Anda di halaman 1dari 10

SHALAT JUM’AT DAN KHUTBAH JUM’AT

DISUSUN OLEH:

TAUFIQ KAMIL
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)

PERGURUAN TINGGI ISLAM (PTI) AL-HILAL SIGLI

TAHUN 2021
Pengertian shalat Jum’at dan dasar hukumnya
Shalat Jum’at adalah shalat dua rekaat dengan berjama’ah yang dilaksanakan sesudah
khutbah pada waktu Zhuhur di hari Jum’at. Kedudukan shalat Jum’at ini sama seperti shalat
Zhuhur, sehingga jika seseorang sudah melaksanakan shalat Jum’at sudah tidak diwajibkan
lagi melaksanakan shalat Zhuhur.
Hukum melaksanakan shalat Jum’at adalah fardlu ‘ain (wajib ‘ain), artinya shalat Jum’at
harus dilaksanakan oleh setiap Muslim laki-laki yang sudah baligh (dewasa), berakal sehat,
bukan budak (hamba sahaya), dan tidak sedang bepergian (bukan musafir). Dalil wajibnya
shalat Jum’at terdapat dalam al-Quran surat al-Jumu’ah (62) ayat 9: “Hai orang-orang
yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (shalat Jum’at) dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. al-Jumu’ah (62):9).
Dalam salah satu haditsnya, Nabi Saw. bersabda: “Jum’at itu adalah hak yang wajib
dikerjakan oleh setiap Muslim dengan berjama’ah, kecuali empat macam orang, hamba
sahaya, perempuan, anak-anak, dan orang sakit.” (HR. Abu Daud dan Hakim). Masih
banyak hadits Nabi yang menjelaskan ibadah Jum’at. Dari ayat al-Quran dan hadits tersebut
para ulama sepakat berpendapat bahwa hukum melaksanakan ibadah atau shalat Jum’at adalah
wajib bagi setiap Muslim, kecuali hamba sahaya (yang sekarang sudah tidak ada lagi),
perempuan, anak-anak yang belum dewasa, dan orang yang sedang sakit. Berdasarkan hadits
Nabi yang lain, orang yang sedang bepergian (musafir) juga dikecualikan dari orang yang
wajib melaksanakan shalat Jum’at, meskipun jika dia melaksanakannya sudah gugur
kewajiban shalat Zhuhurnya. Namun, ada juga pendapat yang mengharuskan musafir untuk
melaksanakan shalat Jum’at sebagaimana juga hamba sahaya.
Shalat Jum’at merupakan ibadah yang sangat istimewa bagi umat Islam. Shalat Jum’at
merupakan sarana mempertemukan umat Islam seminggu sekali, sehingga dapat melakukan
berbagai aktivitas yang bermanfaat, sehingga shalat Jum’at merupakan ujud persatuan dan
kesatuan umat Islam. Shalat Jum’at juga merupakan ujud persamaan antar manusia, khususnya
umat Islam, dan juga merupakan sarana yang cukup baik untuk saling nasehat-menasehati
antara sesama umat Islam. Disamping itu, shalat Jum’at juga merupakan ukuran kualitas
keislaman seseorang. Kualitas seorang Muslim dapat dilihat dari konsistensinya dalam
melaksanakan shalat Jum’at ini. Jika ia sampai melalaikan shalat Jum’at, misalnya tiga kali
saja dengan berturut-turut, maka akan terlihat bahwa kulaitas keislamannya belum bisa
diandalkan (masih terhitung munafiq) dan Allah akan mengunci mati mata hatinya, dalam
HR Muslim dan al-Nasa’i Nabi Saw. bersabda dalam salah satu haditsnya: “Aku ingin
menyuruh orang untuk melakukan shalat dengan orang banyak, lalu aku pergi membakar
rumah orang- orang yang tidak ikut shalat Jum’at.” (HR. Muslim).

