Anda di halaman 1dari 20

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA DAN EKSPRESI BUDAYA

TRADISIONAL

2.1 Hak Cipta

2.1.1. Pengertian Hak Cipta dan Dasar Hukumnya

A. Pengertian Hak Cipta

Sesuai dengan perkembangan jaman, perlindungan atas hak-hak yang

dimiliki oleh setiap manusia perlu ada pengaturan, termasuk halnya dengan Hak

Kekayaan Intelektual (HKI). Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intelektual

Property Rights (IPR) dan sebelumnya dikenal dengan istilah Hak Milik

Intelektual, bukanlah merupakan hal baru dalam perkembangan perdagangan

global, dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Indonesia sebagai negara

berkembang telah mampu menyesuaikan segala perubahan peraturan terkait

dengan kebijakan global tentang HKI14.

Hak atas kekayaan intelektual terbagi atas dua kelompok besar yaitu:

- Hak cipta (Copy Rights)

- Hak kekayaan Perindustrian (Industrial Property Rights), hak kekayaan

perindustrian ini terbagi lagi menjadi beberap bagian yaitu:

• Paten (Patent)

14
Djulaeka, 2014, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual,Setara Press, Malang,
h. 2.
17

• model rancangan dan bangun (utility models)

• merek dagang (trade marks)

• nama dagang atau nama niaga (trade names)

• sumber tanda atau sebutan asal (indication of source

appelation of origin)

Hak Cipta sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual, dimana Hak

Kekayaan Intelektual memiliki 4 prinsip, yaitu:

1. Prinsip Keadilan
Pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil
dari kemampuan intelektualnya wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut
dapat berupa materi ataupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena
dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan
tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak
dalam rangka kepentingannya tersebut, yang disebut dengan hak.
2. Prinsip Ekonomi
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan
kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak
umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam
menunjang kehidupan manusia. Maksudnya bahwa kepemilikan itu wajar karena
sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu suatu keharusan untuk
menunjang kehidupannya di masyarakat. Dengan demikian, Hak Kekayaan
Intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dari kepemilikan
tersebut seseorang akan mendapatkan keuntungan, misalnya dalam bentuk
pembayaran royalty dan technical fee.
3. Prinsip Kebudayaan
Konsep bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk
memungkinkannya hidup. Selanjutnya, dari karya itu akan timbul suatu gerak
hidup yang menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan konsepsi demikian
maka pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra sangat
besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia.
Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, dan cipta manusia yang dibakukan dalam
sistem Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan
dari perwujudan suasana yang diharapkan mampu membangkitkan semangat dan
minat untuk mendorong melahirkan ciptaan atau penemuan baru.
18

4. Prinsip Sosial
Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang
berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur
kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain yang sama-sama terikat dalam satu ikatan
kemasyarakatan. Dengan demikian, hak apa pun yang diakui oleh hukum dan
diberikan kepada perseorangan , persekutuan, atau kesatuan lain, tidak boleh
diberikan untuk kepentingan perseorangan, persekutuan, atau kesatuan itu saja,
tetapi juga pemberian hak kepada perseorangan,persekutuan, dan kesatuan itu
diakui oleh hukum. Hal ini disebabkan dengan diberikannya hak tersebut kepada
perseorangan, persekutuan, ataupun kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh
masyarakat akan terpenuhi.
Ide dasar sistem Hak Cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya

manusia yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini

hanya berlaku pada Ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat

dilihat, didengar atau dibaca. Dengan gambaran seperti itu menunjukkan bahwa

Hak Cipta mempunyai syarat substansif, yaitu originalitas, kreativitas, dan fiksasi.

Suatu karya dapat dikatakan memiliki unsur originalitas dan merupakan suatu

bentuk kreativitas jika merupakan hasil kreasi sendiri walaupun bisa saja

terinspirasi dari karya orang lain. Adapun elemen fiksasi mengandung maksud

suatu karya berhak mendapatkan Hak Cipta apabila telah tertuang dalam bentuk

nyata bukan dalam bentuk suatu ide 15.

