Anda di halaman 1dari 56

MATERI

PPG DALAM JABATAN/MODUL 3


MUTU
DAN
KEAMANAN PANGAN














DI SUSUN OLEH


ANDI SUKAINAH
DYAHWATIH
AMIRUDDIN
EKA PUTRI
KEGIATAN BELAJAR 4
UJI KIMIA DAN UJI MIKROBIOLOGI BAHAN PANGAN

A. Capaian Pembelajaran :
1. Guru mampu melaksanakan uji kimia bahan pangan
2. Guru mampu melaksanakan pengujian mikrobiologis

B. Sub Capaian :
1. Guru mampu melaksanakan pengujian Mutu bahan pangan
(karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, kadar air, dan
kadar abu)
2. Merinci kebutuhan peralatan laboratorium dasar mutu
3. Menetapkan kebutuhan peralatan laboratorium dasar mutu
4. Guru mampu melaksanakan pengujian mikrobiologis pada bahan
pangan

C. Pokok-pokok materi :
1. Analisis karbohidrat
2. Analisis Protein
3. Analisis Lemak
4. Analisis vitamin dan Mineral
5. Analisa kadar Abu dan Kadar Air
6. Analisa Iodat dan Bahan Beracun
7. peralatan laboratorium dasar mutu
8. Analisis Mikrobiologis

A. ANALISA MUTU BAHAN PANGAN


1. ANALISA KARBOHIDRAT
Karbohidrat dalam bahan pangan merupakan nutrisi yang sangat penting.
Untuk itu diperlukan tes-tes untuk mengetahui ada tidaknya karbohidrat maupun
jumlah karbohidrat maupun jumlah karbohidrat yang terkandung dalam suatu bahan
pangan.
Keberadaan karbohidrat dalam bahan pangan dapat dibedakan menurut
ukuran molekulnya, yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. Diantara
disakarida dan polisakarida kadangkala ada yang meletakkan satu kelompok, yaitu
oligosakarida. Salah satu sifat karbohidrat yang penting dalam hubungannya dengan
tes laboratorium adalah kemampuan karbohidrat untuk mereduksi. Hampir semua
monosakarida dan disakarida mempunyai kemampuan mereduksi (kecuali sukrosa).
Tes laboratorium karbohidrat dapat dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Tes kualitatif karbohidrat pada prinsipnya dikategorikan dalam 3 kelompok
besar yaitu berdasarkan :
1. Kemampuan mereduksi gugus aldehid.
2. kemampuan menghidrasi gugus hidroksil yang memberikan perlakuan pada
senyawa furfural yang terbentuk sehingga didapatkan produk yang berwarna
spesifik.
3. membuat komponen-komponen turunannya (untuk komponen murni).

Tes Kualitatif
1. Tes Molisch

Tes ini memberikan reaksi positif terhadap semua karbohidrat, baik yang
bebas maupun yang terikat dalam senyawa, asal senyawa tersebut dapat
membentuk furfural dengan senyawa H2SO4 pekat. Lingkaran-lingkaran ungu yang
terjadi diperkirakan merupakan hasil kondensasi dari furfural dengan α-naftol yaitu
terbentuknya asam-asam keton aldonat. Bila terjadi lingkaran hijau adalah akibat
pengaruh H2SO4 terhadap α-naftol, yaitu terbentuknya 2-keto aldonic acid. Hal
ini tidak berpengaruh dalam tes.

Cara kerja :
- Ambil 1 gr contoh padat (I ml contoh air), encerkan dengan aquades dalam labu
ukur 100 ml, kocok hingga homogen (larutan contoh 1 %)
- Masukkan 5 ml sampel ke dalam tabung reaksi
- Tambahkan 2 tetes larutan molisch
- Kemudian tambahkan 3 ml asam sulfat pekat secara perlahan-lahan melalui
dinding tabung
- Amati perubahan yang terjadi (test tersebut positif bila terjadi lingkaran ungu)

2. Tes Benedict
Tes ini digunakan untuk mengetahui adanya gugus pereduksi dalam
karbohidrat. Apabila terdapat gugus pereduksi, ion Cu++ pereaksi akan menjadi ion
Cu+ atau Cu. Peristiwa ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah atau warna
larutan akan berubah menjadi warna karat. Tes lain yang menggunakan dasar
serupa adalah tes fehling, hanya saja pereaksi pada tes ini kurang sensitif jika
dibanding tes benedict.

Cara kerja :
- Ambil 1 ml larutan sampel kedalam tabung reaksi
- Tambahkan 5 ml reagen benedict
- Kocok dalam penangas air selama 2 menit
- Catat perubahan yang terjadi.

3. Tes Barfoed
Uji ini agak berbeda dengan uji-uji yang yang didasarkan pada reduksi
Cu2+ sebelumnya, karena dilakukan dalam suasana asam. Pereaksi pada uji ini
tidak tereduksi oleh gula-gula disakrida (misalnya laktosa dan maltosa), oleh
karenanya uji ini berguna untuk membedakan monosakarida dari polisakarida.

Cara kerja :
Campurkan 5 ml pereaksi dengan 1 ml larutan sampel karbohidrat yang hendak diuji.
Masukan kedalam penangas air yang mendidih selam 3 – 4 menit. Periksa akan
terbentuknya endapan merah Cu-oksida.
4. Tes Bial
Tes bial ini digunakan untuk mengetahui adanya gugus pentosa dalam karbohidrat.
Hasil yang positif ditunjukan dengan warna hijau terang yang timbulnya mendadak.
Cara kerja :
- Didihkan 5 ml reagen orsinol, angkat dari nyala api.
- Tambahkan beberapa tetes larutan sampel secara hati-hati
- Catat perubahan yang terjadi.

5. Tes Seliwanoff
ini menditeksi suatu ketose. Apabila suatu larutan ketose dipanaskan
dengan larutan HCl pekat, akan terbentuk senyawa levulinic asam dan hidroksimetil
furfural. Senyawa ini akan bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa
kompleks yang berwarna merah. Senyawa aldose memberikan warna merah lebih
lambat.

Cara kerja :
Ambil 5 ml reagen masukan dalam tabung reaksi. Tambahkan kedalam tabung
reaksi beberapa tetes larutan sampel. Panaskan larutan tersebut kedalam penangas
air. Amati perubahan yang terjadi, catat waktu yang diperlukan.

6. Tes Iodine
Tes ini dimaksudkan untuk uji polisakarida. Uji ini didasarkan pada reaksi antara
iodine dan polisakarida untuk membentuk suatu kompleks pati-iod yang berwarna
biru kehitaman. Pati serta hampir semua dekstrin, amilodekstrin dan glikogen
menunjukan hasil yang positif. Perbedaan warna yang ditimbulkan dapat dibedakan
antara amilose dan amilopektin.

Cara kerja :
Tempatkan kedalam tiap tabung reaksi larutan sampel karbohidrat sebanyak 2 ml
dengan 3 tetes larutan pereaksi. Lihat perubahan warna bagi molekul makro yang
tidak bercabang (amilose), akan memberikan warna biru. Sedang bagi molekul
makro bercabang (amilopektin) akan memberikan warna hitam kemerahan.

Tes Kuantitatif
Cara kerja :
1. Timbang 10 mg gula standard, larutkan kedalam aquadest sampai 100 ml.
2. Sediakan 5 labu ukuran 100 ml, masukan dalam tiap labu larutan (1) masing-
masing 2, 4, 6, 8, 10 ml. tambahkan aquadest sampai 100 ml aquadest dalam
tiap labu.
3. Sediakan 6 tabung reaksi, pipet 1 ml larutan dalam tiap labu dan masukan dalam
tabung, sisa tabung diisi dengan aquadest sampai blanko.
4. Tambahkan dalam tiap-tiap tabung 1 ml regen nelson. Reagen nelson dibuat
dengan mencampur nelson A dan B dengan perbandingan A : B = 25 : 1.
5. Panaskan semua tabung dengan air mendidih selama 20 menit. Kemudian
dinginkan dengan gelas piala sehingga suhunya 25°C.
6. Tambahkan kedalam semua tabung masing-masing 1 ml arsenomolibdat, gojog
sehingga endapan yang timbul larut.
7. Tambahkan kedalam semua tabung masing-masing 7 ml aquadest, gojog.
Perikasa adsorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
8. Buat kurva standardnya.

Perhitungan gula reduksi sampel :


Timbang 0.1 gr sampel larutan dalam aquadest sampai 100 ml.
Pipet 1 ml tabung reaksi dan tambahkan reagen nelson. Perlakuan selanjutnya sama
dengan pada pembuatan kurva standard.
Jumlah gula reduksi ditentukan berdasarkan adsorbasi sampel dan kurva standard
larutan glukosa standard dengan persamaan regresi sederhana.

2. ANALISA PROTEIN
Asam amino adalah senyawa organik yang paling sedikit mengandung satu
gugus amina (NH2) dan satu gugus karboksil (COOH), dimana gugus aminanya
terikat pada atom karbon dari rantai asam asam karboksilat. Kedua gugus tersebut
merupakan gugus fungsional dari asam amino.
Adanya gugus fungsional tersebut menyebabkan asam amino memiliki sifat
amfotir dan membentuk struktur ion polar atau zwitter ion. Keadaan ini menyebabkan
asam amino mempunyai titik lebur tinggi, tidak larut dalam pelarut non polar,
sebaliknya mudah larut dalam pelarut polar.
Dari hasil hidrolisis protein secara sempurna dihasilkan 20 macam asam
amino. Beberapa diantara ke-20 macam asam amino merupakan asam amino
esensial. Selain asam amino, didapat pula asam amino yang memiliki berbagai
fungsi antara lain : sebagai koenzim A, sebagai hormon dll. Sifat-sifat asam amino
ditentukan oleh gugus fungsional yang dimilikinya.
Protein terdapat ditiap organisme, baik mikro maupun makro-organisme dan
merupakan seyawa makro molekuler dengan BM yang besar (5000-25000). Protein
merupakan bentuk polimer dari asam amino. Tiap asam amino bergandengan
dengan ketiga yang dibentuk antara gugus karboksil asam amino yang satu dengan
gugus amina dari asam amino berikutnya, membentuk rantai panjang yang disebut
polipeptida.
Komposisi sebagian besar protein terdiri dari unsur – unsur pit (50-55%), H
(6-7%), O (19-24%), N (13-19%), dan sejumlah unsur-unsur lain (S, P, Fe, Mn, I, Cu,
Zn, dll.). Protein digambarkan sebagai komponen yang paling reaktif diantara
komponen-komponen bahan pangan. Senyawa ini dapat bereaksi dengan gula-gula.

Tes Kualitatif

1. Uji Xanto Protein


Uji ini digunakan untuk mendeteksi asam amino/protein yang memiliki gugus
indol dalam molekulnya, berdasarkan reaksi nitrasi inti benzene yang terdapat di
dalam molekul asam amino/protein (tirosin, fenilalanin, triptofan) akibat penambahan
HNO3 pekat. Senyawa nitro yang terbentuk berwarna kuning. Pada penambahan
alkali warna tersebut akan berubah menjadi jingga.

Reagen :
HNO3 pekat, NH4OH atau NaOH 0,1 N

Alat :
pipet ukur, tabung reaksi, pipet tetes, Bunsen, penjepit tabung, labu ukur 50 ml,
Erlenmeyer, karet penghisap

Bahan :
Larutan contoh, aquades.

Cara kerja :
Ambil 2-3 ml larutan contoh dalam tabung reaksi, tambahkan 1 ml HNO3 pekat.
Amati perubahan yang terjadi. Dinginkan tabung reaksi dan perlahan-lahan
tambahkan NH4OH atau NaOH secara berlebih.

