Full Draft Skripsi Dewi (7 Juli 2020)
Full Draft Skripsi Dewi (7 Juli 2020)
SKRIPSI
Oleh
DEWI WULANSARI
K1B015017
SKRIPSI
Oleh
DEWI WULANSARI
K1B015017
i
LEMBAR PENGESAHAN
KONTROL OPTIMAL
PADA MODEL PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS
DENGAN BANG-BANG CONTROL DAN SINGULAR CONTROL
Oleh
DEWI WULANSARI
K1B015017
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
ii
PERNYATAAN
Dewi Wulansari
K1B015017
iii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini terdaftar dan tersedia di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak
cipta ada pada penulis dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Universitas
Jenderal Soedirman. Pengutipan dan atau peringkasan hanya dapat dilakukan
dengan mengikuti kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “KONTROL OPTIMAL PADA MODEL PENYEBARAN
PENYAKIT TUBERKULOSIS DENGAN BANG-BANG CONTROL DAN
SINGULAR CONTROL”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan
memperoleh gelar sarjana strata satu pada Jurusan Matematika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jenderal Soedirman.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, saran, serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Sunardi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Soedirman.
2. Dr. Idha Sihwaningrum, M.Sc.St, selaku Ketua Jurusan Matematika.
3. Renny, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan
bimbingan, saran dan motivasi sehingga skripsi ini terselesaikan.
4. Niken Larasati, M.Si, selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan
saran, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini terselesaikan.
5. Rina Reorita, M.Si. dan Agung Prabowo, M.Si, selaku Pembimbing
Seminar yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, saran dan
masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Kedua orang tua, kakak, adik seluruh keluarga besar penulis, terima kasih
atas kasih sayang, bimbingan, nasihat, dukungan dan do’a yang selalu
menyertai setiap langkah penulis.
7. Rekan-rekan seperjuangan matematika Unsoed angkatan 2015, terima kasih
atas dukungan dan bantuan dari kalian semua.
8. Teman-teman Teater Receh MIPA Unsoed yang telah membantu,
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
v
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
berperan dalam penyelesaian laporan kerja praktik ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
2.7 Kontrol Optimal .............................................................................. 19
2.7.1 State dan Variabel Kontrol ................................................... 20
2.7.1 Fungsi Tujuan ...................................................................... 21
2.7.1 Prinsip Maksimum Pontryagin.............................................. 21
2.7.1 Bang-bang Control dan Singular Control ............................. 22
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 30
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 30
3.2 Metode Penelitian............................................................................ 30
3.3 Diagram Alir Penelitian ................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 33
4.1 Asumsi Model ................................................................................. 33
4.2 Penurunan Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis tanpa
Menggunakan Kontrol ..................................................................... 35
4.2.1 Normalisasi Model ............................................................... 37
4.2.2 Titik Kesetimbangan Bebas Penyakit tanpa Menggunakan
Kontrol ................................................................................. 39
4.2.3 Angka Reproduksi Dasar pada Model tanpa Menggunakan
Kontrol ................................................................................. 41
4.3 Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis dengan Menggunakan
Kontrol ............................................................................................ 47
4.3.1 Titik Kesetimbangan Bebas Penyakit dengan Menggunakan
Kontrol ................................................................................. 48
4.3.2 Angka Reproduksi Dasar pada Model dengan Menggunakan
Kontrol ................................................................................. 50
4.4 Penyelesaian Kontrol Optimal Model .............................................. 56
4.4.1 Penyelesaian Kontrol Optimal Model dengan Kontrol
Pengobatan ........................................................................... 60
4.4.2 Penyelesaian Kontrol Optimal Model dengan Kontrol
Pengobatan ........................................................................... 74
4.1 Simulasi Model ............................................................................... 83
viii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 91
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 91
5.2 Saran ............................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 93
LAMPIRAN 1 ............................................................................................... 94
LAMPIRAN 2 ............................................................................................... 97