Ciri-ciri utama Hak Cipta berdasarkan ketentuan pasal lainnya, yaitu:


a. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
b. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian
karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dengan ketentuan
bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam

15
Djumhana dan Djubaedillah, 2012, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan
Praktiknya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 21.
19

perjanjian tersebut, serta sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan


perundang-undangan.
c. Hak yang dimiliki oleh Pencipta, demikian pula Hak Cipta yang tidak atau
belum diumumkan, maka apabila Penciptanya meninggal dunia, akan
menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat. Hak Cipta itu tidak
dapat disita, kecuali apabila hak itu diperoleh secara melawan hukum.
d. Hak Cipta melindungi Ciptaan, baik yang sudah dipublikasikan maupun
yang tidak dipublikasikan.16

B. Dasar Hukum Hak Cipta


Pengertian dari Hak Cipta diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 Hak Cipta, yaitu Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta

yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan.

Di Indonesia, Hak Cipta diatur di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Undang- Undang Hak Cipta mengatur Hak

Cipta dan Hak Terkait. Hak yang tergolong ke dalam Hak terkait diatur dalam

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang berbunyi:

Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan hak


eksklusif yang meliputi:
a. hak moral Pelaku Pertunjukan;
b. hak ekonomi Pelaku Pertunjukan;
c. hak ekonomi Produser Fonogram; dan
d. hak ekonomi Lembaga Penyiaran.
Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, di

Indonesia berlaku Undang-Undang Hak Cipta sebagai berikut:

16
Djumhana dan Djubaedillah, op.cit, h. 71
20

a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 6 Tahun1982 tentang Hak Cipta

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta

d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Di samping Undang-Undang Hak Cipta, terdapat konvensi internasional

yang mengatur tentang perlindungan Hak Cipta, yaitu:

Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPS)

TRIPs memiliki 2 tujuan umum yang fundamental, yaitu:

1. mengurangi distorsi dan hal-hal yang menyulitkan kemajuan bagi

perdagangan internasional (to reduce distortions impediments to

international trade) yang menyangkut Hak Kekayaan Intelektual termasuk

Hak Cipta.

2. melindungi hak-hak pribadi ( to protect private property right) pencipta.

Konvensi Berne
Konvensi Berne 1886, yaitu Convention for the Protection of Literary and

artistic Work, ditandatangani di Swiss. Konvensi ini mengalami beberapa kali

revisi, yaitu di Paris (1986), Berlin (1908), penyempurnaan di Berne (1914), revisi

Roma (1928), Brussels (1948), Stockholm(1967), dan Paris (1971), serta

diamandemenkan pada tahun 1979.Tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi

Berne, yaitu:
21

1. Prinsip National Treatment

Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu

ciptaan seorang warga negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama

kali diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus mendapatkan

perlindungan hukum Hak Cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang

warga negara sendiri.

2. Prinsip Automatic Protection

Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa

harus memenuhi syarat apapun (must not be conditional upon compliance with

any formality)

3. Prinsip Independence of Protection

Suatu perlindungan hukum terhadap suatu Ciptaan diberikan tanpa harus

bergantung pada pengaturan perlindungan hukum negara asal Pencipta.17

2.1.2. Subjek dan Objek Hak Cipta

A. Subjek Hak Cipta

Di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

terdapat subjek Hak Cipta, yaitu Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Pencipta dan

kepemilikan adalah pokok utama yang terpenting dalam hukum Hak Cipta. Yang

dimaksud Pencipta harus mempunyai kualifikasi tertentu agar hasil karyanya

17
Rahmi Jened, 2014, Hukum Hak Cipta (Copyright’s Law), Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 59.
22

dapat dilindungi. Seorang Pencipta harus mempunyai identitas dan status untuk

menentukan kepemilikan hak. Pada dasarnya seseorang yang membuahkan karya

tertentu adalah seorang pemilik Hak Cipta. Pengertian pencipta berdasarkan Pasal

1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, pencipta adalah seseorang atau

beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama- sama menghasilkan

suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi

Pencipta memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan dan memperbanyak

Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa

mengurangi pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka dari

itu, tidak boleh seorang pun mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan seorang,

kecuali dengan izin pemilik atau pemegang suatu Hak Cipta.

Pengertian Pemegang Hak Cipta berdasarkan Pasal 1 ayat Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 adalah:Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai

pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta,

atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak

tersebut secara sah.