2. Uji Biuret
suasana basa, Cu2+ bereaksi dengan protein membentuk senyawa
kompleks (berwarna violet) yang terjadi dari Cu dan N dari molekul ikatan peptida
dan O dari H2O. Reaksi ini dapat berlangsung baik pada senyawa-senyawa yang
mengandung dua gugus CH2NH2, -C(NH)NH2 dan –CONH2.
Asam-asam amino tidak menunjukkan adanya reaksi dengan biuret,
sehingga reaksi biuret dapat dipakai untuk menunjukan bilamana hidrolisis protein
telah selesai. Reaksi ini sangat terganggu oleh adanya garam amonium yang
berlebihan, karena amonium akan bereaksi dengan Cu2+ menjadi Cu (OH)2 dan
bisa juga membentuk Cu (NH3)42+ akibat amonium berlebih, membentuk warna biru
tua.

Reagen :
NaOH 10 %, CuSO4 1%

Alat :
pipet ukur, tabung reaksi, pipet tetes.
Bahan :
Larutan contoh, aquades.
Cara kerja :
Masukkan 2 ml larutan contoh kedalam tabung reaksi, tambahkan 10% NaOH
sebanyak 3 ml, kocok homogen dan tambahkan 2 tetes larutan CuSO4 1 % sambil
dikocok perlahan-lahan. Amati perubahan yang terjadi.

3. Uji Ninhydrin.
Uji ini digunakan untuk mengetahui keberadaan asam amino secara umum.
Penambahan larutan ninhydrin dalam suatu contoh yang mengandung asam amino
akan menghasilkan perubahan warna biru pada larutan, kecuali prolin dan OH-prolin
menghasilkan larutan berwarna kuning.

Reagen :
Larutan ninhydrin (1% triketohydrindehidrat), NaOH 0,1N, asam asetat 0,1N.)

Alat :
pH-meter, tabung reaksi, erlenmeyer 100 ml, pipet tetes, pipet ukur, bunsen, gelas
piala, labu ukur.

Bahan :
Larutan contoh, aquades.
Cara kerja :
Masukkan 5 ml larutan contoh yang telah diatur ph-nya menjadi ph 5 dan 7 kedalam
tabung reaksi. Tambahkan 0,5 ml larutan ninhydrin, panaskan sampai mendidih dan
dinginkan. Amati perubahan warna yang terjadi. Tes disebut positif bila timbul warna
biru.
4. Pengaruh Asam Kuat Dan Alkali Serta Pengendapan Protein.
Reagen :
HNO3 pekat, NH4OH pekat, HCl pekat, asam asetat pekat, NaOH pekat, TCA 1%,
asam pikrat jenuh, larutan ferrocyanide 4%

Alat :
tabung reaksi, pipet tetes, erlenmeyer 100 ml.

Bahan :
contoh bahan, aquades.
Cara kerja :
Siapkan 7 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 2 ml reagen-reagen seperti
tercantum diatas. Tambahkan secara perlahan-lahan larutan contoh melalui pipet
sampai terjadi perubahan (endapan). Kocok tabung reaksi secara hati-hati dan amati
yang terjadi.

4. Pengendapan Protein
Prinsip :
Protein akan mengalami pengendapan bila ditambahkan dengan TCA (Tri Chlor
Acid ) dan asam pikrat.

Cara kerja :
Ambil 2 ml bahan, masukkan kedalam tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung
asam pikrat jenuh, tetesi setetes–setettes dengan menggunakan TCA 1% dan amati
yang terjadi.

Reaksi Warna
1. Percobaan Kadar N
Cara kerja :
Kapur natron (campuran NaOH dan Ca(OH)2) dalam tabung reaksi di tambahkan
larutan bahan. Dipanaskan, akan keluar amoniak, lakmus merah yang dibasahi akan
menjadi biru.

2. Percobaan dengan Pb Asetat


Cara kerja :
10 cc larutan bahan dan 3 cc NaOH 10% tambahkan satu atau dua tetes Pb Astetat,
dipanaskan diatas penengas air. Hasil positif jika larutan itu mula-mula berwarna
kuning kemudian coklat dan akhirnya hitam, serta Pb mengendap sebagai kolonic.

3. Kromatografi Kertas Untuk Menentukan Jenis Asam Amino


Bahan :
a. Bak silinder
b. Cairan solvent yang terdiri atas (n-butana ; asam asetat ; H2O) dengan
perbandingan (4 : 1 : 5).
c. Kertas saring whatman 1 dengan ukuran setinggi bak silinder dan lebar 4 – 5
cm.
d. Ninhidrin 0,5% dalam campuran (n-butana : asam asetat : kalidin) (25:10:2).
e. Macam-macam asam amino sebagai standart, misalnya : Alanin, Tirosin, Lisin.
f. Larutan sampel yang akan diperiksa.

Cara kerja :
1. Kertas sering ditandai dengan jarak 3 cm dari ujung bawah, kemudian diberi
tanda dengan titik sebagai tanda zat yang akan diperiksa. Kemudian dari titik
tersebut diukur 15 cm dan ditandai.
2. Zat-zat ditotolkan pada titik tanda. Ingat : jumlah zat sekecil mungkin, kira-kira
10-50 mg
3. Sewaktu menotolkan, titik tidak boleh berdiameter lebih mm agar hasil
pemisahan menunjukkan bercak–bercak yang cukup jelas.
4. Larutan yang lama keringnya dapat dibantu dengan alat pengering (dryer).
Supaya diameter titik penotolannya tidak besar.
5. Kertas ini kemudian dicelupkan kedalam cairan 1-2 cm dari ujung bawah,
agar cairan itu (fase mobil) dapat diserap oleh serat-serat kertas sehingga
setelan menyentuh totolan , zat tersebut dapat ikut diserap dan dibawah
kertas sampai garis tertentu dalam waktu tertentu.
6. Setelah sampai pada batas yang ditentukan kertas diangkat dan dikeringkan
kemudian semprot dengan larutan nihhidrin.
7. Titik-titik yang mempunyai warna ungu dapat ditandai dengan lingkaran .
8. Bahan yang dianalisa di katakan positif jika sejajar dengan standar yang
dipakai dan dapat ditentukan dengan jenis asam aminonya.
9. Tes Kuantitatif
10. Penentuan Total Nitrogen, dengan Mikro Kjeldhal

Prinsip :
Bahan didestruksi dengan H2SO4 pekat. Nitrogen yang terdapat dalam bahan
kemudian berikatan dengan H2SO4membentuk (NH4)2SO4 pada tahap distilasi,
penambahan reagen NaOH-thio dan dengan adanya pemanasan akan
membebaskan NH3 dalam bentuk gas yang kemudian dikondensasikan dan di
tampung oleh asam borat menjadi amoniumborat. Titrasi dengan HCl akan
membebaskan kembali amonia yang kemudian berikatan dengan HCl membentuk
amonium klorida.

Alat :
Perangkat alat destruksi, alat destikasi, buret, erlenmeyer, pipet tetes, pipet ukur,
tiombang analitis.
Bahan :
H2SO4 pekat, NaOH-thio, tablet kjeldahl, indikator pp, asam borat 4%, indikator MR-
BCG, kertas lakmus, contoh bahan, aquades, HCl 0,02 N.

Cara Kerja :
1. Destruksi
Timbang 30 – 50 mg contoh bahan, masukkan ke dalam tabung Kjeldahl 50
ml, tambah dengan 0,5 gr tablet kjeldahl dan 2ml H2SO4 pekat. Panaskan selama 2
– 6 jam, sampai diperoleh larutan jernih dalam tabung, lalu dinginkan.

2. Distilasi
Tuang hasil destruksi ke dalam tabung distilasi. Tambahkan 5 ml aquades ke dalam
tabung Kjeldahl untuk mencuci sisa larutan. Bilas kembali tabung Kjeldahl sebanyak
3 kali menggunakan 5 ml aquades. Tambahkan 2 tetes indikator pp dengan reagen
NaOH-thio sampai suasana menjadi basa (larutan) berwarna merah muda.
Siapkan 5 ml asam borat 4 % yang telah diberi 4 tetes indikator MR-BCG dalam
erlenmeyer 125 ml. Pasang tabung distilasi, mulut dari distilling tube harus terendam
dalam asam borat. Distilat sudah tidak bersifat basa lagi (netral, uji dengan kertas
lakmus).

3. Titrasi
Hasil distilat dititrasi dengan 0,02 N HCl sampai tercapai warna merah muda.
(Blanko dibuat dengan mengganti contoh dengan aquades yang diperlukan sama
sebagaimana prosedur diatas).
Perhitungan :

𝑆 − 𝐵 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 14.008
%𝑁 = 𝑥100%
𝑚𝑔 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
Dimana :
S = ml titrasi contoh
B = ml titrasi blanko
N = Normalitas HCl
14.008 = Berat atom Nitrogen

4. Penentuan Kadar Protein (Spektrofotometri)


Alat dan Bahan :
1. Spektrofotometer dan Cuvet
2. Sentrifug dan Tabung sentrifug
3. Labu Ukur
4. Larutan amido black
5. Larutan sampel yang akan diperiksa.

Cara kerja :
1. Ambil 5 ml susu atau larutan protein dan encerkan sampai 100 ml dengan
aquadest.
2. Dari larutan diatas, ambil 5 ml dan tambahkan 10 ml larutan amido black dalam
tabung sentrifug 15 ml dan gojoglah. Diamkan selama 10 menit dan kemudian
disentrifuge (2500 rpm) selama 5 menit.
3. Ambil 3 ml supernatan dan encerkan menjadi 200 ml dalam labu ukur dan
bacalah optical dencity (OD) dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 615 nm.
4. Buatlah blanko dengan mengganti 5 ml larutan contoh dengan 5 ml aquadest.
5. Standarisasi spektrofotometer pada OD nol dengan aquadest dan bacalah OD
blanko (dengan kuvet). Harga OD terkoreksi (OD-OD blanko) dipakai untuk
menentukan kadar protein dengan membaca kurva standard.

Catatan :
Kurva standard dibuat dengan larutan protein murni atau larutan protein yang telah
diketahui kadar proteinnya dengan konsentrasi yang makin menaik, diperlukan
dengan prosedur diatas. Gambar kurva dibuat untuk menunjukan hubungan kadar
protein dengan OD-nya. (Untuk menghitung kadar protein mula-mula jangan lupa
masukan faktor pengenceran)

5. Menentukan Nitrogen Amino


Alat dan Bahan :
a. Buret
b. Erlenmeyer
c. Formalin
d. Indikator pp
e. Larutan NaOH 0,1N
f. Larutan sampel yang akan diperiksa.