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 104
ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
LAMBANG
x Sistem persamaan diferensial 8
x* Titik kesetimbangan 9
N Total individu dalam populasi 11
S Proporsi jumlah individu rentan 11
E Proporsi jumlah individu laten 11
I Proporsi jumlah individu terinfeksi 11
T Proporsi jumlah individu pengobatan 11
Ʌ Tingkat kelahiran yang masuk ke dalam 11
populasi
c Tingkat kontak individu terinfeksi dengan 11
individu lainnya
β Tingkat interaksi bakteri dengan individu 11
rentan
µ Tingkat kematian alami 11
d Tingkat kematian individu terinfeksi 11
karena sakit
x
r Tingkat individu terinfeksi yang diobati 11
Tingkat individu sembuh yang kembali 11
terinfeksi
p Tingkat individu laten menjadi individu 11
terinfeksi akibat kontak langsung dengan
individu terinfeksi
k Laju individu laten menjadi individu 11
terinfeksi tanpa kontak langsung dengan
individu terinfeksi
R0 Angka reproduksi dasar 13
u(t) Vektor variabel kontrol 20
J Fungsi tujuan 21
H Hamiltonian 22
φ(t) Fungsi switching 23
u*(t) Kontrol optimal 23
E1 Proporsi jumlah individu laten dalam 34
populasi
E2 Proporsi jumlah individu laten persisten 34
dalam populasi
R Proporsi jumlah individu sembuh dalam 34
populasi
b1 Tingkat pengobatan individu terinfeksi 34
b2 Tingkat pengobatan individu laten 34
persisten
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
Gambar 2.1 Variabel dan parameter pada model SEIT penyebaran penyakit
tuberkulosis ............................................................................ 11
Gambar 4.1 Variabel dan parameter model SE1 IE2 R penyebaran penyakit
tuberkulosis ........................................................................... 34
Gambar 4.2 Nilai awal kontrol optimal model SE1 IE2 R penyebaran
penyakit tuberkulosis.............................................................. 84
Gambar 4.3 Nilai parameter model SE1 IE2 R penyebaran penyakit
tuberkulosis dengan kontrol pengobatan dan pola hidup
sehat ...................................................................................... 84
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
ABSTRAK
xv
ABSTRACT
Tuberculosis is one of the ten biggest causes of death in the world. The
SE1IE2R model is a mathematical model that describes the dynamics of the spread
of tuberculosis that divided into five groups of individual, there are susceptible
group, exposed group, infected group, persistent exposed group and recovered
group. This mathematical model used for analyzing the spread of disease and
controlling an infectious disease. In analysing the spread of tuberculosis using the
value of the basic reproduction rate, while to control an infectious disease a
controller can be added which will then look for the optimal form of control using
bang-bang control and singular control. The spread of tuberculosis will not occur
if the value of the basic reproduction rate is less than one. With the addition of
treatment control and a healthy lifestyle, it will reduce the infected individual so
that the spread of tuberculosis minimized.
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
control dengan menambahkan kontrol pengobatan dan kontrol pola hidup sehat
pada model.
2.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan dapat menyerang berbagai organ tubuh terutama paru-paru.
Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas maka dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. Mycobacterium tuberculosis
ditularkan melalui udara. Ketika penderita tuberkulosis aktif batuk, bersin, berteriak
atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar dari paru-paru menuju udara. Bakteri
ini akan berada di dalam gelembung cairan bernama droplet nuclei. Partikel kecil
ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata
karena memiliki diameter sebesar 1-5 μm (CDC, 2016).
Ketika Mycobacterium tuberculosis sampai di jaringan paru-paru, mereka
akan mulai memperbanyak diri. Pada beberapa kasus, sel pertahanan tubuh tidak
mampu untuk merusak semua bakteri. Proses ini disebut primary tuberculosis
infection. Mycobacterium tuberculosis yang bertahan akan masuk ke dalam status
dormant (berhenti berkembang) dan dapat bertahan lama. Sepanjang waktu ini,
bakteri tertidur. Pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak dapat menularkannya
ke orang lain. Kondisi tersebut dikenal dengan tuberkulosis laten. Bakteri dormant
dapat bangun kembali dan merusak dinding sel pertahanan dalam suatu proses.
Proses tersebut dikenal sebagai secondary tuberculosis infection. Proses secondary
tuberculosis infection dapat terjadi ketika sistem imun tubuh menjadi lemah dan
tidak mampu melawan bakteri sehingga bakteri mulai melimpah. Proses ini
5
6
2.1.1 Gejala
Penyakit tuberkulosis sering kali muncul tanpa gejala yang khas, hanya
batuk-batuk ringan sehingga sering diabaikan. Agar dapat mengantisipasi
penularan penyakit tuberkulosis, berikut gejala-gejala yang ditimbulkan adalah
(Irianti dkk, 2016: 36) :
1. Gejala umum penyakit tuberkulosis
a. Demam yang disertai dengan keringat biasanya terjadi pada malam hari.
b. Nafsu makan dan berat badan menurun.
c. Batuk berdahak bercampur darah berlangsung lebih dari 3 minggu.
d. Badan lemah dan lesu disertai perasaan tidak enak.