Menurut Elyta Ras Ginting Pemegang Hak Cipta terbagi menjadi dua, yaitu:18

1. Pemegang Hak Cipta Berdasarkan Peristiwa Hukum

Undang-Undang Hak Cipta mengenal konsep terjadinya pemilikan Hak

Cipta berdasarkan suatu peristiwa hukum, terjadinya pemilikan Hak Cipta

18
Elyta Ras Ginting, 2012, Hukum Hak Cipta Indonesia Analisis Teori dan Praktik, Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 183.
23

berdasarkan suatu peristiwa hukum diatur dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang berbunyi:

Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena:
a. pewarisan
b. hibah
c. wakaf
d. wasiat
e.perjanjian tertulis; atau
f. sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perunang-
undangan.
Selain itu, Pasal 80 Undang-Undang Hak Cipta juga membolehkan Pemegang

Hak Cipta memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakan Hak Cipta dan

Hak Terkait atas suatu ciptaan berdasarkan perjanjian lisensi.

2. Pemegang Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang

Selain adanya Pemegang Hak Cipta berdarkan peristiwa hukum

sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 80, Undang-Undang Hak

Cipta juga memiliki konsep kepemilikan Hak Cipta disebabkan oleh undang-

undang (by law) yang diatur dalam Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-

Undang Hak Cipta. Dalam hal ini, negara atau badan hukum, seperti penerbit atau

produser rekaman dianggap sebagai Pemegang Hak Cipta secara hukum dalam

hal-hal sebagai berikut:

• Pencipta tidak diketahui jati dirinya atau tidak dikenal (anonymous works),
• Pencipta tidak ingin diketahui jati dirinya atau pencipta yang
menggunakan nama samaran (pseudonymous works),
• Ciptaan-ciptaan berupa ekspresi budaya tradisional,
24

• Ciptaan yang belum diterbitkan dan tidak diketahui siapa penciptanya atau
penerbitnya.
Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

a. Penerbitan ciptaan
b. Penggandaan ciptaan
c. Penerjemahan ciptaan
d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan
e. Pendistribusian ciptaan atau salinannya
f. Pertunjukan ciptaan
g. Pengumuman ciptaan
h. Komunikasi ciptaan; dan
i. Penyewaan ciptaan

B. Objek Hak Cipta

Di dalam Undang-Undang Hak Cipta terdapat objek Hak Cipta yaitu

Ciptaan. Pengertian mengenai Ciptaan tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang berisi:

Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,
kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata.
Jenis Ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tercantum dalam Pasal 40 ayat (1), yaitu:

Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,


seni, dan sastra, terdiri atas:
a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
25

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu


pengetahuan;
d. lagu dan/ atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya seni terapan;
h. karya arsitektur;
i. peta;
j. karya seni batik atau seni motif lain;
k. karya fotografi;
l. Potret;
m. karya sinematografi;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam formatyang dapat dibaca dengan
Program Komputer maupun media lainnya;
q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
r. permainan video; dan
s. Program Komputer

2.1.3. Sistem Perlindungan Hak Cipta

Di dunia terdapat dua teori yang menjadi dasar filosofi negara dalam

melindungi Hak Cipta, yaitu teori yang dikemukakan oleh John Locke yang

berpengaruh di negara penganut tradisi hukum Common Law System dan teori

yang dikemukakan Hegel, yang berpengaruh di negara penganut tradisi hukum

Civil Law System.

Di negara penganut Common Law System, perlindungan Hak Cipta

dipengaruhi oleh John Locke yang mengajarkan konsep kepemilikan (property)

kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (Human Rights) dengan pernyataanya:

“Life, liberty, and property”.John Locke menyatakan bahwa manusia harus

memperoleh buah atas jerih payah atau upayanya, tidak peduli apapun bentuk
26

upayanya. Tradisi Common Law System disebut functionalist justification,

sebagai suatu sistem incentive bahwa perlindungan Hak Cipta sebagai suatu

instrumen ekonomi untuk meningkatkan pengetahuan dan mendukung

perkembangan sosial ekonomi. Sistem perlindungan Hak Cipta berdasarkan teori

John Locke bertitik tolak pada objeknya yaitu Ciptaan. Sehingga Ciptaan harus

selalu ada perwujudannya (fixation), sedangkan unsur keaslian (originality) dan

kreativitas (creativity) dengan derajat yang tidak terlalu tinggi. Tradisi Common