Syarat dan rukun shalat Jum’at


Syarat dan rukun shalat Jum’at secara umum sama seperti syarat dan rukun shalat wajib
lima waktu. Namun, karena shalat Jum’at merupakan shalat khusus (tersendiri), maka shalat
Jum’at memiliki persyaratan khusus pula, terutama terkait dengan pelaksanaannya.
Syarat mendirikan shalat Jum’at dikelompokkan menjadi dua macam, yakni ada yang
disebut syarat wajib dan ada yang disebut syarat sah. Yang wajib melaksanakan shalat Jum’at
adalah orang-orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1. Islam, selain orang Islam tidak diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at,
2. baligh (dewasa), anak-anak tidak wajib shalat Jum’at
3. berakal, orang bodoh atau gila tidak wajib shalat Jum’at,
4. Laki-laki, perempuan tidak wajib shalat Jum’at,
5. sehat, orang sakit tidak wajib shalat Jum’at,
6. orang yang menetap (mukim), orang bepergian tidak wajib shalat Jum’at.
Adapun syarat sah mendirikan shalat Jum’at di antaranya adalah:
1. dilaksanakan di tempat yang tetap dan dijadikan tempat bermukim oleh penduduknya, baik
di kota maupun di desa. Jadi, shalat Jum’at tidak perlu diadakan di tempat yang sementara,
misalnya di tempat kerja seperti kantor, ladang, pabrik, atau yang lain,
2. dilaksanakan dengan berjama’ah, dan tidak sah jika dilaksanakan sendirian. Mengenai
jumlah jama’ah dalam shalat Jum’at, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan
minimal 2 orang (pendapat al-Thabari), ada yang berpendapat minimal 3 orang, 4 orang
(pendapat Abu Hanifah), 40 orang (pendapat al-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal). Menurut
Imam Malik bin Anas boleh di antara 5 orang hingga 40 orang.
3. dilaksanakan pada waktu Zhuhur, yakni ketika matahari sudah mulai tergelincir,
4. dilaksanakan setelah didahului dua khutbah.

Bagi seseorang yang ingin menyempurnakan ibadah Jum’atnya, maka disunnahkan


melakukan hal-hal seperti:

1. mandi terlebih dahulu sebelum berangkat ke masjid.


2. berhias dan menggunakan pakaian yang terbaik, dan diutamakan yang berwarna putih.
3. memakai wewangian.
4. memotong kuku dan kumis serta menyisir rambut.
5. bersegera pergi ke masjid.
6. hendaklah membaca al-Quran, terutama surat al-Kahfi, atau berdzikir sebelum khutbah
dimulai.
7. menempatkan diri pada shaf (barisan) yang terdepan yang masih kosong.
8. melaksanakan shalat tahiyyatulmasjid.
9. memperbanyak doa dan shalawat atas Nabi Saw. pada hari Jum’at maupun malamnya.

Syarat dan rukun dua khutbah Jum’at


Khutbah Jum’at sangat terkait erat dengan pelaksanaan ibadah Jum’at dan tidak bisa
dilepaskan, karena ibadah Jum’at ini terdiri dari khutbah Jum’at dan shalat Jum’at. Khutbah
Jum’at harus dilakukan dua kali sebelum melakukan shalatnya yang juga harus dua rekaat. Dua
kali khutbah dan dua rekaat shalat Jum’at inilah yang sepadan dengan empat rekaat shalat
Zhuhur yang digantikannya. Karena itulah orang yang melakukan ibadah Jum’at harus
mengikuti dua khutbahnya di samping dua rekaat shalatnya.
Berdasarkan beberapa hadits atau pengamalan Nabi Muhammad Saw., para ulama
menetapkan beberapa syarat dua khutbah Jum’at sebagai berikut:
a. hendaklah keduanya dimulai sesudah tergelincir matahari.
b. sewaktu berkhutbah hendaklah berdiri jika kuasa.
c. khatib (yang berkhutbah) hendaklah duduk di antara dua khutbah, sekurang-kurangnya
berhenti sebentar, misalnya dengan membaca surat al-Ikhlash.
d. Hendaklah dilantunkan dengan suara yang keras agar terdengar oleh jama’ah Jum’at.
e. hendaklah berturut-turut, baik rukunnya atau jarak keduanya, maupun keduanya dengan
shalat Jum’at.
f. khatib hendaklah suci dari hadas dan najis.
g. khatib juga harus menutup aurat.

