan oleh negara

kapitalis seperti Amerika Serikat sejak tahun 1960-an. Seorang kolumnis

Washington Post ternama, Michael R. Le Guelt, dalam Nurami Sayomukti

menyatakan :
Televisi telah menjadi biang kerok resmi dan tumpuan kesalahan dari beberapa
generasi pendidikan dan orang tua yang mengkhawatirkan pengaruh buruk dari
si kotak “bodoh” pada anak muda yang mudah terpengaruh. Reputasi TV
tenggelam, sepantasnya begitu, semakin rendah dalam tahun-tahun terlahir,
sampai-sampai TV dianggap buruk bagi otak.14

Menyimak hasil penelitian tersebut, menegaskan peluang media visual seperti

televisi yang merupakan juga produk globalisasi, telah mengambil alih peranan

orang tua, guru, buku bahkan menurunkan taraf kecerdasan manusia.

Selain sisi positif globalisai yakni akselerasi informasi dan komunikasi,

terdapat pula sisi yang sangat menghawatirkan yakni goyahnya hal-hal mendasar
dalam kehidupan masyarakat Indonesia seperti tatanan moral, budaya, pendidikan,

bahkan agama. Salah satu krisis paling serius yang dihadapi manusia modern adalah
mereka telah kehilangan apa yang dalam tradisi filsafat disebut sebagai meaning of

purpose of life (makna dan tujuan hidup) yang sejati. Manusia modern telah

membakar tangannya dengan api yang dinyalakannya.15 Kondisi ini semakin parah

sebab tayangan dominan mengarah pada hal-hal yang tidak berkualitas. Tayangan

13
“ISKI Tuntut Konten TV Edukatif”, (Liputan) Fajar Nusantara, 13 Oktober 2016.
14
Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan, Tradisional, (Neo) Liberal, Marsix-Sosialos,
Postmodern, (Cet.I; Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 151.
15
Azhar Arsyad dan Muhammad Sabri, Membangun Tradisi Hikmah Mengasah Inner
Capacity Ikhtiar Merancang Paradigma Keilmuan UIN Alauddin Makassar (Cet.I; Makassar:
Alauddin Press, 2009), h. 5.
10

acara talkshow, berita selebriti, cerita hantu, komedian, gaya hidup, iklan

konsumtif, dan berbagai tayangan lain yang kurang berkualitas. Tayangan sinetron

berbau “ilahi” dan kisah-kisah “setan” membuat masyarakat kita tidak percaya diri

terhadap potensinya.16

Idealnya porsi media mengarahkan stimulus halayak untuk gemar membaca

di atas faktor komersial yang disajikan. Demikian pula dengan internet. Akselerasi

informasi menjadi hal yang tidak dapat terelakkan. Semua konten dapat saksikan

secara langsung dan belum ada aplikasi yang dapat melindungi anak-anak dari

konten-konten dewasa. Selanjutnya setiap anak akan berinteraksi dengan anak

lainnya, keluarga dengan keluarga lainnya dan terjadilah interkoneksi komunikasi


dan informasi dalam konteks yang lebih luas. Jika hal demikian yang terjadi maka

keterlibatan dan kewaspadaan masyarakat harus diperankan secara optimal. Bukan

hanya fokus pada upaya preventif namun menghadirkan sebuah ruang positif yang

dapat mengimbangi bahkan menggeser sebaran informasi yang tidak sehat.

Menyimak info faktual dan perkembangan berbagai bangsa maka dapat

diperoleh sebuah kesimpulan bahwa kemajuan dan perkembangan bangsa-bangsa

tersebut bukan saja karena berhasil mempersembahkan bangunan megah, namun

kegiatan baca tulis telah menjadi budaya.

Indonesia sebagai bangsa yang pernah bertekuk lutut di depan penjajah dan

menghayati hasil penelitian Unesco tentang rendahnya minat baca warga Indonesia

maka tidak ada pilihan kecuali, bangun dan bangkit membela martabat Indonesia

di mata dunia. Tentunya bukan lagi dengan memanggul senjata namun dengan

mengisi kemerdekaan dengan kegiatan positif diantaranya melalui budaya literasi.

Menjawab berbagai tantangan dan hasil survey atas rendahnya minat baca

16
Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan, Tradisional, (Neo) Liberal, Marsix Sosialos,
Postmodern.(Cet. I; Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 283-284.
11

masyarakat Indonesia, direspon baik oleh pihak Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

dengan penyajian jumlah buku yang lahir setiap tahunnya.


12

Jumlah buku baru yang diterbitkan 711 penerbit aktif di tahun 2015
cukup beragam. Ada 80% penerbit menerbitkan buku baru dalam
rentang 10 sampai 50 judul. Sebanyak 17% penerbit menerbitkan judul
baru dalam rentang 50 sampai 200 judul dan terdapat 3% penerbit yang
menerbitkan lebih dari 200 judul buku baru dalam tahun 2015.17

Lebih lanjut upaya mendukung pengamalan mukaddimah Undang-undang

Dasar 1945, tentang tujuan hidup berbangsa dan bernegara yakni mencerdaskan

kehidupan bangsa diperteguh oleh pemerintah dengan mengalokasikan 20% dari

akumulasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahunnya untuk

pendidikan. Pemanfaatan biaya tersebut tentunya, bukan hanya masuk ranah

besarnya jumlah kucuran dan kemana akan di gunakan, namun nilai manfaat yang
bisa di persembahkan oleh warga Indonesia untuk bangsa dari anggaran tersebut.

Hadirnya lembaga pendidikan formal, tetap memerlukan sokongan dengan

memaksimalkan peran lembaga pendidikan non-formal dan in-formal. Hal ini

bukan tanpa alasan. Sebab setelah peserta didik, pra dan pasca mengikuti proses

belajar mengajar di lembaga pendidikan formal, terdapat ruang lowong bisa

menjadi potensi sekaligus ancaman. Ruang lowong tersebut adalah ketika peserta

didik sebelum pergi dan setelah pulang dari sekolah. Potensi adalah jika atmosfir

lingkungan yang mengitari kehidupan peserta didik tersebut sarat dengan nilai-nilai

pendidikan. Sedangkan bentuk ancaman adalah jika masyarakat atau keluarga

sebagai bingkai tempat peserta didik tersebut beraktivitas, tidak mendukung

terbentuknya nilai-nilai pendidikan bahkan bertentangan dengan ilmu dan

pemahaman yang diperolehnya di bangku sekolah.