Cara kerja :
a. Timbang 1 gr bahan.
b. Mengencerkan bahan dengan aquadest sampai 50 ml. Menguapkan bahan
setelah ditambah aquadest dalam dandang sampai setengah bagian.
c. Ditambah dengan aquadest sampai 50 ml dan disaring.
d. Filtrat ditambah formalin 2 ml dan indikator pp 2 tetes.
e. Titrasi dengan 0.1 N NaOH sampai berwarna merah jambu.
Perhitungan :
𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑆 − 𝐵 𝑥 14.008
% 𝑁 𝐴𝑚𝑖𝑛𝑜 = 𝑥100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑆 𝑥 1000

3. ANALISA LEMAK
Secara kimiawi lemak termasuk dalam kelompok senyawa organik ester yang
terbentuk dari reaksi alkohol dengan asam organik komponen pembentuk lemak
pada umumnya terdiri dari satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul
asam lemak, di kenal sebagai trigliserida.
Asam lemak terdiri dari satu rantai hidrokarbon dengan terminal gugus
karboksil. Apabila seluruh Valensi karbon tidak terpenuhi, ikatan rangkap ini
menentukan beentuk asam lemak tidak jenuh. Jumlah dan letak ikatan rangkap ini
menentukan bentu asam lemak dan lebih jauh mempengaruhi pula sifat – sifat kimia
dan fisiknya.
Minyak/lemak pada umumnya memiliki titik didih tinggi, tidak larut dalam
pelarut polar, tetapi larut dalam pelarut organik ( eter, alkohol, kloform, benzena, dll).
Dengan pelarut lemak, maka lemak dapat diekstraksi dari jaringan hewan dan
tumbuhan. Hasil ekstrasi merupakan campuran kompleks.
Dalam keadaan murni, pada umumnya lemak tidak terasa, berwarna dan berbau.
Warna lemak/minyak yang terdapat di alam disebabkan oleh macam – macam
pigmen. Asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam lemak mudah mengalami
kerusakan yang akan berpengaruh pada kualitas minyak secara keseluruhan.
Oksidasi asam lemak tak jenuh misalnya akan menghasilkan macam-macam zat
yang menyebabkan ketengikan (rancid). Zat tersebut tidak dicernakan oleh usus
diantaranya bersifat racun.

Tes Kualitatif
1. Penentuan Bilangan Penyabunan
Pengertian
Angka Penyabunan adalah banyaknya milogram KOH yang dibutuhkan untuk
menyabun 1 gram lemak/minyak.
Prinsip
Penyabunan adalah hidrolisa suatu ester. Penyabunan minyak dilakukan dengan
menambahkan larutan KOH alkohol berlebihan. Kelebihan KOH dapat diketahui
melalui titrasi dengan standar asam (HCI).

Reagen
1. KOH alkohol ; 4% KOH dalam alkohol 95%
2. HCl 0,5 N
3. Indikator phenolphthalein

Cara kerja :
1. Timbang teliti 10 g minyak, masukkan ke dalam labu erlenmeyer.
2. Tambahkan 50 ml KOH alkohol (gunakan buret) ke dalam erlenmeyer bahan
dan blanko.
3. Siapkan penangas air dan pendingin balik (Condensor).
4. Sambung erlenmeyer dengan pendingin balik, panaskan dalam penangas air
mendidih selama 30 menit (selama penyabunan, air dalam pendingin balik
harus tetap mengalir).
5. Dinginkan, kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N dengan indikator PP 3 tetes
6. Titrasi sampai larutan berwarna merah muda
7. Blanko juga dititrasi sampai warna merah muda (dengan prosedur yang sama
dengan bahan).
8. Lakukan standarisasi HCl.
Perhitungan :

𝑚𝑙 𝐻𝐶𝐿 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝐿 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻


𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

2. Penentuan Bilangan Iodium

Pengertian :
Angka Iodium adalah banyaknya miligram Iodium yang diikat oleh 100 gr
minyak/lemak.

Prinsip :
Adisi Iodium kedalam ikatan rangkap minyak/lemak. Kelebihan Iodium ditentukan
secara Iodio metri.
Reagen :
1. Larutan Hanus Timbang 13,2 g iodium, larutkan dalam : l glasial acetic acid
panas. Tambahkan dengan hati-hati 2 ml larutan bromin. Aduk sampai
homogen.
2. Larutan Na2S2O3 0,1 N
3. Larutan Amilum 1 %
4. Chloroform

Cara kerja :
1. Timbang teliti 0.5 g minyak, masukan kedalam erlenmayer bertutup
2. Tambahkan 10 ml Chloroform, kocok
3. Tambahkan 25 ml larutan hanus (gunakan buret)
4. Tutup erlenmayer, biarkan 30 menit di tempat gelap sambil dikocok-kocok
perlahan-lahan
5. Tambahkan 10 ml larutan Kl 15 %
6. Cuci tutup erlenmayer dan dinding dalam labu erlenmayer dengan 50 ml H2O
bebas CO2 dingin
7. Tirasi dengan Na2S2O3 0.1 N sampai warna coklat muda, segera tambahkan
2 ml amilum 1 %
8. Tirasi diteruskan sampai warna biru gelap hilang (sebelum warna biru hilang,
erlenmayer ditutup dan dikocok kuat-kuat), lanjutkan tirasi sampai warna biru
hilang
9. Buat blanko dengan Prosedur yang sam, bahan diganti pelarut
10. Lakukan standarisasi Na2S2O3
Perhitungan :

𝑚𝑙)𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑥 𝑁𝑁𝑎2𝑆2𝑂3 𝑥 𝐵𝑀 𝐼 2 𝑥 100


𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑖𝑜𝑑𝑖𝑢𝑚 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚

3. Penentuan Bilangan Asam

Pengertian :
Angka asam adalah banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan bebas,
yang terdapat dalam 1 gram minyak/lemak.
Prinsip :
Asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak/minyak dinetralkan oleh KOH
Reagen :
1. Alkohol 95 % (netral)
2. KOH 0.05 N
3. Indikator Phenolptalein (pp)

Cara kerja :
1. Timbang dengan teliti 10 gr minyak, masukan kedalam labu erlenmayer
2. Tambahkan 50 ml alkohol 95 % (netral)
3. Panaskan sampai mendidih dan biarkan mendidih sambil dikocok perlahan-lahan
4. Dinginkan dan tambah iandikator PP 3 – 4 tetes
5. Tirasi dengan KOH 0.05 N sampai warna nerah muda pucatyang tidak hilang
selama 20 – 30 detik
6. Lakukan standarisasi KOH

Perhitungan :

!" !"#$ ! !"# ! !" !"#$


𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 =
!"#$% !"#$%& (!)

4. Penentuan Angka Peroksida


Prinsip :
Peroksida pada minyak tengik akan memecah ikatan KI. I3 yang terbentuk
ditentukan secara iodometri.

Reagen :
1. Pelarut = 60 % asam asetat + 40 % chloroform
2. KI jenuh
3. Larutan Na2S2O3 0.1 N
4. Amilum

Cara kerja :
1. Larutkan 5 g tepat minyak (jelantah) dalam 30 ml pelarut yang terdiri dari 60
5 asam aetat + 40 % chloroform dalam erlenmayer bertutup, kocok hingga
larut
2. Tambahkan 0.5 ml larutan KI jenuh
3. Diamkan 1 menit sambil kadang-kadang dikocok, tambahkan 30 ml H2O
4. Tirasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai warna coklat muda (kocok
dengan kuat). Tambahkan 1 ml indikator amilum 1 %. Campuran berubah
menjadi biru gelap
5. Teruskan tirasi sampai warna biru hilang
6. Lakukan Standarisasi Na2S2O3 0.1 N
Catatan :
Apabila titrasi kurang dari 0.5 ml, ulangi penentuan dengfan menggunakan larutan
Na2S2O3 0.1 N
Perhitungan :

𝑚𝑙 𝑁𝑎2𝑆2)3𝑥 𝑁 𝑁𝑎2𝑆2)3 𝑥 1000


𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔)

Tes Kuantitatif
1. Penentuan Kadar Lemak Kasar (Crude Fat) Metode Soxhlet
Prinsip :
Lemak diekstrasi oleh eter atau chloroform, setelah eter diuapkan lemak ditentukan
secara gravimetri.

Reagen :
¯ Diethil eter anhidrous atau Kloroform.

Cara kerja :
1. Timbang dengan tepat labu minyak
2. Timbang bahan kering (10 g)
3. Masukan dalam timbel (bahan sebelumnya dibungkus dengan kertas saring
bebas lemak).
4. Masukan timbel kedalam soxhlet apparatus
5. Tambahkan diethyl eter anhidrous/choloroforn secukupnya 2x eter turun + 10-15
ml untuk merendam timbel)
6. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan soxhlet diatas penangas air selama 6
jam
7. Lepaskan labu lemak dari apparatus, uapkan eternya (hati-hati, jauhkan dari api
terbuka)
8. Panaskan labu lemak dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam
9. Dinginkan dalam desikator. Timbang dengan tepat beratnya.
Perhitungan :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑑𝑔𝑛 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔


𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝑔)

Catatan :
Untuk bahan basah, perhitungan kadar lemak harus memperhitungkan kadar air
kadar tersebut.

2. Penentuan Kadar Lemak Kasar (Crude Fat) Metode Manual


Prinsip :
Lemak diekstrasi oleh campuran pelarut chloroform etanol, setelah pelarut diuapkan
lemak ditentukan secara gravimetri.

Reagen :
1. Bahan contoh dihancurkan dengan campuran pelarut chloroform-etanol 2 : 1
selama beberapa menit. Untuk 2 gram bahan digunakan 40 ml pelarut
2. Homogenat yang diperoleh didiamkan beberapa menit
3. Kemudian disaring dalam erlenmayer bertutup 50 ml lewat kertas saring. Untuk
analisa kuantitatif perlu diketahui berat erlenmayer
4. Filtrat dicuci dengan menambahkan aquadest sebanyak 0.2 volume filtrat.
Gojag dan diamkan sampai 2 bagian cairan terpisah. Cairan (bagian) aquadest
dibuang, pencucian diulangi 3 kali dengan aquadest
5. Untuk menjadikan larutan homogen kembali, dilakukan penambahan sedikit
chloroform-etanol dan metanol secukupnya
6. Larutan yang diperoleh dikeringkan dalam oven dan ditimbang setelah
mendapat berat konstan.

4. ANALISA VITAMIN dan MINERAL


Vitamin merupakan zat organik yang jumlahnya sedikit dalam makanan dan
dibutuhkan sangat sedikit oleh tubuh, berfungsi sebagai pengatur metabolisme
tubuh. Nama vitamin pertama kali diungkapkan oleh Clasmir Funk (1912). Kata
vitamin berasal dari kata vita (hidup) dan amina (zat yang tersusun dari bahan amin).
Sejak ditemukan tidak semua vitamin mengandung bahan amin, penulisan kata
vitamin dihilangkan huruf e-nya.
Berdasarkan zat pelarutnya vitamin dapat digolongkan menjadi vitamin larut
lemak dan vitamin larut air. Yang termasuk vitamin larut lemak adalah vitamin A, D,
E, dan K, sedangkan vitamin B dan C merupakan vitamin yang larut air.
Adapun sifat-sifst vitamin larut lemak dan vitamin larut air dapat dilihat pada tabel
berikut.

Larut Lemak
Larut Air

– Harus tesedia setiap hari


dalammakanan – Tidak harus tersedia setaip hari dalam
– Tidak dapat disimpan dalam tubuh makanan
– Tidak dijumpai dalam bentuk – Dapat disimpan dalam tubuh (di hati)
prekursor/provitamin – umumnya dijumpai dalam bentuk
– Muncul gejala akibat kekurangan cepat precursor/provitamin
– Muncul gejala akibat kekurangan relatif
teramati lama
– Rusak dalam proses pemasakan atau – Stabil selama proses pemasakan /
pemanasan pemanasan
– Tidak tahan terhadap alkali – Tahan terhadap alkali
– Larut dalam air – Larut lemak

Vitamin mempunyai sifat fisis dan kimia yang spesifik, maka cara analisanya
juga spesifik. Ada tiga cara analisa vitamin yaitu :
1. Cara Biologis, yaitu merupakan cara analisis yang mula-mula dilakukan
sebelum diketahui sifat-sifat fisik dan kimia dari suatu bahan makanan. Cara
ini dilakukan dengan menggunakan hewan-hewan percobaan untuk
mengetahui peranan vitamin dalam zat hidup
2. Cara Mikrobiologis, yaitu dengan menggunakan bakteri/yeast/jamur. Untuk itu
harus ditentukan jenis mikroba yang spesifik untuk pengujian satu jenis
bahan makanan tertentu. Bahan yang dianalisa harus dimurnikan dahulu dari
bahan lain yang kemungkinannya mempengaruhi aktivitas mikroba tersebut
3. Cara Kimiawi, cara ini dilakukan berdasarkan sifat-sifat fisik dan kimia vitamin,
lebih cepat dan murah dibanding cara yang lain. Namun demikian dengan
cara ini hanya dapat diketahui vitamin secara kuantitatif.