Sedangkan yang termasuk rukun dua khutbah Jum’at berdasarkan hadits Nabi Saw.
adalah seperti berikut:

a. mengucapkan puji-pujian kepada Allah.


b. membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw. Sebagian ulama ada yang mengatakan
shalawat ini tidak termasuk rukun, hanya sunnah saja.
c. membaca syahadat, baik syahadat tauhid maupun syahadat rasul.
d. berwasiat dengan takwa dan mengajarkan hal-hal yang perlu kepada pendengar.
e. membaca ayat al-Quran pada salah satu dari dua khutbah.
f. berdoa untuk kaum Muslim baik laki-laki maupun perempuan pada khutbah kedua,
meskipun ada sebagian ulama yang tidak mewajibkan doa ini.

Untuk kesempurnaan dua khutbah Jum’at perlu juga diperhatikan Sunnah-sunnahnya.


Berdasarkan hadits Nabi Saw. yang termasuk sunnah-sunnah dua khutbah adalah:

a. hendaklah khutbah dilakukan di atas mimbar atau di tempat yang tinggi.


b. khutbah diucapkan dengan kalimat yang fasih, terang, mudah dipahami, sederhana, tidak
terlalu panjang, dan tidak terlalu pendek.
c. khatib tetap menghadap ke arah jama’ah dan tidak berputarputar.
d. membaca surat al-Ikhlash sewaktu duduk di antara dua khutbah.
e. menertibkan tiga rukun, yaitu dimulai dengan puji-pujian, kemudian shalawat atas Nabi
saw. kemudian berwasiat, dan selain tiga rukun itu tidak harus urut.
f. jama’ah harus mendengarkan dengan diam, sebab jika mengucapkan kata-kata, maka
rusaklah Jum’atnya.
g. khatib hendaklah memberi salam.
h. khatib hendaklah duduk di atas mimbar setelah memberi salam, dan setelah itu adzan
dikumandangkan.

Rangkaian ibadah Jum’at dimulai dengan dikumandakannya adzan sebagai tanda bahwa
waktu shalat Jum’at sudah masuk. Dalam prakteknya, ada yang mengumandangkan adzan
sekali dan ada yang dua kali. Setelah selesai adzan khatib mulai menyampaikan khutbahnya
hingga selesai dan diteruskan pelaksanaan shalat Jum’at dua rekaat hingga selesai. Bagi yang
memiliki waktu luang, selesai shalat Jum’at bisa bersilaturrahim antar sesama jama’ah di
masjid, dan bagi yang memiliki kegiatan di luar bersegeralah untuk melakukan kegiatannya
masing-masing.

Kenapa rukun khutbah dalam shalat jum’at diakhirkan?

Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim yang
menyatakan bahwa Rasulullah SAW berkhutbah pada hari Jumat dengan dua khutbah dan
duduk di antara kedua.
Dua khutbah ini dilaksanakan sebelum shalat Jumat sebagaimana kesepakatan para
ulama (ijma’) dengan sabda Nabi SAW: ‘Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku
shalat’. Sedang Beliau tidak shalat Jumat kecuali setelah melaksanakan dua khutbah. “Yang
kelima dari syarat shalat Jumat adalah dua khutbah karena adanya hadits yang diriwayatkan
Bukhari-Muslim dari Ibnu Umar RA, ‘Bahwa Rasulullah SAW berkhutbah pada hari Jumat
dengan dua khutbah dan duduk di antara keduanya.’ Dilakukannya kedua khutbah sebelum
shalat Jumat adalah didasarkan kesepakatan para ulama (ijma’), kecuali orang yang
menyimpang, dengan hadits yang menyatakan: ‘Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihatku shalat’. Dan Nabi SAW tidak melakukan shalat Jumat kecuali setelah melaksanakan
dua khutbah”.