Law System hanya mengenal Hak Ekonomi (economic right), sedangkan Hak

Moral (moral right) sedang didiskusikan.19

Di negara penganut Civil Law System, perlindungan Hak Cipta

dipengaruhi oleh teori G.W. Friedrich Hegel yang mengembangkan konsep

tentang “right, ethic, and state” yang intinya sebagai eksistensi dari kepribadian

(the existence of personality). Tradisi hukum Civil Law disebut Natural Rigt

Justification, dimana titik tolak perlindungan Hak Cipta diberikan kepada

Pencipta selaku orang yang memiliki intellectual personal creation. Ciptaan

sebagai intellectual personal creation mensyaratkan unsur keaslian (originality)

dan kreativitas (creativity) dengan derajat yang sangat tinggi dan tidak semata-

mata mendasar pada unsur perwujudan (fixation). Perlindungan hukum diberikan

kepada Pencipta sehingga Pencipta diberikan Hak Eksklusif. Hak Eksklusif

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta hanya dimaksudkan bahwa tidak ada orang

lain yang boleh melakukan hak itu, kecuali dengan izin Pencipta. Perlindungan

19
Rahmi Jened, 2014, Hukum Hak Cipta (Copyright’s Law), Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 23.
27

Hak Cipta di negara Civil Law Sytem mencakup Hak Moral (moral right) dan

Hak ekonomi (economic right).20

Di negara Indonesia sebagai penganut Civil Law System, maka Undang-

Undang Hak Cipta dalam pembentukannya bertitik tolak dari Pencipta. Di

Indonesia perlindungan Hak Cipta hanya diberikan pada suatu karya cipta yang

telah memiliki bentuk yang khas (material form), bersifat pribadi, menunjukan

keasliannya yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian (mental

effort) sehingga berwujud sebagai ciptaan yang dapat dilihat, dibaca, atau

didengar.

Tidak seperti rezim HKI lainnya, Hak Cipta lahir secara otomatis, terlepas

apakah karya tersebut didaftarkan ke Kantor Hak Cipta atau tidak (tidak harus

didaftarkan)21. Perlindungan Hak Cipta terhadap Ciptaan di Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 berlaku secara otomatis sejak suatu

Ciptaan diumumkan, hal ini tercantum dalam Pasal 59 ayat (1) yang berbunyi:

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.

Perlindungan atas Ciptaan dapat dilakukan melaui pencatatan Ciptaan, hal

ini tercantum dalam Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

yang berbunyi:

(1) Menteri menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan Ciptaan dan

produk Hak Terkait

20
Ibid, h24
21
Akham Subroto dan Suprapedi, 2008, Pengenalan HKI, Indeks, Jakarta, h. 36.
28

2.1.4. Jangka Waktu Perlindungan Hukum Hak Cipta


Ide mengenai pembatasan jangka waktu Hak Cipta, sebenarnya didasarkan

atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk Hak Cipta fungsi sosial.

Sehingga dengan diberikannya pembatasan jangka waktu pemilikan Hak Cipta

maka diharapkan Hak Cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu panjang di

tangan si Pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya. Sehingga dengan demikian

dapat dinikmati oleh rakyat atau masyarakat luas sebagai pengejawantahan dari

asas tiap-tiap hak mempunyai fungsi sosial. Hak Cipta bila dilihat sepintas adalah

merupakan Hak Cipta mutlak dari si Pencipta atau si Pemegang Hak. Akan tetapi

sifat kemutlakkannya berkurang setelah adanya pembatasan terhadap pemilikan

Hak Cipta.