Kehadiran berbagai media pustaka baik yang bergerak maupun tidak

merupakan respon dari upaya penyesuaian dan penyelarasan dengan kondisi

geografis sebuah wilayah. Jika sebuah wilayah didominasi oleh air, maka media

17
Tim Penyusun, Industri Penerbitan Buku Indonesia: Dalam Data dan Fakta, (Jakarta; IKAPI:
2015), h. 19.
13

pendidikan yang sesuai dengan area tersebut adalah pustaka dalam transportasi air.

Demikian pula jika lokasi dominan perbukitan atau pegunungan bahkan sampai

daerah terpencil. Tersentuhnya atmosfir gerakan gemar membaca ke seluruh area

masyarakat perlahan-lahan akan semakin mendekatkan masyarakat dengan buku

yang bermuara pada terbangunnya budaya literasi.

Fakta faktual lainnya yang relevan dengan tantangan budaya literasi, jika

terdapat individu atau kelompok mengadakan penelitian budaya Indonesia,

khususnya budaya Mandar pada masa awal atau sistem pemerintahan yang terjadi

pada masa itu akan merujuk pada dua sumber yang sangat terbatas. Sumber pertama

adalah lisan (orality), kedua aksara lontara atau peninggalan yang masih tersisa.
Sampel dokumentasi dan buku yang membahas tentang satu sisi kehidupan

yang paling dekat dengan masyarakat Polewali Mandar seperti tradisi maritim,

hanya beberapa lembar saja yang masih dapat disaksikan pada saat ini, selain

sumber hasil fotografer TropenMuseum atau KITLV Belanda. Menemukan bentuk

asli dari berbagai perahu kuno khas Mandar akan dapat dapat dilihat langsung

diluar dari wilayah Sulawesi Barat. Perahu pakur dan Jomon ada di Jepang, perahu

jenis padewakang ada di Museum Nasional Indonesia, Perahu Lambo, Kapten Laut

di Museum Angkatan Laut Surabaya. Jika ditelusuri sumber tulisan yang mengulas

tentang perahu-perau tersebut sangat langka, bahkan fisik dari perahu tersebut sulit

ditemukan di tanah kelairannya.

Hal ini disebabkan selain minimnya informasi tertulis, dokumen atau

peneliti yang mengkaji tentang hal tersebut. Selain itu terdapat faktor yang tidak

kalah pentingnya adalah mayoritas desain struktur perahu-perahu tersebut mukim

dalam ingatan sang pembuat perahu. Sehingga ketika “mpu perahu” pindah

domisili, berganti profesi bahkan mangkat, maka ilmunya pun akan hilang pula

(orality). Buku yang beredar di toko buku atau perpustakaan yang mengupas

tentang budaya mandar, masih dapat dihitung jari.


14

Sampai kapan hal tersebut akan terjadi. Jika warga negara asing saja

mengarahkan seluruh potensi dirinya untuk membaca dan menulis tentang budaya

Indonesia, maka warga pribumi tentunya lebih memilih peluang luas untuk menulis

lebih luas. Selain ditopang oleh kematangan perjalanan waktu dan pengalaman

langsung, media bahasa tentunya membuat masyarakat lokal memiliki kemudahan

komunikasi dan akselerasi informasi jauh lebih maju beberapa langkah

dibandingkan dengan yang lain, dan semuanya diawali dari budaya literasi.

Lantas bagaimana dengan sudut lain seperti pendidikan, sosial, dan budaya.

Terdapat dampak mengkhawatirkan dari tidak terbangunnya budaya baca tulis

warga Indonesia sejak dini. Diantaranya adalah isu usia 100 tahun Indonesia
merdeka tepatnya pada tahun 2045 sebagai tolok ukur kematangan negara. 2045

merupakan tantangan sekaligus peluang besar bagi warga Indonesia untuk

menganulir statusnya sebagai negara dengan indeks membaca yang sangat rendah.

Terdapat hal yang tidak kalah juga pentingnya adalah punahnya berbagai

identitas Indonesia seperti bahasa suku yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan

sinyal bagi budaya lain mendominasi budaya Indonesia dan kalau hal ini terjadi,

sangat membuka kemungkinan warga Indonesia akan dirujuk pada kondisi krisis

kultural yang berujung pada punahnya falsafah hidup dan karakter bangsa. Sebelum

kejadian ini, merupakan tungkai keniscayaan jika Indonesia berharap kepada

warganya untuk tetap melestarikan nilai-nilai budaya yang telah diwarisi dari

generasi ke generasi.
Suatu masyarakat menghadapi krisis apabila eksistensinya terancaman oleh
karena proses disintegrasi mengganggu sistem berfungsinya. Disini
masyarakat itu menghadapi masalah untuk “survival” atau menjadi “to be
or not to be”, maka kalau masyarakat tidak mampu mengatasinya akan
terancam dengan kepunahan.18

18
Sartono Kartodirdjo, Kebudayaan Pembangunan dalam Persfektif Sejarah (Cet.3;
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), h. 45.
15

Upaya pencegahan krisis tersebut, penting mendesain sebuah langkah

strategis dan kegiatan kosntruktif peningkatan sumber daya manusia yang

berdampak pada kokohnya postur bangsa (nation buliding) tentunya dengan

menghadirkan kembali paras Indonesia melalui budaya literasi. Sebagai langkah

awal, paling tidak melakukan hal inovatif dan inspiratif seperti mememadukan

nilai-nilai tradisional dengan konteks yang ada sekarang, seperti mainstream

termaktub pada judul disertasi ini yakni Armada Pustaka Mandar dan budaya

literasi.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Menghindari cakupan pembahasan yang melebar dan jauh dari substansi


penelitian maka perlu dibuat komposisi fokus dan deskripsi fokus penelitian. Hal

ini juga di maksudkan untuk membangun keselarasan informasi, persepsi dan

interpretasi dari kalangan pembaca terhadap maksud dan tujuan penelitian ini

dilaksanakan.

