Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan keperawatan merupakan bantuan yang diberikan karna

adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta

kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan

hidup sehari-hari secara mandiri (Aswar, 2012).

Komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di sejumlah Negara

besar atau Negara maju, pada umumnya tidak bermasalah, hal ini karenakan

sejumlah rumah sakit memiliki perawat yang professional dan juga

pelayanan dan fasilitasnya yang sangat baik. Namun tidak semua rumah

sakit memberikan pelayanan yang baik. Stafford adalah salah satu nama dari

Rumah sakit yang ada di Inggris. pelayanan buruk, dimana tingkat kepuasan

pasien yakni 58,8% (Daren, 2013).

Menurut Purwanto (2009), komunikasi terapeutik merupakan

komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik

merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu

penyembuhan pasien. Sementara itu menurut Mundakir (2009), komunikasi

terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan

bertujuan untuk kesembuhan pasien. Sejalan dengan Potter (2009),

1
komunikasi terapeutik merupakan proses dimana perawat menggunakan

pendekatan terencana dalam mempelajari klien.

Data Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 tentang Tingkat

kecemasan Pasien Pre Operatif sangat besar untuk itu diperlukan pelayanan

keperawatan yang holistik, perawat harus memandang pasien secara

keseluruhan baik fisik, emosional, sosial dan budaya. Namun demikian

aspek non fisik seperti pemenuhan kebutuhan psikologis sosial dan spritual

terabaikan (Depkes RI 2016).

Keperawatan pada intinya adalah sebuah proses interpersonal. Maka

perawat yang berkompeten harus menjadi seorang komunikator yang

efektif. Dengan demikian komunikasi keperawatan sangat penting dalam

memberikan intervensi keperawatan. Perawat yang menjalankan rutinitas

keperawatan pada pasien mempunyai kewenangan untuk mengurangi

kecemasan pasien tentang keberadaannya di rumah sakit (Ellis, 2010).

Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2012 dalam

Sartika (2013), jumlah pasien dengan tindakan operasi dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan. Tahun 2012 terdapat 148 juta jiwa pasien diseluruh

Rumah Sakit di dunia pasien dengan tindakan operasi, sedangkan di

Indonesia tindakan pembedahan menempati urutan ke-11 dari 50 pertama

penanganan penyakit di Rumah Sakit se Indonesia dengan pasien operasi

sebanyak 1,2 juta jiwa. Pada tahun 2015 diperkiraan 11% dari beban

penyakit di dunia dapat di tanggulangi dengan pembedahan dan WHO

2
menyatakan bahwa kasus bedah adalah masalah kesehatan bagi masyarakat

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Tingkat kecemasan, kemarahan dan kesedihan dalam mengatasi

masalah dan membantu pasien dalam keadaan sehat dan sakit pasca opersai

ini memerlukan komunikasi terapeutik yang baik agar pasien lebih cepat

dalam proses kesembuhan, oleh karna itu perawat diharapkan harus mampu

mengerti tentang perasaan diri, tindakan dan reaksi, juga dapat menerangkan

kemampuan emosional (Arwani, 2012).

Respon paling umum pada pasien pre-operasi salah satunya adalah

respon psikologi (kecemasan), secara mental penderita yang akan

menghadapi pembedahan harus dipersiapkan karena selalu ada rasa cemas

dan takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, anesthesia, bahkan terdapat

kemungkinan cacat atau mati. Sejalan dengan teori tentang tindakan

pembedahan yang merupakan salah satu ancaman potensial maupun aktual

pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan kecemasan ketika

akan menghadapinya, sehingga perlu adanya persiapan secara psikologi

ketika akan menghadapi pembedahan. Hasil penelitian Montgomery et all

(2011) di New York, USA mengenai faktor psikologis pre-operasi terhadap

efek samping pasca operasi, menunjukkan bahwa stres pre-operasi sangat

berkontribusi pada keparahan nyeri pasien paska-operasi dan kelelahan satu

minggu setelah operasi.

3
Kecemasan tidak hanya dialami oleh pasien, tetapi juga dirasakan oleh

keluarga pasien yang akan menjalani operasi. Apabila keluarga tidak dapat

mengatasi kecemasan tersebut, maka proses pengobatan (operasi) tidak akan

berlangsung kondusif. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh petugas

kesehatan untuk mengatasi kecemasan yang berlebihan pada keluarga

adalah dengan cara melakukan komunikasi yang tepat dan baik.

Dari hasil survei data tiga bulan terakhir yang di dapat dari RSUD

Maria Walanda Maramis Kabupaten Minahasa Utara, dari bulan Januari

2018 sampai dengan Maret 2018 berjumlah 34 pasien yang masuk dalam

ruang Klabat (Rawat Inap) RSUD Maria Walanda Maramis Kabupaten

Minahasa Utara. Berdasarkan dari hasil wawancara, 5 pasien mengatakan

cemas ketika melakukan oprasi dan 3 pasien yang mengatakan cemas karena

kurangnya komunikasi yang diberikan perawat kepada pasien mengenai pre

operatif.

Berdasarkan latar belakang diatas dan juga masalah-masalah yang

penulis temui di lapangan membuat penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat

Dengan Kecemasan Pasien Pre Operatif diruang Klabat Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Maria Walanda Maramis Kabupaten Minahasa Utara”.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini tentang Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

Kecemasan Pasien Pre Operatif di ruangan klabat RSUD Maria Walanda

Maramis?

