Anda di halaman 1dari 2

Nabi Muhammad Sebagai Al-Amin

Nabi Muhammad saw adalah sosok mengagumkan hingga akhir zaman.


Meskipun beliau kini sudah tidak ada di dunia ini, namun sebagian besar dan
semakin penduduk di muka bumi ini masih senantiasa setia dan taat dalam
menjalankan ajaran yang dibawanya, yaitu ajaran islam. Sifat-sifat yang menghiasi
Nabi Muhammad saw adalah cerminan dari Kitabullah, Al Quranul Karim. Maka tak
salah jika Allah mengatakan bahwa di dalam diri Nabi Muhammad itu terdapat suri
tauladan yang baik. Akhlak-akhlak Nabi Muhammad yang merupakan satu bentuk
realisasi dari kemuliaan Al Quran itulah yang akhirnya membuat Nabi Muhammad
saw menjadi orang yang paling disenangi dan disegani oleh sebagian besar penduduk
dunia hingga akhir hayatnya.

Menginjak usianya yang ke-20 tahun, Nabi Muhammad saw mendirikan


Hilful-Fudul. Hilful-Fudul merupakan sebuah lembaga yang bertujuan membantu
orang-orang miskin dan teraniaya. Keadaan di Mekah pada waktu itu memang
sedang tidak kondusif, hal ini karena adanya perselisihan antara suku Quraisy dengan
suku Hawazin. Melalui Hilful-Fudûl inilah sifat sifat kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW mulai tampak. Melalui aktivitasnya dalam lembaga ini, disamping ikut
membantu pamannya berdagang, namanya semakin terkenal sebagai orang yang
terpercaya. Kejujuran yang sudah kental dan melekat erat dalam jiwa Nabi
Muhammad saw akhirnya menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut. Dengan
kejujuran yang dimilikinya, Nabi Muhammad saw akhirnya mampu memperluas
relasi dagangnya. Dan dengan keujurannya itulah, akhirnya Nabi Muhammad saw
memperoleh gelar Al Amin yang artinya orang dapat dipercaya.

Nabi Muhammad saw selain terkenal dengan kejujurannya, beliau juga


terkenal dengan memiliki sifat adil dan rasa kemanusiaan yang tinggi. Hal ini dapat
dilihat dalam aktivitas beliau di sepanjang sejarah perjuangan islam yang beliau
tempuh hingga akhir hayat. Salah satu contoh keadilan yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw dapat kita lihat dalam sejarah perbaikan Ka’ bah yang rusak karena
banjir. Ketika bangunan Ka’bah rusak karena banjir, penduduk Mekah pun kemudian
bergotong-royong untuk memperbaikinya. Saat pekerjaan sampai pada
pengangkatan dan peletakan Hajar Aswad ke tempatnya semula, terjadi perselisihan.
Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan untuk melakukan pekerjaan itu.
Akhirnya salah satu dari mereka kemudian berkata, “Serahkan putusan ini pada
orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini.”

Mereka semua berhenti bekerja dan menunggu orang pertama yang akan
memasuki pintu Shafa tersebut. Tidak lama setelah itu, tampaklah Nabi Muhammad
SAW muncul dari sana. Melihat sosok Nabi Muhammad saw, mereka semua
kemudian berseru, “ Itu dia al-Amin, orang yang terpercaya. Kami rela menerima
semua keputusannya.” merekapun menceritakan perselisihan yang tengah mereka
hadapi. Setelah mengerti duduk perkaranya, Nabi Muhammad SAW lalu
membentangkan sorbannya di atas tanah, dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-
tengah, lalu meminta semua kepala suku memegang tepi sorban itu dan
mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah Hajar Aswad telah sampai pada
ketinggian yang diharapkan, Nabi Muhammad SAW kemudian meletakkan batu itu
pada tempatnya semula. Dengan demikian selesailah perselisihan di antara suku-
suku tsb dan mereka pun puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu.

Begitulah akhlak yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw sebagai suri
tauladan yang baik. Sebuah akhlak yang merupakan realisasi dari kitab suci Al Quran.
Maka sudah sepatutnya bagi kita selaku umat muslim untuk menjadikan beliau
sebagai contoh yang baik dalam kehidupan kita.

Anda mungkin juga menyukai