Fokus penelitian dan deskripsi fokus penelitian adalah term Armada

Pustaka Mandar membangun budaya literasi. Hal ini dimaksudkan sebab budaya

literasi merupakan hal paling dasar dalam memperoleh informasi dan pengetahuan.

Penetapan fokus penelitian ini sebagai respon atas kondisi sosial masyarkat

Indonesia seperti punahnya beberapa bahasa suku, menginggalnya beberapa

informan yang memahami budaya Indonesia serta masih rendahnya minat baca

warga Indonesia dan keinginan untuk memamparkan secara deskriptif upaya masif

para pemuda di Kabupaten Polewali Mandar dalam membangun sumber daya

manusia dengan menghadirkan Armada Pustaka Mandar. Untuk lebih jelasnya

dapat diperhatikan pada tabel berikut :

Fokus Penelitian Deskripsi Fokus

Armada Pustaka Mandar Armada merupakan alat transportasi dari satu

tempat ke tempat lain baik yang


16

menggunakan tenaga manusia maupun yang

menggunakan mesin. Pada poin ini akan

mendeskripsikan evolusi-fungsional ragam

alat transportasi dalam membangun budaya

literasi, dengan aspek uraian utam sebagai

berikut :

1. Jenis alat transportasi dan tata kelola

Armada Pustaka Mandar;

2. Pola Armada Pustaka Mandar

membangun budaya literasi;

3. Kontribusi Armada Pustaka Mandar

membangun budaya literasi

perspektif pengelola, pemerintah,

maupun masyarakat.

Budaya Literasi Memaparkan riwayat lahirnya budaya

literasi di Eropa, termasuk uraian teoretis

tentang tantangan dan peluang budaya

literasi dengan aspek deskripsi sebagai

berikut :

1. Teoretik budaya literasi (defenisi

budaya literasi, kajian historis,


pedagogik, dan kultur);

2. Peluang dan tantangan budaya

literasi dalam membangun bangsa.

Pendidikan Islam Armada Pustaka Mandar dalam membangun

budaya literasi akan dikaji melalui perspektif

pendidikan Islam melalui :


17

1. Lembaga, Armada Pustaka Mandar

korelasinya dengan lembaga

pendidikan Islam yang telah

berkonstribusi pada peradaban dunia.

Menguraikan teori dan implementasi

pendidikan Islam;

2. Konten, dalam hal ini mengkaji

budaya literasi melalui kandungan

al-Qur’an dan Hadis

3. Tokoh, mendeskripsikan tokoh-

tokoh Islam yang memberikan

kontribusi besar terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan

C. Rumusan Masalah

Menyimak urgensi budaya literasi bagi warga Indonesia dan hadirnya

berbagai media modern yang menjadi kompetitor budaya literasi, maka perlu

dibangun sebuah gagasan ilmiah dan solusi kreatif bagaimana merubah fakta

tersebut menjadi sebuah peluang. Dalam kondisi formal, pemerintah telah

melakukan berbagai upaya dalam membangun minat baca warga Indonesia. Namun

fakta di lapangan, hal tersebut dipandang belum maksimal pelaksanaannya sebab

masih terkesan formal, sehingga masyarakat yang tidak sempat mengenyam


pendidikan akan memiliki rasa sungkam walau sekedar datang atau menyentuh

buku. Disinilah kehadiran budaya didesain sebuah wadah yang lebih mendekatkan

masyarakat dengan buku.

Inovasi ini tidak mesti disandarkan pada pemerintah namun dapat pula

dilakukan oleh setiap warga negara, baik individu, komunitas untuk membangun

budaya baca seperti inisisasi yang telah dilakukan oleh para pemuda di Polewali
18

Mandar. Butuh daya dorong yang kuat untuk merealisasikan kegiatan yang secara

umum intens dilakukan oleh lembaga pemerintah, tiba-tiba tampil

mempersembahkan sebuah langkah prestisius yakni “Armada Pustaka Mandar”.

Hal tersebut merupakan beberapa poin yang membuat tema ini sangat

menarik untuk dikaji secara ilmiah dalam bentuk disertasi. Dalam rangka

mensinergikan pemahaman pembaca dengan konten pembahasan serta

menghindari pembahasan di luar judul, berikut dipaparkan 5 (lima) bulir rumusan

masalah :

1. Bagaimana pola pengembangan budaya literasi yang terjadi di kabupaten

Polewali Mandar ?
2. Bagaimana sistem operasional Armada Pustaka Mandar dalam membangun

budaya literasi di kabupaten Polewali Mandar ?

3. Bagaimana minat baca masyarakat yang terbangun melalui Armada Pustaka

Mandar ?

4. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dan pemerintah Polewali Mandar

dalam membangun budaya literasi melalui Armada Pustaka Mandar ?

5. Bagimana upaya Armada Pustaka Mandar dalam membangun budaya

literasi di kabupaten Polewali Mandar ?

D. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian ini lahir dari ragam rujukan yang memiliki relevansi dengan tema

pembahasan yang telah dikaji oleh para peneliti terdahulu dan membahasa budaya

dan literasi. Referensi dalam disertasi ini diperoleh dari disertasi, jurnal nasional/

internasional, proseding dan hasil penelitian. Hal ini menjadi kesatuan dan menjadi

pola dalam membangun kerangka dan batang tubuh pembahasan pada bab-bab

selanjutnya.

