Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

SIROSIS HEPATIS
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah
Dosen Pengampu : Aida Sri Rachmawati.,S.kep, M.kep

Disusun Oleh:
Program Studi S1 Keperawatan Tingkat 2A
Kelompok 6
Allysa Putri Dierayani C1914201012
Ayang Lusianti C1914201028
Wiwid Wulandari C1914201017

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
keperawatan medical bedah II yang ,membahas tentang Gangguan Tyroid

Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami dengan materi


Pneumonia. Pembahasan di dalamnya kami dapatkan dari beberapa buku, jurnal,
diskusi anggota, dan dari beberapa sumber lainnya. Terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami menyelesaikan tugas ini.

Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi
kesempurnaannya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan
dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman dan kami khususnya.

Tasikmalaya , 23 September 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses
penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan
racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan
akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer,
Bare, 2001).
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah
akibat alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya
seperti kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari
proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang
ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat
menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Konsep teori sirosis hepatis
2. Asuhan keperawatan sirosis hepatis

C. Tujuan dan mafaat penulisan


Tujuan dan manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk melatih dan
menambahkan pengetahuan tentang sirosis hepatis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang
tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa
penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan
terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2013).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang
difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2011).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang
difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul.
Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2011).

B. Tanda dan Gejala


1. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi
sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan,
hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat
badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-
laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati
yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi
jaringan ikat yang difus.
2. Tanda
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang
merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati.
Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat
protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan
abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma
dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan
konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah
vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab
hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap
aliran darah melalui hati.

C. Etiologi
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi
ada dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis
hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian
Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita
dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan
yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih
banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis
hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi
dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya
dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik.
Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan
menyebabkan timbulnya sirosis hati.

D. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau
hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang
kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan
daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan
membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta,
dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada
sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi
peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel,
terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari
reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang
aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada
sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator
timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan
nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke
parenkim hati.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat
bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan
asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine
kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada
penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah.
Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam
usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia
yang ringan, kadang –kadang dalam bentuk makrositer
yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12
atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan
terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes
faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-
tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,
sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari
akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan
sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per
hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38.
Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur
melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau
lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah
satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati
secara dini.

F. Farmakoterapi
Tidak ada terapi spesifik untuk sirosis. Tindakan medis diarahkan
pada faktor-faktor penyebab, seperti menangani alkoholisme, malnutrisi,
obstruksi bilier, toksin, masalah jantung, dan sebagainya. Tindakan medis
yang lain disesuaikan pada tanda-tanda timbul, misalnya:
1. Antihistamin untuk pruritus
2. Kalium untuk hipokalemia
3. Diuretic untuk edema
4. Vitamin
G. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan
utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan chirrosis
hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa
otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit
jantung, reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal
hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan atau tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat,
melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima,
Mual, muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan
penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor
hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian,
penurunan mental, perubahan mental, bingung halusinasi, koma
bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer,
Perilaku berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
Ekspansi paru terbatas (asites), Hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik,
ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia,
kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).

H. Diagnose Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan
berat badan
b. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses
inflamasi pada sirosis
c. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan
edema.
d. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang
membesar serta nyeri tekan dan asites)
e. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

I. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
Intoleransi Tujuan: 1. Tawarkan 1. Memberikan
aktivitas Peningkatan energi diet tinggi kalori bagi tenaga
berhubungan dan partisipasi kalori, tinggi dan protein bagi
dengan dalam aktivitas protein proses
kelelahan dan Kriteria Hasil: (TKTP). penyembuhan.
penurunan Melaporkan 2. Berikan 2. Memberikan
berat badan peningkatan suplemen nutrien tambahan.
kekuatan dan vitamin (A, B 3. Menghemat
kesehatan pasien. kompleks, C tenaga pasien
Merencanaka dan K) sambil
n aktivitas untuk 3. Motivasi mendorong
memberikan pasien untuk pasien untuk
kesempatan istirahat melakukan melakukan
yang cukup. latihan yang latihan dalam
Meningkatka diselingi batas toleransi
n aktivitas dan istirahat pasien.
latihan bersamaan 4. Motivasi 4. Memperbaiki
dengan dan bantu perasaan sehat
bertambahnya pasien untuk secara umum dan
kekuatan. melakukan percaya diri
Memperlihatk latihan dengan
an asupan nutrien periode waktu
yang adekuat dan yang
menghilangkan ditingkatkan
alkohol dari diet. secara bertahap

Perubahan Tujuan: 1. Catat suhu 1. Memberikan


suhu tubuh: Pemeliharaan suhu tubuh secara dasar untuk
hipertermia tubuh yang normal teratur. deteksi hati dan
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Motivasi evaluasi
dengan Melaporkan asupan cairan intervensi.
proses suhu tubuh yang 3. Lakukan 2. Memperbaiki
inflamasi normal dan tidak kompres kehilangan cairan
pada sirosis terdapatnya gejala dingin atau akibat perspirasi
menggigil atau kantong es serta febris dan
perspirasi. untuk meningkatkan
Memperlihatk menurunkan tingkat
an asupan cairan kenaikan suhu kenyamanan
yang adekuat. tubuh. pasien.
4. Berikan 3. Menurunkan
antibiotik panas melalui
seperti yang proses konduksi
diresepkan. serta evaporasi,
5. Hindari dan
kontak dengan meningkatkan
infeksi. tingkat kenyaman
6. Jaga agar pasien.
pasien dapat 4. Meningkatka
beristirahat n konsentrasi
sementara antibiotik serum
suhu tubuhnya yang tepat untuk
tinggi. mengatasi
infeksi.
5. Meminimalka
n resiko
peningkatan
infeksi, suhu
tubuh serta laju
metabolik.
6. Mengurangi
laju metabolik.
Gangguan Tujuan: 1. Batasi 1. Meminimalka
integritas Memperbaiki natrium seperti n pembentukan
kulit yang integritas kulit dan yang edema.
berhubungan proteksi jaringan diresepkan. 2. Jaringan dan
dengan yang mengalami 2. Berikan kulit yang
pembentukan edema. perhatian dan edematus
edema. Kriteria Hasil: perawatan mengganggu
Memperlihatka yang cermat suplai nutrien dan
n turgor kulit yang pada kulit. sangat rentan
normal pada 3. Balik dan terhadap tekanan
ekstremitas dan ubah posisi serta trauma.
batang tubun. pasien dengan 3. Meminimalka
Tidak sering. n tekanan yang
memperlihatkan 4. Timbang lama dan
luka pada kulit. berat badan meningkatkan
Memperlihatka dan catat mobilisasi edema.
n jaringan yang asupan serta 4. Memungkinka
normal tanpa gejala haluaran cairan n perkiraan status
eritema, perubahan setiap hari. cairan dan
warna atau 5. Lakukan pemantauan
peningkatan suhu di latihan gerak terhadap adanya
daerah tonjolan secara pasif, retensi serta
tulang. tinggikan kehilangan cairan
Mengubah ekstremitas dengan cara yang
posisi dengan edematus. paling baik.
sering. 6. Letakkan 5. Meningkatkan
bantalan busa mobilisasi edema.
yang kecil 6. Melindungi
dibawah tumit, tonjolan tulang
maleolus dan dan
tonjolan tulang meminimalkan
lainnya. trauma jika
dilakukan dengan
benar.
Nyeri kronis Tujuan: 1. Pertahank 1. Mengurangi
berhubungan Peningkatan rasa an tirah baring kebutuhan
dengan agen kenyamanan ketika pasien metabolik dan
injuri biologi Kriteria Hasil: mengalami melindungi hati.
(hati yang Mempertahan gangguan rasa 2. Mengurangi
membesar kan tirah baring dan nyaman pada iritabilitas traktus
serta nyeri mengurangi abdomen. gastrointestinal
tekan dan aktivitas ketika 2. Berikan dan nyeri serta
asites) nyeri terasa. antipasmodik gangguan rasa
Menggunakan dan sedatif nyaman pada
antipasmodik dan seperti yang abdomen.
sedatif sesuai diresepkan. 3. Memberikan
indikasi dan resep 3. Kurangi dasar untuk
yang diberikan. asupan natrium mendeteksi lebih
Melaporkan dan cairan jika lanjut
pengurangan rasa diinstruksikan. kemunduran
nyeri dan gangguan keadaan pasien
rasa nyaman pada dan untuk
abdomen. mengevaluasi
Melaporkan intervensi.
rasa nyeri dan 4. Meminimalk
gangguan rasa an pembentukan
nyaman jika terasa. asites lebih
Mengurangi lanjut.
asupan natrium dan
cairan sesuai
kebutuhan hingga
tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.
Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatk
an pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatk
an pengurangan
lingkar perut dan
perubahan berat
badan yang sesuai.
Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Motivasi 1. Motivasi
status nutrisi, status nutrisi pasien untuk sangat penting
kurang dari Kriteria Hasil: makan bagi penderita
kebutuhan Memperlihatkan makanan dan anoreksia dan
tubuh asupan makanan suplemen gangguan
berhubungan yang tinggi kalori, makanan. gastrointestinal.
dengan tinggi protein 2. Tawarkan 2. Makanan
anoreksia dan dengan jumlah makan dengan porsi
gangguan memadai. makanan kecil dan sering
gastrointestin Mengenali dengan porsi lebih ditolerir
al. makanan dan sedikit tapi oleh penderita
minuman yang sering. anoreksia.
bergizi dan 3. Hidangkan 3.Meningkatkan
diperbolehkan makanan yang selera makan dan
dalam diet. menimbulkan rasa sehat.
Bertambah berat selera dan 4. Menghilangk
tanpa menarik dalam an makanan
memperlihatkan penyajiannya. dengan “kalori
penambahan edema 4. Pantang kosong” dan
dan pembentukan alkohol. menghindari
asites. 5. Pelihara iritasi lambung
Mengenali dasar higiene oral oleh alkohol.
pemikiran mengapa sebelum 5. Mengurangi
pasien harus makan makan. citarasa yang
sedikit-sedikit tapi 6. Pasang ice tidak enak dan
sering. collar untuk merangsang
Melaporkan mengatasi selera makan.
peningkatan selera mual. 6. Dapat
makan dan rasa 7. Berikan mengurangi
sehat. obat yang frekuensi mual.
Menyisihkan diresepkan 7. Mengurangi
alkohol dari dalam untuk gejala
diet. mengatasi gastrointestinal
Turut serta mual, muntah, dan perasaan
dalam upaya diare atau tidak enak pada
memelihara higiene konstipasi. perut yang
oral sebelum makan 8. Motivasi mengurangi
dan menghadapi peningkatan selera makan dan
mual. asupan cairan keinginan
Menggunakna dan latihan jika terhadap
obat kelainan pasien makanan.
gastrointestinal melaporkan 8. Meningkatka
seperti yang konstipasi. n pola defekasi
diresepkan. 9. Amati yang normal dan
Melaporkan gejala yang mengurangi rasa
fungsi membuktikan tidakenak serta
gastrointestinal adanya distensi pada
yang normal dengan perdarahan abdomen.
defekasi yang gastrointestinal 9. Mendeteksi
teratur. . komplikasi
Mengenali gastrointestinal
gejala yang dapat yang serius.
dilaporkan: melena,
pendarahan yang
nyata.

J. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya.
1. Nyeri terkonntrol
2. Keseimbangan terpenuhi
3. Toleransi terhadap aktivitas terpenuhi
4. Risiko infeksi tidak terjadi
BAB III
PENYELESAIAN KASUS

A. Kasus
Seorang laki-laki usia 28 tahun dirawat di RS dengan keluhan nyeri
perut kuadran kanan atas, tidak ada nafsu makan, mual, muntah dan lesu.
Hasil pengkajian klien, abdomen tampak ascites, hasil palpasi kuadran
kanan atas teraba massa, kulit tampak ikterik, dan seclera jaundice. Tanda-
tanda vital menunjukan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi
88x?menit, suhu 37 C, frekuensi nafas 22x/menit Hb 9,8 kadar SGOT,
SGPT meningkat. Perawat melakukan kolaborasi pemberian terapi
analgetik, kemudian mendokumentasikannya dalam buku catatan pasien.

B. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Paien mengeluh nyeri perut kuadran kanan atas
b. Pasien tidak nafsu makan
c. Pasien mengeluh mual
d. Pasien mengeluh muntah dan lesu
2. Klinis
a. Abdomen tampak ascites
b. Hasil palpasi kuadran kanan atas teraba massa
c. Kulit tampak ikterik
d. seclera jaundice
e. Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah 110/70 mmHg
2) Frekuensi nadi 88 x/menit
3) Suhu 37 C
4) Frekuensi nafas 22 x/menit
f. Hb 9,8 kadar SGOT
g. SGPT meningkat
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Scan CT, atau MRI
b. Biopsi hepar dan Ultrasonografi
C. Analisis Patofisiologi
Berasal dari faktor-faktor seperti, mempunyai Hepatitis B atau C
sebelumnya, mengkonsumsi alkohol, riwayat Diabetes Melitus, Malnutrisi.
Menyebabkan Nekrosis di Parenkim Hati dan terjadi pembentukan
jaringan ikat yang membuat Disfungsi Hati dan gangguan metabolisme.
Setelah terjadinya pembentukan jaringan ikat, maka hati akan mengalami
inflamasi atau iritasi yang menyebabkan nyeri di ulu hati.

D. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
3. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan adanya
perubahan kadar elektrolit serum yang dapat mengganggu
kesehatan

E. Intervensi
Proses Keperawatan
NOC NIC Rasional
Kontrol nyeri, setelah 1. Lakukan 1. Untuk
dilakukan perawatan penilaian menentukan
selama 2x24 jam nyeri terhadap intervensi yang
berkurang dengan nyeri, sesuai dan
kriteria hasil: lokasi, keefektifan dari
1. Nyeri berkurang karakteristik theraphy yang
2. Mampu istirahat , dan faktor- diberikan.
3. Menggunakan faktor yang 2. Meningkatkan
teknik non menambah kenyamanan.
farmakologi nyeri. 3. Mengurangi
2. Fasilitasi nyeri dan
lingkungan memungkinkan
nyaman. pasien untuk
3. Berika obat mobilisasi tanpa
anti nyeri nyeri.
4. Ajarkan 4. Meningkatkan
teknik non relaksasi dan
farmakologi membantu untuk
(relaksasi memfokuskan
dan perhatian.
distraksi)
F. SOP Tindakan Keperawatan
Tahap Aktifitas
Pra Interaksi a. Membaca status pasien
b. Menyiapkan diri dan alat yang dibutuhkan
Orientasi a. Memberikan salam (senyum)
b. Mengenalkan diri
c. Mengklarifikasi masalah nyeri pasien
d. Menyampaikan tujuan kedatangan dan
tindakan
e. Menjelaskan prosedur
f. Meminta kesediaan pasien
Kerja a. Menanyakan hal-hal yang memunculkan
nyeri
b. Menanyakan hal-hal yang menyebabkan
nyeri meningkat
c. Menanyakan hal-hal yang membuat nyeri
berkurang
d. Menanyakan rasa nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk/ terbakar/ disayat-sayat/
tertekan benda berat/ berdenyut
e. Menanyakan berapa kali nyeri dirasakan
dalam sehari
f. Menanyakan tempat/lokasi nyeri dirasakan
g. Menanyakan apakah nyeri menjalar/
menyebar ke bagian lain
h. Menanyakan bagaimana pengaruh nyeri yang
dirasakan pada aktifitas sehari-hari
i. Menanyakan skala nyeri (0-10)
j. Menanyakan kapan terjadinya nyeri dan
berapa lama nyeri di rasakan
Terminasi a. Memberitahukan bahwa
pengkajian/wawancara sudah selesai
b. Mengevaluasi/ menyimpulkan hasil
pengkajian/ wawancara
c. Menyampaikan rencana tindak lanjut
d. Berpamitan, salam dan senyum

G. Terapi Farmakologi dan Efek Samping


1. Transplantasi hati
Transplantasi hati umumnya dilakukan ketika organ hati
mengalami gagal fungsi misalnya akibat infeksi akut yang terjadi
tiba-tiba atau komplikasi yang muncul dari obat-obatan. Gagal
fungsi hati juga dapat disebabkan oleh riwayat masalah kesehatan
jangka panjang, seperti:
a. Hepatitis kronis yang berkembang menjadi sirosis.
b. Atresia bilier.
c. Kerusakan saluran empedu (primary biliary cirrhosis).
Proses operasi transplantasi hati dimulai dengan mengambil
organ hati dari pasien dan menggantinya dengan hati yang berasal
dari donor. Operasi ini tergolong operasi besar yang memakan
waktu sekitar 6 hingga 12 jam. Selama operasi hingga beberapa
hari kemudian, pasien akan menggunakan beberapa tabung khusus
sebagai penunjang fungsi tubuh.
Sebelum dokter memutuskan seseorang dapat menerima
transplantasi hati, dibutuhkan beberapa tes dan konsultasi,
termasuk tes darah dan urine, ultrasound untuk memastikan kondisi
hati, tes jantung, tes kesehatan tubuh menyeluruh serta konsultasi
nutrisi. Selain itu, yang tak kalah penting adalah evaluasi
psikologis untuk memastikan seseorang memahami risiko dari
prosedur transplantasi hati. Tak jarang dibutuhkan juga konsultasi
keuangan.
a. Efek samping Transplantasi hati
Meski dapat mengatasi gagal fungsi hati, namun prosedur
transplantasi hati tidaklah bebas risiko. Ada dua risiko
komplikasi yang paling sering ditemui setelah tindakan
transplantasi hati, yaitu:
1) Terjadi penolakan. Hal ini disebabkan imunitas bekerja
untuk menghancurkan materi yang dianggap asing yang
masuk dalam tubuh. Ini disebut masa penolakan,
dialami sekitar 64% dari pasien transplantasi hati,
terutama pada enam minggu pertama. Untuk itu, dokter
akan memberikan obat untuk menekan sistem imunintas
tubuh pasien, agar menekan reaksi penolakan setelah
transplantasi hati.
2) Rentan terserang Pemberian obat penekan imunitas
tubuh dapat memperbesar risiko infeksi. Risiko infeksi
tersebut akan berkurang seiring waktu.
Selain itu, risiko lain pascaoperasi transplantasi hati yang
dapat terjadi adalah pendarahan, komplikasi saluran empedu,
penggumpalan darah hingga masalah dengan memori atau
ingatan.
Pasien operasi transplantasi hati kemungkinan harus
seumur hidup mengonsumsi obat penekan sistem imunitas
tubuh, agar tidak terjadi penolakan terhadap organ yang
dicangkokkan. Sayangnya, obat-obatan tersebut memiliki
berbagai efek samping, antara lain diare, sakit kepala, diabetes,
tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan penipisan tulang.

H. Aspek Legal Etik


Aspek legal etik pada kasus ini adalah non-malfience atau tidak
merugikan. Karena perawat setelah melakukan tindakan atau melakukn
intervensi langsung segera mendokumentasikannya pada buku catatan
pasien. Hal ini dilakukan untuk meghindari adanya tindakan yang
merugikan pasien dan tindakan medis atau keperawatan.
BAB IV
ANALISA JURNAL

A. Peningkatan Status Gizi Pasien Sirosis Hepatis Melalui Regimen


Nutrisi di RS Sari Mutiara Medan
P Masalah klinik pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan status gizi pasien sirosis hati melalui regimen nutrisi di
Rumah Sakit Sari Mutiara Medan. Populasi pada penelitian ini
terbagi dua yaitu 20 responden kelompok kontrol dan 20 responden
kelompok intervensi, sehingga total jumlah sampel 40 responden.
I Desain penelitian ini adalah penelitian analitik komparatif dengan
menggunakan desain quasi eksperimental dengan pendekatan
control group pre-posttest design. Pada penelitian ini menggunakan
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah non probability sampling dengan teknik consecutive
sampling.
C Adanya perbedaan rata-rata Statis gizi sebelum dan sesudah
intervensi regimen nutrisi.

O Penerapan regimen nutrisi bagi pasien sirosis hati menunjukkan


peningkatan status gizi. Mayoritas pasien dengan dekompensasi
sirosis hati mengalami malnutrisi tanpa memandang etiologi sirosis
hati tersebut. Hasil menunjukkan bahwa jumlah pasien yang
mengalami malnutrisi menurun setelah penerapan regimen nutrisi
setelah tiga bulan intervensi.

B. Analisis Penggunaan Obat Pada Komplikasi Sirosis Hati


P Masalah Klinik pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran penggunaan obat pada komplikasi sirosis hati dan
membandingkan kesesuaiannya dengan standar pelayanan medik
rumah sakit dan guideline Asia Pasific Ascociation Study for Liver
(APASL). Populasi penelitian adalah seluruh pasien sirosis hati
yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada
periode 2013.

I Pada penelitian ini menggunakan Teknik sampling adalah


purposive sampling dengan kriteria inklusi pasien dewasa (≥ 26
tahun) dan terdaftar rawat inap per 1 Januari sampai 31 Desember
2013.
C adanya perbandingan Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
sebesar 1,8 : 1. Menurut Kusumobroto perbandingan prevalensi
sirosis pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan yaitu
2,1:1(Kusumobroto, 2007).

O Penggunaan obat dalam penatalaksanaan komplikasi sirosis hati


belum semuanya sesuai standar pelayanan medik RSUP Dr.
Sardjito dan guideline APASL. Pada beberapa pasien yang tidak
membaik dengan terapi standar dilakukan modifikasi terapi yaitu
pemberian PPI dan asam traneksamat pada perdarahan varises
esofagus.
Daftar Pustaka

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2001-2002, NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2.
(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Purba, B. T., & Sinurat, L. R. (2018). Peningkatan Status Gizi Pada Pasien Sirosis
Hepatis Melalui Regimen Nutrisi Di Rsu Sari Mutiara Medan. Idea Nursing
Journal, 9(2), 1-6.
Farida, Y., Andayani, T. M., & Ratnasari, N. (2013). Analisis penggunaan obat
pada komplikasi sirosis hati. JURNAL MANAJEMEN DAN
PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy
Practice), 4(2), 77-84.

Anda mungkin juga menyukai