Untuk mendapatkan data yang lengkap tentang kualitas dan kuantitas vitamin sering
cara biologis dan kimiawi dilakukan bersama-sama.
Sebagai contoh analisis kadar vitamin dalam praktikum akan kita lakukan penentuan
kadar karoten dengan metode spektrofotometri dan penentuan kadar vitamin C
dengan titrasi iodium. Karena disamping murah, prosedurnya relatif mudah dilakukan
dan dapat manfaat terutama untukpengembangan teknologi pangan dalam
membantu mengatasi permasalahan pangan dan gizi.

1. Penentuan Kadar Vitamin C Dengan Metode Titrasi Iodium


Prinsip :
Ekstraksi vitamin C dengan menggunakan aquadest, yang dilanjutkan dengan titrasi
iodometri menggunakan reagen iodium dan indikator amilum.
Reagen :
1. larutan iodium (I2) 0.01 N 100 ml. timbang x gram I2, larutkan dengan
aquadest (yang telah didihkan ), masukan dalam labu seukuran 100 ml,
sebelum tanda batas 2. tambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4) 0.1 N dan 5
gram KI.
2. indikator amilum 1 %

Prosedur :
1. Hancurkan bahan yang ada dengan menggunakan mortar/waring blender
(jangan ditambah air)
2. Timbang 30 gr slurry (bahan yang sudah halus) dan masukan kedalam labu
seukuran 100 ml. tambahkan aquadest sampai tanda batas
3. Saring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan filtratnya.
4. Pipet 20 ml filtrat dan masukan ke dalam erlenmayer. Tambahkan 2 ml amilum
1 % ( jika warna filtrat terlalu pekat, lakukan pengenceran dengan aquadest)
5. Titrasi dengan menggunakan larutan iodium 0.01 N sampai titik akhir titrasi (
ditandai dengan terjadinya berubahan warna)
Perhitungan

!" !"# ! !.!!


% vit C= 𝑥 𝑃 𝑥 100%
!"#$ !"#$%& ! !"""

P = Pengenceran

2. Penentuan kadar karoten dengan Metoda Spektrofotometri

Prinsip :
Ekstrasi Karoten dengan menggunakan pelarut lemak yang di lanjutkan dengan
pembacaan menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 450 nm.

Reagen :
1. Petrolium Benzena
2. Aseton
3. Natrium sulfat (Na2SO4)

Prosedur :
1. Timbang 0,5 gram contoh yang telah dihancurkan. Masukan ke dalam tabung
reaksi.
2. Tambahkan 5 ml petrolium benzena dan 5 ml aseton, lakukan ekstrasi
dengan menggunakan Vortex mixer. Tuangkan supernatan (cairan bening
dari sampel) ke dalam tabung sentrifuge.
3. Lakukan ekstrasi (seperti prosedur no. 2) pada filtrat yang masih tertinggal.
(Ekstrasi dilakukan 3x, sehingga diperoleh supernatan pada 3 tabung
sentrifuge ).
4. Sentrifuge hasil ekstrasi yang ada pada tabung sentrifuge selama 2 menit
pada 600 rpm.
5. Tuangkan hasil sentrifuge tersebut ke dalam satu corong pemisah.
6. Tambahkan 25 ml aquades ke dalam corong pemisah, kemudian gojog (
corong pemisah jangan di tutup ) keluarkan aquades dari corong pemisah.
Ulangi prosedur no. 6 sekali lagi.
7. Tampung hasilnya dalam tabung reaksi yang telah berisi 0,5 gram Na2SO4.
kemudian gojog . ambil 1 ml larutan ini, masukan kedalam kuvet spektro dan
tambahkan 9 ml petrolium benzena.
8. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm.

Perhitungan :

!!!
Total karoten (S1)= 𝑥 0.33
!.!" ! ! !"#$%&

A = Absorbansi
V = volume larutan dalam kuvet (ml)

MINERAL
Mineral merupakan salah satu dari zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh,
meskipun dalam jumlah sedikit namun sangat penting bagi tubuh. Sumber mineral
bagi manusia didapat dari bahhn makanan, yang dalam analisa bahan makanan
tertinggal sebagai abu, yaitu sisia yang tertiggal bila suatu salmpel bahan makan
dibakar sempurna dalam suatu tungku.
Mineral yang teerdapat dalam suatu bahan makanan dapat merupakan dua
macam garam yaitu garam organik dan anorganik. Selain kedua garam tersebut,
kadang berbentuk dsebagai senyawaan kompleks yang bersifat organis. Penentuan
mineral dalam bahan hasil pertanian dapat dibedakan dalam dua tahapan, yaitu :
penentuan abu dan penentuan individu komponen. Sebagai contoh penentuan kadar
mineral dalam percobaan akan kita lakukan penentuan kadar calsium.
1. Penentuan Kadar Kalsium Dengan Metode Titrasi KMnO4
Prinsip :
Kalsium dapat sditetapkan dengan cara titrasi oleh KMnO4 sebagai calsium oksalat
setelah dilarutkan oleh asam sulfat. Dengan mengetahui banyaknya KMnO4 yang
dipakai, maka kadar Ca pada contoh daopat diketahui.

Reagen :
1. HCl pekat
2. aquabidest
3. BCG 0.2 %
4. Na asetat 20 %
5. Asam oksalat 3 %
6. Amoniak 1 : 50
7. H2SO4 1 : 25
8. KMnO4 0.05 N

2. Penentuan Kadar Besi


Prinsip :
Pembentukan senyawa berwarna merah antara O-fenatrolin dengan ion besi (II)
Reagen :
1. Larutan baku (standar) besi 0.1 mg/ml
2. HCl 6 N
3. HCl 3 N
4. HCl 1 %
5. Larutan hidrokuinon 1%
6. Larutan O-fenantrolin 0.25 %
7. indikator biru brom fenon
8. larutan asma sitrat 25 %

Prosedur :
1. Timbang sejumlah cuplikan yang nmengandung lebih kurang 1 mg besi
dengan teliti dalam kurs porselin
2. Arangkan perlahan-lahan dengan api kecil
3. Abukan sampai bebas arang pada suhu kurang lebih 550 °C
4. Tambahkan 5 – 10 ml HCl 6 N dan keringkan diatas penangas air
5. Tambahkan 15 HCl 3 N Panaskan diatas lempeng paemanas sampai mulai
mendidih
6. Dinginkan, setyelah dingin saring kedalam labu terukur 100 ml
7. Kedalam kurs tambahkan 10 ml HCL 3 N panaskan smpai mulai mendidih
8. Dinginkan dan cairan ditambahkan kedalam labu terukur diatas
9. Bilas kurs dengan air dan air bilasn ditambahkan kedlam labu terukur sampai
pada batas. (A)

Pembuatan larutan standar :


– Larutkan sebanyak 0.7021 gram amonium besi (II) sulfat hidrat dalam 1 l HCL
1%
– Pipet 10 ml larutan dan encerkan dengan HCl 1 % sampai 100 ml (B)

Cara penetapan :
1. Pipet 5 ml larutan A; 3 ml, 4 ml, 5 ml, 7 ml, dan 9 ml larutan B. masukan
kedalam gelas piala 50 ml
2. tambahkan masing-masing gelas piala berturut-turut 1 ml larutan hidrokuinon 1
%, 2 ml larutan O-fenantrolin 0.25 % dan 3 tetes indikator biru brom fenol
3. Atur pH larutan menjadi 3.5 dengan menambah larutan asam sitrat 25 %
4. pindahkan larutan kedalam labu terukur 25 ml
5. Bilas gelas piala dengan air dan air bialsan ditambahkan kedalam labu terukur
dan 6. tambahkan air sampai tanda batas
7. simpan pada suhu 20 °C tidak lebih dari 2 jam
8. ukur masing serapan pada panjang gelombang 510 nm
sebagai blanko, digunakan larutan tanpa cuplikan yang diperlukan sama dengan
larutan uji
Kadar Besi Dalam 100 Gr Cuplikan adalah
!"" !""
Besi= 𝐵 𝑥 𝑥
! !"

Keterangan :
B = Bobot besi dalam mg yang didapat
V = Volume larutan uji yang dipipet
Bu = Bobot cuplikan yang ditimbang

3. Penentuan Kadar Fosfor


Prinsip :
Pembentukan senyawa berwarna kuning jingga antara ortofosfat dengan campuran
asam moloibdat dalam asam vanadat

Reagen :
1. HCl 6 N
2. HCl 3 N

Prosedur :
Larutan uji
1. timbang secara teliti sejumlah cuplikan setara lebih kurang 100 ml fosfor
didalam kurs
2. arangkan dengan api kecil
3. abukan didalam muffel sampai bebas arang sampai suhu 550 °C
4. tambahkan 5 – 10 ml HCl 6 N dan keringkan diatang penangas air
5. tanbahkan 15 ml HCl 3N dan panaskan diatas lempeng pemanas sampai mulai
mendidih
6. dinginkan dan saring kedalam labu terukur 100 ml
7. kedalam kurs ditambahlagi 10 ml HCl 3 N panaskan
8. dinginkan dandidinginkan kemudina tambahkan kedalam labu terukur
9. bilas kursair, dan bilasan ditambahkan kedalam labu terukur dan tambahair
sampai tanda batas.(A)

Larutan baku
1. timbang 0.286 gr kalium dihidrogen fosfst yang telah dikeringkan selama 2 jam
pada suhu 105 °C
2. larutkan dalam 100 ml air (B)
Cara penetapan :
1. pipet larutan A sebanyak 2 ml ; 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml larutan B,
masukan kedalam 6 labu terukur 100 ml yang berbeda
2. tambahkan air 50 – 60 ml dan dibasahkan dengan beberapa tetes amonia
pekat dan diasamkan dengan nitrat (1 : 2)
3. tambahkan 25 ml pereaksi Vanadat-molibdat dan encerkan sampai tanda,
dicampur dan didiamkan selama 10 menit
4. ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang lebih kurang
470 nm
5. sebagai blanko, digunakan larutan tanpa cuplikan yang diperlukan sama seperti
larutan uji

Kadar Fosfor Dalam 100 Gr Cuplikan adalah


!"" !""
Fosfor = 𝐵 𝑥 𝑥
! !"