Referensi tentang pendidikan, khususnya pendidikan Islam jadikan

referensi mengingat latar belakang program studi penulis adalah pendidikan Islam.
19

Pendidikan dalam segala bentuknya, merupakan modal tunggal dalam mengangkat

derajat bangsa Indonesia pada dunia Internasional. Jika berbicara tentang orientasi

berangkat dari negara berkembang menjadi negara maju, masih terlalu dini untuk

dijadikkan sebuah cita-cita jika pendidikan dan kemampuan literasi warga

Indonesia belum menjadi perhatian serius. Meskipun tanah, air dan udara Indonesia

sarat dengan potensi sumber daya alam sangat melimpah bahkan jarang dimiliki

oleh negara lain, namun jika sumber daya manusianya masih terbatas maka hal ini

bukanlah sesuatu yang patut untuk selalu dibanggakan.

Referensi tentang pendidikan, khususnya pendidikan Islam selanjutnya

terjadinya arus historis dan fakta yang kuat tentang keterlibatan Islam dalam
membangun budaya literasi. Orientasi referensi yang kedua adalah rujukan yang

membahas tentang budaya sebab dalam budaya, merupakan hal yang sangat dekat

dengan masyarakat setelah sistem kepercayaan. Tentunya untuk membangun

atmosfir literasi, budaya merupakan sebuah medium yang sangat tepat, sebab

budaya ada pada setiap sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Sampai menyusun

disertasi tentang Armada Pustaka Mandar membangun budaya literasi di kabupaten

Polewali Mandar, merujuk pada berbagai rujukan yang diperoleh melalui studi

pustaka.

Disertasi, Usman, Impelementasi Pendidikan Islam dalam Keluarga (Studi

pada Sepuluh Keluarga Nelayan di Desa Bonto Manai Kecamatan Labakkang


Kabupaten Pangkep) Hasil Penelitiannya menyebutkan pendidikan dalam keluarga

memiliki peran siginifikan dalam melakukan perubahan sosial. Hal ini disebabkan,

dalam keluarga titik awal bangunan literasi seorang anak.

Keluarga adalah miniatur sebuah bangsa. Jika seluruh keluarga Indonesia

berperan serta dalam mendidik anak, maka dimasa datang Indonesia akan menjadi

negara maju. Pendidikan dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Pendidikan Islam.
20

Selain menjadikan pendidikan Islam sebagai pondasi awal, Pendidikan Islam juga

merupakan tulang, dinding, dan kompleksitas bangunan jatidiri. Namun terdapat

pusaran kelam yang tidak mudah untuk ditepis, yakni orang tua menjadikan sekolah

sebagai jawaban tunggal dalam mendidik anak.


Sebenarnya yang mengajari anak ialah orang tuanya sendiri. Sayangnya, karena
keterbatasan orang tua terpaksa mengirimkan anaknya ke sekolah. Orang tua
menyerahkan pengajaran bagi anaknya ke sekolah karena tiga hal utama.
Pertama, orang tua tua tidak mampu menyelenggarakan pendidikan di rumah,
pengetahuan yang harus diajarkan itu tidak di kuasai oleh orang tua. Kedua,
orang tua tidak memiliki cukup waktu untuk menyelenggarakannya. Ketiga
menyelenggarakan Pendidikan di rumah (terutama pengajaran) sangat mahal.
Karena tiga alasan inilah maka orang tua mendelegasikan pengajaran anaknya
ke sekolah.19

Pada wilayah pekotaan lembaga pendidikan sangat mudah ditemukan. Hal

ini disebabkan kota adalah titik episentrum dari hiruk pikuk aktifitas manusia

dengan segala fasilitas yang kompleks di berbagai wilayah. Tentunya, hal ini jarang

ditemukan pada lingkungan pedesaan atau perkampungan nelayan. Sehingga

merupakan sesuatu yang wajar, jika sebagian besar warga pedesaan maupun

perkampungan nelayan akan pergi ke kota selain untuk memperbaiki taraf

kehidupan, ada juga untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.Hasil

penelitian Usman mengulas, terdapat sisi keterbatasan orang tua dalam mendidik

anaknya, baik dari segi pendidikan maupun kesempatan. Hasil penelitian pada

halaman lain mengungkapkan bahwa lingkungan Desa Bonto Manai kurang

mendukung dalam hal Pendidikan anak sehingga jika dilihat dari estimasi waktu
antara lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, maka lingkungan di luar

sekolah memiliki peluang sangat luas dalam membangun budaya literasi.

Terdapatnya waktu luang antara waktu pulang sekolah sampai tiba waktu

malam merupakan sisi yang mengandung peluang sekaligus tantangan. Di selah

19
Usman Alwi, “Implementasi Pendidikan Islam dalam Keluarga (Studi pada Sepuluh Keluarga
Nelayam di Desa Bonto Manai Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep)”, Disertasi (Makassar;
Pascasarjana UIN Alauddin 2016,), h. 234.
21

waktu inilah penting hadir sebuah media yang diharapkan dapat memberikan

kontribusi positif bagi tumbuh kembangnya anak di kemudian hari. Diantara media

tersebut adalah mendekatkan anak dengan media baca. Hasil penelitian tersebut

merupakan refresentasi yang mendeskripsikan keberedaan lingkungan dalam

mendidik anak.

M. Yusuf T, dalam hasil penelitiannya, Pengaruh Strategi Pembelajaran

Dengan Webquest Dan Efikasi Diri Terhadap Peningkatan Literasi Pengetahuan,

Tulisan ini dimuat pada Jurnal Teknologi Pendidikan Tahun 2015. M. Yusuf T

meneliti tentang strategi belajar, literasi pengetahuan, dan webquest. Tulisan ini

akan mengungkap kemampuan peserta didik dengan menjadikan mahasiswa


sebagai sumber informasi. Dalam proses belajar mengajar terjadi berbagai hal

berkaitan dengan capaian komepetensi mahasiswa pada perguruan tinggi. Informasi

yang lain dapat pula diperoleh, mahasiswa di perguran tinggi mengalami kendala

dalam mengolah data dan informasi yang diperoleh menjadi pengetahuan baru.

Perbedaan yang akan diangkat adalah mengungkap jika mahasiswa sebagai

derajat tertinggi dari berbagai istilah yang sederajat dengan peserta didik,

mengalami kendala dalam menuangkan pengetahuan mereka ke dalam bentuk

narasi tertulis, maka boleh jadi hal ini tidak muncul begitu saja, mengingat untuk

membangun sebuah potensi internal seperti motivasi keingintahuan mahasiswa

terhadap pelbagai masalah dan mengolahnya kedalam bentuk teks maupun non
teks, sejatinya sejak dini dilakukan.