C. Tujuan Penelitian

a) Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat

Dengan Kecemasan Pasien Pre Operatif di ruangan Klabat RSUD

Maria Walanda Maramis.

b) Tujuan Khusus

a. Mengetahui Komunikasi Terapeutik pasien di Ruangan Klabat

RSUD Maria Walanda Maramis.

b. Mengetahui Kecemasan Pasien di Ruangan Klabat RSUD Maria

Walanda Maramis.

c. Menganalisa Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

Kecemasan Pasien Pre Operatif di Ruangan Klabat RSUD Maria

Walanda Maramis.

D. Manfaat Penelitian

a. Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan

masukan dan sebagai referensi ilmiah bagi mahasiswa dan dosen

untuk penelitian yang lebih lanjut.

5
b. Bagi Rumah Sakit

Informasi yang akan diperoleh dapat menambah masukan dan

menambah wawasan bagi pengelolah rumah sakit dalam menyikapi

Masalah Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

Kecemasan Pasien Pre Operatif.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk menambah wawasan tentang karya ilmiah dan

meningkatkan ilmu pengetahuan Peneliti dan sebagai sarana dalam

menerapkan teori yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah dan

mengaplikasikannya di lapangan dalam bentuk penelitian.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian komunikasi

Komunikasi adalah proses pernyataan antara manusia, yang di

nyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang dengan

menggunakan bahasa sebaga alat penyalurannya. Menurut Carl I. Hovlan

dalam Fajar, (2009), komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup

bagi perawat. Perawat terus berhubungan dengan pasien dan keluarganya

sejak kelahiran sampai kematian. Oleh karna itu, dibutuhkan pembentukan

komunikasi terapeutik. Perawat berkomunikasi dengan orang lain yang

mengalami tekanan yaitu: pasien, keluarga, dan teman sejawat, Potter

dan Perry, (2010).

2. Pengertian komunikasi terapeutik

Terapeutik adalah kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari

penyembuhan, disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segalah

sesuatu yang memfasilitasi penyembuhan, sehingga komunikasi terapeutik

itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk

penyembuhan/pemulihan pasien (Hornby dalam Damaiyanti, 2010).

komunikasi terapeutik adalah untuk membantu klien beradaptasi

terhadap sterss, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana

berhubungan dengan orang. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

terdiri dari teknik-teknik verbal yang berfokus pada kebutuhan-kebutuhan

7
pasien/klien yang ditunjukan untuk meningkatkan kesejahteraan klien. Klien

dapat diartikan sebagai seorang individu, kelarga, atau komunitas.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan

dilakukan bertujuan untuk membantu penyembuhan pasien. Perawat harus

memiliki ketrampilan komunikasi yang bersifat profesional dan bertujuan

untuk menyembuhkan pasien. Perawat yang memiliki kerampilan

komunikasi terapeutik akan lebih mudah menjalani hubungan saling percaya

dengan pasien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan

keperawatan dan memberikan kepuasan profesional dalam pelayanannya

(Damayanti 2008).

Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat-klien

dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran

serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan (Mulyani et all. 2008).

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat untuk membantu

klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan belajar

bagaimana berhubungan dengan orang lain (Nurhasanah, 2009).

Komunikasi therapeutic adalah pengalaman interaktif bersama antara

perawat dan pasien dalam komunikasi yanng bertujuan untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien (Machfoedz, 2009). Pada

dasarnya kumunikasi therapeutic merupakan komunikasi professional yang

pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Komunikasi interpersonal antara

perawat dan pasien karna adanya saling membutuhkan dan mengutamakan

saling pengertian yang direncanakan secara sadar dengan menggunakan

8
ungkapan-ungkapan atau isyarat tertentu dan bertujuan untuk kesembuhan

pasien.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secar

sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien.

Komunikasi terapeutik merupakan media untuk saling memberi dan

menerima antar perawat dengan klien. Komunikasi terapeutik berlangsung

secara verbal dan non verbal. Dalam komunikasi terapeutik ada tujuan

spesifik, batas waktu, berfokus pada klien dalam memenuhi kebutuhan

klien, ditetapkan bersama, timbal balik, berorientasi pada masa sekarang,

saling berbagi perasaan (Wahyu Purwaningsih dan Ina Karlina, 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar

oleh perawat yang bertujuan untuk kesembuhan pasien. (Zen, 2013). Jadi

komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat

dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan,

komunikasi terapeutik juga dapat memberikan raca aman dan nyaman

terhadap pasien sehinggan dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien yang

di rawat di rumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian Rezende, dkk (2013) di dapatkan hasil

terlihat bahwa sebagian besar pasien yang diterima sebelum dilakukan

operasi, tidak dikembangkannya komunikasi terapeutik yang efektif, serta

aspek verbal dan nonverbal oleh perawat. Hasil penelitian Soesanto (2011)

hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan pasien.

9
3. Tahap dalam hubungan terapeutik

1) Tahap perinteraksi

Merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan klien.

Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

a. Mendapat informasi tentang klien.

b. Mencari linterature yang berkaitan dengan masalah yang dialami

klien.

c. Mengeksploitas perasaan, fantasi dan kekuatan diri

d. Menganalisa kekuatan dan kelemahan profesional diri.

e. Membuat rencana pertemuan dengan pasien.

2) Tahap orientasi/perkenalan

Merupakan tahap dimana perawat baru pertama kali bertemu dengan

pasien.

Tugas perawat dalam tahap ini:

a. Membangun iklim percaya, memahami penerimaan dan

komunikasi terbuka.

b. Memfomulasikan kontrak dengan pasien, Melakukan kontrak

dengan pasien, dimana kontrak dimulai dengan pengenalan

pasien dan perawat, pertukaran nama dan penjelasan peran.