Keterangan :
B = Bobot fosfor dalam mg yang didapat
V = Volume larutan uji yang dipipet
Bu = Bobot cuplikan yang ditimbang

5. ANALISA KADAR AIR DAN KADAR ABU


1. Penentuan Kadar Air
Cara kerja :
¯ Panaskan oven pada suhu 95 °C, masukan botol timbang kosong kedalam oven
dan keringkan 30 menit.
¯ Keluarkan botol timbangan dari oven, masukan eksikator dan tunggu sampai
dingin kemudian timbang dan catat beratnya (a).
¯ Timbang 2 gr contoh dalam botol timbang catat beratnya (b), (b=a+2), kemudian
keringkan botol + bahan dalam oven selama 2 jam.
¯ Keluarkan bahan dari oven, masukan eksikator dan tunggu sampai dingin
kemudian dan catat beratnya. Masukan kembali bahan kedalam oven panaskan
30 menit
¯ Keluarkan kembali bahan dari oven, masukan eksikator dan timbang kembali
beratnya. Prosedur diatas 4 – 5 diulang sampai diperoleh berat yang konstan
(selisih 2 penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0.02 ml). catat beratnya (c)
Perhitungan :

b–c

% KA (brt basah) = b–a x 100 %

b–c

% KA (brt kering) = c–a x 100 %

Keterangan :
a = berat botol timbang
b = berat botol timbang + sampel (bahan) awal
c = berat botol timbang + sampel (bahan) setelah dikeringkan

Penentuan Kadar Abu


Cara kerja :
¯ Panaskan oven pada suhu 95 °C, masukan kurs porselin kosong kedalam oven
dan keringkan selam 30 menit.
¯ Keluarkan kurs porselin dari oven, masukan eksikator dan tunggu sampai dingin
kemudian timbang dan catat beratnya (a)
¯ Timbang 10 gr sampel kedalam kurs porselin, catat beratnya (b), (b=a+10),
kemudian keringkan kurs porselin + sampel pada dalam oven selam 30 menit
¯ Keluarkan bahan dari oven, masukan eksikator dan tunggu sampai dingin
kemudian timbang dan catat beratnya (c)
¯ Panaskan muffle sampai 300 – 400 °C. stabilkan suhu sampai waktu kurs-
porselin dipindahkan.
¯ Masukan kurs porselin dalam muffle, pijarkan kurs dan isinya sampai diperoleh
abu berwarna putih (+- 2 jam)
¯ Keluarkan kurs dari muffle, masukan dalam eksikator, tunggu sampai dingin
kemudian timbang beratnya.
¯ Masukan kembali kurs beserta isinya kedalam muffle dan pijarkan kembali.
¯ Ulangi prosedur tersebut, sampai diperoleh berat konstan (d)
Perhitungan :

d–a

% Abu = c–a x 100 %

Keterangan :
a = berat kurs porselin
c = berat kurs porselin + sampel (bahan) setelah dikeringkan
d = berat kurs porselin + abu

6. ANALISA IODAT DAN BAHAN BERACUN


Analisis Iodat
Penggunaan Iodium sebagai pencegah penyakit gondok telah banyak
dipraktekan oleh beberapa negara, yaitu dengan garam beriodium. Garam beriodium
merupakan garam dapur yang ditambah Iodium didalamnya atau di Iodisasi dengan
senyawa Iodium. Bahan-bahan yang sering digunakan untuk iodisasi dapat berupa
iodium, KI dan KIO3.

Analisis Kualitatif Iodat


Kalium Iodat (KIO3) dalam suasana asam dapat membebaskan Iodium dari senyawa
Idotida. Iodium yang terbebas akan memberikan warna biru tua dengan larutan kanji.
Bahan :
¯ Garam beriodium
¯ HCl pekat
¯ Larutan kanji
¯ Kalium Iodida (KI)
Cara kerja :
¯ Masukkan kurang lebih 0,5 gram contoh ke dalam tabung reaksi Pyrek dan
tambah 5 ml aquades, kocok–kocok dengan sedikit pemanasan.
¯ Tambahkan 5 tetes HCl pekat dan sepuluh tetes larutan kanji.
¯ Tambahkan 1-2 butir kristal kalium Iodida (KI) sampai dikocok–kocok. Timbulnya
warna biru tua menunjukkan adanya Iodidat.

Analisis Kuantitatif Iodat.


Kadar KIO3 dalam garam beriodium daapat ditentukan secara Iodometri.
KIO3 dalam suasana asam akan mengoksidasi garam–garam Iodida menjadi
Iodium. Iodium (I2) yang di bebaskan, dititrasi dengan larutan standar Natrium
Thiosulfat (Na2S2O3).

Reaksi :
¯ KIO3 + 5KI + 6HCl ——> 6KCI + 3I2 + 3 H2O
¯ I2 + 2Na2S2O3 ———-> 2NaI + Na2S4O6
¯ I2 + larutan amilum ( kanji ) menghasilkan warna biru
¯ Warna biru akan hilang jika larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3
Bahan :
¯ Larutan KIO3 0,005 N
¯ Larutan Na2S2O3 0,005 N
¯ Na CI p.a.
¯ Larutan H3PO4 85%
¯ Larutan kanji
¯ Kalium Iodida
Cara kerja :
1. Pembuatan larutan standar primer KIO3
Timbang dengan teliti 21,3 gram KIO3 p.a. Larutkan sampai volume 1000 ml
dalam labu takar. Larutan ini normalitasnya 0.1 N. Untuk membuat larutan 0,005 N,
3. ambil 50 ml dengan pipet gondok masukkan kedalam labu takar 1000 ml. 4.
tambahkan aquades sampai tepat pada garis batas.

2. Pembuatan larutan Na2S2O3


Timbang kira–kira 25 gram Na2S2O35H2O larutan dalam labu takar 1000 ml
sampai tepat pada batasnya. Gunakan air yang telah di didihkan dan di dinginkan.
Tambahkan kira–kira 0,1 gram natrium karbonat sebagai pengawet. Larutan ini
normalitasnya 0,1 N.
Untuk membuat larutan 0,005 N, pipet sebanyak 5 ml dan encerkan dalam labu takar
sampai dengan volumenya 1000 ml.

Penentuan Iodidat dalam contoh


Standarisasi Larutan Tiosulfat 0,005 N.
¯ Timbang 25 gram NaCI p.a dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
tambahkan aquades 125 ml, dan kocok sampai semua garam melarut.
¯ Pipet sebanyak 5 ml larutan KIO3 0.005 N dan masukkan garam diatas.
¯ Tambahkan 2 ml larutan H3PO4 85% dan 2ml larutan kanji.
¯ Tambahkan seujung sendok kecil kira-kira 0,1 gram kristal KI, kocok sampai
larut.
¯ Segera titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,005 N dalam mikro buret, sampai
warna biru tepat hilang (sisakan larutan Tio-sulfat yang diperlukan
sebanyak A ml ).

Titrasi contoh garam beriodium


¯ Timbang dengan teliti 25 gram contoh garam beriodium masukkan ke dalam
erlen meyer 250 ml.
¯ Tambahkan 125 ml aqudes dan kocok sampai semua garam melarut.
¯ Tambahkan 2 ml H3PO4 85 % dan 2 ml larutan kanji.
¯ Tambahkan sujung sendok kecil kira-kira 0,1 gram kristal KI dan kocok sampai
melarut.
¯ Segera titrasi dengan larutan Na2S2O3 0.005 N sampai warna biru tepat hilang,
misalnya diperlukan B ml.

Perhitungan
Standirisasi larutan thio-sulfat 0,005 N dimaksudkan untuk mencari equivalensi
larutan thio-sulfat terhadap KIO3.

Langkah 1 :
Larutan 0,005 N KIO3
= 21,3 x 50/1000 gram KIO3/ml
= 1,065 ml gram/ml

Langkah 2 :
5 ml larutan 0,005 N KIO3
= 5 x 1,065
= 5,325 ml gram KIO3.

Langkah 3 :
Larutan Na2S2O3 yang dipakai untuk titrasi = A ml equivelen Thio Sulfat.
= 5,325/A (ml gram KIO3/ml thio-sulfat )

Kadar Iodat dalam garam beriodium dapat dihitung :


Langkah 1 :
Larutan Na2S2O3 0,005 N yang dapat dipakai titrasi garam = B ml.
Langkah 2 :
25 gram garam memerlukan = B ml Na2S2O3.
Langkah 3 :
1000 gram memerlukan
= 1000/25 x B ml Na2S2O3
= (1000/25 x B) x 5,325/A ml gram KIO3
= 213 B/A ml gram KIO3

!
Kadar KIO3 dlm contoh = 213
!

Analisis Zat Warna


Zat warna sintetis lebihh banyak di gunakan untuk mewarnai makanan dan
minuman daripada zat warna alam . zat warna ini biasanya bersifat asam atau basah
yang termasuk golongan Coal Taid yes. Serat wool dan sutera mengandung protein
amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk
garam. Dengan mengamati perubahan warna benang wool yang telah dicelup dalam
zat warna dengan berbagai pereaksi dapat ditentukan zat jenis warna tadi.
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya zat warna merah,
Rhodamin B, yang sebenarnya diproduksi untuk mewarnai kertas, tekstil, kayu dan
barang industri non pangan tetapi banyak digunakan untuk memberi warna makanan
dan atau minuman.zat warna ini oleh pemerintah dinyatakan sebagai zat warna
dilarang digunakan untuk mewarnai makanan.

Bahan :
¯ Saus tomat
¯ Benang wool
¯ HCl pekat
¯ NaOH 2 %
¯ H2SO4 pekat
¯ HCl encer (1+9)
¯ NaOH 10 %
¯ NH4OH 12 %
¯ Eter
¯ Asam asetat 0,5 %
¯ NaOH 0,5 %

Cara kerja :
Cara 1
¯ Larutan 1 sendok kecil saos tomat dalam air 30 ml, asamkam dengan HCl. Jika
perlu saring dan tampung dalam gelas piala.
¯ Masukkan benang wool ( kurang lebih 20 cm ) didihkan selama 30 menit.
¯ Angkat benang wool dan cuci dengan air dingin
¯ Keringkan dan potong menjadi 4 bagian
¯ Uji masing-masing dengan HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 % dan NH4OH
12 % amati perubahan warna dan catat

Cara 2
¯ Larutkan 1 sendok kecil saos tomat dalam 24 ml air
¯ Basahkan dengan 5 ml NaOH 10 %. Jika ada zat yang tidak larut ambil contoh
yang sama, didihkan dengan NaOH 2 % selama 1 menit kemudian saring
¯ Ekstraksi larutan atau filtrat dengan 30 ml eter. Jika perlu cuci ekstrak dengan
0,5 % pisahkan dengan corong pemisah
¯ Asamkan dengan 10 ml asam asetat
¯ Uji dengan HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 % dan NH4OH 12 %
¯ Amati perubahan warna yang terjadi.