Ekspektasi mengenai hasil penelitian ini, kelak generasi yang menjadi objek

pengguna Aramada Pustaka Mandar, telah memiliki pondasi dan ikatan moril

dengan budaya literasi yang sejatinya memang harus dibangun dari awal. Bukan

hanya dibangun, namun perlu ada untaian rantai edukatif menjadikan kebiasaan

membaca dan menulis sebagai budaya. Jika ini terjadi secara masif di seluruh
22

wilayah Indonesia, maka sebuah keniscayaan, kelak bangsa Indonesia memiliki

masyarakat yang berkualitas bukan hanya dari sumber daya alam namun unggul

dari sumber daya manusianya.

M. Yusuf T, juga mengungkapkan bahwa kedalam tulisan seseorang sangat

dipengaruhi oleh ke dalaman informasi dan data yang telah diperoleh dari bahan

pustaka atau hasil bacaan dan diolahnya menjadi sebuah pengetuhan baru yang

berguna untuk masyarakat. Literasi bukan lagi sebatas kemampuan membaca dan

menulis namun jauh lebih luas dari itu. Pemaknaan literasi telah jauh lebih

berkembang menjadi kemampuan memperoleh dan mengolah informasi menjadi

pengetahuan baru.
Literasi pengetahuan adalah suatu bentuk kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang setelah memperoleh data atau informasi dan mengolahnya
menjadi pengetahuan baru dieskperiskan baik secara verbal maupun tertulis.
Dengan kata lain, pengetahuan baru adalah perspektif individu atas
serangkaian input yang dia terima baik berupa teks maupun non-teks.20

Hasil Penelitian Siti Maryam, Kemampuan teknologi Informasi SDM

Perpustkaan di Lingkungan UIN Jakarta. Tulisan ini dimuat pada al-Maktabah

Jurnal Ilmu Komunikasi dan Informasi Perpustakaan Tahun 2010. Tulisan ini

mengulas tentang korelasi antara ketersediaan sumber daya manusia dengan

tumbuh kembangnya perpustaakaan yang lebih maju dengan basis teknologi.

Penerapan teknologi informasi di perpustakaan saat ini telah menjadi suatu

keniscayaan, dan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan berbagai layanan

perpustakaan dapat diakses secara maksimal oleh seluruh pengguna perpustakaan

itu sendiri. Melalui penerapan teknologi informasi semua aktivitas di perpustakaan

dapat berjalan dengan lebih cepat, akurat dan efesien.21 Sitti Maryam menemukan

bahwa SDM perpustakaan di lingkungan Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif

M. Yusuf. T, “Pengaruh Strategi PEmbelajaran dengan Webquest dan Efikasi Diri terhadap
20

Peningkatan Literasi Pengetahuan, Jurnal Teknologi Pendidikan 17, no.1 (April 2015): h. 16.
21
Siti Maryam, “Kemampuan Teknologi Informasi SDM Perpustakaan di lingkungan UIN
Jakarta, al-Maktabah, Jurnal Ilmu Komunikasi dan Informasi Perpustakaan 10, Nomor 01 (Juli 2010): h.
31.
23

Hidayatullah Jakarta, baik yang bekerja di perpustakaaan utama maupun di

perpustakaan-perpustakaan saat ini telah memiliki kemampuan teknologi informasi

(TI) yang cukup memadai.22 Masih dalam tulisan yang sama, bedasarkan Sitti

Maryam memaparkan :
Teknologi bukanlah jawaban untuk semua masalah yang kita hadapi, ia
hanya merupakan alat yang dapat membantu perpustakaan mencapai
tujuannya, paling tidak dengan teknologi kinerja perpustakaan diharapkan
akan lebih baik, lebih menarik perhatian, dan pengguna (pemustaka) selalu
berharap yang lebih dari yang disediakan perpustakaan. TI merupakan
instrument master bagi perpustakaan dalam rangka penyebaran sumber
pengetahuan.23

Demikian yang terjadi pada, Pengelolaan Armada Pustaka Mandar dalam

membangun budaya literasi di Kabupaten Polewali Mandar. Ketersediaan


perangkat teknologi yang canggih sebagai satu-satunya syarat dalam membangun

budaya literasi. Hal ini menjadi menarik untuk diulas mengingat pengoperasian dari

Armada Pustaka Mandar dalam membangun budaya literasi berangkat dari media

yang terbatas bahkan sangat tradisional. Meskipun demikian pada berbagai etape

kegiataan lokal sampai nasional Armada Pustaka Mandar tetap mengukuhkan

langkahnya dalam membangun budaya literasi. Bukan hanya itu penggagas perahu

pustaka telah melakukan inspirasi budaya literasi melalui berbagai media termasuk

peliputan dari CNN dan BBC.

Evi Salasiah A, dan Khairil , Strengthening local cuture awareness in

teaching writing; A case study at Muhammadiyah University of Pare-pare. Tulisan

ini dimuat dalam Jurnal English and Literature Journal Tahun 2016. Evi Salasiah

A, dan Khairil mengungkapkan tentang kreatifitas tenaga pendidik dalam

mengembangkan kebiasaan menulis bagi peserta didik. Hal ini tentunya tidak

mudah sebab kedalaman menulis seseorang sangat dipengaruhi oleh luas dan

22
Siti Maryam, “Kemampuan Teknologi Informasi SDM Perpustakaan di lingkungan UIN
Jakarta, h. 41.
23
Siti Maryam, “Kemampuan Teknologi Informasi SDM Perpustakaan di lingkungan UIN
Jakarta, h. 35.
24

dalamnya bacaan seseorang terhadap sebuah tema tulisan. Evi Salasiah A, dan

Khairil menemukan bahwa diantara media yang tepat untuk melahirkan kebiasaan

menulis adalah dengan menggunakan pendekatan titik kesadaran terhadap budaya

lokal atau dalam pembahasan tulisan tersebut dipakai istilah Strengthening local

cuture awareness.
Local culture awareness is still need to be kept in teaching foreign language
by reinforcing local culture knowledge of the students in the process of
learning. In teaching English especially in class of writing, the usage of
local culture knowledge is applied by putting it as variety of writing topic
in their writing class. This activitity helps students a lot in writing as the
topic given has been familiar familiar for them..Reinforcing the usage of
local culture knowledge can be agood way in improving students; writing
skill and reserving their own local culture.24