2. Gejala khusus penyakit tuberkulosis
a. Sesak nafas karena infeksi pada bagian bronkus.
b. Sakit dada karena terdapat cairan di rongga pleura.
c. Infeksi tulang yang berakibat keluarnya nanah.
d. Penurunan kesadaran hingga kejang-kejang.
2.1.2 Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan
tuberkulosis diberikan dalam dua tahap yaitu:
1. Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadiya resistensi obat. Bila pengobatan diberikan
secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar tuberkulosis aktif menjadi laten dalam waktu 2 bulan.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit dibandingkan
dengan tahap awal, namun dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan penting
7
2.1.3 Pencegahan
Penyakit tuberkulosis tergolong penyakit berbahaya yang mudah
menularkan infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis secara langsung melalui
udara. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dengan cara seperti berikut
(Depkes, 2018):
1. Mengurangi kontak dengan penderita penyakit tuberkulosis aktif.
2. Menjaga standar hidup yang sehat yaitu dengan makan makanan bergizi,
lingkungan yang sehat, dan teratur berolahraga.
3. Peningkatan daya tahan tubuh seperti pemberian vaksin BCG (Bacillus
Calmette Guerin) secara rutin pada balita untuk mencegah kasus tuberkulosis
yang lebih berat.
4. Perlu menjaga kesehatan tubuh supaya individu yang sudah sembuh dari
tuberkulosis tidak akan kembali terinfeksi.
dx
f t, x (2.1)
dt
dengan
dx1
dt
f1 (t , x1 , x2 , , xn )
dx
dx 2 f (t , x1 , x2 ,
, dan f t , x 2
, xn )
dt .
dt
dxn f n (t , x1 , x2 , , xn )
dt
Jika ruas kanan sistem persamaan (2.1) secara eksplisit tidak bergantung
pada variabel bebas t , maka sistem persamaan tersebut disebut sistem otonomus
(Edwards dan Penney, 2014: 485), dan dapat ditulis dalam bentuk
dx
f x , (2.2)
dt
dengan
f1 ( x1 , x2 , , xn )
f 2 ( x1 , x2 , , xn )
f x .
f n ( x1 , x2 , , xn )
Sebaliknya, jika ruas kanan sistem (2.1) secara eksplisit bergantung pada variabel
bebas t , maka sistem persamaan tersebut disebut sistem non otonomus.
dx
f x berlaku lim x(t ) x* .
dt t
Gambar 2.1 Kestabilan titik kesetimbangan: a) stabil, b) stabil asimtotis, c) tidak stabil
I
2. Penularan penyakit memiliki laju penularan sebesar c .
N
3. Penyakit tuberkulosis bukan berasal dari faktor keturunan (endogen).
4. Terdapat individu gagal dalam pengobatan yang akan menjadi individu
terinfeksi kembali.
Dari asumsi-asumsi, variabel dan parameter yang digunakan dapat dibentuk
alur penyebaran penyakit pada gambar berikut ini:
σλT
pλE
λS rI
S E I T
kE
I
µS µE µI dI µT
µS µS µS µS
Gambar 2.2 Diagram kompartemen model SEIT penyebaran penyakit tuberkulosis.
Dengan memperhatikan asumsi dan alur penyebaran penyakit pada Gambar 2.2,
diperoleh model epidemik SEIT sebagai berikut:
dS
S S
dt
dE
S p E ( k ) E
dt (2.4)
dI
p E kE ( d r ) I T
dt
dT
rI T T
dt
Total populasi yang dinotasikan N t merupakan jumlah dari semua populasi
2. Jika R0 1 maka banyaknya individu infected pada kasus kedua lebih sedikit
dibandingkan dengan kasus pertama. Hal ini berarti penyakit dalam populasi
tersebut tidak terjadi epidemik.
3. Jika R0 1 maka banyaknya individu infected pada kasus kedua akan sama
dengan banyaknya individu infected pada kasus pertama.
Menurut Diriessche dan Watmough (2002), angka reproduksi dasar ( R0 )
dari suatu model epidemik dapat diperoleh dengan menggunakan metode next
generation matrix. Pada metode ini, angka reproduksi dasar didefinisikan sebagai
nilai maksimum spectral radius dari next generation matrix. Misal diberikan suatu
model epidemik dengan n sub populasi individu adalah
dx
f x (2.9)
dt
dengan,
dx1
dt
f1 x1
dx2
dx f2 x
dt , f dan x 2 .
dt
dxn fn xn
dt
Dalam hal ini, x1 , x2 ,..., xn menyatakan sub populasi individu pada model epidemik.