Penentuan Hidrosianida (HCN)


Secara Kualitatif
¯ Menserasikan 50 gr bahan yang telah ditumbuk dalam 50 ml air pada
erlanmeyer 250 ml dan tambahkan 10 ml larutan asam tartrat 5 %
¯ Kertas saring ukuran 1 x 7 cm dicelupkan dalam asam tikrat jenuh, kemudian
dikeringkan diudara. Setelah kering dibasahi dengan larutan Na2CO3 8 % dan
digantungkan leher erlenmeyer diatas, dan tutup sedemikian rupa sehingga
kertas tak kontak dengan cairan erlenmeyer.
¯ Kemudian di panaskan diatas penangas air 50° C selama 15 menit. Apabila
warna orange dari kertas pikrat beruba menjadi warna merah berarti dalam
bahan terdapat HCN

Secara Kuantitatif
¯ Timbang 10 – 20 gr sampel yang sudah ditumbuk halus ( 20 mes ), tambahkan
100 ml aquades dalam labu kejeldal dan menserasikan selama 2 jam
¯ Kemudian tambahkan lagi 100 ml aquades dan distilasi dengan uap (stem
distilation). Distilat dityampung dalam erlen meyer yang sudah diisi dengan 20
ml 0,02 N AgNO3 dan 1 ml HN3.
¯ Setelah distilat mencapai 150 ml, distilat dihentikan. Distilat kemudian disaring
dengan krusgooch, endapan yang mungkin ada dicuci dengan air.
¯ Kelebihan AgNO3 dalam distilat dititrasi dengan K-tiosianat memakai indikator
ferri.
1 ml AgNO3 = 0,54 HCN
Berat HCN = 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑐𝑡ℎ 𝑥 20 𝑁𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑋 0,54 𝑚𝑔

B. PERALATAN YANG DIGUNAKAN PADA UJI MUTU BAHAN PANGAN


Berdasarkan ISO/DIS 8402-1992, mutu didefinisikan sebagai karakteristik
menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau
manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang
telah ditentukan (Fardiaz, 1997). Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan
karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik
atau karakteristik tampak, dan (2) karakteristik tersembunyi, seperti nilai gizi dan
keamanan mikrobiologis, yang dapat dilakukan di laboratorium dasar mutu.
Analisa nilai gizi meliputi enam hal, yakni :
1. Analisa kadar air
2. Analisa kadar abu dan mineral
3. Analisa kadar lipida
4. Analisa kadar protein
5. Analisa kadar karbohidrat
6. Analisa kadar serat

Mengenal dan memahami alat laboratorium sangatlah penting bagi praktikan


agar praktikum berjalan lancar. Praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara
kerja serta fungsi dan alat-alat di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan
dan bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat,
praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna (Walton, 1998).
Sebelum melaksanakan praktikum, praktikan hendaknya memeriksa alat-alat yang
akan digunakan. Penggunaan alat-alat gelas memerlukan ketelitian dan kehati-
hatian, misalnya praktikan harus memeriksa alat tersebut apakah ada yang cacat
atau rusak. Analisis tidak boleh dilakukan dengan alat kaca yang tidak bersih. Alat
kaca yang tampaknya bersih belum tentu bersih dari sudut pandang seorang
analisis. Permukaan yang tampaknya tidak ada kotoran masih sering tercemari oleh
lapisan tipis tak tampak yang berminyak.

A. Mengidentifikasi Peralatan Laboratorium Mutu Hasil


1. Peralatan analisa kadar air
Berikut adalah peralatan yang digunakan untuk analisa kadar air.
a. Infrared Moisture Meter
Alat ini digunakan untuk mengukur kadar air dalam berbagai jenis
bahan, seperti makanan, buah secara instan dan cepat.

Gambar 4.1. Infrared Moisture Meter


Sumber : http://alatlaboratorium.info/food-analysis/proximate-
analysis/fat/
b. Powder Moisture Meter
Alat ini digunakan untuk mengukur kadar air dalam tepung terigu,
tepung tapioka, merica (lada), pati, dan vanilla secara cepat dan
akurat.

Gambar 4.2. Powder Moisture Meter


Sumber : http://alatlaboratorium.info/food-analysis/proximate-
analysis/fat/
c. Meat Moisture Meter
Alat ini digunakan untuk mengukur kadar air di dalam daging-
dagingan, seperti daging sapi, daging babi, daging ayam.
Gambar 4.3. Meat Moisture Meter
http://alatlaboratorium.info/food-analysis/proximate-analysis/fat/
2. Peralatan analisa kadar abu dan mineral
Berikut adalah peralatan yang biasa digunakan dalam analisa kadar abu dan
mineral di laboratorium.
a. Cawan krusibel
Alat ini digunakan sebagai wadah pada saat penguapan larutan dari
suatu bahan yang tidak mudah menguap.

Gambar 4.4. Cawan Krusibel


Sumber : http://onelaboratorytechniq.blogspot.co.id/2012/09/alat-alat-
lab.html
b. Desikator
Desikator merupakan peralatan yang sering digunakan di laboratorium
kimia anorganik. Desikator mempunyai bentuk mirip dengan soblok
(dandang) yang digunakan untuk memasak. Di tengah-tengah desikator
terdapat angsangan yang mempunyai lubang-lubang. Desikator
digunakan untuk melakukan pengeringan bahan kimia dengan
mengunakan zat higrokopis. Zat higrokopis adalah zat yang dapat
menyerap uap air dari udara. Tempat bagian bawah digunakan untuk
meletakkan zat higrokopis.
Desikator merupakan alat yang berbobot dan untuk membukanya
dengan cara menggeser karena di sekeliling dilapisi vaselin. Desikasi
merupakan cara pengeringan zat padat, zat cair, gas yang mengandung
air sedikit sekali dengan menggunakan zat yang mengandung air atau
uap air lebih sedikit dari pada zat-zat yang akan dikeringkan. Sehingga,
desikasi adalah pengeringan dengan jalan penyerapan air yang
dikandung sesuatu zat oleh zat-zat lain. Zat-zat yang digunakan untuk
pengeringan disebut desikan (desiccant) yang dapat berupa zat padat
atau zat cair.

Gambar 4.5. Desikator


Sumber : http://onelaboratorytechniq.blogspot.co.id/2012/09/alat-alat-
lab.html
c. Penjepit krus (Crusible Tang)
Alat ini terbuat dari besi. Fungsinya untuk menjepit cawan krus saat
dikeluarkan dari tanur pengabuan ataupun untuk memegang cawan
pada saat pembakaran di atas Bunsen. Cara menggunakannya yaitu
bagian dinding cawan krus dijepit oleh penjepit.

Gambar 4.6. Penjepit krus


Sumber : http://agandani.blogspot.co.id/2015/05/praktik-kimia-
pengenalan-alat-alat-kimia.html
d. Furnace
Alat ini juga disebut tungku pembakaran, adalah sebuah perangkat
yang digunakan untuk pemanasan.
Gambar 4.7. Furnace
Sumber : http://alatlaboratorium.info/food-analysis/proximate-analysis/ash-
content/
e. Oven
Alat ini digunakan sebagai pemanas pada suhu tinggi, yaitu sekitar
1000oC.

Gambar 4.8. Oven


Sumber : http://onelaboratorytechniq.blogspot.co.id/2012/09/alat-alat-
lab.html
f. Timbangan/Neraca Analitik
Timbangan atau neraca analitik adalah alat laboratorium yang
digunakan untuk menimbang sejumlah bahan dalam ukuran miligram
(sangat kecil bobotnya). Sebagai alat ukur masa, fungsi timbangan
analitik (analytical balances) ini sangat membantu peneliti dalam
mendapatkan sejumlah kecil takaran bahan kimia.
Neraca analitik sengaja dirancang untuk menimbang bobot bahan
secara presisi (tepat ukur) sejumlah bahan kimia analisis. Orang
laboratorium mengenalnya sebagai bahan kimia PA (Pro Analysis).
Bahan kimia ini termasuk berharga mahal dan hanya digunakan
dalam jumlah kecil karena tingkat kemurniannya yang tinggi. Di
laboratorium, umumnya digunakan neraca analitik dengan ketelitian 4
digit sehingga mampu menimbang bahan sejumlah 0,0001 gram.

Gambar 4.9 : Kern : ABS220-4 Analytical Balance


Sumber : http://www.edonilab.com/2014/01/kern-abs-220-4-analytical-
balance.html#more-42
g. Lampu spiritus/bunsen, kaki tiga dan kawat kasa
Lampu spiritus merupakan salah satu alat yang diperlukan pada setiap
percobaan kimia atau praktikum lainnya. Lampu spiritus ini digunakan
untuk membakar zat atau memanasi larutan.
Kaki tiga adalah salah satu instrumen peralatan laboratorium non-gelas
yang digunakan sebagai penyangga alat dalam pemanasan. Cara
kerja alat ini adalah dengan meletakkan lampu spiritus di bawah kaki
tiga dan meletakkan peralatan gelas di atasnya, namun di antara
kedua alat tersebut harus dipasang kawat kasa di atas kaki tiga.
Gambar 4.10 : Lampu spiritus
Sumber : http://dayad17.blogspot.co.id/2014/03/alat-alat-laboratorium-
beserta-fungsinya.html

Gambar 4.11 : Kaki tiga


Sumber : https://tutugon.com/fungsi-alat-alat-laboratorium-kimia/

Gambar 4.12 : Kawat kasa


Sumber : http://dayad17.blogspot.co.id/2014/03/alat-alat-laboratorium-
beserta-fungsinya.html
3. Peralatan analisa kadar lipid
Peralatan yang biasa digunakan untuk analisa kadar lipid adalah
Extraction unit seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.13. BFA-2 Fat Analyzer
Sumber : http://alatlaboratorium.info/food-analysis/proximate-analysis/fat-
2/
Alat BFA-2 Fat Analyzer ini digunakan untuk analisis kadar lemak pada
suatu bahan dalam metode Soxhlet.

4. Peralatan analisa kadar protein


Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh
juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Berikut adalah
alat-alat yang digunakan dalam analisa protein.
a. Spektrofotometer visible (labo)
Spektrofotometri adalah salah satu metode kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif maupun kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara
materi dengan cahaya. Alat yang digunakan dalam spektrofotometri
inilah yang kita kenal dengan sebutan spektrofotometer.
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut
kuvet. Sebagian dari cahaya akan diserap dan sisanya akan
dilewatkan.
Gambar 4.15 : Spektrofotometer
Sumber : http://www.dwilabmandiri.com/spektrofotometer-uv-vis-
genesys-10s/
b. Tabung reaksi
Tabung reaksi adalah sebuah tabung yang terbuat dari sejenis kaca
yang dapat menahan perubahan temperatur dan tahan terhadap
rekasi kimia. Fungsinya adalah sebagai tempat dimana kita
mereaksikan bahan kimia dalam laboratorium. Tabung ini juga
mempunyai sifat tahan terhadap panas/api.

Gambar 4.16 : Tabung reaksi


Sumber : http://halamantonie.blogspot.co.id/2012/10/alat-alat-kimia-
dan-fungsinya.html
c. Labu Kjeldahl
Labu Kjeldahl adalah suatu perangkat laboratorium yang berbentuk
seperti labu ukur namun bagian dasarnya berbentuk bulat sempurna
sehingga labu Kjeldahl tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Oleh
karena itu, beaker glass sering digunakan sebagai penyanggah labu
Kjeldahl. Labu Kjeldahl sering digunakan pada proses destruksi
protein atau analisa protein dengan menggunakan metode Kjeldahl.
Gambar 4.17 : Labu Kjeldahl
Sumber : http://nannananot.blogspot.co.id/2012/09/instrumentasi-alat-
alat-gelas.html
d. Alat destilasi
Destilasi atau penyulingan adalah sebuah metode yang digunakan
untuk memisahkan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan
atau kemudahan menguap atau volatilitas bahan.

Gambar : Perangkat Destilasi


Sumber : https://brainly.co.id/tugas/671130
e. Buret 50ml
Buret adalah salah satu alat laboratorium kaca atau Glassware yang
berbentuk silinder yang memiliki garis ukur dan sumbat keran pada
bagian bawahnya. Ia digunakan untuk meneteskan sejumlah reagen
cair dalam eksperimen yang memerlukan presisi, seperti pada
eksperimen titrasi.
Gambar : Buret 50 ml
Sumber : https://global.rakuten.com/en/store/shopdeclinic/item/2-
9139-03/
f. Erlenmeyer 50ml
Tabung Erlenmeyer adalah wadah untuk bahan kimia yang berbentuk
kerucut dengan leher sebagai pegangan dan juga dapat digunakan
untuk mencantelkan sebuah penjepit/menggunakan stopper. Labu
Erlenmeyer digunakan untuk mengukur, mencapur dan menyimpan
cairan. Bentuknya membuat botol ini sangat stabil. Alat laboratorium
ini adalah salah satu alat yang paling umum digunakan dalam
laboratorium kimia. Kebanyakan Labu Erlenmeyer terbuat dari kaca
borossilikat sehingga Erlenmeyer dapat dipanaskan dengan api atau
dengan autoklaf.