Menulis merupakan satu paket dengan membaca, sehingga membaca

merupakan upaya untuk menyimpan ragam informasi dan pengetahuan yang kelak
dapat dipanggil melalui ingatan tatakala seorang penulis hendak menulis atau

melakukan penelitian. Rangkaian menulis akan dapat tersusun secara sistematis jika

terdapat media yang dapat memotivasi terhadap implementasi dari hasil bacaannya.

dan budaya literasi adalah jawabannya.

Jonathan E. Oghenekowho dan Ekima A. Frank-Oputu, dalam tulisannnya

Literacy Education and Sustianable Development in Developing Societies dimuat


pada International Journal of Education & Literacy Educatioan. Tulisan ini

mengulas tentang Pendidikan literasi dengan kemajuan sebuah negara. Hal ini
sangat penting diangkat mengingat sebuah bangsa yang maju dapat dilihat

bagaimana masyarakatnya telah mengimplementasikan budaya literasi dalam

kehidupan sehari-hari. Literasi dalam hal ini mencakup kemampuan manusia dalam

memaksimalkan seluruh potensinya. Jika hal ini yang terjadi secara global, maka

24
Evi Salasiah A, dan Khairil , “Strengthening Local Cuture Awareness In Teaching Writing; A
Case Study at Muhammadiyah University of Pare-Pare. English and Literature Journal 03, No. 01 (Juni
2016): h. 94.
25

bukan hanya perkembangan namun dapat mengantar sebuah negara menjadi negara

maju.
Developing literacy education through massive investment in human
capital is the first step in enhancing sustainability literacy. There are two
mindsets on the attainment of the 17-point sustainable development goals.
First, is on decreasing human vulnerability with focus on nine goals.
Second, is on increasing sustainability with focus on eight goals. Literacy
education on the environment, production, preventative actions, personal
income generation and improved human capacity, social justice through
the sustenance of democratic institutional structure among others, will
enhance sustainable development in any knowledge economy. It is
recommended that; sustainability of literacy education should be part of
public policy instruments to promote sustainable development. Second, for
literacy education to drive knowledge economy it must be futures, values,
systems, and strategic thinking respectively to ensure sustainable
development.25

Tahun 2045, menjadi momentum bangsa Indonesia untuk berbenah diri.

Menuju usia satu abad ini perlu diupayakan langkah-langkah strategis dalam
mengantar bangsa Indonesia ini menuju gerbang kemerdekaan sesungguhnya.

Telah merdeka dari penjajahan pada era revolusi fisik dan tentunya merdeka dari

semua atribut keterbelakangan seperti buta aksara latin maupun al-Quran, ekonomi

dan sosial budaya.

Hasil Penelitian, Dalmeri dan Antonius Atosokho Gea, Toward Peace

Loving Attitude Through Education Character. Tulisan ini dimuat pada Jurnal
Nasional “al-Ulum” dengan predikat terakreditasi Dikti. Penelitian ini

mengungkapkan tentang konteks pendidikan secara luas bukan hanya sebatas


pendidikan dalam lingkungan formal namun menjadikan transfer pengetahuan dan

pengalaman tradisi sebagai bekal dalam menghadapi tantangan di masa datang.


The genuine of formal education can be transferring media of knowledge
and civilization. By. Pedagogic practice, learnes are set to understand how
to transfer culture experience into their future lift however, paradoxically,
the real context of knowledge and culture, systematically and institutionally,

25
Jonathan E. Oghenekohwo dan Ekima A. Frank-Oputu, Literacy Education and Sustainable
Development in Developing Societies, International Journal of Education & Literacy Studies, 5 No. 2
(April 2017): h. 130.
26

has been being dilemmatic because is claimed as either politicians or


education bureauctrats.26

Prestasi Indonesia dalam 100 Tahun, harus disiapkan dari sekarang. Belum

cukup jika hanya mengandalkan tongkat dan kayu jadi tanaman sebagai istilah lain

tentang kesuburan bumi Indonesia, namun harus didukung pula dengan

ketersediaan sumber daya manusia. Dan hal ini harus dilakukan mulai dari sekarang

dan tentunya diantara media yang tepat untuk hal tersebut adalah berawal dari hal

yang sangat fundamental yakni budaya literasi.

Hasil Penelitian Arwendira, Konektivisme dalam Persfektif Literasi

Informasi, Hasil peneletian ini terangkum dalam kumpulan karya ilmiah pada
Proseding Konferensi Internasional Islam, Literasi dan budaya lokal tahun 2014.

Hasil penelitiannya mengungkapkan pengelolaan bahan pustaka dan sumber daya


manusia pemustaka bukan lagi sebatas menelusuri bahan informasi dan bahan

pustaka di perpustakaannya, namun harus memanfaatkan media teknologi termasuk

internet.