Pada model epidemik tidak semua sub populasi x1 adalah individu terinfeksi,
sehingga perlu dilakukan transformasi pada sistem (2.9) yang ditulis
dw
f w (2.10)
dt
dengan
dw1
dt
f1 w1
dw
dw 2 , f f 2 dan w w2 .
dt
dt
dwn fn wn
dt
15
F 0 B 0
D F (TE0 ) , DB (TE0 )
0 0 J3 J4
( A) max i .
i 1,2, , n
Berdasarkan Definisi 2.6, maka persamaan karakteristik pada matriks FB-1 adalah
FB 1 I 0. (2.14)
Untuk mencari angka rasio reproduksi dasar digunakan metode next generation
matrix, yaitu
R0 FB 1 , (2.15)
Contoh 2.2
Misalkan diberikan sistem sebagai berikut
17
ds
A si s
dt
di (2.16)
si i
dt
dengan variabel s menyatakan banyaknya individu rentan yang dapat terinfeksi
dengan
F w si B w i
F w 1 dan B w 1 .
F2 w 0 B2 w A si s
Apabila diketahui titik kesetimbangan bebas penyakit model penyebaran
penyakit sistem (2.16) adalah
A
TE0* (i, s) 0, .
kemudian disubsitusikan ke dalam turunan parsial D F (TE0* ) dan DB (TE0* ) maka
18
F1 F1
i (TE0 ) s
(TE0 )
D F (TE0* )
F2 (TE ) F2
(TE0 )
i s
0
s i
D F (TE0* )
0 0
A
0
D F (TE0 )
*
0
0
F 0
D F (TE0* )
0 0
dengan F merupakan matriks ukuran 1×1 yang didefinisikan sebagai
F s (2.18)
dan
B1 B1
i (TE0 ) s
(TE0 )
DB (TE0* )
B2 (TE ) B2
(TE0 )
i s
0
0
DB (TE0* )
s
0
DB (TE0 ) A
*
B 0
DB (TE0* )
J3 J4
R0 FB 1
dengan ρ(FB-1) merupakan radius spektral dimana F dan B merupakan matriks pada
persamaan dari (2.18) dan (2.19) diperoleh
19
A
FB 1
1
A 1
A (2.20)
2
Berdasarkan persamaan (2.20), akan ditentukan nilai-nilai eigen yang
maksimum dari persamaan karakteristik
FB 1 I 0
A
0
2
A
2 0
A
2
sehingga diperoleh
( FB 1 ) maks
A
( FB 1 ) maks 2
A
( FB 1 ) .
2
Dengan demikian, diperoleh angka rasio reproduksi dasar dari model sistem
(2.16) adalah
A
R0 .
2
optimisasi dinamis adalah teknik kalkulus variasi. Teknik kalkulus variasi memiliki
keterbatasan yang dapat diatasi dengan menggunakan teknik kontrol optimal.
Teknik kontrol optimal berkembang sejak ditemukannya teknik program dinamis
oleh Richard Beliman pada tahun 1957 dan prinsip maksimum oleh Pontryagin
pada tahun 1962 (Garnadi dan Syahril, 2018:1).
Tujuan utama dari kontrol optimal adalah menentukan kontrol yang akan
menyebabkan sistem memenuhi beberapa kendala fisik dan pada waktu yang sama
dapat ditentukan nilai optimal (maksimal atau minimal) yang sesuai dengan fungsi
tujuan atau performance index yang diketahui.
Menurut Naidu (2002:6), formulasi yang dapat diberikan pada
permasalahan kontrol optimal adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan secara matematis, artinya diperoleh model matematika dari
proses terjadinya pengendalian (secara umum dalam bentuk variabel state).