Gambar : Tabung Erlenmeyer


Sumber : http://www.alatlabor.com/article/detail/228/tabung-
erlenmeyer
g. Spatula
Spatula adalah alat untuk mengambil objek. Spatula yang sering
digunakan di laboratorium biologi atau kimia berbentuk sendok kecil,
pipih dan bertangkai. Ada tiga jenis spatula untuk keperluan
laboratorium:
1) Spatula yang terbuat dari logam (stainlessteel) digunakan untuk
mengambil obyek yang telah diiris untuk sediaan mikroskop.
2) Spatula politena atau tanduk, digunakan sebagai sendok untuk
mengambil bahan kimia padat.
3) Spatula nekel adalah spatula yang disepuh dengan nekel,
digunakan sebagai sendok kecil untuk mengambil bahan kimia.
Gambar : Spatula laboratorium
Sumber : http://www.alatlabor.com/detail/67/120/spatula-with-spoon
h. Kertas timbang
Alat yang digunakan untuk menimbang, pembungkus, dan lain-lain.

Gambar : kertas timbang


Sumber : http://ilmubayoe.blogspot.co.id/2014/11/alat-praktek-
farmasi.html
i. Batu didih
Batu didih adalah benda yang kecil, bentuknya tidak rata, dan berpori,
yang biasanya dimasukkan ke dalamcairan yang sedang dipanaskan.
Biasanya, batu didih terbuat dari bahan silica, kalsium karbonat,
porselen, maupun karbon. Batu didih terbuat dari bahan silica, kalsium
karbonat, porselen, maupun karbon. Batu didih sederhana bisa dibuat
dari pecahan-pecahan kaca, keramik, maupun batu kapur, selama
bahan-bahan itu tidak bisa larut dalam cairan yang dipanaskan.
Fungsi penambahan batu didih ada 2, yaitu :
• Untuk meratakan panas sehingga panas menjadi 43 omogeny
pada seluruh bagian larutan.
• Untuk menghindari titik lewat didih.
Gambar : Batu didih
Sumber : http://evanavevanyagami.web.unej.ac.id/2015/03/22/prinsip-
kerja-batu-didih/
j. Gelas ukur 25ml
Fungsi gelas ukur adalah sebagai alat ukur volume cairan yang tidak
memerlukan ketelitian yang tinggi, misalnya pereaksi/reagen untuk
analisis kimia kualitatif atau untuk pembuatan larutan standar
sekunder pada analisis titrimetri/volumetri. Gelas ukur merupakan
suatu alat yang di gunakan untuk mengukur volume larutan yang
bentuknya seperti corong ataupun gelas yang mempunyai
ukuran volume mililiter yang berfariasi. Gelas ukur terbuat dari
polypropylene karena ketahanan kimia yang baik atau
polymethylpentene untuk transparansi, hal itu membuat gelas menjadi
lebih ringan namun lebih rapuh dari kaca, maka tidak boleh digunakan
untuk mengukur larutan/pelarut dalam kondisi panas.
Perhatikan meniscus pada saat pembacaan skala.
Gelas ukur berukuran besar biasanya terbuat
dari polipropilena karena resistansi kimia yang sangat baik
atau polimetilpentena karena transparansinya, membuat gelas ukur
tersebut lebih terang,
kurang retak dibandingkan kaca. Polipropilena (PP) dapat dengan
mudah dimasukkan dalam autoklaf berulangkali; namun, penggunaan
autoklaf lebih dari 121 °C (250 °F) (tergantung pada formulasi kimia
bahan: tingkat polipropilena komersil yang umum digunakan meleleh
pada suhu diatas 177 °C (351 °F)), dapat membengkokkan atau
merusak gelas ukur polipropilena, yang mempengaruhi keakuratan.
Cara menggunakan gelas ukur
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
pengukuran dengan alat ini, seperti:
• Untuk mengukur volume larutan yang tidak berwarna, Anda harus
memperhatikan batas meniskus cekung bagian bawah. Gelas ukur
harus diletakan pada daerah yang datar dan meniskus dibaca sejajar
dengan mata.
• Untuk mengukur volume raksa, Anda harus memperhatikan batas
meniskus cembung yang dilihat sejajar dengan mata dan meletakan
gelas ukur pada bidang yang rata.
Perbedaan gelas ukur dan gelas kimia adalah, Gelas ukur sebagai
alat ukur sedangkan gelas kimia adalah alat tampung. Penggunaan
secara benar kedua gelas kimia ini akan sangat membantu Anda di
laboratorium.

Cara membaca skala pada gelas ukur


Untuk membaca skala Gelas ukur angka pada gelas ukur lebih baik di
letak.kan pada media yang sejajar(meja yang rata) posisi mata sejajar
dengan permukaan larutan yag di tuangkan dan disesuaikan dengan
ukuran yang tertera, sehingga akurasi ketelitian pada penglihatan
lebih besar.

Gambar : Gelas ukur 25 ml


Sumber : https://iprice.co.id/pyrex/dapur-ruang-makan/perangkat-
pemanggang/gelas-ukur/
k. Pipet tetes
Pipet tetes merupakan jenis pipet yang berupa pipa kecil terbuat dari
plastik atau kaca dengan ujung bawahnya agak meruncing dengan
ujung atasnya ditutupi karet. Berguna untuk mengambil cairan dalam
skala tetesan kecil, saat melakukan percobaan reaksi kimia di
laboratorium, bahan yang kita perlukan jumlahnya tidaklah terlalu
besar sehingga tidak bisa diukur dengn alat ukur yang berskala. Untuk
keperluan itu maka digunakan pipet tetes. Pipet tetes ini hanya bisa
digunakan untuk bahan yang bersifat cair. Jika ada bahan padatan
yang harus di ukur menggunakan pipet tetes, maka padatan tersebut
harus terlebih dahulu di larutkan.
Pipet tetes berfungsi untuk membantu memindahkan cairan dari
wadah yang satu ke wadah yang lain dalam jumlah yang sangat kecil
yaitu setetes demi tetes. Pemindahan cairan dengan menggunakan
pipet tetes memang memakan waktu yang sangat lama jika yang di
pindahkan sangat banyak

Sumber : https://medicom.co.id/products/pipet-tetes-kaca-pendek-
onemed-box-isi-100pcs
l. Corong gelas
Secara umum alat ini terbagi menjadi dua jenis yaitu corong yang
menggunakan karet atau plastik dan corong yang menggunakan
gelas. Bagian dari corong terdiri dari mulut dan batang corong.
Corong Gelas juga memiliki ukuran dari terkecil hingga terbesar
Panjangnya sesuai dengan diameter atas corong, ukuran diameter 50,
75, 100, 150, dan 200 mm, sehingga dalam prakteknya dapat dengan
mudah memasukkan cairan ke dalam wadah yang digunakan untuk
praktek.
Fungsi Corong Gelas

1. Sebagai alat bantu untuk memindah / memasukkan larutan ke wadah /


tempat yang mempunyaai dimensi pemasukkan sampel bahan kecil.

2. Sebagai alat bantu dalam melakukan penyaringan, yaitu sebagai


tempat meletakkan kertas saring

3. Corong digunakan untuk memasukan atau memindah larutan air satu


tempat ke tempat lain dan digunakan pula untuk proses penyaringan
setelah diberi kertas saring pada bagian atas.
4. Untuk menyaring campuran kimia dengan gravitasi.

Sumber : http://www.labsmk.com/2017/01/fungsi-corong-kaca.html
m. Automatic disgestion unit
Kejaldahl Digestion Unit adalah alat untuk menganalisis nitrogen dan
tekad protein, dengan blok pemanas alumunium yang memiliki
homogenitas termal yang sangat baik dengan suhu kerja maksimum
450oC.

Gambar : Kjeldahl Digestion DK series Velp


Sumber : https://www.indotrading.com/product/kjeldahl-digestion-dk-
p370418.aspx
n. Automatic distillation unit
Gambar : Automated Distillation Unit
Sumber : https://www.labplant.co.uk/automatic-distillation-testers.html
5. Peralatan analisa kadar karbohidrat
a. Pipet
b. Labu ukur 100ml
Labu Ukur adalah peralatan gelas laboratorium yang berbentuk seperti
buah pear, memiliki bagian bawah datar dan bulat dengan leher yang
panjang. Labu ukur biasanya terbuat dari gelas atau plastik, hal ini
ditujukan agar isi dalam labu ukur dapat terlihat (transparent). Mulut
pada labu ukur digunakan untuk menampung tutup yang terbuat dari
plastic. Bagian Perut pada labu ukur yang berbentuk bulat terdapat
garis-garis ukur yang melingkar, hal ini ditujukan untuk memudahkan
dalam melakukan perhitungan volume labu ukur.
Labu ukur memiliki bermacam volume dari yang paling kecil 1ml
sampai dengan yang terbesar 1000ml. Labu ukur bisasanya digunakan
unutk mengencerkan atau melarutkan zat kimia sebelum dilakukan
penelitian. Biasanya zat yang diencerkan adalah zat kimia yang
berkarakter terlalu pekat.

Gambar : Labu ukur


Sumber :
http://tugasinstrumen.blogspot.com/2012/09/instrumentasi.html
c. Erlenmeyer
d. Titrasi
Sumber : https://chemslaboratory.wordpress.com/2015/04/18/alat-alat-
dalam-titrasi/
e. Timbangan analitik
f. Hot plate
Hotplate adalah alat di laboratorium kimia yang digunakan untuk
memanaskan campuran/sampel. Sampel yang akan dipanaskan
ditempatkan ke dalam erlenmeyer atau gelas kimia. Kemudian pada
hotplate terdapat tombol yang diputar untuk menghidupkan dan
mematikannya. Cara penggunaan alat ini cukup sederhana kita tinggal
menyalakan kemudian menempatkan sampel diatas hotplate,
kemudian diatur suhunya sesuai yang diinginkan.
Hot plate stirrer dan Stirrer bar (magnetic stirrer) berfungsi untuk
menghomogenkan suatu larutan dengan pengadukan. Pelat (plate)
yang terdapat dalam alat ini dapat dipanaskan sehingga mampu
mempercepat proses homogenisasi. Pengadukan dengan
bantuan batang magnet Hot plate dan magnetic stirrer seri Hot-Plate
& Stirrer (Digital) RSH-1DR misalnya mampu menghomogenkan
sampai 10 L, dengan kecepatan sangat lambat sampai 1600 rpm dan
dapat dipanaskan sampai 425oC.