Penjelasan dari peran memiliki tanggung jawab dan penghargaan

dari perawat dan pasien dengan gambaran apa yang perawat

dapat atau tidak dapat lakukan. Kegiatan diikuti diskusi dan

tujuan hubungan. dimana perawat menekangkan focus pada

10
pasien dan pengalaman hidup pasien serta area konflik yang ada,

Hal ini dikarenakan membangun kontrak adalah proses yang

timbal balik (Arwani, 2013).

3) Tahap kerja

Merupakan tahap awal pasien memulai kegiatan.

Tugas perawat dalam hal ini adalah melaksanakan kegiatan yang

telah direncanakan pada tahap pra interaksi.

Perawat mengeksploitasi stressor yang tepat dan mendorong

perkembangan wawasan diri yang dihubungkan dengan presepi,

pikiran dan tindakan pasien.

Perawat menolong pasien untuk mengatasi cemas, meningkatkan

kemandiriang dan tanggung jawab diri, dan mengembangkan

mekanisme koping kontruktif. Peruabahan tingka laku nyata

merupakan fokus pada fase ini.

4) Tahap terminasi

Merupakan tahap dimana perawat menghentikan interaksi dengan

pasien, tahap ini bisa merupakan terminasi sementara maupun

terminasi akhir. Terminasi sementara adalah terminasi yang

dilakukan untuk berhenti berinteraksi dalam waktu sebentar

misalnya pergantian jaga atau sesi. Sedangkan terminasi akhir adalah

terminasi yang dilakukan biasanya pada saat pasien akan kembali

kerumahnya setelah dirawat di rumah sakit tempat dia dirawat.

Pada tahap ini perawat mempuyai tugas:

11
a. Mengevaluasi kegiatan kerja yang telah dilakukan secara

kongnitif, psikomotor maupun afektif.

b. Merencanakan tindakan lanjut dengan pasien

c. Melakukan kontrak

d. Mengakhiri terminasi dengan cara yang baik.

Tabel 2.1. Bagan Metode Komunikasi Terapeutik

NO. ASPEK YANG DILAKUKAN

Fase Orientasi

1. Tersenyum kepada pasien dan keluarga

2. Memperkenalkan diri

3. Menjelaskan kegiatan yang dilakukan

4. Membuat kontrak waktu untuk setiap kegiatan yang dilakukan

5. Menjelaskan tujuan dari setiap tindakan yang dilakukan

Fase Kerja

6. Berdiskusi tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan

7. Menanyakan setiap keluhan yang dirasakan

8. Dalam setiap melakukan tindakan selalu memperhatikan keadaan


pasien

9.
Melakukan untuk mengatasi kecemasan

12
Fase Terminasi

10. Selalu menyimpulkan informasi yang telah disampaikan

11. Selalu menanyakan perasaan setelah mendapat informasi terkait


penyakit

12. Memberikan saran terhadap tindakan yang dilakukan selanjutnya

13. Selalu membuat kesepakatan untuk menentukan waktu selanjutnya

14. Menawarkan topik yang akan dibicarakan pada kunjungan perawatan


selanjutnta.

5) Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Pre Operasi:

a. Topik : Komunikasi pada pasien pre operasi

b. Kondisi Pasien : Kecemasan pasien pre operstif

c. Strategi Komunikasi.

1. Fase Pre Interaksi

Pre interaksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien.

Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan,

fentasi dan ketakutan diri dan membuat rencana dengan klien.

2. Fase Orientasi

Pada tahap orientasi, perawat dapat mengucapkan salam saat

menemui pasien, memperkenalkan dirinya, membuat kontrak awal

dengan pasien, menanyakan kabar pasien sebelum operasi, menunjukan

13
sikap siap membantu dan tidak memaksa pasien untuk bercerita

keadaannya pada perawat.

3. Fase Kerja

Pada fase kerja perawat menggunakan komunikasi dua arah,

menangapi keluhan pasien dengan serius, bersikap jujur kepada pasien,

menepati janji yang telah diberikan, menciptakan suasana lingkungan

yang nyaman sehingga mendukung terjadinya komunikasi yang efektif,

mengulang pertanyaan dengan jelas jika pasien belum mengerti tentang

pertanyaan yang disampaikan perawat, jangan mendesak pasien untuk

segera menjawab pertanyaan yang diajukan, jangan memotong di tengah-

tengah pembicaraan pasien, dan jangan membandingkan dengan pasien

lain.

4. Fase Terminasi

Perawat dapat mengucapkan salam perpisahan, membuat kontrak

untuk pertemuan berikutnya, memberikan pendidikan kesehatan pre

operasi, mengevaluasi respon pasien terhadap komunikasi yang telah

disampaikan dan meninggalkan pentujuk cara menghubungi perawat.

5. Teknik Komunikasi Terapeutik

1) Mendengar aktif

Perawat berusaha mengerti pasien dengan cara mendengar apa yang

disampaikan.

a. Lihat pasien saat ia belajar

14
b. Pertahankan kontak mata untuk menunjukan kesedihan

mendengar

c. Hindari melipat tangan dan kaki

d. Hindari pergerakan badan yang tidak perlu misalnya

mengetuk lantai dengan kaki, mengigit kuku

e. Hindari mengantuk untuk menunjukan perhatian saat pasien

menunjukan hal yang penting untuk mencari umpan balik.

