Garuda 1485000
Garuda 1485000
Penelitian ini bertujuan mengumpulkan lebih banyak data-data sekunder dari kegiatan
eksplorasi awal sampai detil yang telah dilakukan disertai hasil-hasil studi di daerah
penelitian. Data-data eksplorasi meliputi data-data assay kadar Ni beserta posisi
sampelnya dilengkapi dengan metode pengambilan contoh, serta prosedur dari kegiatan
eksplorasi yang telah dilakukan. Kemudian dilakukan analisis yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar perbedaan kadar Ni yang terjadi antara data eksplorasi
dengan realisasi penambangan, dan melakukan analisis terhadap beberapa kemungkinan
yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan kadar tersebut. Penelitian diawali dengan
pengamatan di lapangan untuk mempelajari faktor-faktor yang secara khas berperan
dalam genesa endapan nikel laterit di daerah penelitian yang kemungkinan faktor-faktor
ini tidak diperhitungkan dalam genesa endapan nikel laterit secara general, tetapi
memiliki peranan yang penting dan bersifat unik yang hanya terjadi di daerah penelitian
yang berperan dalam distribusi kadar nikel, misalnya kondisi hidrogeologi, morfologi,
aktivitas longsoran, dan lain-lain. Dari hasil analisis diketahui selisih kadar antara
eksplorasi dengan realisasi penambangan spebesar 0,06% dengan persentase
penurunan kadar sebesar 2,60%.
33
JURNAL DINTEK . VOL 11 . Nomor 2 September 2018. P-ISSN 1979-3855; E ISSN 2508-8891
34
Abjan Masuara Dintek Vol 11 Nomor 2 September 2018
35
JURNAL DINTEK . VOL 11 . Nomor 2 September 2018. P-ISSN 1979-3855; E ISSN 2508-8891
36
Abjan Masuara Dintek Vol 11 Nomor 2 September 2018
Data bor yang dijadikan acuan susunan data menurut kelas-kelas interval
perhitungan cadangan adalah data bor tertentu atau menurut kategori tertentu
spasi 25 meter × 25 meter, sedangkan data dalam sebuah daftar
bor spasi 12,5 meter × 12,5 meter tidak Rumus distribusi frekuensi (Sudjana
dimasukan sebagai dasar perhitungan 1989) yang digunakan untuk mendapatkan
cadangan, namun digunakan sebagai harga rata-rata dari kadar eksplorasi dan
petunjuk membuat perencanaan realisasi produksi ETO adalah:
penambangan.
R =A–B
K = 1 + (3,3) Log n
P = R/K
( Fi x Xi)
= Batas X =
Blok Xi
Dimana :
R = Rentang
= Daerah A = Nilai data terbesar
B = Nilai data Terkecil
Gambar 3.1 K = Banyaknya kelas interval
Luas Daerah Pengaruh Pada Setiap Blok N = Jumlah data
Lubang Bor P = Panjang kelas interval
X = Nilai rata – rata
3.5. Evaluasi Kadar Produksi Fi = Nilai tengah
Kadar produksi dievaluasi dengan Xi = Data pengamatan
melakukan perhitungan persentase
perbedaan kadar antara hasil eksplorasi 4. PEMBAHASAN
dengan realisasi penambangan dengan 4.1. Proses Penentuan Kadar Bijih Nikel
menggunakan rumus : Kadar bijih nikel ditentukan
q1 q 2 berdasarkan pada beberapa prosedur, yaitu:
Q = x 100 % , Proses Penentuan Kadar Eksplorasi
q1 Untuk mengetahui kadar eksplorasi
Dimana : maka di lakukan pemboran inti (coring).
Q = Persentase perbedaan kadar Cor recovery (CR) atau perolehan inti
q1 = Kadar eksplorasi sangat penting, biasanya di nyatakan dalam
q2= Kadar realisasi penambangan persen volume. Jika CR kurang dari 85 %
3.6. Perhitungan Harga Rata-rata maka inti bor tersebut masih diragukan
Data yang diperoleh dari hasil penelitian nilainya, hal ini berarti terjadi loss selama
masih berupa data mentah atau masih acak, pemboran dan inti bor tersebut tidak
sehingga dibuat menjadi data yang menunjukan conto yang sebenarnya.
berkelompok, yaitu data yang telah disusun Proses penentuan kadar eksplorasi adalah :
kedalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang 1. Di lakukan pemboran inti (coring), core
memuat data berkelompok tersebut, recovery diharapkan 100 %
disebut distribusi frekuensi atau tabel 2. Inti bor yang diperoleh disimpan dalam
frekuensi. Distribusi frekuensi adalah boks kayu atau plastik yang dapat
37
JURNAL DINTEK . VOL 11 . Nomor 2 September 2018. P-ISSN 1979-3855; E ISSN 2508-8891
38
Abjan Masuara Dintek Vol 11 Nomor 2 September 2018
1. Sampel dari lapangan yang terdiri dari dengan proses matriks 5x4 dengan
kantong-kantong conto tersebut yang sekop 20 D.
diambil pada tumpukan dan titik bor 5. Keseluruhan conto yang lolos -10 mm
yang sama langsung dipisahkan antara dimasukkan ke dalam super crunch
material yang berukuran +20 lalu untuk dihaluskan dan dapat lolos pada
dimasukkan kedalam jaw crusher ayakan -3 mm. Selanjutnya dicampur
untuk mendapatkan -20 mm lalu lagi 3 kali, setelah itu diadakan proses
dimixing 3 kali sehingga conto tersebut matriks 5x4 dengan sekop 10 D.
dianggap homogen. 6. Hasil tersebut dimasukkan ke dalam
2. Sampel diratakan diatas lantai dengan oven listrik selama 15 menit untuk
ketinggian ±10 cm untuk dimatriks 5x4 memudahkan pada proses pul verizer
untuk proses matriksnya adalah : yang mana diharapkan setelah proses
tersebut ukuran butir yang dihasilkan
Tabel 4.1 adalah -100 mesh. Apabila diayak
Petunjuk Proses Matriks masih ada yang +100 mesh, maka
dimasukkan kembali pada pul verizer.
Sekop 325
gram/cell
Tebal lapisan 7. Material yang dihasilkan -100 mesh,
Jumlah Kantong 4,4 cm/cell
(Jumlah
yang diambil kemudian diadakan proses matriks 5x4
pengambilan)
dengan menggunakan sekop 5 D.
1 2 1 ×1
2 4 2 ×2 8. Conto dari hasil matriks pada no. 7
3 6 2 ×3 dimasukkan ke dalam pul verizer untuk
4 9 3 ×3
5 9 3 ×3
mendapatkan -200 mesh, lalu diayak
6 12 3 ×4 dengan ayakan -200 mesh dan conto
7 16 4 ×4 yang masih +200 mesh dimasukkan
8 16 4 ×4
9 20 4 ×5 kembali pada pul verizer agar
10 20 4 ×5 keseluruhan conto dapat lolos pada
ayakan -200 mesh, lalu diadakan proses
matriks 5x4 dengan sekop 3 D.
3. Conto yang diperoleh kemudian 9. Conto yang dihasilkan -200 mesh,
dicampur, hasil campuran tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam alat
dimasukkan ke oven listrik selama 6-7 Automatic Mixer Type-V untuk
jam dengan suhu 1050 -1100 C untuk dimixing secara otomatis selama 15
dikeringkan agar dapat mengurangi menit. Setelah itu dikeluarkan dari
kandungan air dalam bijih sehingga mixer dan dimatriks 5x4 dengan sekop
mudah mengerjakan lebih lanjut. 1 D, dan dimasukkan ke dalam kantong
4. Conto yang telah kering tadi, sampel (A,B,). Sampel C untuk arsip di
dimasukkan ke top grinding untuk preparasi sedangkan sampel A untuk
mendapatkan hasil -10 mm lalu diayak analisa X-Ray dan sampel B untuk
dan conto yang masih +10 mm analisa Wet.
dihancurkan dengan menggunakan
super crunch seluruh material dapat 4.2 Hasil Penelitian
lolos -10 mm. Setelah pengayakan 4.2.1 Data Kadar Eksplorasi
dicampur lagi 3 kali dan dilanjutkan Berdasarkan data pemboran yang
telah dilakukan pada 30 titik bor dengan
39
JURNAL DINTEK . VOL 11 . Nomor 2 September 2018. P-ISSN 1979-3855; E ISSN 2508-8891
kedalaman 2 meter, yang menjadi objek dengan metode distribusi frekuensi didapat
penelitian diketahui bahwa bijih nikel yang kadar rata-rata sebagai berikut :
terkandung tidak semuanya berupa Kadar rata-rata bijih nikel saprolit yang
saprolite. Dari data tersebut diketahui pula tertambang pada tiga puluh titik bor
bahwa kedalaman bijih nikel saprolite adalah:
bervariasi. a. Kadar rata-rata eksplorasi = 2,31%
Hasil analisa laboratorium diperoleh b. Kadar rata-rata realisasi produksi =
kadar nikel rata–rata per titik bor adalah : 2,25%
2,45%, 2,19%, 2,29%, 2,34%, 2,56%, Dari data tersebut diatas, maka dapat
2,22%, 2,51%, 2,23%, diketahui selisih kadar antara eksplorasi
2,44%,2,16%,2,14%, 2,20%, 2,48%, dengan realisasi penambangan sebesar
2,54%, 2,29%, 2,34%, 2,27%,2,32%, 0,06% dengan persentase penurunan kadar
2,63%, 2,21%, 2,22%, 2,38%, 2,07%, sebesar 2,60%.
2,27%, 2,48%, 2,21%, 2,27%, 2,33%,
2,27%, 2,09%, dengan kadar rata-rata hasil 4.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
eksplorasi adalah 2,31 Perbedaan Kadar
4.4.1. Penyebaran Bijih Yang Tidak
4.2.2. Data Realisasi Penambangan Homogen
Data realisasi penambangan hasil Dalam menentukan nilai suatu titik
analisa laboratorium diperoleh kadar nikel bor maka dasar perhitungan yang dipakai
rata–rata per titik bor adalah : 2,45%, adalah hasil rata-rata permeter kedalaman
1,99%, 1,80%, 2,42%, 2,34%, 2,28%, titik bor dengan kadar yang memenuhi Cog,
1,61%, 1,90%, 2,32%, 2,05%, 2,80%, dgn demikian nilai cadangan bijih akan
2,19%, 2,27%, 2,01%, 2,29%, 2,06%, dipengaruhi oleh lokasi dari titik bor
2,31%, 2,51%, 2,25%, 2,30%, 2,38%, tersebut
2,47%, 2,12%, 2,54%, 2,14%, 2,28%, Dengan metode “Area Of Influence”
2,40%, 2,23%, 2,22%, 2,65%, dengan kadar cadangan yang dihitung adalah luas
kadar rata-rata produksi adalah 2,25% daerah pengaruh titik bor yang terpakai,
(Lihat Lampiran 3 Tabel L.3.2). akan tetapi dalam kenyataannya sering
4.3. Perbandingan Perbedaan Kadar dijumpai daerah yang dilalui titik bor
Evaluasi kadar produksi dilakukan mempunyai kadar yang cukup tinggi untuk
dengan membandingkan kadar dari hasil ditambang, namun pada daerah titik bor
pemboran eksplorasi dengan kadar tersebut ditemukan kantong-kantong bijih
realisasi penambangan (kadar produksi). nikel yang berkadar rendah menyusup di
Untuk itu perlu dilihat pada titik bor tengah-tengah bijih yang berkadar tinggi.
berapa yang tertambang agar dapat Hal ini ada karena dipengaruhi oleh
dicocokkan pada data eksplorasi dan data topografi daerah tanjung Buli khususnya
realisasi (Lihat Lampiran 4). Selanjutnya front Olien, dimana penyebaran bijih
berdasarkan data tersebut dicari bahan saprolitnya yang tidak menentu.
perbandingan.
Kadar rata-rata dihitung dengan 4.4.2. Topografi
menggunakan metode distribusi frekuensi Proses pembentukan endapan bijih
(Lihat Lampiran 5). Dari perhitungan nikel disuatu daerah sangat tergantung
40
Abjan Masuara Dintek Vol 11 Nomor 2 September 2018
41
JURNAL DINTEK . VOL 11 . Nomor 2 September 2018. P-ISSN 1979-3855; E ISSN 2508-8891
Jika core recovery kurang dari 85 – lapisan yang berkadar nikel tinggi,
90 %, maka inti bor tersebut masih maka hasil analisanya tinggi.
diragukan nilainya, hal ini berarti terjadi b. Jika dilakukan pada material yang di
mining loss selama pemboran dan inti bor aduk terlebih dahulu, maka nilai kadar
tersebut tidak menunjukan conto yang nikel yang di analisa adalah kadar rata-
sebenarnya. rata. Karena telah terjadi pencampuran
b. Conto realisasi penambangan antara bijih nikel berkadar rendah
Satu hal yang harus diperhatikan dengan bijih yang berkadar tinggi.
dalam penentuan kadar cadangan bijih PT. Yudistira Bumi Bhakti
nikel hasil penambangan adalah cara menggunakan standar JIS. Untuk
pengambilan conto pada saat trenching mendapatkan conto yang sesuai dengan
maupun di stockyard. Standarisasi standarisasi yg ada maka perlu
pengambilan conto yang telah ditetapkan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
haruslah menjadi perhatian bagi pengawas - Mempersiapkan saran pendataan dan
dan tenaga lapangan yang mengambil pengambilan sample; skop increment,
conto. Kelalaian terhadap cara-cara kantong, label dll.
pengambilan conto yang ditetapkan, - Tidak dibenarkan memilih-milih
misalnya dalam setiap satu ritasi alat dump sample yang harus dimasukkan ke
truck harus di lakukan pengambilan conto skop.
namun yang dilakukan adalah pengambilan - Pada interval yang telah ditentukan.
conto pada setiap selang beberapa kali - Sampel yang diambil berada pada
ritasi alat angkut dump truck, maka posisi 2/3 dari atas tumpukan dan 1/3
tentunya mengurangi ketelitian dalam dari dasar tumpukan.
penentuan kadar dari setiap hasil - Besarnya/beratnya increment harus
penambangan. sesuai dengan ukuran skop increment
Sedangkan cara sampling yang berdasarkan JIS.
berbeda mengakibatkan perbedaan kondisi -
sampel yang diambil berbeda, meskipun 4.4.6. Perhitungan Dengan Merata-
dari sumber atau dari daerah yang berbeda. Ratakan Kadar Bijih
Perbedaan kadar yang terjadi karena ada Pada penggalian bijih disetiap titik
material sudah mengalami pengadukan dan bor yang sering habis/selesai ditambang
ada yg belum mengalami pengadukan karena berbagai pertimbangan, kemudian
sebelum di ambil sampelnya. Kondisi yang memilih front lain yang sesuai untuk
terjadi adalah: ditambang, sering membuat kadar realisasi
a. Jika tidak terjadi pengadukan, yaitu penambangan berubah.
pengambilan sampel saat pengerukan. Perhitungan kadar pada setiap bor
Nilai kadar sangat tergantung pada biasanya dilakukan berdasarkan nilai rata-
bagian mana lapisan material yang di rata setiap satu titik bor. Diantara kadar-
keruk saat sampling. Jika material yang kadar yang memenuhi COG ada pula
di keruk pada lapisan yang berkadar terdapat bijih yang berkadar rendah, karena
nikel rendah, maka hasil analisanya perhitungan dengan jalan merata-ratakan
rendah dan material yang di keruk pada hasil analisa tersebut, sehingga bijih yang
berkadar rendah tadi dapat mencapai COG
42
Abjan Masuara Dintek Vol 11 Nomor 2 September 2018
43
JURNAL DINTEK . VOL 11 . Nomor 2 September 2018. P-ISSN 1979-3855; E ISSN 2508-8891
DAFTAR PUSTAKA
44
Sudarto Notosiswoyo. 2000; Teknik Eksplorasi. Jurusan Teknik
Pertambangan Institut Teknologi Bandung
Sudjana. 1992; Metode Statistik. Tarsito, Bandung.
PT. Antam Unit Geomin; Laporan Eksplorasi Tanjung Buli
PT. Yudistira Tanjung Buli; Laporan – laporan, Brosur,
Arsip perusahan yang diperbolehkan untuk dibaca.
45