Dasar pertimbangan lain adalah hasil karya cipta pada suatu ketika harus

dapat dinikmati semua orang dan tidak hanya oleh orang yang menciptakannya

dengan tidak ada pembatasannya.Dengan ditetapkannya batasan tertentu dimana

hak si Pencipta itu berakhir, maka orang lain dapat menikmati hak tersebut secara

bebas, artinya orang lain boleh mengumumkan atau memperbanyak tanpa harus

minta izin kepada si Pencipta atau si Pemegang Hak, dan ini tidak dianggap

sebagai pelanggaran Hak Cipta.22

22
OK.Saidin, 2002, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 108.
29

Jangka waktu perlindungan Hak Cipta berdasarkan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 memiliki beberapa varian, yaitu:23

1. Jangka waktu seumur hidup Pencipta ditambah 70 tahun setelah Penciptanya


meninggal dunia.erlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya arsitektur
h. peta; dan
i. karya seni batik atau seni motif lainnya

2. Jangka waktu selama 50 tahun sejak pertama kali Ciptaan diumumkan


Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
a. karya fotografi;
b. Potret;
c. karya sinematografi;
d. permainan video;
e. Program komputer;
f. perwajahan karya tulis;
g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya
tradisional;

23
Henry Soelistyo, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta, h. 80.
30

i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dibaca dengan Program
Komputer atau media lainnya; dan
j. komilasi ekspresi budaya tradisional selam kompilasi tersebut merupaka karya
asli.
3. Tanpa batas waktu.

Ciptaan yang jangka waktu perlindungannya tidak terbatas adalah Ciptaan

yang tergolong ke dalam ekspresi budaya tradisional. Hal ini dapat dilihat dari

Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang berisi: Hak Cipta

atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara sebagaimana

dimaksud Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu.

2.2 Ekspresi Budaya Tradisional

2.2.1. Pengertian Ekspresi Budaya Tradisional dan Dasar Hukumnya

Pengetahuan tradisional diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau

dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat, atau suku bangsa

tertentu yang bersifat turun-temurun dan terus berkembang sesuai dengan

perubahan lingkungan. Istilah pengetahuan tradisional digunakan untuk

menerjemahkan istilah traditional knowledge, yang dalam perspektif WIPO

digambarkan mengandung pengertian yang lebih luas mencakup Indigenous

knowledge and folklore.24

24
Afrillyana Purba, op.cit, h. 91.
31

Istilah traditional knowledge juga dipergunakan oleh WIPO untuk

menunjukkan pada kesusasteraan berbasis tradisi, karya artistik, atau ilmiah,

pertunjukan, invesi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol, informasi

yang tidak diungkapkan dan semua kegiatan intelektual dalam bidang-bidang

industri, ilmiah, kesusasteraan atau artistik. Pendapat lain mengemukakan bahwa

pengetahuan tradisional merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

suatu bentuk pengetahuan yang dibangun oleh sekelompok orang yang digunakan

secara turun-temurun yang berkaitan langsung dengan lingkungan/alam.

Pengetahuan tradisional dapat diartikan sebagai pengetahuan yang status

kedudukannya ataupun penggunaannya merupakan bagian dari tradisi budaya

masyarakat.25

Apabila berbicara mengenai ekspresi budaya tradisional, maka tidak dapat

lepas dari kebudayaan dan tradisionalisme. Kebudayaan dan tradisionalisme

memiliki artian, yaitu:

Kebudayaan adalah karya manusia yang tujuannya kemanusiaan dan

dasarnya moral dan keluhuran budi. Ternyata, manusia dengan melalui karyanya,

dalam mempertahankan hidup, menunjukkan eksistensi, membela hakikat,

menjaga kreativitas, melindungi kebebasan, maka manifestasinya tampak dalam

berbagai fenomena; muncul, berkembang, lenyap atau kembali kepada awalnya.

Tradisionalisme; dimana manusia berkarya belum memakai teknologi,

berlanjut menjadi modernisme, dimana teknologi sudah mulai menjadi kekuatan

25
Afrillyana Purba, loc.cit, h. 93.
32

karya manusia dan semakin canggih dengan segala inovasi teknologinya untuk

mencapai kemakmuran hidup manusia.26

Sementara itu yang dimaksud dengan Ekspresi Budaya Tradisional adalah

karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung

unsur karateristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan dan

dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.27

Ekspresi budaya tradisional di Indonesia diatur dalam Pasal 38 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang berisi:

(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.
(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi
budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
pengembannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara
atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ekspresi budaya tradisional menurut penjelasan Pasal 38 ayat 1 Undang-