Keterangan singkat ini bisa dijadikan sebagai jawaban kenapa khutbah Jumat
dilaksanakan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khutbah shalat Id dimana dilaksanakan
setelah shalat karena ittiba’ atau mengikuti apa yang telah dipraktikkan Rasulullah SAW.

Di samping itu shalat Jumat harus ditunaikan secara berjamaah karenanya khutbahnya
diakhirkan agar orang-orang yang datang belakang bisa menjumpainya. Hal ini tentunya
berbeda dengan shalat Id di mana tidak harus dilakukan secara berjamaah.

Alasan lain yang bisa dikemukakan di sini adalah bahwa khutbah Jumat adalah salah satu
syarat sah shalat Jumat, sedangkan syarat harus didahulukan dari yang disyarati. Hal ini
tentunya berlainan dengan khutbah shalat Id yang jelas bukan syarat yang menentukan
keabsahan shalat Id. “Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab berkata, ‘Shalat Jumat Nabi SAW dilakukan setelah selesai dua khutbah, berbeda
dengan shalat Id di mana kedua khutbahnya diakhirkan (setelah selesai shalat Id) karena
ittiba` (mengikuti apa yang sudah dipraktikan Rasulullah saw, pent).’ Di samping itu karena
shalat Jumat hanya dilaksanakan secara berjamaah, shalatnya diakhirkan agar orang-orang
yang belakangan bisa menjumpainya. Alasan lain adalah karena khutbah Jumat merupakan
syarat sahnya shalat Jumat, sedangkan syarat harus didahulukan dari yang disyarati (al-
masyruth)”.
Rukun Pertama: Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah
SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah, atau ahmadullah. Pendeknya,
minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
Contoh bacaan:

‫إِنّ ا ْﻟﺣَﻣْ َد ِ ِ ﻧَﺣْ َﻣ ُدهُ وَ ﻧَ ْﺳﺗَ ِﻌ ْﯾﻧُﮫُ وَ ﻧَ ْﺳﺗَ ْﻐﻔِرُ هُ وَ ﻧَﻌُوْ ذُ ﺑِﺎ ِ ﻣِ نْ ﺷُرُ وْ ِر أَ ْﻧﻔُ ِﺳﻧَﺎ و‬
ُ‫ي ﻟَﮫ‬
َ ‫ﺿﻠِلْ ﻓَﻼَ ھَﺎ ِد‬ ْ ُ‫ُﺿ ّل ﻟَﮫُ وَ ﻣَنْ ﯾ‬ ِ ‫ت أَ ْﻋﻣَﺎ ِﻟﻧَﺎ ﻣَنْ ﯾَ ْﮭ ِد ِه ﷲُ ﻓَﻼَ ﻣ‬ ِ ‫ﺳﯾّﺋَﺎ‬َ َ ْ‫ﻣِ ن‬
Innal hamdalillahi nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa nastaghfiruhu wa na’uudzubillaahi min
syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalahu wa
mayyudhlilfalaa haadiyalahu

Rukun Kedua: Shalawat kepada Nabi SAW

Shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak
ada kata shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu ‘ala Muhammad, atau
ana mushallai ala Muhammad.
Contoh bacaan:

‫ﺻﺣَﺎﺑِ ِﮫ وَ ﻣَنْ ﺗَﺑِﻌَ ُﮭ ْم ِﺑﺈِﺣْ ﺳَﺎنٍ إِﻟَﻰ‬


ْ َ‫ﺳﻠّ ْم ﻋَﻠﻰ ُﻣ َﺣ ّﻣ ٍد وَ ﻋَﻠﻰ آ ِﻟ ِﮫ ِوأ‬
َ َ‫ﺻ ّل و‬
َ ‫اَﻟﻠ ُﮭ ّم‬
‫ﯾَوْ مِ اﻟ ّدﯾْن‬.
Allahumma sholli wa sallam ‘alaa muhammadin wa ‘alaa alihii wa ash haabihi wa man
tabi’ahum bi ihsaani ilaa yaumiddiin.

Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa


Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk
bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah
perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan
menurut Ibnu Hajar, cukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan
menurut Ar-Ramli, washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.
Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: “takutlah kalian kepada
Allah”. Atau kalimat: “marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat”.
Contoh bacaan:

َ‫ﯾَﺎأَﯾّﮭَﺎ اﻟّ َذﯾْنَ آ َﻣﻧُوْ ا اﺗّﻘُوا ﷲَ ﺣَﻖّ ﺗُﻘَﺎﺗِ ِﮫ وَ ﻻَ ﺗَﻣُوْ ﺗ ُنّ إِﻻّ وَ أَ ْﻧﺗ ُ ْم ُﻣ ْﺳ ِﻠﻣُوْ ن‬
yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna ilaa wa
antum muslimuun

Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah Jumat itu.
Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya

Minimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan
sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai
pembacaan Al-Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: “tsumma nazhar”.
Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau
larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan lainnya.
Contoh bacaan:

َ ‫ﻰ ُﻛ ِّل‬
ٍ‫ﺷﺊ‬ َ ‫ت ﺑِ ُﻛ ُم ﷲُ ﺟَﻣِ ﯾﻌًﺎ إِنﱠ ﷲَ ﻋَﻠ‬ِ ْ ‫ت أَﯾْنَ ﻣَﺎ ﺗَﻛُوﻧوُ ا ﯾَﺄ‬
ِ ‫ﻓَﺎﺳْﺗﺑَ ِﻘوا اْﻟ َﺧﯾْرَ ا‬
ٌ‫ﻗَدِﯾر‬
Fastabiqul khairooti ayna maa takuunuu ya’ tinikumullahu jamii’an innallaaha ‘alaa kulli
syaiin qodiiru (QS. Al-Baqarah, 2 : 148)

‫أَﻣّﺎ ﺑَ ْﻌ ُد‬
ammaa ba’du..

Selanjutnya berwasiat untuk diri sendiri dan jamaah agar selalu dan meningkatkan
taqwa kepada Allah SWT, lalu mulai berkhutbah sesuai topiknya.
Memanggil jamaah bisa dengan panggilan ayyuhal muslimun, atau ma’asyiral muslimin
rahimakumullah, atau “sidang jum’at yang dirahmati Allah”.
……. isi khutbah pertama ………
Setelah di itu menutup khutbah pertama dengan do’a untuk seluruh kaum muslimin dan
muslimat.
Contoh bacaan:

‫ت‬ِ ‫ﺑَﺎرَ كَ ﷲُ ِﻟ ْﻲ وَ ﻟَ ُﻛ ْم ﻓِﻲ ا ْﻟﻘُرْ آنِ ا ْﻟﻌَظِ ﯾْمِ وَ ﻧَﻔَﻌَﻧِ ْﻲ وَ إِﯾﱠﺎ ُﻛ ْم ﺑِﻣَﺎ ﻓِ ْﯾ ِﮫ ﻣِ نَ اْﻵﯾَﺎ‬
ْ‫ أَﻗُوْ ُل ﻗَوْ ِﻟ ْﻲ َھذَا وَ أَ ْﺳﺗَ ْﻐﻔِرُ ﷲَ ِﻟ ْﻲ وَ ﻟَ ُﻛ ْم وَ ِﻟﺳَﺎﺋ ِِر ا ْﻟ ُﻣ ْﺳﻠِﻣِ ﯾْنَ ﻣِ ن‬. ِ‫وَ اﻟ ِ ّذﻛ ِْر ا ْﻟ َﺣ ِﻛﯾْم‬
‫ب ﻓَﺎ ْﺳﺗَ ْﻐﻔِرُ وْ هُ إِﻧﱠﮫُ ھُوَ ا ْﻟﻐَﻔُوْ رُ اﻟرﱠ ﺣِ ْﯾ ُم‬
ٍ ‫ ُﻛ ِّل َذ ْﻧ‬.
barakallahu lii wa lakum fill qur’aanil azhiim wa nafa’nii wa iyyaakum bima fiihi minal
aayaati wa dzikril hakiim. Aquulu qowlii hadzaa wa astaghfirullaaha lii wa lakum wa lisaa
iril muslimiina min kulli danbin fastaghfiruuhu innahu huwal ghafuurur rahiimu.
Lalu duduk sebentar untuk memberi kesempatan jamaah jum’at untuk beristighfar dan
membaca shalawat secara perlahan.
Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan
diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti dengan shalawat.
Contoh bacaan:

‫ﻲ اﻟﺻﱠﺎﻟِﺣِ ﯾنَ وَ أَ ْﺷ َﮭ ُد‬ ‫ب ا ْﻟﻌَﺎﻟَﻣِ ﯾنَ وَ أَ ْﺷ َﮭ ُد أ َنْ ﻻَ إِﻟﮫَ إِﻻّ ﷲُ وَ ِﻟ ﱡ‬ ِّ َ‫إِنّ ا ْﻟﺣَﻣْ َد ِ ِ ر‬
‫ﻋﻠَﻰ آ ِل ُﻣ َﺣ ﱠﻣ ٍد‬ َ َ‫ﻋﻠَﻰ ُﻣ َﺣ ﱠﻣ ٍد و‬ َ ‫ﺻ ِّل‬ َ ‫ﺳﻠِﯾنَ ا َﻟﻠﱠ ُﮭ ﱠم‬
َ ْ‫أَنّ ُﻣ َﺣ ّﻣدًا ﺧَﺎﺗَ ُم اﻷ َ ْﻧ ِﺑﯾَﺎءِ وَ ا ْﻟﻣُر‬
‫ﻋﻠَﻰ‬ َ ْ‫َﺎرك‬ ِ ‫ وَ ﺑ‬.ٌ‫ إِﻧﱠكَ ﺣَﻣِ ْﯾ ٌد ﻣَﺟِ ْﯾد‬،َ‫ﻋﻠَﻰ آ ِل إِﺑْرَ ا ِھ ْﯾم‬ َ َ‫ﻋﻠَﻰ إِﺑْرَ ا ِھ ْﯾ َم و‬ َ َ‫ﺻﻠﱠﯾْت‬ َ ‫َﻛﻣَﺎ‬
َ‫ إِﻧﱠك‬،َ‫ﻋﻠَﻰ آ ِل إِﺑْرَ ا ِھ ْﯾم‬ َ َ‫ﻋﻠَﻰ إِﺑْرَ ا ِھ ْﯾ َم و‬
َ َ‫ﻋﻠَﻰ آ ِل ُﻣ َﺣ ﱠﻣ ٍد َﻛﻣَﺎ ﺑَﺎرَ ﻛْت‬ َ َ‫ُﻣ َﺣ ﱠﻣ ٍد و‬
‫ أَﻣﱠﺎﺑﻌد‬,.ٌ‫ﺣَﻣِ ْﯾ ٌد ﻣَﺟِ ْﯾد‬,
Innal hamdalillahi robbal’aalamiin wa asyhadu an laa ilaaha illahllaahu wa liyyash
shalihiina wa asyhadu anna muhammadan khaatamul anbiyaai wal mursaliina allahumma
shalli ‘alaa muhammadan wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shollayta ‘alaa ibroohiima wa
‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum majiid.Wa barok ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali
muhammadin kamaa baarokta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum
majiid.
Ammaa ba’ad..