Hal ini senada dengan hasil penelitian Hasil Penelitian Siti Maryam,

Kemampuan teknologi Informasi SDM Perpustakaan di Lingkungan UIN Jakarta.

yakni menggunakan ketersediaan teknologi sebagai pendukung utama dalam


pengelolaan bahan pustaka. Namun Arwendira pun menemukan sebuah tantangan

dalam penelitiannya Konektivisme dalam Persfektif Literasi Informasi yakni :


Informasi yang tersedia di internet tidak semua dapat diandalkan.
Kebanyakan situs, terutama blog tidak memiliki editorial review. Tidak
seperti penerbitan tradisional (cetak), informasi yang dipasang di web tidak
melalui penyaringan yang ketat, dan tidak diketahui reputasi penulisnya. 27

26
Dalmeri dan Antonius Atosokho Gea, Toward Peace Loving Attitude Through Education
Character, Al-Ulum 15, No.12 (December 2015): h. 484.
27
Arwendira, “Konektivisme dalam Persfektif Literasi Informasi”, Proseding Internasional
Islam. Literasi dan Budaya Lokal, (Cet. I; Makassar: UIN Alauddin Press, 2014), h. 256.
27

Hal ini memang perlu dianalisa dengan kaidah ilmiah. Pencantuman kata

“tidak semua” oleh Arwendira menemukan peluang bahwa literasi informasi

sebagai bagian dari ilmu pendukung pengelolaan bahan pustaka, bahkan terdapat

pula berbagai situs yang memiliki kredibilitas ilmiah yang dapat dipertanggung

jawabkan kontennya. Seperti Situs penyedia informasi jurnal akreditasi

Internasional, Scopus dan Thomson dan berbagai situs penyedia tulisan karya

ilmiah dengan editorialboard dari berbagai disiplin ilmu.

Penggunaan teknologi akan dapat diterapkan jika seluruh perangkat dan

sarannya telah tersedia. Seperti computer, listrik, jaringan internet, dan tentunya

semua ini memerlukan kesiapan anggaran dan sumber daya manusia dalam
pengoperasiannya. Sebaiknya untuk membangun budaya literasi, tentunya

memaksimalkan semua material yang ada dilingkungan sekitar yang bersifat praktis

dan mudah difahami oleh masyarakat. Sembari tetap memberikan muatan

pengenalan terhadap penggunaan teknologi informasi.

Hildawati Almah dalam proseding Internasional Islam, Literasi dan budaya

lokal tahun 2014, mengemukakan tulisan dengan judul Urgensi Literasi Informasi

(Information Literacy) dalam Era Globalisasi, Perpustakaan, Masyarakat dan

Peradaban. Hildawati Almah meyimpulkan :


Pada dasarnya perpustakaan merupakan bagian dari budaya suatu bangsa.
Khsususnya yang berkenaan dengan budaya literasi (keberaksaraan),
budaya baca, budaya tulis, dokumentasi, dan informasi…Perkembangan
perpustakaan dirasakan lambat, tetapi pasti. Perpustakaan sungguh telah
menjadi tempat berbagai penemuan pengetahuan, peristiwa-peristiwa
penentu sejarah, terhimpun dan terabadikan, serta dapat dinikmati oleh
manusia yang sangat banyak. 28

Hasil penelitian Sipilä, Sinikka dalam tulisannya “Strong libraries, strong

societies”. yang dimuat dalam Jurnal El Profesional de la Información, Volume 24,

28
Hildawati Almah, “Urgensi Literasi Informasi (Information Literacy) dalam Era Globalisasi,
Perpustakaan, Masyarakat dan Peradaban Islam”, Proseding Internasional Islam, Literasi dan Budaya
Lokal, (Cet. I; Makassar: UIN Alauddin Press, 2014), h. 266.
28

Number 2. Sipilä, Sinikka adalah presiden The International Federation

of Library Associations and Institutions (IFLA) periode 2013—2015. IFLA

merupakan lembaga pustaka internasional berpusat di Deen Haag Netherlands

dengan jumlah anggota berasal dari lebih 140 negara. IFLA merilis rencana

strategis 2016--2021 dengan empat poin utama, yakni perpustakaan di masyarakat,

informasi dan pengetahuan, warisan budaya dan pembangunan kapasitas diri.

Sipilä, Sinikka. Lebih lanjut mengemukakan,


Education and literacy have been the pathways that have allowed
individuals to rise in their societies. That was clearly expressed in the texts
three Finnish library associations gathered from library users some years
ago. We received over 600 essays of how libraries had changed people’s li-
ves. There were many touching stories including those from elderly people
who had lived in remote areas during child- hood and adolescence, yet their
municipality had a library, usually a small library at the local school, and
often it was the only public service available. They found the library to be
a source for knowledge, recreation, comfort, socializing, and an eye-
opening gateway to the world, which led to new possibilities and
opportunities in their lives.29

Irvan Mulliyadi, dalam buku Pengatalogan dan Klasifikasi untuk Tenaga

Teknis Perpustkaan. Buku tersebut memuat isi klasifikasi bahan pustaka atau

pengatalogan. Pengatalogan merupakan media yang sangat mendukung terhadap

keberadaan sebuah perpustakaan. Jika pengelolaan bahan pustaka memerlukan

kemampuan pelaksanaan teknis katalogisasi buku dengan latar belakang gelar

akademik di bidang perpustakaan, maka dalam penelitiain ini akan mengemukakan

pengelolaan dengan ritme yang berbeda yakni manajemen Armada Pustaka Mandar

dalam memberikan layanan pemakai atau layanan publik layanan sirkulasi (layanan

pinjam/layanan akses) dengan pemustaka dengan latar belakang profesi yang

beragam pula.
Setiap orang adalah individu, maka setiap perpustakaan juga
diorganisasikan secara tersendiri. Namun, tetap ada satu pola umum yang
bisa dijadikan sebagai patokan atau contoh untuk pengorganisasian
perpustakaan. Secara tradisional fungsi perpustakaan dikelompokkan
kedalam dua bagian: bagian layanan teknis dan bagian layanan publik.

Sipilä, Sinikka, “Strong Libraries, Strong Societies”. El Profesional de la Información 24,


29

No. 2 (Maret 2015), h. 96.


29

Layanan teknis biasanya termasuk semua pekerjaan yang dilakukan di


bagian belakang perpustakaan seperti pengadaan, pengatalogan, penyiapan
dokumen, perawatan bahan pustaka. Layanan publik disebut juga layanan
pembaca biasanya mencakup rujukan, sirkulasi dan tandon.30

Hal ini menjadi poin penting mengingat Armada Pustaka Mandar, memiliki

kuantitas dan menggunakan bahan pustaka dengan jumlah yang tidak sedikit.

Bukan hanya itu, objek pengguna jasa layanan Armada Pustaka Mandar pustaka

memiliki latar yang beragam. Pengatalogan pengguna bahan pustaka akan

memperoleh kemudahan dalam menemukan bahan bacaan yang mereka perlukan.

Selain itu klasifikasi juga memudahkan pengelompokkan bahan pustaka bagi

pemustaka atau pemilik perpustakaan.

Arifuddin Ismail, Pergumulan Islam dan Budaya Lokal, Tulisan ini dalam

bentuk buku yang merupakan hasil penelitian dalam disertasi yang telah diujikan
pada studi program Doktor (S3) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta.
Suatu hal yang sangat menarik adalah pertemuan antara kebudayaan global
(modernitas) yang didominasi oleh kebudyaan global (barat) yang didominasi
oleh kebudyaan barat dan kebudyaan local (tradisionalitas). Pertemuan kedua
arus kebudyaan tentu saja melahirkan sejumlah model adaptasi yang terjadi
dalam model adaptasi ini. Pertama model dominasi, Kedua adalah Model
integrasi, dan Model Resistensi.31

Jika diperhatikan secara saksama pada pelbagai hasil penelitian diatas, dapat

disimpulkan berbagai hal diantaranya, keberadaan perpustakaan dalam membangun

peradaban sebuah bangsa, peran informasi dan teknologi dalam menopang

pengelolaan bahan pustaka, ketersediaan sumber daya manusia dalam membangun

budaya literasi dan tentunya dukungan kebijakan pemerintah yang berpihak pada

pencerdasan kehidupan berbangsa melalui budaya literasi.Penting dikemukakan,

bahwa penelitian ini lebih memfokuskan pada tiga tema Pendidikan, budaya

30
Irvan Mulliyadi, Evaliasi Layanan Informasi dan Perpustakaan (Cet. I; Alauddin University
Press: Makassar, 2011), h. 4.
31
Arifuddin Ismail, Agama Nelayan Pergumulan Islam dengan Budaya Lokal (Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juni 2012), h. 34-35.
30

literasi, dan Armada Pustaka Mandar. Sehingga pada bab-bab selanjutnya keitga

poin inilah yang akan menjadi bingkai penelitian.

Armada Pustaka Mandar dalam operasionalnya menggunakan perahu

tradisional suku Mandar yang pada masa lalu digunakan sebagai perahu dagang,

namun sampai saat ini keberadaannya jarang ditemukan bahkan dianggap punah.

Menariknya dalam zaman modern ini, lahir ide membuat transformasi baru

membangkitkan kembali tradisi bahari suku Mandar dengan membuat langkah yang

tetap memadukan kegiatan percerdasan kehidupan bangsa. Hal ini merupakan

prestise bagi pemuda di Polewali Mandar dan patut untuk dijadikan inspirasi dan

motivasi bagi masyarakat lainnya dalam membangun budaya literasi berpadu


dengan pelestarian budaya lokal, dan hal inilah yang menjadi kekhasan yang

membedakan dengan kajian sebelumnya.

D. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan Penelitian

Setiap karya ilmiah memiliki tujuan dan kegunaaan. Prof. Dr. Rukaesih A.

Maolani, M.Si dan Dr. Ucu Cahyana, M.Si. dalam buku Metodologi Penelitan

Pendidikan menjelaskan antara metodolgi penelitian dan tujuan penelitian

merupakan aspek yang saling memiliki hubungan, bahkan tujuan penelitianlah yang

menjadi tahap kegiatan pertama dalam penyusunan metodologi penelitian.

Kegiatan pertama dalam penyusunan metodologi penelitian adalah


menyatakan secera lengkap operasional dan tujuan penelitian yang
menyangkut bukan saja variable-variabel yang akan diteliti dan
karakteristik hubungan yang akan diuji, melainkan sekaligus juga tingkat
keumuman dari kesimpulan yang akan ditarik seperti tempat, waktu,
kelembagaaan, dan sebagainya. Berdasarkan tujuan ini, maka dapat dipilih
metode penelitian yang tepat.32

32
Prof. Dr. Rukaesih A. Maolani, M.Si dan Dr. Ucu Cahyana, M.Si. Metodologi
Penelitian Pendidkan (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 166.
31

Penjabarannya dapat diperhatikan pada informasi yang di ulas pada setiap

bab. Informasi spesifik mengenai tujuan penelitian ini, dapat diperhatikan sebagai

berikut :

a. Mendeskripsikan tentang model dan pola pengembangan budaya baca di

kabupaten Polewali Mandar;

b. Mengungkapkan sistem operasional Armada Pustaka Mandar dalam

membangun budaya baca di kabupaten Polewali Mandar;

c. Mendeskripsikan minat baca masyarakat yang terbangun melalui Armada

Pustaka Mandar;

d. Mengungkapkan bentuk partisipasi masyarakat dan pemerintah Polewali


Mandar dalam membangun budaya baca melalui Armada Pustaka Mandar;

e. Mengetahui upaya Armada Pustaka Mandar dalam membangun budaya baca di

kabupaten Polewali Mandar persfektif pendidikan Islam

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan melalui penelitian ini adalah :

a. Kegunaan Ilmiah

1) Sebagai kontribusi ilmiah dalam pengembangan wawasan tentang

budaya literasi;

2) Sebagai literatur bagi pembaca dan masyarakat dalam membangun

budaya literasi;

3) Mengelaborasi kajian budaya literasi dengan persfektif pendidikan

Islam;

4) Kontribusi mencerdaskan kehidupan berbangsa melalui gagasan yang

termaktub dalam tulisan ini.

b. Kegunaan Praktis

1) Menambah khazanah keilmuan mengenai penggunaan armada pustaka

dalam membangun budaya literasi;


32

2) Menjadi referensi dan inspirasi bagi masyarakat dan pemerintah dalam

membangun budaya literasi;

3) Menjadi kontribusi ilmiah bagi peneliti selanjutnya yang memiliki

kajian tentang pengoptimalan berbagi media dalam membangun

budaya literasi dalam bingkai persfektif pendidikan Islam;

Anda mungkin juga menyukai