2) Penerimaan

Yang dimaksud menerima adalah menunjukan kesedihan untuk

mendengar nilai kepercayaan pasien. Beberapa cara untuk menunjukan

penerimaan:

a. Mendengar tanpa memotong pembicaraan

b. Menyediakan kembali untuk menunjukkan pengertian

c. Yakin bahwa bahwa tanda non vebal sesuai dengan verbal

d. Hindari mendengar, mengekspresikan keraguan atau usaha

untuk mengubah pikiran pasien.

3) Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

15
Perawat diharapkan berhati-hati dalam menanyakan pasien dimana

perawat diharapkan tidak mengajukan pertanyaan pada saat satu waktu

atau berpinda topik yang sebelumnya cukup eksplorasi.

4) Paraphrasing

Adalah kemampuan untuk mengulangi pesan pasien dengan

menggunakan kata-kata sendiri.

5) Klarifikasi

Klarifikasi dilakukan apabila pesan yang disampaikan pasin belum

jelas bagi perawat.

6) Focusing

Focusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk

membatasi area diskusi sehingga percakapan lebih menjadi spesifik

dan dimegerti.

7) Observasi

Observasi yang dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan

nonverbal pasien. Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga

pasien tidak menjadi malu atau marah.

8) Menawarkan informasi

Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan

respon lebih lanjut. Penahanan informasi yangg dilakukan saat pasien

membutuhkan akan mengakibatkan pasien tidak percaya. Hal yang

tidak bole dilakukan adalah menasehati saat memberi informasi.

9) Diam

16
Diam dilakukan untuk mengorganisir pikiran, memproses informasi,

menunjukan bahwa perawat bersedia menungu respon. Diam tifdak

dapat dilakukan dalam waktu yang lama karna akan mengakibatkan

pasien khawatir.

10) Asertive

Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan tanpa menyakiti orang

lain, antara lain

a. Berbicara jelas

b. Mampu manghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti

hatinya

c. Melindungi diri dari kritik

11) Menyimpulkan

Ringkasan dari hal utama yang telah mendiskusikan manfaatnya:

a. Berfokus pada topik yang relevan

b. Menolong perawat mengulang aspek utama dari interaksi

c. Pasien akan merasa bahwa perawat memahami pesannya

d. pasien dapat mengulang informasi dan membuat

tambahan/koreksi terhadap informasi sebelumnya.

12) Dimensi Komunikasi Terapeutik

Menurut Damaiyanti (2008), Dimensi yang harus dimiliki perawat

Untuk melakukan komunikasi terapeutik adalah :

17
a. Kesejatian

Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang

gambaran diri kita yang sebenarnya. Perawat menyadari tentang nilai,

sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan pasien. Perawat yang

mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai

sikap yang dipunyai pasien. Perawat tidak menolak segala bentuk

perasaan yang dimiliki pasien.

b. Empati

Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang

lain dan bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain

tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita larut

dalam emosi orang lain

c. Respek atau Hormat

Respek mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan

kepedulian atau perhatian, rasa suka dan menghargai pasien. Perawat

menghargai pasien sebagai orang yang bernilai dan menerima pasien

tanpa syarat.

d. Konkret

Perawat menggunakan gaya yang spesifik dan bukan abstrak pada

saat mendiskusikan dengan pasien mengenai perasaan, pengalaman dan

tingkah lakunya. Fungsi dari dimensi ini adalah dapat mempertahankan

respon perawat terhadap perasaan pasien, penjelasan dengan akurat

18
tentang masalah dan mendorong pasien memikirkan masalah yang

spesifik. Selain dimensi yang ada untuk Komunikasi Terapeutik, terdapat

tiga hal yang mendasar dan memberi ciri-ciri dari komunikasi terapeutik

yaitu keikhlasan, empati (empathy), dan kehangatan (warmth) ( dalam

Taufik dan Juliane, 2010).

1. Keikhlasan

Memberikan bantuan kepada klien, harus dapat menyadari

tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan

klien. Apa yang dipikirkan serta dirasakan tentang individu dan

dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan pada individu,

baik secara verbal maupun nonverbal. Mampu menunjukkan

keikhlasan yang tinggi maka memilki kesadaran mengenai sikap

yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu belajar

berkomunikasi secara tepat.

2. Empati (Empathy)

Suatu perasaan “pemahaman “ dan “penerimaan” terhadap

perasaan yang dialami klien dan mampu dalam merasakan “dunia

pribadi pasien”. Jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (objektif)

karena didasari dengan yang dialami oleh orang lain. Empati lebih

cenderung bergantung pada pengalaman serta orang yang terlibat

komunikasi. Berusaha keras untuk mengetahui secara pasti pada apa

yang sedang dipikirkan dan dialami klien.

3. Kehangatan (Warmth)

19
Ada hubungan saling membantu (helping relationship)

dibuat untuk memberikan kesempatan klien dalam mengeluarkan

“unek-unek” (perasaan dari nilai-nilai) secara bebas. Dengan

kehangatan, mendorong klien untuk mengeksperikan ide-ide dan

menuangkan dalam suatu bentuk perbuatan tanpa rasa takut. Suasana

yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan

adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien sehingga dapat

mengeksperikan perasaan secara lebih mendalam.

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

dimensi dan karakteristik dalam komunikasi Komunikasi Terapeutik

memiliki kesamaan yaitu:

1. Kesejatian, perawat menyadari tentang nilai, sikap dan

perasaan yang dimiliki terhadap keadaan pasien sama dengan

penjabaran definisi pada karakteristik yaitu keikhlasan.

2. Empati, kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang

lain sama dengan merasakan “dunia pribadi pasien”, definisi

empati pada karakteristik berusaha keras untuk mengetahui

secara pasti pada apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien

sama dengan penjelasan kesejatian (dimensi) yaitu perawat yang

mampu menunjukan ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai

sikap yang dipunyai pasien dan perawat tidak menolak segala

bentuk perasaan yang dimilki pasien.

20
3. Respek atau hormat, menunjukkan kepedulian atau

perhatian dapat dimaksudkan kehangatan (karakteristik).

Perawat menghargai pasien sebagai orang yang bernilai dan

menerima pasien tanpa syarat, penjelasan empati pada poin

penerimaan.

4. Konkret, perawat mendiskusikan dengan pasien mengenai

perasaan dan akurat tentang masalah dalam mendorong pasien

memikirkan masalah yang spesifik sama dengan penjelasan

makna kehangatan (karakteristik). Oleh karena itu, karakteristik

mendapat peran penting dalam mendukung dimensi yang harus

dimiliki perawat dalam menangani pasien.

5. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan

lebih baik mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga

akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah

diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan

keperawatan dan akan meningkatkan profesi.

Menurut Purwanto, (1994) dalam Damaiyanti (2010) tujuan dari

komunikasi terapeutik :

a. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan

pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang

ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan

21
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang

efektif dan mempertahankan kekuatan egonya

c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Sedangkan,

menurut Stuart Sundeen juga Lindberg, Hunter, dan Kruszweki (dalam

Taufik dan Juliane, 2010), Tujuan terapeutik yang diarahkan kepada

pertumbuhan klien meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Reaisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri

b. Identitas diri yang jelas dan rasa intergritas diri yang tinggi.

c. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling

tergantung, dan mencintai.

d. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta

mencapai tujuan personal yang realistis.

Tujuan diatas membahas hal yang berbeda jika menurut

Parasuraman lebih membahas tujuan komunikasi terapeutik secara

umum. Sedangkan menurut Stuart Sundeen juga Lindberg, Hunter,

dan Kruszweki membahas secara khusus jika melakukan komunikasi

terapeutik bagi petumbuhan klien atau hasil setelah melakukan

komunikasi terapeutik.

6. Kebutuhan Terapeutik (Arwani, 2013)

a. Resistensi

Merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab

cemas atau kegelisaan yang di alaminya. Konsep resistensi meliputi

menarik diri, bermusuhan, agresif, manipulasi, sikap yang tak

22
terpengaruh sangat bergantung dan transference serta

countertransference.

b. Transference

Pemindahan pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang berhubungan

dengan significant others dari masa kanak-kanak seseorang ke dalam

hubungan saat ini.

c. Countertransference

Reaksi perawat terhadap klien yang berdasar pada kebutuhan,

konflik, masalah, dan pandangan dunia yang tidak disadari perawat. Hal

ini sangat dapat mempengaruhi hubungan perawat dengan klien.

d. Pelanggaran batas

Jika perawat berusaha memenuhi kebutuhan pribadi melalui

hubungan dengan klien, maka batasan profesional telah dilanggar. Jika

hal ini terjadi maka hubungan menjadi tidak terapeutik.

7. Hasil terapeutik

a. Untuk pasien

Untuk pasien/klien dapat mempengaruhi kemampuan dalam

mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.

b. Untuk masyarakat

Komunikasi akan menjadi jelas dan lebih terbuka serta berfokus

pada masalah

23
c. Untuk perawat

Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat

kecemasan serta memberikan kontribusi dalam pelayanan

kesehatan/keperawatan kepada klien dan masyarakat.

B. Kecemasan Pasien

1. Defenisi kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam sadar perasaan yang ditandai

dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, tidak mengalami gangguang dalam menilai kenyataan,

kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami kepribadian

normal (Hawari, 2008).

Kecemasan adalah kekuatan yang berlebihan, tidak jelas

hubungan dengan perasaan yang menentu dengan ketidakberdayaan.

Kecemasan adalah suatu perasaan khawatir yang samar-samar,

sumbernya sering kali tidak spesifikasi atau tidak diketahui individu

tersebut (Hermawan, 2009).

1. Manifestasi Kecemasan

National Health Committe (1998) dalam Wangmuba (2009),

menyebutkan beberapa manifestasi kecemasan secara umum yang

dapat muncul berupa:

a. Respon fisik sulit tidur, dada berdebar-debar, tubuh berkeringat

meskipun tidak gerah, tubuh panas atau dingin, sakit kepala, otot

24
tegang atau kaku, sakit perut atau sembelit, terengah-engah atau sesak

nafas.

b. Respon perasan seperti merasa diri berada dalam khayalan,

derealization, merasa tidak berdaya dan ketakutan sesuatu yang akan

terjadi.

c. Respon pikiran seperti mengira hal paling buruk akan terjadi dan

sering memikirkan bahaya.

d. Respon tingka laku sepeti menjauhi situasi yang menakutkan,

mudah terkejut, hyperventilation dan mengurangi rutinitas.

2. Etiologi kecemasan

1) Faktor predisposisi

a. Psikoanalitik

Kecemasan akan timbul apabila terjadi konflik antara 2

elemen kepribadian yaitu antara id dan super ego. Id mewakili

dorongan insting dari impuls primitive seseorang, sedangkan super

ego mencerminkan dari hati nurani seseorang. Ego berfungsi

menengahi tuntutan dari 2 elemen kepribadian tersebut yang

bertentangan, sedangkan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego

bahwa ada bahaya yang perlu diatasi.

b. Interpersonal

25
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap adanya

penerimaan dari penolakan interpersonal. Ansietas juga

berhubungan dengan perkembangan trauma seperti perpisahan dan

kehilangan kelemahan fisik. Orang dengan harga diri rendah

biasanya dengan mudah mengalami perkembangan ansietas ke arah

berat.

c. Perilaku ansietas

Ansietas merupakan produk frutasi yaitu segalah segalah

sesuatu yang menanggung kemampuan seseorang untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Ansietas juga diangap sebagai motivasi

untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari

kepedihan. Pakar tentang pelajaran meyakini bahwa individu yang

mengalami ketakutan akan sering menunjukan ansietas dalam

kehidupannya.

d. Kajian keluarga

Menunjukan bahwa gangguan ansietas merupakan hal

yang bisa ditemui dalam satu keluarga. Ada tumpan tindi antara

ansietas dan depresi

e. Kajian biologis

Menunjukan bahwa otak mengandung reseptor untuk

benzodiazepine. Reseptor ini diperkirakan ikut mengatur ansietas

dengan menghambat asam amino butirik gamma neuroregulator

(GABA).

26
2) Faktor presipitasi

Faktor presipitasi (pencetus) dapat dikelompokan dalam 2 kategori:

a. Ancaman terhadap intergritas seseorang yang meliputi

ketidak mampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk

aktivitas hidup sehari-hari

b. Ancaman system, seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintergrasi.

3) Faktor yang mempengaruhi tiingkat kecemasan

a. Umur

Umur seseorang yang mempengaruhi kemampuan beradaptasi

terhadap suatu masalah

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang dapat mempemgaruhi tingkat

kecemasan klien. klien dengan tingkat kecemasan dan

menggunakan koping mekanisme yang efektif dan konstruktif

daripada seseorang yang berpendidikan rendah.

c. Pekerjaan

Seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan akan lebih sulit

beradaaptasi dengan kondisi yang baru bila dibandingkan dengan

orang yang mempunyai pekerjaan, pekerjaan yang dimilki akan

sering berhubungan dengan lingkungan lain sesuai dengan

pekerjaan.

27
d. Pengalaman

Seseorang yang perna mengalami sters maka akan merespon

dengan koping mekanisme yang adaptif jika mengalami stersor

yang sama.

4) Tingkat kecemasan

Sedangkan Stuard dan Sunden, 2007 mengemukakan

beberapa teori tingkat kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :

1. Kecemasan ringan

Kecemasan berhubungan dengan ketegangan akan

peristiwa kehidupan sehari-hari pada tingkat ini lapangan

persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan

waspada, terdorong untuk belajar yang akan menghalalkan

pertumbuhan dan kreativitas.

2. Kecemasan sedang

Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan

menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu

dan mengengsampingkan hal lain.

3. Kecemasan berat

Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi

sangat menurun individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja

dan mengabaikan hal yang lain, individu tidak mampu berfikir

realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada area lain.

28
4. Panik

Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit

sehingga individu tidak biasa mengendalikan diri lagi dan tidak

dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi penghargaan.

Pada keadaan ini terjadi peningkatan aktivitas motorik,

menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan

kehilangan pemikiran rasional.

5) Cara Mengukur Tingkat Kecemasan

Untuk mengukur sejauh mana derajat kecemasan

seseorang apakah ringan, sedang, berat, dan berat sekali.

Menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS –A) dikutip Hawari

(2013). Alat ukur ini terdiri 14 kelompok gejala, meliputi gejala

perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, ganguan tidur,

kecerdasan, perasaan depresi, gelaja somatik, gejala somatik

fisik/somatik, gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala

respiratori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala

outonom, sikap dan tingka laku. masing-masing kelompok gejala

diberi penilaian angka (skor) antara 0-4, yang artinya adalah tidak

ada gejala yang diberi skor 0, gejala ringan diberi skor 1, gejala

sedang diberi skor 2, gejala berat diberi skor 3, gejala berat sekali

diberi skor 4. masing-masing nilai (skor) dari 14 kelompok gejala

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat

29
diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu tidak ada kecemasan

kurang dari 14, kecemasan ringan 14-20, kecemasan sedang, 21-27,

kecemasan berat 28-41, kecemasan berat sekali/panit 42-56

(Hawari, 2013)

C. Gambaran Umum Tentang Pre Operatif

Pre operatif adalah persiapan dan penilaian penderita sebelum

dilakukan tindakan operasi atau pembedahan. Tujuan utamanya adalah

untuk mengenali persoalan-persoalan yang menyakut resiko pembedahan

dan anastesi.

Penilaian dan persiapan sebelum pembedahan :

1. Penilaian

Tujuan utama sebelum mengadakan penilaian sebelum pembedahan

adalah untuk mengenali persoalan-persoalan yang menyangkut resiko

pembedahan.

1) Riwayat

Suatu catatan lengkap mengenai latar blakang haruslah dapat

diperoleh, termasuk daftar penyakit yang diderita, penyakit-

penyakit yang pernah diderita dan penyaki yang berhubungan

dengan itu.

2) Pemerisaan fisik

30
Pemerikasaan secara menyeluruh harus mutlak dilakukan misanya

ouput jantung dan pernafasan.

3) Tes laboratorium

Dewasa ini, praktek standar pembedahan mengharuskan agar

beberapa tes laboratorium harus dilakukan.

4) Penyinaran dengan sinar-x

Penyinaran dengan sinar-x dilakukan pada anamnesa dan

gambaran klinik yang ditemukan mencurigakan.

5) Pemeriksaan lainya

Misalnya pemeriksaan EKG.

2. Persiapan

1) Menangani gangguan yang mempengaruhi resiko pembedahan

2) Tanda persetujuan secara tertulis : penderita dan keluarganya harus

diberikan penjelasan tentang pembedahan dan resikonya dengan

sebaik-baiknya dan penderita/wali yang resmi menyatakan bahwa

pembedahan dsetujui

3) Catatan tentang pembedahan : ahli bedah harus mencatat pada

status penderita tentang latar belakang temuan-temuan yang

mengindikasikan tindakan operasi.

4) Pesan-pesan sebelum pembedahan

5) Persiapan status emosional/psikologis pasien yaitu :

31
a. Pemahaman tentang prosedur operasi, pra operasi dan pasca

operasi

b. Kemampuan untuk mengungkapkan ketakutan dan ansietas

c. Hubungan, perilaku kelurga

d. Pengetahuan keluarga tentang prosedur operasi

3. Penatalaksanaan keperawatan

a) Mengurangi komplikasi

b) Mempercepat penyembuhan

c) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti

sebelum operasi

d) Mempertahankan konsep diri pasien

D. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan

yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa

fungsi pelayanan. Kategori pasien yang rawat inap adalah pasien yang

perlu perawatan yang intensif atau observasi ketat karna penyakitnya.

Menurut Wijono (2012) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat

inap mengalami tingkat proses trasformasi, yaitu :

1. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan

dirawat dirumah sakit.

2. Tahap Diagnosis, yaitu pasien yang periksa dan ditegakan

diagnosisnya

32
3. Tahap trement, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukan dalam

program perawatan dan terapi

4. Tahap Inspection, yaitu secara terus menerus dilakukan observasi dan

dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas pengobatan

5. Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan.

Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke

proses untuk didiagnosa ulang.

Rawat inap adalah pelayanan pasienyang perlu menginap dengan cara

menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan

terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan,

penyakit kronis atau rehabilitas medik atau pelayanan medik lainnya

dan memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik

lainnya setiap hari.

33
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Tingkat kecemasan

Komunikai Terapeutik Pasien

- Preinteraksi

- Orientasi

- Kerja

- Terminasi

34
B. Hipotesis Penelitian

Ho : Ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan

Pasien Pre Operatif di Ruang Klabat RSUD Maria Walanda

Maramis

H1 : Tidak Ada Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

Kecemasan Pasien Pre Operatif di Ruang Klabat RSUD Maria

Walanda Maramis

C. Defenisi Oprasional

Defenisi Skala
Nonp NO Variabel Oprasional Alat ukur Ukur Hasil Ukur

1. Komunikasi Yang dimaksud Kuesioner Nominal Baik : ≤ 19,5


komunikasi Kurang :≥
Terapeutik terapeutik dalam 19,5
penelitian ini
adalah
komunikasi
antar perawat
dan klien untuk
kenyamanan
pasien dalam
menjalani proses
pelayanan
keperawatan

35
2. Kecemasan Keadaan pasien Kuesioner Ordinal Tidak ada
pasien pre secara lembar kecemasan
operatif psikologis untuk Hamilton =<14
mempersiapkan Kecemasan
Rating
diri ketika akan Ringan =14-
menjalani Scale for 20
tindakan Axienty Kecemasan
pembedahan (HARS) sedang =21-
28
Kecemasan
berat =28-41
Kecemasan
berat sekali
=>42

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

pendekatan cross sectional study. Peneliti menggunakan desain penelitian

ini karena rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran bersamaan

(Notoatmodjo, 2010) yaitu Mengetahui Hubungan Komunikasi Terapeutik

36
Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif di Ruang Klabat

RSUD Maria Walanda Maramis

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Juni Tahun 2018

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Maria Walanda

Maramis Kabupaten Minahasa Utara

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia, klien

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan

dilakukan pembedahan di ruang Klabat RSUD Maria Walanda

Maramis Kabupaten Minahasa Utara yaitu 34 orang.

2. Sampel adalah bagian dari populasi, yang di ambil dengan

menggunakan cara-cara tertentu (Setiadi, 2007). Teknik sampel

yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan menggunakan total

populasi dengan mengambil jumlah keseluruhan populasi untuk

dijadikan sampel sebanyak 34 orang.

- Kerikterian inklusi

 Pasien yang mau bersedia untuk diteliti

 Pasien yang berada di Ruang klabat selama 3 hari

 Pasien yang bisa membaca dan mengisi kuesioner

37
-Kerikterian Ekslusi

 Pasien yang tidak bisa membaca dan tidak mau mengisi

kuesioner

 Pasien dengan kesadaran menurun.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen adaalah alat-alat bantu yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner merupakan alat bantu yang digunakan dalam

pengambilan data yang terdiri dari pertanyaan secara tertulis kepada

sejumlah subjek untuk mendapatkan tangapan atau jawaban (Notoatmodjo,

2012).

Kuesioner dalam penelitian ini mengenai :

1. Komunikasi Terapeutik Perawat

Skala instrumen yang digunakan adalah Skala Guttman, dalam bentuk

pertanyaan dengan jawaban “ya: diberi nilai 2 dan untuk jawaban

“tidak” diberi nilai 1. Setelah itu menentukan angka maksimal dan

angka minimal, angka yang saya tentukan yaitu angka maksimal =26

dan angka minimal =13. Kemudian angka maksimal dan angka

minimal dijumlahkan dan dibagi dengan 2 (26 + 13 : 2 =19,5)

hasilnya adalah 19,5 angka 19,5 itu adalah nilai mendian. Jadi, jika

38
nilai mendian >19,5 maka komunikasi baik jika nilai mendian ≤ 19,5

maka komunikasi tidak baik.

2. Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif

Skala instrumen yang digunakan adalah Skala Guttman, dalam bentuk

pertanyaan dengan jawaban “ya: diberi nilai 2 dan untuk jawaban

“tidak” diberi nilai 1.

E. Pengumpulan Data

1. Data primer adalah data yang didapatkan dengan cara melakukan

pengumpulan data melalui kuesioner, wawancara dan observasi

langsung kepada respon penelitian.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang didapatkan melalui instansi terkait,

seperti data administratif rumah sakit, data dari Dinas kesehatan dan

soft data dari internet .

F. Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan dengan

memeriksa kesinambungan data, dan memeriksa keseragaman data.

2. Koding

Dilakukan untuk memudahkan dalam data, semua jawaban atau data

perlu disederhanakan perlu simbol-simbol tertentu, untuk setiap

jawaban.

39
3. Tabulasi data

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data suatu tabel

menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian, tabel

lebih mudah dianalisi. Tabel berikut dapat berupa tabel sederhana atau

tabel silang.

G. Analisa data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah suatu proses pengolahan data dengan

mengambarkan dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel

atau grafik (Setiadi, 2013). Analisa ini dilakukan untuk melihat

hubungan omunikasi terapeuti, tingkat kecemasan pasien pre operatif

di ruang klabat RSUD Maria Walanda Maramis

2. Analisa Bivariat

Untuk membunktikan ada atau tidaknya hubungan komunikasi

terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operatif untuk

dianalisa dengan uji chi-square. dari hasil perbandingan kedua variabel

terikat bebas tersebut akan ditentukan apakah hipotesia diterima atau

ditolak. Apakah nilai yang didapat lebih besar dari pada nilai

singnifikan nilai p> α, (α=0,05), maka hipotesia 0 ditolak dan hipotesia

alternatif ditetrima. Tapi apabila nilai yang didapat lebih kecil dari

40
pada singnifikasi p<α, maka hipotesia diterima dan hipotesia nol

ditolak.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini harus mendapatkan rekomendasi dari pimpinan

Universitas Pembangunan Indonesia Manado dan pimpinan Program studi

ilmu keperawatan dan ijin pimpinan di atau direktur Utama RSUD Maria

Walanda Maramis

Dilokasi tempat penelitian Setelah mendapat persetujuan dari institusi

tempat penelitian maka peneliti berhak untuk melakukan penelitian dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada subjek penelitian,

peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

Selain itu, responden juga harus diberi penjelasan bahwa responden bebes

dari eksploitasi dan informasi yang didapatkan tidak digunaakan untuk

hal-hal yang merugikan responden dalam bentu apapun. Jika subjek

bersedia diteliti maka harus menanda tangani lembar persetujuan, jika

subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati

haknya.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantum nama subjek pada lembar pengumpulan data atau kuesioner

yang diisi oleh subjek, lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.

41
3. Kerahasiaan (Confidentially)

Informasi yang diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiaannya

karna peneliti hanya menggunakan kelompok data sesuai kebutuhan dalam

penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aswar, 2012. Kaji teori Kesehatan Pre dan Pasca operasi pasien Bedah, jakarta

Daren Staples (2013), Sektor Kesehatan Inggris.


From:www. voaindonesia. com/a/sektor-kesehatan-inggris.html akses 10
April 2018.

Damayanti, (2010). Komunikasi Terapeutik Dalam Praktek Keperawatan, Rafika


Aditama, Bandung.

Damaiyanti, Mukhripah 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan,


Bandung : PT. Refika Aditama.

42
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2016.

Departemen Kesehatan RI. (2008) Penerapan Standar Pelayanan Minimal


diRumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

Hermawan AH (2009), Buku Ajar Presepsi Pasien Tentang Pelaksanaan


Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pada Pasien
di Unit Gawat Darurat RS Mardi Rahayu, Kudus.
Online: htt://wordpress.com, di akses tanggal 20 April 2018.

Ellis, R. K. 2009. “Learning Management System”. ASTD Learning Circuits.

Hawari, Dadang. 2008. Menajemen Stres Cemas Dan Depresi. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Hawari, Dadang (2013). Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : FK UI

Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Kerangka Sistainable Development


Goals (SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.

Machfoedz, Mahmud. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).


Yogyakarta : Ganbika

Mulyani, S., Paramastri, L., Priyanto, M.A. (2008). Komunikasi dan Hubungan
Terapeutik Perawat-Klien Terhadap kecemasan Pra Bedah Mayor. Berita
Kedoteran Masyarakat. 24, 151-155.

Notoatmodjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nurhasanah, Nunung. (2009). Ilmu Komunikasi Dalam Konteks Keperawatan.


Jakarta: TIM

Nursalam (2008), Konsep dan Penerapan Methologi, Penelitian Ilmu Keperawatan,


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta.

Potter Perry (2009). Fundamental of Nursing, Buku 1, Edisi : 7, Salemba Medika :


Jakarta

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009

Purwaningsih, wahyu dan Ina Karlina. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika

43
Setiadi (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2.
Yogyakarta, Graha Ilmu

Stuart, dan Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Taufik M dan Juliane. 2010. Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam


Praktek Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Wangmuba. (2009). Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan.


http ://wangmuba. com/20/09/ 02/13. Dilihat 25 April 2018

Wijono, Djoko. 2012. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Teori, Strategi dan
Aplikasi. Surabaya: Airlangga Universitas Press.

44

Anda mungkin juga menyukai