Undang No 28 Tahun 2014 adalah yang mencakup salah satu atau kombinasi

bentuk ekspresi sebagai berikut:

a. Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun
puisi, dalam berbai tema dan kandungan isi pesan, yang berbentuk karya
sastra ataupun narasi informatif;
b. Musik, mencakup antara lain, vokal, instrumental, atau kombinasinya;
c. Gerak, mencakup antara lain, tarian;
d. Teater, mencakup antara lain, pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

26
Ketut Artadi, 2011, Kebudayaan Spiritualis Nilai Makna dan Martabat Kebudayaan
Dimensi Tubuh Akal Roh dan Jiwa.Cet ke II, Pustaka Bali Post, Denpasar, h.124.
27
33

e. Seni rupa, baik bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari
berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik,
kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan
f. Upacara adat.

2.2.2. Sistem Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional


Di negara Indonesia, perlindungan atas ekspresi budaya tradisional

sebelumnya diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, di

dalam Pasal 10 tersebut ekspresi budaya tradisional dikenal dengan sebutan

folklor. Isu mengenai perlindungan terhadap produk komunitas-komunitas lokal

dan asli pribumiyang bersifat imajinatif muncul di akhir tahun 1970-an.

Penyebutan konvensional yang digunakan untuk isu ini adalah ekspresi folklor.

Pada tahun 1982, WIPO (bersama UNESCO) mengambil langkah untuk

mengatasi masalah ini, dengan mengundangkan apa yang disebut dengan Model

Ketentuan bagi Perundang-undangan Nasional tentang Model Perundang-

undangan Nasional tentang Perlindungan Ekspresi Folklore terhadap Eksploitasi

Melawan Hukum dan Tindakan-tindakan merugikan lain.

Dua dasawarsa setelah dikeluarkannya Model Perundang-undangan WIPO

tersebut, penggunaan kata folklore makin sering menuai kritik karena seolah-olah

melambangkan mentalitas kolonial yang merendahkan produk yang dihasilkan

masyarakat setempat dan/atau asli pribumi (indigenous). Dengan adanya reaksi

keras negara-negara berkembang, kini WIPO telah mengembangkan terminologi

alternatif berupa ekspresi budaya tradisional (Traditional cultural expressions).

Hal ini meliputi ekspresi lisan, seperti misalnya kisah, efik, legenda, puisi,

teka-teki dan bentuk narasi lainnya; kata, lambang, nama dan simbol; ekspresi
34

dalam bentuk gerak, seperti tari, drama, upacara, ritual. Sebagai tambahan,

definisi ini juga mencakup ekspresi yang kasat mata, seperti produksi seni,

khususnya gambar, desain, lukisan termasuk lukisan tubuh dan juga berbagai

benda-benda kerajinan, instrumen musik, dan berbagai bentuk arsitektual.

Agar suatu ekspresi memenuhi syarat traditional cultural expression,

ekspresi tersebut harus menunjukkan adanya kegiatan intelektual individu maupun

kolektif yang merupakan ciri dari identitas dan warisan suatu komunitas, dan telah

dipelihara, dikembangkan atau digunakan oleh komunitas tersebut, atau oleh

perorangan yang memiliki hak atau tanggung jawab untuk melakukannya sesuai

dengan hukum dan praktik adat/kebiasaan dalam komunitas tersebut.28

Ekspresi budaya tradisional di Indonesia diatur dalam Pasal 38 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang berisi:

1. Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.


2. Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi
budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
pengembannya.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara
atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.2.3. Jangka Waktu Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional


Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, diatur

bahwa setiap Ciptaan yang tidak diketahui Penciptanya, maka Hak Cipta atas

Ciptaan tersebut dipegang oleh negara. Pentingnya perlindungan Ekspresi Budaya

Tradisional adalah supaya menghindari gangguan dari pihak asing yang ingin
28
Afrillyana Purba, loc.cit, h. 103.
35

mengklaim Hak Cipta atas Ekspresi Budaya Tradisional tersebut. Jangka waktu

Ciptaan yang tergolong ke dalam ekspresi budaya tradisional diatur dalam Pasal

60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang berisi: Hak Cipta atas

ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud

Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu.

Anda mungkin juga menyukai