Selanjutnya di isi dengan khutbah baik berupa ringkasan, maupun hal-hal terkait
dengan tema/isi khutbah pada khutbah pertama yang berupa washiyat taqwa.
……. isi khutbah kedua ………

Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua

Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta
kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin
wal muslimat. Atau kalimat Allahumma ajirna minannar .
Contoh bacaan do’a penutup:

‫ت اْﻷ َﺣْ ﯾَﺎءِ ﻣِ ْﻧ ُﮭ ْم‬


ِ ‫ وَ ا ْﻟﻣُؤْ ﻣِ ﻧِﯾْنَ وَ ا ْﻟﻣُؤْ ﻣِ ﻧَﺎ‬،ِ‫اَﻟﻠﱠ ُﮭ ﱠم ا ْﻏﻔِرْ ِﻟ ْﻠ ُﻣ ْﺳﻠِﻣِ ﯾْنَ وَ ا ْﻟ ُﻣ ْﺳ ِﻠﻣَﺎت‬
ِ ‫ إِﻧﱠكَ ﺳَﻣِ ْﯾ ٌﻊ ﻗ َِرﯾْبٌ ﻣُﺟِ ﯾْبُ اﻟ ّدﻋَوَ ا‬،ِ‫وَ اْﻷ َﻣْ وَ ات‬.
‫ت‬
ُ‫ﻋﻠَ ْﯾﻧَﺎ إِﺻْرً ا َﻛ َﻣﺎ َﺣ َﻣ ْﻠﺗَﮫ‬ َ ْ‫طﺄْﻧَﺎ رَ ﺑّﻧَﺎ وَ ﻻَ ﺗَﺣْ ﻣِ ل‬
َ ْ‫رَ ﺑّﻧَﺎ ﻻَﺗ ُؤَ اﺧِ ْذ ﻧَﺎ إِنْ ﻧَ ِﺳ ْﯾﻧَﺎ أَوْ أَﺧ‬
ْ‫ﻋﻧّﺎ وَ ا ْﻏﻔِر‬ َ ُ‫ﻋلَ◌َ ى ا ّﻟ ِذﯾْنَ ﻣِ نْ ﻗَ ْﺑ ِﻠﻧَﺎ رَ ﺑّﻧَﺎ وَ ﻻَ ﺗ ً َﺣ ّﻣ ْﻠﻧَﺎ َﻣﺎﻻَ طَﺎﻗَﺔَ ﻟَﻧَﺎ ﺑِ ِﮫ وَ اﻋْف‬ َ
َ‫ﻋﻠَﻰ ا ْﻟﻘَوْ مِ ا ْﻟﻛَﺎﻓ ِِرﯾْن‬
َ ‫ﻟَﻧَﺎ وَ ارْ ﺣَﻣْ ﻧَﺎ أَﻧْتَ ﻣَوْ ﻻَﻧَﺎ ﻓَﺎ ْﻧﺻُرْ ﻧَﺎ‬.
‫ واﻟﺣﻣد‬.‫ﻋذَابَ اﻟﻧ ِّﺎر‬
َ ‫ﺳﻧَﺔً وَ ﻗِﻧَﺎ‬ َ ‫رَ ﺑَﻧَﺎ ءَاﺗِﻧَﺎ ﻓِﻲ اﻟ ّد ْﻧﯾَﺎ َﺣ‬
َ ‫ﺳﻧَﺔً وَ ﻓِﻲ اْﻷ َﺧِ رَ ةِ َﺣ‬
‫رب اﻟﻌﺎﻟﻣﯾن‬.
Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I
minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun muhiibud da’waati.
Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa. Robbanaa walaa tahmil ‘alaynaa
ishron kamaa halamtahuu ‘alalladziina min qoblinaa.Robbana walaa tuhammilnaa maa laa
thooqotalanaa bihi, wa’fua ‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa fanshurnaa
‘alal qowmil kaafiriina.
Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar.
Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.

Selanjutnya khatib turun dari mimbar yang langsung diikuti dengan iqamat untuk
memulai shalat jum’at. Shalat jum’at dapat dilakukan dengan membaca surat al a’laa dan al
ghasyiyyah, atau surat bisa juga surat al jum’ah, al kahfi atau yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai