Anda di halaman 1dari 39

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Teori/Konsep Variabel Y

1. Karakter

a. Pengertian Karakter

Karakter artinya sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti

yang membedakan seseorang dari yang lain. Berkarakter

maksudnya mempunyai kepribadian, berwatak. Dalam bahasa

inggris Charakter artinya watak, sifat.

Berikut pengertian karakter menurut beberapa ahli. Menurut

J.P. Chaplin sebagaimana yang dikutip oleh Heru Saiful Anwar

karakter mempunyai tiga arti:

Karakter adalah suatu kualitas atau sifat yang tetap tetus


menerus dan kekal yang dapat dijadikan cirri untuk
mengidentifikasi seseorang, suatu objek atau kejadian.
Sinonim dengan Trait: Characteristic (sifat yang khas).(2)
integrasi atau sintese dari sifat-sifat individual dalam
bentuk satu unit kata atau kesatuan. (3) kepribadian
seseorang dipertimbangkan dari titik pandang etis atau
moral. 1

Menurut Aristoteles, karakter yang baik adalah kehidupan

berprilaku baik dan penuh kebajikan, berprilaku baik terhadap

pihak lain, tuhan Yang Maha Esa, manusia, alam semesta, dan

terhadap diri sendiri. Sedang Jhonathan Webber dalam Journal

Of Philosophy menjelaskan bahwa karakter adalah akumulasi


1
Heru Saiful Anwar. Membangun Karakter Bangsa,. Jurnal Kependidikan Islam
At-Ta’dib,Fakultas Tarbiyah Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor Vol. 8. No. 1
Juni 2013, hal. 4.

11
12

dari berbagai ciri yang muncul dalam berfikir, merasa dan

bertindak.2 Sikap berani bertanggung jawab atau berhianat, jujur

atau berbohong merupakan contoh-contoh sederhana dari

karakter.

Demikian pula menurut Victor Battistch yang menegaskan

bahwa karakter adalah konstelasi yang sangat luas antara sikap,

tindakan, motifasi, dan keterampilan. Karakter mencakup sikap,

tindakan, cara berfikir, dan respon terhadap ketidakadilan

interpersonal dan emosional, serta komitmen untuk melakukan

sesuatu bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.3 Menurut

Thomas Lickona, karakter yang baik meliputi pengetahuan yang

baik, keinginan dan tindakan yang baik pula-kebiasaan pikiran,

kebiasaan hati dan kebiasaan tindakan.4

Wynne, sebagaimana yang dikutip oleh Mulyasa

mengemukakan bahwa karakter bersal dari bahasa yunani yang

berarti ”to mark” (menandai) atau memfokuskan bagaimana

penerapan nilai-nilai kebaikan agar menjadi kebiasaan dalam

kehidupan sehari-hari.5

Menyimak beberapa pengertian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa karakter merupakan kesatuan sifat, tabiat,

2
M.Arfan Muammar, Internalisasi Konsep Ta’dib Al-Attas dalam Pengembangan
Karakter Peserta Didik, Jurnal Peradaban Islam Tsaqofah, Fakultas Usuluddin Institut
Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, Vol 9, No.2, November 2013, hal 363.
3
Lock. Cit
4
Ibid, hal. 364.
5
H.E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014
, hal. 3.
13

watak yang yang terbentuk sebagai cerminan kebiasaan dari cara

berfikir, bersikap dan berperilaku seseorang terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, manusia, alam sekitar serta terhadap dirinya

sendiri. Jika arahnya baik maka itulah karakter yang baik, begitu

pula sebaliknya.

b. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sejak awal munculnya pendidikan oleh

ahli diaqnggap sebagai keniscayaan. Jhon Dewey misalnya

mengatakan bahwa “ sudah merupakan hal lumrah dalam teori

pendidikan bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum

pengajaran dan pendidikan budi pekerti disekolah.”6

Pendidikan karakter di Indonesia telah berlangsung lama,

sebelum Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara memiliki

pandangan tentang pendidikan karakter sebagai asas taman

siswa. Beliau mengartikan pendidikan sebagai proses

pembudayaan kodrat alam setiap individu dengan kemampuan

untuk mempertahankan hidup, yang tertuju pada tercapainya

kemerdekaan lahir batin sehingga memperoleh keselamatan,

keamanan, kenyamanan dan kebahagiaan lahir batin. Dalam asas

Taman Siswa Dewantara ingin mendidik manusia Indonesia

6
Heru Saiful Anwar. Membangun, hal. 4.
14

secara utuh, yang dapat hidup mandiri, efektif, efisien, produktif,

dan akuntabel.7

K.H. Hasyim Asyari dalam kitabnya “Adab Al-Alim Wa Al-

Muta’allim” juga menekankan konsepnya pada pendidikan

karakter, bahkan belajar diartikan sebagai ibadah untuk mencari

ridha Allah SWT, dalam rangka mengantarkan manusia

memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, serta untuk

melestarikan nilai-nilai budaya Islam, dan tidak sekedar

menghilangkan kebodohan.8

Menurut dokumen Desain Induk Pendidikan Karakter

terbitan Kementrian Pendidikan Nasional, Pendidikan Karakter

adalah didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi

pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang betujuan

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengambil

keputusan yang baik, memelihara apa yang baik dan

mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati.9

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman

nilai kepada peserta didik yang mencakup aspek pengetahuan,

kesadaran dan komitmen untuk berbuat baik terhadap Allah

Tuhan Yang Maha Esa, pada orang lain, lingkungan, masyarakat

dan terhadap dirinya sendiri.


7
H.E. Mulyasa, Manajemen, hal. 6.
8
Ibid, hal. 7.
9
Arfan Muammar, Internalisasi, hal. 364.
15

Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun

dasan pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Seorang

yang mendapatkan pendidikan karakter yang cukup dalam

keluarga akan berkarakter baik pada tahap selanjutnya. Namun

banyak orang tua yang yang gagal karena hanya memntingkan

pengembangan otak dari pada pendidikan karakter. Meskipun

demikian kondisi tersebugt dapat ditanggulangi jika anak

mendapatkan pendidikan karakter yang baik disekolah.10

Pendidikan karakter di sekolah haruslah melibatkan semua

komponen baik komponen manusia maupun komponen sistem

yang mengaturnya, pendidikan karakter dapat diintegrasikan

dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan, kurikulum

sampai pelaksananaan dan evaluasi pembelajaran. Bahkan

kegiatan pengembangan diri merupakan salah satu sarana yang

potensial untuk pembinaan karakter.11

1) Hakikat Pendidikan Karakter

Pendidikian karakter memilki makna lebih tinggi dari pada

pendidikan moral, pendidikan karakter tidak hanya menanamkan

pengetahuan tentang benar dan salah atau baik dan buruk tetapi

bagaimana seorang peserta didik memiliki pengetahuan tentang kebaikan

dan kebenaran, memiliki keinginan berbuat baik dan terbiasa melakukan

10
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, Jakarta : Bumi Aksara, 2011, hal 30.
11
H.E. Mulyasa, Manajemen, hal. 7-8.
16

kebaikan. Karena karakter erat hubunganya dengan habit atau kebiasaan

yang terus menerus dilakukan.12

Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Agama Republik

Indonesia (2010) mengemukakan bahwa istilah karakter berkaitan erat

dengan personality (kepribadian) sesorang. Sehingga ia bisa disebut

orang yang berkarakter apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.

Tetapi orang yang terbiasa dengan perbutan baik belum tentu ia

menghargai nilai-nilai karakter yang baik, karena dimungkinkan ia

melakukan kebiasaan tersebut atas dasar keterpaksaan atau ketakutan.

Oleh karena itu pendidikan karakter diperlukan adanya aspek perasaan

(emosi). Sehingga kebiasaan baik yang dilakukan atas dasar kesadaran.13

Megawangi, pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah

menyusun 9 pilar karakter mulia untuk dijadikan acuan pendidikan

karakter baik di sekolah maupun di luar sekolah, yaitu:

a) Cinta Allah dan kebenaran.


b) Tanggung jawab, disiplin dan mandiri
c) Amanah.
d) Hormat dan santun.
e) Kasih sayang, peduli dan kerja sama.
f) Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah.
g) Adil dan berjiwa kepemimpinan.
h) Baik dan rendah hati.
i) Toleran dan cinta damai.14

Sedangkan menurut Fatchul Mu’in ada enam pilar utama

dalam pendidikan karakter yaitu; penghormatan, tanggung

jawab, kesadaran berwarga-negara, keadilan dan kejujuran,


12
Ibid, hal. 3.
13
Ibid, hal. 4.
14
Ibid, hal. 5.
17

kepedulian dan kemauan berbagi, yang terakhir adalah

kepercayaan.15

Kemendikbud sendiri juga telah menetapkan 18 macam

inti karakter dalam desain induk yang akan dikembangkan

pada semua kegiatan pendidikan yaitu: Religius, jujur,

toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demikratis, rasa

ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar

membaca, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.16

Dalam persepektif Islam pendidikan karakter mendapat

perhatian yang cukup besar seiring diutusnya Nabi

Muhammad SAW untuk memperbaiki dan menyempurnakan

akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung

ajaran yang tidak hanya mengajarkan masalah keimanan atau

keyakinan dan ibadah saja tetapi juga aspek akhlak atau

mengenai bagaimana seseorang seharusnya bersikap dengan

sebaik-baiknya. 17 sebagaimana sabda Rasul berikut:

Dari Abu Darda' Radliyallaahu 'anhu bahwa


Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Tidak ada suatu amal perbuatan pun
dalam timbangan yang lebih baik daripada akhlak
yang baik." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi.
Hadits shahih menurut Tirmidzi.18

15
Heru Saiful Anwar. Membangun, hal. 4.
16
Arfan Muammar, Internalisasi, hal. 364.
17
H.E. Mulyasa, Manajemen, hal. 5.
18
Kodamul Quddus, Terjemah dan Penjelasan Kitab Hadist Bulughul
Maram,Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat, Kitab Jami’ Hadis ke-86.
18

Pada intinya hakikat pendidikan karakter adalah upaya

membetuk watak, moral, kepribadian peserta didik menjadi

lebih yang muncul karena kesadarannya sendiri sehingga

tampak pada perilakunya sehari-hari melalui keteladanan dan

pembiasaan-pembiasaan.

2) Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menurut Prof. Dr. H. E. Mulyasa,

M.Pd adalah bertujuan meningkatkan kualitas proses dan

hasil yang mengarah pada pembetukan karakter dan akhlak

peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai

denngan standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan

karakter diharapkan peserta didik mampu merealisasikan

nilai nilai karakter dan akhlak mulia dalam wujud kebiasaan

sehari-hari.19

Pendapat Mulyasa tersebut selaras dengan tujuan

pendidikan karakter yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud

yaitu untuk mengembangkan nilai-nilai yang membentuk

karakter bagsa yaitu Pancasila, meliputi (1) mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,

berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa

yang berkarakter pancasila; (3) mengembangkan potensi

warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada

bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.


19
Op.cit, hal. 9.
19

Sedangkan fungsi pendidikan karakter adalah (1)

membangun kehidupan kebangsaan yang multicultural; (2)

membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur,

dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan

manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,

berpikiran baik, dan berprilaku baik serta keteladanan baik;

(3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif,

mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa

lain dalam suatu harmoni.20

Pendidikan karakter dilingkungan satuan pendidikan

merupakan pembentuk budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi

atau simbol-simbol yang dipraktikkan dalam kebiasaan

sehari-hari oleh seluruh warga sekolah. Budaya tersebut

merupakan ciri khas atau krakter sekolah di mata masyarakat.

Dalam pendidikan Islam pembetukan akhlak atau

karakter merupakan tujuan utama, yaitu menghasilkan orang

orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan, memiliki

jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan

akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban dan

pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, mengetahui

perbedaan baik dan buruk, memilih satu

20
Adian Husaini, Pendidikan Karakter Berbasis Ta’dib, Jurnal Peradaban Islam,
Tsaqofah, Fakultas Usuluddin Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, Vol 9, No.2,
November 2013, hal. 374.
20

fadhilah,menghindari perbuatan tercela, dan mengingat

Tuhan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan.21

Pendidikan karakter juga merupakan bentuk

implementasi dari tujuan Pendidikan Pancasila sebagaimana

yang tertuang dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem

Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK dirjen Dikti.

No.38/DIKTI/Kep/2002, dijelaskan bahwa “Tujuan

Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral

yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu

perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan

Yang Maha Esa . . . “22

3) Implementasi Pendidikan Karakter

Dalam penerapan pendidikan karakter pada umumnya

menekankan pada ketedanan dan pembiasaan,23 dengan

adanya keteladanan dari para pendidik dan pembiasaan

terhadap perilaku-perilaku yang baik maka seluruh perhatian

peserta didik akan tercurah pada hal-hal yang baik saja,

sehingga apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan

merupakan unsur-unsur pembentuk karakter.

Oleh karena itu para pendidik di sebuah lembaga

pendidikan terutama guru harus mempunyai komitmen yang

21
Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2003, hal. 113.
22
Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2014, hal , 15.
23
H.E. Mulyasa, Manajemen, hal. 9-10.
21

tinggi untuk menjadi teladan bagi peserta didik, sedangkan

dalam proses pembiasaan maka setiap kegiatan yang

dilaksanakan harus mengandung unsur-unsur pendidikan

yang terarah pada pembentukan karakter yang meliputi

pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik

(moral Feeling) atau kesadaran tentang kebaikan, dan

dibuktikan dengan tindakan yang baik (moral action).24

Proses keteladanan dan pembiasaan memang dititik

beratkan pada peran guru sebagai pelaksana pendidikan,

tetapi untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam

membentuk karakter pesrta didik, sekolah seyogyanya

mampu mengelola seluruh komponen sekolah yang meliputi

staf tata usaha (TU), pengurus komite sekolah, petugas

keamanan, penjaga kantin, petugas kebersihan dan lain

sebagainya agar dapat berperilaku yang selaras dengan nilai-

nilai kebaikan. Contoh sederhananya seperti tidak membuang

sampah sembarangan, berkata dengan sopan kepada

siapapun, menyapa dan mengucap salam ketika bertemu dan

lain-lain.

4) Strategi Pendidikan Karakter

a) Memahami hakikat pendidikan karakter

24
Ibid, hal. 4.
22

sebagai langkah awal adalah memiliki pemahaman

yang tepat tentang hakikat pendidikan karakter

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

b) Sosialisaikan dengan tepat.

Pemahaman tentang pendidikan karakter tidak hanya

dimiliki oleh guru, tetapi harus selalu disosialisasikan

dengan tepat keseluruh warga sekolah.

c) Ciptakan lingkungan yang kondusif.

Strategi selanjutnya penciptaan lingkungan yang

kondusif baik fisik maupun non fisik. Fisik meliputi

keamanan, kebersihan, kenyamanan, ketertiban da

sebagainya, sedangkan non fisik meliputi penciptaan

sikap semangat, rasa senang, disiplin, antusias dan lain-

lain dalam melakukan segala aktifitas sekolah.

d) Dukung dengan fasilitas dan sumber belajar yang

memadai.

Sekolah harus berusaha mendukung semua kegiatan

sekolah dengan fasilitas dan sumber belajar yang

memadai, sehingga dapat menumbuhkan motivasi dan

minat belajar. Ketika fasilitas dan sumber belajar kurang

akan berakibat pada kurangnya lahan bagi peserta didik

dalam menyalurkan minat maupun bakatnya sehingga

mereka akan mencari kegiatan yang kurang bermanfaat


23

bahkan bisa melemahkan dan merusak upaya

pembentukan karakter.

e) Tumbuhkan disiplin peserta didik

Kedisiplinan dapat ditumbuhkan salah satunya

dengan metode hukuman dan ganjaran (reward and

punishment), tentunya hukuman dan ganjaran yang

bernilai pendidikan.

f) Pilih kepala sekolah yang amanah

kepala sekolah sebagai Pilot Project pembentukan

karakter peserta didik selayaknya adalah seorang yang

memunyai sifat amanah atau bertanggung jawab,

mengingat tugas yang diembannya sangat berat. Maka

pihak yang yang mempunyai wewenang untuk memilih

atau menyeleksi kepala sekolah harus maksimal bekerja,

sehingga benar-bernar terpilih kepala sekolah yang

amanah.

g) Wujudkan guru yang dapat diteladani

sedang kepala sekolah sebagai pilot project maka

posisi guru adalah ujung tombak pembangunan karakter,

maka selayaknya guru menjadi orang yang dapat digugu

dan ditiru oleh peserta didik, bukan hanya dalam tindakan

atau perilaku didalam kelas tetapi juga diluar kelas


24

bahkan sampai diluar sekolah atau di luar jam belajar

efektif.

h) Melibatkan seluruh warga sekolah

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,

bahwa seluruh warga sekolah termasuk sarana

pembentukan karakter, karena proses pembiasaan dan

penciptaan lingkungan yang kondusif tidak dapat

diserahkan hanya kepada guru tapi seluruh warga

sekolah.25

5) Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat

diketahui dan dapat diukur dari sejauh mana indicator

standard kompetensi minimal (SKL) dalam pribadi peserta

didik tercapai, akan tetapi lulusan-lulusan tersebut baru

menunjukkan SKL baru pada permukaannya saja atau

kulitnya saja dan sebenarnya belum dapat terpenuhi seluruh

standard yang ada. Hal ini disebabkan karena penilaian

terhadap peserta didik hanya menilai kulitnya saja. 26

Selain melalui SKL, Mulyasa berpendapat bahwa

indicator keberhasilan pendidikan karakter dapat diketahui

dari berbagai perilaku sehari-hari yang tampak dalan setiap

aktifitas sebagai berikut.

25
Ibid, hal. 13-40.
26
Ibid, hal. 10.
25

a) Kesadaran
b) Kejujuran
c) Keikhlasan
d) Kesederhanaan
e) Kemandirian
f) Kepedulian
g) Kebebasan dalam bertindak
h) Kecermatan atau ketelitian
i) Komitmen27

Indikator di atas merupakan milik seluruh warga sekolah

yang tidak bisa hainya dibebankan pada peserta didik saja.

Kepala sekolah, guru,pengawas bahkan komite harus

menjadi contoh dalam pelaksanaan indikator-indikator di

atas.

2. Budaya Religius

a. Pengertian Budaya Religius

Istilah Budaya Religius terdiri dari dua kata yakni Budaya

dan Religius, untuk mendapatkan pengertian yang tepat maka

perlu dijelaskan satu persatu, yang pertama yaitu tentang budaya.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata

“budaya” mempunyai arti pikiran, akal budi, adat istiadat dan

sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.28

Budaya atau kebudayaan bermula dari kemampuan akal dan

budi manusia dalam menggapai, merespons, dan mengatasi

tantangan alam dan lingkungan dalam upaya mencapai

27
Ibid, hal. 12.
28
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, hal. 169.
26

kebutuhan hidupnya. Dengan akal inilah manusia membentuk

sebuah kebudayaan.29

Aan Komariyah sebagaimana yang dikutip oleh Wiwik

menjelaskan bahwa budaya secara etimologi dapat berupa jama’

yakni menjadi kebudayaan. Kata ini berasal dari bahasa

sansekerta budhayah yang merupakan bentuk jama’ dari budi

yang berarti akal, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan

akal pikiran manusia. Kebudayaan merupakan semua hasil cipta,

rasa dan karsa manusia dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti

luas, kebudayaan merupakan segala sesuatu di muka bumi ini

yang keberadaannya diciptakan oleh manusia berdasarkan hasil

pemikiran mereka30.

Sebuah budaya dapat berupa beberapa hal yakni artefak,

sistem aktifitas dan sistem ide tau gagasan. Kebudayaan yang

berbentuk artefak salah satu contohnya ialah benda-benda yang

merupakan hasil karya manusia. Sedangkan kebudayaan aktivitas

dapat diterjemahkan berupa tarian, olah raga, kegiatan social dan

kegiatan ritual. Berbeda lagi dengan kebudayaan yang berbentuk

sistem ide tau gagasan. Sistem kebudayaan yang satu ini dapat

didefinisikan sebagai pola pikir yang ada di dalam pikiran

manusia. Pikiran merupakan bentuk budaya abstrak yang

29
Skripsi Wiwik Kusnaningsih, Pengaruh Budaya Religius Sekolah (Disipilin
Hafalan Surat Yasin Dan Sholat Berjma’ah) Dengan Prestasi Belajar Siswa Mts Darul
Falah Bendiljati Kulon, IAIN Tulung Agung, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah Dan Ilmu Kependidikan, 2013.hal 14.
30
Loc. Cit
27

mengawali suatu perilaku ataupun hasil perilaku bagi setiap

bangsa atau ras. Kebudayaan secara universal terdiri dari 7 unsur

utama yaittu:

1) Komunikasi (bahasa)
2) Kepercayaan ( religi)
3) Kesenian (seni)
4) Organisasi social (kemasyarakatan)
5) Mata pencaharian (ekonomi)
6) Ilmu pengetahuan
7) Teknologi31

Beberapa pakar mendefinisikan budaya, diantaranya ialah

menurut Andreas Eppink menyatakan bahwa budaya

mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu

pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur social, religius,

dan lain-lain. Ditambah lagi dengan segala pernyataan

intelektual dan artistic yang menjadi cri khas suatu masyarakat.32

Sedangakan menuut Selo Sumarjan dan Soelaiman Soemardi

mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta

masyarakat. Koentjaraningrat juga mengungkapkan bahwa

kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia

yang harus dibiaskan dengan belajar beserta hasil budi pekerti.33

Menurut Tasmara budaya memiliki kandungan yang utama

yang menjadi esensi dari budaya itu sendiri yaitu :

31
Ibid, hal 15.
32
Ibid, hal 16.
33
Ibid, hal. 25.
28

1) Budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan

lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup

yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku.

2) Adanya pola nilai, sikap, tingkah laku termasuk bahasa, hasil

karsa dan karya, sistem kerja dan teknologi.

3) Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-

kebiasaan, serta proses seleksi norma-norma yang ada dalam

cara dirinya berinteraksi social atau menempatkan dirinya

ditengah-tengah lingkungan tertentu.

4) Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan

saling ketergantungan.34

Berdasarkan berbagai pengertian di atas budaya dapat

diartikan sebagai hasil olah pikir manusia yang bisa berupa

benda, aktifitas maupun idea tau gagasan yang mengandung

seluruh pengertian nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta

keseluruhan struktur-struktur social, religius, dan lain-lain yang

terus dipertahankan sehingga menjadi kebiasaan yang sulit

diubah.

Selanjutnya adalah mengenai kata Religius. Kata “religius”

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bersifat religi,

bersifat keagamaan atau bersangkut-paut dengan religi. Religi

34
Ibid, hal. 17
29

sendiri artinya adalah kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan

akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia.35

Religius menurut Ulil Amri Syafri merupakan sikap dan

perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang

dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan

hidup rukun dengan pemeluk agama lain.36

Sedang agama menurut Ngainun Naim dalam bukunya

Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan dalam

Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa

sebagaimana yang telah dikutip oleh wiwik adalah keseluruhan

tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi

memperoleh ridho Allah SWT. 37Dengan kata lain, agama dapat

meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini.

Tingkah laku itu akan membentuk keutuhan manusia berbudi

luhur (akhlaqul karimah) atas dasar percaya atau iman kepada

Allah dan tanggung jawab pribadi di hari kemudian.

Berkaitan dengan ini menarik menyimak pendapat Muhaimin

yang menyatakan bahwa kata religius memang tidak selalu identik

dengan kata agama. Religius adalah pengahayatan dan

implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

kerangaka character building, aspek religius perlu ditanamkan

35
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, hal 945-946.
36
Op Cit, hal. 19.
37
Ibid, hal 21.
30

secara maksimal. Penanaman nilai religius ini menjadi tanggung

jawab orang tua dan juga sekolah.38

Menurut ajaran Islam, sejak anak belum lahir sudah harus

ditanamkan nilai-nilai agama agar si anak kelak menjadi manusia

yang religius. Dalam perkembangannya kemudian setelah anak

lahir, penanaman nilai religius juga harus intensif lagi.

Menurut Gay Hendricks dan Kate Ludeman terdapat

beberapa sikap religius yang tampak dalam diri seseorang dalam

menjalankan tugasnya diantaranya ialah :

1) Kejujuran
2) Keadilan
3) Bermanfaat bagi orang lain
4) Rendah hati
5) Bekerja efisien
6) Visi kedepan
7) Disiplin tinggi
8) Keseimbangan 39

Menyimak berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa pengertian religius adalah sikap dan sifat tunduk dan

patuh terhadap ajaran agama yang dilandasi dengan kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ditunjukkan dengan seluruh

perilaku yang merupakan implementasi dari ajaran agama

tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Maka Budaya Religius dapat diartikan sebagai kebiasaan-

kebiasaan berpikir, bersikap dan bertingkah laku sehari-hari yang

38
Ibid, hal 22.
39
Ibid, hal 20-21.
31

sesuai dengan ajaran agama sebagai hasil dari penghayatan dan

pelaksanaan dari ajaran agama tersebut (khususnya agama Islam)

yang didasarkan pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa beserta sifat-sifat yang melekat pada-Nya.

b. Pentingnya budaya religius.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 78 :

      


     
   

Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu


dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan
dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur. (Q.S. An-Nahl : 78)40

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia lahir dalam

keadaan tanpa pengetahuan apapun, kemudian dengan bekal

yang dimiliki mereka akan belajar, mereke diberi bekal

pendengaran, penglihatan dan perasaan atau hati. Mereka akan

mempelajari sesuatu dari yang mereka dengar, lihat dan mereka

rasakan. Maka lingkungan yang sudah terbentuk budaya yang

religius akan memberi dampak yang positif terhadap

perkembangan generasi selanjutnya.

Rasulullah SAW bersabda “Tiap orang dilahirkan membawa

fitrah; ayah dan ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani,

atau Majusi.” (H.R. Bukhori Muslim)41


40
Kementerian Urusan Agama Islam Arab Saudi, Al Quran dan Terjemahnya,
Madinah: Mujamma’ al Malik Fahd li Thiba’at al Mushaf asy Syarief, 1418 H, hal 411.
41
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004, hal 35.
32

Hadist Rasulullah di atas menunujukkan pentingnya keadaan

keluarga terutama orang tua, bila orang tua muslim maka anak

mereka pasti akan diarahkan untuk menjadi muslim, begitu juga

sebaliknya. Namun sekarang tantangan orang tua lebih berat,

bukan hanya mengarahkan anaknya menjadi muslim tetapi juga

bagaimana mereka membentengi anak-anak mereka dari

pengaruh perkembangan zaman dengan dampak positif dan

negatifnya. Maka disinilah pentingnya menciptakan budaya

religius dilingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah.

Budaya religius di sekolah merupakan nilai-nilai Islam yang

dominan yang di dukung oleh sekolah atau falsafah yang

menuntun kebijakan sekolah yang mencakup semua unsur dan

komponen sekolah termasuk steak holders pendidikan.

Budaya Religius di sekolah merujuk pada suatu sistem nilai,

kepercayaan dan norma-norma yang dapat diterima secara

bersama. Serta dilakukan dengan penuh kesadaran sebagai

perilaku Islami yang dibentuk oleh lingkungan yang

menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan

personil sekolah baik kepala sekolah, guru, staf, siswa dan

komite.42

Budaya religius di sekolah merupakan cara berfikir dan cara

bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius

42
Skripsi Wiwik Kusnaningsih, Pengaruh Budaya Religius, hal. 23.
33

(keberagamaan). Seperti firman Allah SWT dalam QS Al

Baqarah ayat 208 :

     


      
   
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu. (QS. AL Baqarah :
208)43

c. Strategi dalam mewujudkan budaya religius.

Untuk mewujudkan budaya Religius hususnya disekolah ada

beberapa strategi yang dapat diterapkan yaitu :

1) Internalisasi nilai yakni dengan memberikan pemahaman

dengan agama kepada siswa, terutama tentang tanggung

jawab manusia sebagai pemimpin yang harus arif dan

bijaksana, selain itu mereka juga diharapkan memiliki

pemahaman Islam yang inklusif tidak ekstrim yang

menyebabkan Islam menjadi agama yang eksklusif.

2) Keteladanan yakni merupakan factor mutlak yang harus

dimiliki oleh guru. Keteladanan lahir dari proses pendidikan

yang panjang, mulai dari pengayaan materi, perenungan,

pengahyatan, pengalaman, ketahanan, hingga konsistensi

dalam aktualisasi. Keteladanan merupakan perilaku yang

memberikan contoh bagi orang lain. Contohnya ialah: a)

43
Kementerian Urusan Agama Islam Arab Saudi, Al Quran dan Terjemahnya, hal
50.
34

menghormati yang lebih tua, b) mengucapkan kata-kata yang

baik, c) memakai baju yang rapi dan sopan, d) menyapa dan

memberi salam, dll

3) Pembiasaan. Pembiasaan ini sangat penting dalam pendidikan

agama Islam karena dengan pembiasaan inilah diharapkan

siswa senantiasa menhamalkan ajaran agamanya.. Melalui

pembiasaan maka akan lahirlah kesadaran dalam setiap

individu peserta didik untuk berbudaya religius. Dengan hal

tersebut maka moral peserta didikpun akan terbentuk.

Kesadaran moral disini akan terbentuk dengan sendirinya

4) Penciptaan Susana religius Yakni dengan mengkondisikan

suasana sekolah dengan nilai-nilai dan prilaku religius

(keberagamaan). Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara:

a) kepemimpinan, b) sekenario penciptaan suasana religius,

c) wahana peribadatan, d) dukungan warga masyarakat, Dan

lain-lain.44

d. Wujud Budaya religius

Dalam budaya religius sekolah terdapat beberapa bentuk

kegiatan yang setiap hari dijalankan oleh peserta didik.

Diantaranya ialah :

1) Senyum, salam dan sapa

Dalam islam sangat dianjurkan untuk berprilaku ramah

kepada sesama, Rasulullah SAW bersabda :


44
Skrpisi Wiwik Kusnaningsih, Pengaruh Budaya Religius, hal. 36-37.
35

Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa


Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Janganlah engkau memandang rendah bentuk
apapun dari kebaikan, walaupun engkau hanya
bertemu dengan saudaramu dengan muka manis."
(H.R. Muslim).45

Rasulullah juga bersabda dalam hadist yang lain tentang

hak seorang muslim terhadap muslim lainnya :

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa


Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada
enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya
ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah;
bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila
dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah
yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan
rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila
dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)".
(H.R. Muslim).46
Dari hadist di atas menunjukkan adanya budaya yang

baik yang dapat dihujudkan di sekolah yaitu saling

menasehati, rasa peduli terhadap sesama dan lain-lain

2) Solat Dzuhur berjama’ah

Wujud budaya religius di sekolah salah satunya adalah

sholat dzuhur berjamaah disekolah karenaSholat merupakan

ibadah pokok dalam islam, yang tidak bisa ditinggalkan

kecuali ada alasan yang disyriatkan.

3) Tolong menolong.

45
Ibnu Hajar Al-Astqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, hadist ke-26.
Bab Al-Jami.
46
Ibid, hadist ke-1, Bab Al-Jami.
36

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat

2 yang memrintahkan manusia untuk tolong menolong dalam

kebaikan.

4) Berpakaian menutup aurat.

Sebagaimana perintah Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat

59 yang artinya sebagai berikut :

Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-


anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu
mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-
Ahzab : 59)47

5) Berdoa sebelum dan sesudah belajar.

Karena seluruh pengetahuan adalah milik Allah, maka

manusia harus meminta atau berdo’a kepada-Nya.

6) Budaya Halal bi halal atau saling memaafkan.

Selain dari beberapa wujud budaya Religius di atas masih

ada wujud budaya Religius lainnya yang bisa diterapkan sekolah

sesuai dengan kemampuan dan kesiapan sekolah tersebut.

3. Keteladanan Guru PAI.

a. Pengertian Keteladanan Guru PAI.

47
Kementerian Urusan Agama Islam Arab Saudi, Al Quran dan Terjemahnya, hal
678.
37

Dalam menjelaskan pengertian Keteladanan Guru PAI ,

meka perlu penjelasan setiap kata, peneliti akan menjelaskan

terlebih dahulu tentang keteladanan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia keteladanan

berasal dari kata “teladan” yang berarti sesuatu yang patut ditiru

atau baik untuk dicontoh, berupa perbuatan, kelakuan, sifat dan

lain sebagainya.48 Dalam bahasa Arab “keteladanan”

diungkapkan dengan kata “uswah” dan “qudwah” yang berarti

“pengobatan dan perbaikan”.

Terkesan lebih luas pengertian yang diberikan oleh Al-

Ashfani, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-iswah”

sebagaimana kata “alqudwah” dan “alqidwah” berarti “suatu

keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah

dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan.49

Berdasarkan pengertian diatas maka keteladanan berarti

segala sesuatu yang patut ditiru dan dicontoh baik berupa

perkataan, sifat, perilaku dalam hal ini adalah hal-hal yang baik

dari seseorang dan bukan keburukan (Uswah Hasanah).

Setelah diuraikan tentang keteladanan selanjutnya akan

diuraikan mengenai Guru PAI. Guru adalah orang yang

48
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 1160.
49
Skripsi Sawitriani, Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Keteladanan Guru
Terhadap Sikap Tawadhu’ Pada Siswa Kelas Viii Dan Ix Mts Tarqiyatul Himmah Pabelan
Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013, STAIN Salatiga, Salatiga: Jurusan Tarbiyah
2013, hal 31.
38

menyampaikan didikan, ajaran, pengalaman dan ketrampilan

kepada muridnya, agar muridnya menjadi orang yang berguna.50

Sedangkan guru dalam Islam ialah siapa saja yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, maka

dalam hal ini guru atau pendidik bukan hanya guru disekolah

tetapi juga orang tua.51

Guru adalah orang yang sangat penting dalam

perkembangan peserta didik, karena seluruh perilaku guru

menjadi contoh bagi mereka, apabila seorang guru tidak dapat

diteladani perilaku maupun ucapannya maka akan

membahayakan perkembangan peserta didiknya

Berdasarkan pengertian di atas maka keteladanan guru

PAI dapat diartikan sebagai segala sesuatau yang patut ditiru

atau baik untuk dicontoh berupa perkataan, perbuatan, kelakuan

maupun sifat yang ditunjukkan oleh seorang guru PAI dihadapan

murid-muridnya agar menjadi orang yang lebih baik dan

berguna.

Guru merupakan orang yang sangat penting dalam

perkembangan peserta didik, karena seluruh perilaku guru

menjadi contoh bagi mereka, apabila seorang guru tidak dapat

diteladani perilaku maupun ucapannya maka akan

membahayakan perkembangan peserta didiknya, lebih husus

50
Loc. Cit.
51
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan, hal 74.
39

bagi guru PAI yang membawa misi pencapaian tujuan

pendidikan Islam yakni terbentuknya orang yang berkepribadian

muslim.52

Islam sangat menghargai kedudukan seorang guru, begitu

tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan

guru setingkat dibawah kedudukan nabi dan rasul.53

b. Pentingnya keteladanan dalam pendidikan

Dalam perspektif psikologi, anak dalam perkembangan

kepribadiannya selalu membutuhkan seorang tokoh identifikasi.

Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama)

dengan orang lain. Hal ini karena secara insting manusia pada

dasarnya memiliki kecenderungan untuk mencontoh atau

mengikuti orang lain,terlebih lagi mereka yang dianggap sebagai

figur atau panutan.54

Kebutuhan akan keteladanan dapat dipahami dari

keterangan Abdurrahman an-Nahlawi bahwa manusia secara

fitrah senantiasa mencari figur teladan yang akan dijadikan

pedoman dan panutan dalam hidupnya. Oleh karena itulah Allah

mengutus Nabi Muhammad Saw agar menjadi suri taluladan

yang baik (uswatun hasanah) bagi seluruh manusia.55 keinginan

untuk meniru dan mencontoh seorang anak karena terdorong


52
Ibid, hal 46.
53
Ibid, hal 76.
54
Skripsi Akhmad Riyadi, Pengaruh Keteladanan Akhlak Orang Tua Terhadap
Akhlak Remaja Usia 12-15 Tahun Di Desa Purwosari Sayung Demak, IAIN Walisongo,
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo 2008, hal 11.
55
Loc.Cit.
40

oleh keinginan halus yang tidak dirasakannya untuk meniru

orang yang dikaguminya tanpa disengaja. Peniruan tidak

disengaja ini tidak hanya mengarah pada perilaku yang baik saja,

tetapi kadang-kadang merambah kepada tingkah laku yang tidak

terpuji. Seseorang yang terpengaruh, secara tidak disadari akan

menyerap kepribadian orang yang mempengaruhinya, baik

sebagian atau keseluruhan.56

Filosof-filosof Islam mengaharapkan kepada setiap guru

berhias dengan akhlak yang mulia dan menghindari setiap yang

tercela. Utbah bin Abi Sufyan pernah berwasiat kepada guru

anaknya, “ Hendaklah anda memperbaiki anak saya seperti Anda

memperbaiki diri anda sendiri, sesuatu yang baik, begitu pun

dalam hal yang tercela”.57

Dengan demikian, guru sebagai pusat keteladanan

dilingkungan sekolah, seyogyannya terus mengupayakan

perbaikan dan evaluasi dirinya mengingat pentingnya posisi

seorang guru dihadapan muridnya.

c. Dasar keteladanan

Dalam Islam metode atau cara yang paling efektif dalam

menanamkan prinsip prinsip ajaran dan nilai-nilai akhlak pada

anak adalah dengan memberikan contoh. Keteladanan

merupakan metode yang paling mendominasi metode lainnya,

terutama dalam bidang akhlak. Beliau selalu lebih dulu


56
Ibid, hal 13.
57
Al-Abrasy, Prinsip-prinsip, hal. 118.
41

mempraktekkan semua ajaran dari Allah, sebelum

menyampaikannya kepada umat.

Keteladanan sebagai salah satu metode pendidikan

didasarkan pada dua sumber, yaitu al-Qur’an dan al-Hadis.

Dalam al-Qur’an keteladanan diistilahkan dengan kata uswah

hasanah, sebagaimana dalam surat al-Ahzab ayat 21, yang

berbunyi:

        


      
 
Artinya : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-
Ahzab : 21)58

Bahkan Allah SWT sangat membenci orang yang hanya

mampu menasehati tetapi tidak mampu memberi teladan,

sebagaimana Firman Allah dalam surat As-Saff Ayat 2-3 :

      


         
 
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan.(Q.S. Ash Shaff : 2-
3)59

Seorang guru semestinya memberikan teladan yang baik.

Tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak. Ketika akan


58
Kementerian Urusan Agama Islam Arab Saudi, Al Quran dan Terjemahnya,hal
670.
59
Ibid, hal 928.
42

menyampaikan suatu kebaikan, hendaknya ia melakukan terlebih

dahulu, sehingga antara ucapan dan perbuatannya berjalan

seiring. Dengan begitu, tutur katanya akan memiliki pengaruh

kuat di hati para pendengar.60

d. Aspek keteladanan Guru PAI

Al-Abrasy menyebutkan bahwa guru dalam pandangan

Islam sebaiknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

7) Zuhud, tidak mengutamakan materi.


8) Bersih tubuhnya
9) Ikhlas dalam pekerjaannya
10) Pemaaf
11) Bersifat kebapakan
12) Mengetahui tabiat muridnya
13) Menguasai mata pelajaran61

Sedang para ahli pendidikan Islam merangkum sifat-sifat

yang sebaiknya dimilki seorang guru dengan menggabungkan

tugas, syarat dan sifat guru. Hal tersebut dapat difahami karena

ketiga-tiganya memang berhubungan erat. Sifat-sifat tersebut

adalah :

1) Kasih sayang
2) Lemah lembut
3) Rendah hati
4) Menghormati ilmu yang bukan pegangannya
5) Adil
6) Menyenangi ijtihad
7) Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan

60
Skripsi Sawitriani , Pengaruh Persepsi Siswa...,hal 35.
61
Al-Abrasy, Prinsip-prinsip, hal. 146-149.
43

8) Sederhana.62

Pada intinya Guru merupakan faktor penting yang

mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pendidikan

karakter disekolah atau lembaga pendidikan. Bahkan snagat

menentukan keberhasilan peserta didik dalam mengembangkan

pribadinya secara utuh, hal tersebut dikarenakan seorang guru

merupakan figur utama serta contoh dan teladan bagi peserta

didiknya. Maka dari itu seorang guru harus memulai dari dirinya

sendiri. Sulit rasanya jika pendidikan karakter tidak dimulai dari

para guru.63

B. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh antara Keteladanan GuruPAI (X1) Terhadap

Karakter Siswa (Y).

Keteladanan GuruPAI merupakan kondisi dimana guru

Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi sosok guru yang memiliki

sifat dan perilaku maupun tutur kata yang baik dan dapat menjadi

teladan bagi siswa-siswinya, bukan hanya dalam waktu proses

pembelajaran didalam kelas tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari

hususnya dalam lingkungan sekolah.

Sedangkan Karakter Siswa merupakan kesatuan sifat, tabiat,

watak yang yang terbentuk sebagai cerminan kebiasaan dari cara

62
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan.., hal 84.
63
Mulayasa, manajemen, hal. 63.
44

berfikir, bersikap dan berperilaku siswa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, manusia, alam sekitar serta terhadap dirinya sendiri.

Kecenderungan anak untuk meniru orang yang dianggapnya

menarik menjadi salah satu faktor pembentuk karakter pada diri anak

tersebut. Salah satunya adalah Keteladanan GuruPAI di sekolah.

Dari analisis di atas dapat diduga adanya pengaruh yang

positif antara Keteladanan GuruPAI terhadap Karakter Siswa atau

dapat dikatakan semakin baik Keteladanan GuruPAI semakin baik

pula Karakter Siswa.

2. Pengaruh antara Budaya Religius (X2) Terhadap Karakter

Siswa (Y).

Budaya Religius adalah kebiasaan-kebiasaan berpikir,

bersikap dan bertingkah laku sehari-hari yang sesuai dengan ajaran

agama sebagai hasil dari penghayatan dan pelaksanaan dari ajaran

agama tersebut (khususnya agama Islam) yang didasarkan pada

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa beserta sifat-sifat yang

melekat pada-Nya. Budaya Religius tersebut dapat berupa berbagai

macam bentuk sesuai dengan tempat pelaksanaanya.

Sedangkan Karakter Siswa merupakan kesatuan sifat, tabiat,

watak yang yang terbentuk sebagai cerminan kebiasaan dari cara

berfikir, bersikap dan berperilaku siswa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, manusia, alam sekitar serta terhadap dirinya sendiri.


45

Siswa adalah salah satu komponen wajib sebuah sekolah,

selama beberapa tahun siswa tumbuh dalam budaya yang ada

disekolah. Maka sedikit banyak Karakter Siswa akan dipengaruhi

oleh budaya yang ada disekolah, dan salah satu budaya disekolah

adalah Budaya Religius.

Dari analisis tersebut diduga adanya pengaruh yang positif

antara Budaya Religius di sekolah terhadap terbentuknya Karakter

Siswa yang baik dan religius pula, dangan kata lain semakin baik

Budaya Religius yang ada di sekolah semakin baik karakter siwanya.

3. Pengaruh antara Keteladanan GuruPAI (X1) Terhadap Budaya

Religius (X2).

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa

Keteladanan GuruPAI merupakan kondisi dimana guru PAI adalah

guru yang memiliki sifat dan perilaku maupun tutur kata yang baik

dan dapat menjadi teladan bagi rekan sesama guru maupun siswa-

siswinya, bukan hanya dalam waktu proses pembelajaran di dalam

kelas tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari hususnya dalam

lingkungan sekolah.

Sedang Budaya Religius adalah kebiasaan-kebiasaan

berpikir, bersikap dan bertingkah laku sehari-hari yang sesuai

dengan ajaran agama sebagai hasil dari penghayatan dan

pelaksanaan dari ajaran agama tersebut (khususnya agama Islam)

yang didasarkan pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa


46

beserta sifat-sifat yang melekat pada-Nya. Budaya Religius tersebut

dapat berupa berbagai macam bentuk sesuai dengan tempat

pelaksanaanya.

Guru PAI yang terus menampilkan bagaimana seseorang

bersikap dengan baik dalam kehidupan sehari-hari khususnya di

sekolah tentunya mampu menjalin hubungan baik dengan seluruh

warga sekolah. Hal ini akan membawa dampak atau pengaruh positif

terhadap terbentuknya Budaya Religius di sekolah tersebut.

Dari analisis di atas dapat dikatakan bahwa Keteladanan

GuruPAI dapat berpengaruh posistif terhadap terbentuknya Budaya

Religius di sekolah, dengan kata lain semakin baik keteledanan guru

PAI semakin baik pula Budaya Religius yang tercipta.

C. Hipotesis Penelitian.

Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara dari

permasalahan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ha :Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Keteladanan guru PAI terhadap karakter siswa.

Ho :Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Keteladanan guru PAI terhadap karakter siswa.

2. Ha :Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Budaya religius terhadap karakter siswa

Ho :Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Budaya religius terhadap karakter siswa


47

3. Ha :Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Keteladanan guru PAI terhadap budaya religius.

Ho :Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Keteladanan guru PAI terhadap budaya Religius.

D. Penelitian yang Relevan

1. Skripsi yang ditulis oleh Sawitriani 2013 dengan judul “Pengaruh

Persepsi Siswa Tentang Keteladanan Guru Terhadap Sikap

Tawadhu’ Pada Siswa Kelas Viii Dan Ix Mts Tarqiyatul Himmah

Pabelan Kabupaten Semarang”. Penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan teknik analisis korelasional. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa : (1) Persepsi siswa tentang keteladanan guru

MTs Tarqiyatul Himmah berada pada kategori baik. (2)Sikap

tawadhu‟ siswa MTs Tarqiyatul Himmah berada pada kategori

cukup. (3) Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi

siswa tentang keteladanan guru terhadap sikap tawadhu.

2. Skripsi yang ditulis oleh Akhmad Riyadi 2008, yang berjudul

”Pengaruh Keteladanan Akhlak Orang Tua Terhadap Akhlak

Remaja Usia 12-15 Tahun Di Desa Purwosari Sayung Demak”.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey dan

teknik analisis korelasional. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa: (1) Keteladanan akhlak orang tua di Desa Purwosari Sayung


48

Demak termasuk dalam kategori “cukup”. (2) Akhlak remaja usia

12-15 tahun di Desa Purwosari Sayung Demak termasuk dalam

kategori “cukup”. (3) Ada pengaruh positif dan signifikan antara

keteladanan akhlak orang tua terhadap akhlak remaja di Desa

Purwosari Sayung Demak.

3. Skripsi yang ditulis oleh Wiwik Kusnaningsih 2013, yang berjudul

“Pengaruh Budaya Religius Sekolah (Disipilin Hafalan Surat Yasin

Dan Sholat Berjma’ah) Dengan Prestasi Belajar Siswa Mts Darul

Falah Bendiljati Kulon”. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif

dengan metode survey dan teknik analisis korelasional. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Terdapat hubungan yang

positif dan signifikan antara budaya religius sekolah disiplin hafalan

surat yasin dengan prestasi belajar siswa. (2) Terdapat hubungan

yang positif dan signifikan antara budaya religius sekolah disiplin

sholat berjama’ah dengan prestasi belajar siswa. (3) Terdapat

hubungan yang positif dan signifikan antara budaya religius sekolah

disiplin hafalan surat yasin dengan disiplin sholat berjama’ah.

Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini

tidak ada persamaan dalam permasalahannya, tetapi memiliki relevansi

dengan penelitian sebelumnya. Sehingga dapat membantu dalam

menelusuri sumber data bahkan dapat juga sebagai sumber sekunder

dalam penelitian ini.


49

Dengan tinjauan beberapa tulisan yang telah diuraikan di atas,

menegaskan bahwa judul penelitian ini merupakan penemuan kembali

dan mengungkap kembali serta menindaklanjuti penelitian-penelitian

sebelumnya dan merupakan masalah yang penting untuk diteliti baik

dari keteladanan guru PAI, budaya religius maupun karakter siswa.

Anda mungkin juga menyukai