Sumber : http://www.labdepotinc.com/c-96-hot-plates.php
g. Corong
h. Bola karet

Sumber : http://ekadarmachem.blogspot.com/2017/03/alat-alat-
laboratorium-kimia.html
6. Peralatan analisa kadar serat
a. Crussible
b. Gelas kimia 500ml
c. Erlenmeyer
d. Kertas saring
e. Gelas piala/gelas beaker
Alat ini terbuat dari kaca umumnya kaca borosilikat ataupun dari plastik
yang digunakan untuk menampung zat kimia yang korosif seperti asam
atau zat-zat lainnya yang sangat reaktif biasanya terbuat dari PTFE
ataupun bahan-bahan yang reaktivitasnya rendah.
Gelas Beaker dapat ditutup dengan kaca pengamat untuk mencegah
kontaminasi dan penyusutan zat. Alat ini seringkali ditandai dengan
ukuran pada sisi Beaker. Sebagai contoh, Beaker dengan volume 250
mL ditandai dengan garis-garis yang mengindikasikan volume zat
tertampung sebesar 50, 100, 150, 200, dan 250 mL. Keakuratan
ukuran ini sangat bervariasi.
Fungsi Gelas Beaker
a) Untuk mengukur volume larutan atau bahan yang tidak
membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi.
b) Sebagai wadah untuk menyimpan dan membuat larutan.
c) Sebagai wadah untuk memanaskan bahan diatas hot plate,
khusus untuk beker glass yang terbuat dari kaca borosilat
d) Gelas Beaker biasa digunakan untuk tempat mencampur,
memanaskan cairan, mereaksikan bahan, dan membawa sampel
cair atau padat.
e) Gelas beaker juga digunakan untuk menampung cairan titrasi dan
filtrat hasil penyaring

Sumber : http://www.labsmk.com/2017/01/fungsi-gelas-piala-
beaker.html
f. Spatula
g. Neraca analitik
h. Oven
i. Kaca arloji
Kaca Arloji adalah lempeng kaca, berbentuk lingkaran dan sedikit
cekung, digunakan oleh para ahli kimia untuk menguapkan cairan dan
menutup beaker selama percobaan. Kaca Arloji juga dapat digunakan
untuk menaruh zat padat pada saat ditimbang.

Sumber : http://ditya-garin.blogspot.com/2013/06/alatalat-
laboratorium.html
C. ANALISA MIKROBIOLOGIS
Pengujian mikrobiologi secara umum dilakukan untuk memenuhi suatu
kriteria mikrobiologi tertentu, baik yang ditetapkan secara wajib oleh pemerintah
(standard), persyaratan sukarela untu memenuhi suatu pedoman tertentu yang
dikeluarkan oleh pemerintah, asosiasi, perusahaan itu sendiri (guideline), atau pun
persyaratan wajib yang terkait dengan hubungan dengan suplier (specification).

Kriteria mikrobiologi (microbiological criteria) adalah suatu batas kriteria yang


dapat menunjukkan keterimaan suatu lot berdasarkan jumlah mikroorganisme atau
ketiadaan mikroorganisme tertentu dari suatu bahan/produk pangan tertentu. Kriteria
mikrobiologi yang baik harus mencakup jenis mikroorganisme yang diuji, metode
yang digunakan, pada tingkat mana diterapkan, sampling plan serta jumlah sampel
yang harus memenuhi persyaratan tersebut.

Sampling plan untuk pengujian pengujian mikrobiologi umumnya dilakukan


dengan mengacu pada ICMSF (1986). Rencana sampling ini disusun berdasarkan 2
hal yaitu tingkat keparahan mikroorganisme yang diuji dan kondisi atau perilaku
mikroorganisme uji dalam pangan setelah pengujian sampai dengan pangan
tersebut dikonsumsi. Faktor pertama dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yakni
pengujian utilitas (kriteria mutu, seperti total plate count), indikator sanitasi, dan 3
kelompok patogen dengan tingkat keparahan berbeda. Faktor kedua dikelompokkan
menjadi 3 yakni kondisi dimana mikroorganisme mengalami penurunan jumlah,
kondisi dimana mikroorganisme tidak berkurang maupun bertambah serta kondisi
dimana mikroorganisme mengalami peningkatan jumlah. Kedua faktor ini
menghasilkan 15 kasus atau rencana sampling seperti disajikan pada Tabel 1.
Adanya berbagai kasus ini memungkinkan kita menetapkan kapan harus mengambil
lebih banyak sampel dan kapan kita bisa mengambil lebih sedikit sampel untuk
menetapkan keterimaan suatu lot. Pemilihan jenis kasus akan menentukan kinerja
sampling kita dan memberi informasi mengenai kondisi produk pada lot yang
bersangkutan.

Rencana sampling 3 kelas lazim diterapkan untuk jenis mikroorganisme yang


tidak berbahaya atau patogen dengan bahaya sedang seperti Bacillus cereus. Dalam
rencana sampling ini maka sejumlah sampel diambil (n) dan ada sejumlah sampel
yang boleh bermutu marjinal (c) yakni yang mengandung mikroorganisme dengan
jumlah antara m dan M. Untuk pengujian patogen mengandung bahaya serius
(Salmonella bukan penyebab tifus) atau parah (Escherichia coli enterohemoragik,
Salmonella typhii), maka diberlakukan rencana sampling 2 kelas, dimana umumnya
c adalah nol atau tidak ada sampel yang diambil yang boleh mengandung
mikroorganisme dalam jumlah melebihi m.

Disamping nilai n dan c, sampling plan juga dilengkapi dengan m dan M. Nilai
m merupakan cerminan dari jumlah mikroorganisme pada produk apabila GMP/GHP
diterapkan dengan baik. Untuk pengujian patogen dalam sampling plan 2 kelas,
umumnya m adalah nol dengan suatu ukuran sampel tertentu, misalnya 25 g.
Dengan demikian maka ketiadaan patogen dalam sampel dapat diartikan sebagai
batas deteksi < 1 CFU per 25 g atau < 4 per 100 g produk. Jumlah bakteri dalam
keseluruhan lot tersebut dapat diperkirakan apabila standar deviasi atau keragaman
sampel diketahui. Dalam rencana sampling 3 kelas, m memiliki nilai tertentu
sementara M adalah jumlah bakteri yang dianggap tidak memenuhi syarat. Nilai M
dapat ditetapkan dari jumlah mikroorganisme pembusuk yang memberikan
penyimpangan (odor, misalnya), atau jumlah mikroorganisme dalam lingkungan yang
tidak dapat diterima berdasarkan data-data monitoring lingkungan, atau jumlah
patogen yang telah dari data keracunan telah dilaporkan dapat membahayakan
kesehatan.

Meskipun demikian, beberapa kelemahan yang sering ditemukan dalam


suatu kriteria mikrobiologi yang ditetapkan. Termasuk di dalamnya adalah penetapan
jenis mikroorganisme yang tidak relevan (menguji mikroorganisme yang tidak pernah
terkait atau pernah menyebabkan penyakit melalui produk tersebut), menetapkan
kriteria tanpa sampling plan (misalnya mempersyaratkan Salmonella negatif, tanpa
ada ketetapan tentang n dan c), tidak menetapkan n, tidak menetapkan metode
pengujian yang harus diacu dan sebagainya.

Dengan berkembangnya manajemen keamanan pangan yang berbasis risiko


yang berbasiskan FSO (Food Safety Objective, maka pengujian mikrobiologi juga
dapat dikorelasikan dengan upaya mengurangi peluang penyakit atau keracunan
yang terjadi di masyarakat. Beberapa metric (kriteria pengukuran) baru turunan FSO
seperti PO (Performance Objective) tentunya melibatkan pengujian mikrobiologi di
berbagai tahap pengolahan misalnya PO untuk bahan baku, PO setelah proses
termal, PO setelah pengemasan dsb (ICMSF, 2002). Pengujian PO diharapkan
dapat lebih lagi memberi jaminan mutu dan keamanan produk akhir, sehingga
pengujian produk akhir yang memiliki keterbatasan apa pun sampling plan yang
diterapkan, tidak lagi menjadi satu-satunya tumpuan dalam mengevaluasi mutu dan
keamanan pangan produk yang dihasilkan.

Berbagai macam uji mokrobiologis dapat dilakukan terhadap bahan


pangan, meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan daya tahan suatu
makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menenetukan tingkat keamanan dan uji
indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang
dilakukan terhadap tiap bahan pangan tidak sama tergantung berbagai faktor, seperti
jenis dan komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan serta
komsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya (Dirjen POM., 1979).
Metode MPN biasanya biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba
di dalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat pula digunakan untuk contoh
berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari contoh tersebut
(Fardiaz, 1993).
Metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana
perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu yang
ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya
kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil (tabung Durham) yang
diletakkan pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik pembentuk gas.
Dalam metode MPN, pengenceran harus dilakukan lebih tinggi daripada
pengenceran dalam hitungan cawan, sehingga beberapa tabung yang berisi medium
cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut mengandung
satu sel, beberapa tabung yang lainnya mengandung lebih dari satu sel atau tabung
lainnya tidak mengandung sel. Dengan demikian setelah inkubasi, diharapkan terjadi
pertumbuhan pada beberapa tabung yang dinyatakan sebagai tabung positif,
sedangkan tabung lainnya negatif.
Standar plate Count (Angka Lempeng Total) adalah menentukan jumlah
bakteri dalam suatu sampel. Dalam test tersebut diketehui perkembangan
banyaknya bakteri dengan mengatur sampel, di mana total bakteri tergantung atas
formasi bakteri di dalam media tempat tumbuhnya dan masing-masing bakteri yang
dihasilkan akan membentuk koloni yang tunggal (Djide M. Natsir., 2005).
Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan pertumbuhan
koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah koliform dalam sampel yang
diuji. Uji positif akan menghasilkan angka indeks. Angka ini disesuaikan dengan
tabel MPN untuk menentukan jumlah koliform dalam sampel. (Sesilia,R.2011)
Tabel seleksi bakteri (Sesilia,R.2011)
Bakteri Media Media Selektif Hasil positif
Enrichmen
1. E. coli BGLBB, LB, EMBA,Mc Koloni hijau metalik dengan
BHIB concey bintik hitam di tegah
2. Salmonella thypi BSA, SCB, SSA, BSA Koloni keruh atau bening,
SELENITIF tidak berwarna bagian
tengah mungkin berwarna
3. Pseudomonas hitam.
aeruginosa BHIB MHA, CETA Koloni kecil dan sedang,
jernih, sedikit keruh. Koloni
4. Staphylococcus hijau berfluoresen
aureus BHIB VJA Koloni berukuran kecil dan
berwarna hitam, dikelilingi
oleh areal berwarna kuning
yang enunjukkan terjadinya
5. Vibrio cholera fermentasi manitol.
APW TCBSA Koloni kuning permukaan
agak datar, bagian tengah
keruh dan bagian pinggir
bening atau koloni kuning
agak kering dilingkari zone
kuning.

Mikroba yang terkandung dalam makanan bisa menyebabkan terjadinya


kerusakan mikrobiologis pada makanan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu bahan makanan untuk dikonsumsi oleh
masyarakat, perlu dilakukan pengujian mikroba yang terkandung dalam makanan
tersebut, salah satu cara tersebut adalah dengan analisis kuantitatif mikrobiologi
pada bahan pangan (Buckle 1987). Cara ini sangat penting dilakukan untuk
mengetahui mutu bahan pangan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
mengetahui jumlah jasad renik di dalam suatu suspensi atau bahan. Cara-cara
tersebut dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Perhitungan jumlah sel
a. Hitungan mikroskopis
b. Hitungan cawan
2. Perhitungan massa sel secara langsung
a. Volumetric
b. Gravimetric
c. Kekeruhan (turbidimeter)
3. Perhitungan massa sel secara tak langsung
a. Analisis komponen sel (protein, DNA, ATP)
b. Analisis produk katabolisme (metabolit primer, metabolit sekunder, panas)
c. Analisis konsumsi nutrien (karbon, nitrogen, oksigen, asam amino,
mineral).

Anda mungkin juga menyukai