2. Spesifikasi dari fungsi tujuan.
3. Menentukan kondisi batas dan kendala fisik pada state dan atau kontrol.
maka nilainya akan dapat ditentukan pada t t0 melalui pilihan vektor variabel
hanya fungsi dari variable state x(t ) yaitu u(t ) u x(t ), t maka disebut kontrol
dengan t 0 adalah waktu awal, t f adalah waktu akhir, fungsi S x(t f ), t f adalah
fungsi biaya akhir yang bergantung pada state akhir x(t f ) dan waktu akhir t f , serta
f0 x(t ), u(t ), t adalah fungsi biaya integral yang bergantung pada state, kontrol,
dan selang waktu antara t0 , t f . Secara umum terdapat tiga bentuk dalam
penyajian formulasi fungsi tujuan yaitu (Syahril dan Garnadi, 2018: 3-4):
1. Formulasi Bolza, merupakan formulasi fungsi tujuan secara umum.
t0
2. Formasi Lagrange merupakan bentuk khusus dari formulasi Bolza dimana nilai
J f 0 x(t ), u(t ), t dt
tf
t0
3. Formulasi Mayer merupakan bentuk dari formulasi Bolza dimana nilai dari
f0 x(t ), u(t ), t 0 , yaitu:
J S x(t f ), t f
(x(t0 ), t0 ) ke sebuah target state akhir H t, x(t ), u(t ), λ(t ) V (t ), f (t, x) g (t, x)u(t )
nol, yaitu (t ) 1 (t ), 2 (t ),
, n (t ) sedemikian sehingga
b.
H t , x (t ), u (t ), λ (t ) H t , x(t ), u(t ), λ (t ) yaitu H dimaksimumkan
terhadap u(t).
c. Semua kondisi kendala dipenuhi.
Penyelesaian kondisi optimal yaitu dengan menggunakan
H t , x(t ), u(t ), λ (t )
0. Dari kondisi optimal tersebut, akan diperoleh bentuk
u
kontrol yang optimal sesuai dengan interval kontrol yang telah ditentukan.
dengan h t , x(t ), λ(t ) merupakan kumpulan koefisien yang tidak memuat kontrol
f , g ( x) Dg ( x) f ( x) Df ( x) g ( x) (2.26)
dz
as(t ) Cu (t )
dt
ds
A si s us (2.30)
dt
di
si i
dt
Langkah awal untuk mengkaji model kontrol optimal yaitu mencari
persamaan Hamiltonian. Persamaan Hamiltonian dibentuk dari kombinasi fungsi
tujuan (2.27) dan perkalian persamaan (2.29) dengan suatu pengali yaitu
(t ) 1 , 2 , sehingga diperoleh persamaan Hamiltonian sebagai berikut:
H as Cu 1 A si s us 2 si i . (2.31)
d 1 H
dt s
1 s 2 s 2
1 s 2 s 2
1 2 s 2 .
dimisalkan
z
x s
i
maka dalam penyelesaian singular control dapat ditulis sebagai
dx
f (x) g (x)u
dt
as C
dx
A si s s u
dt
si i 0
dengan
f1 (x) as
f (x) f 2 (x) A si s (2.34)
f (x) si i
3
g1 (x) C
g (x) g 2 (x) s (2.35)
g (x) 0
3
Langkah pertama dalam penyelsaian singular control adalah menentukan turunan
pertama dari fungsi switching. Penurunan pertama fungsi switching (2.32) dapat
diperoleh dengan cara sebagai berikut
d
(t ), f , g (x) ,
dt
dengan
f , g (x) Dg(x)f (x) Df (x)g(x),
27
dimana f (x) dan g(x) berturut-turut merupakan bentuk persamaan (2.34) dan
persamaan (2.35). Uraian penyelesaian adalah sebagai berikut
f , g (x) Dg(x)f (x) Df (x)g(x)
g(x) g(x) g(x) f (x) f (x) f (x)
f1 f2 f3 g1 g2 g3
z s i z s i
0 as
A si s si s
si
0
as
A
si
[ f , g ]1 (x) as
f , g (x) [ f , g ]2 (x) A . (2.36)
[ f , g ] (x) si
3
Selanjutnya akan ditentukan penurunan kedua dari fungsi switching yaitu
d 2
(t ), f , f , g (x)
dt
(t ), g, f , g (x)
dengan
f , f , g (x) D f , g (x)f (x) Df (x) f , g (x)
.
g, f , g (x) D f , g (x)g(x) Dg(x) f , g (x)
Akan diselesaikan turunan f , f , g (x) D f , g (x)f (x) Df (x) f , g (x)
Aa asi as Aa
f , f , g (x)
A i A s i
2 2
0
A i 2 si 2 2 si 2 s 2 i A i 2 s 2 i si
2 Aa asi as
A i A 2 s 2 i
2 A i 2 si 2 si
Selanjutnya akan dicari penyelesaian dari g, f , g (x) D f , g (x)g(x) Dg(x) f , g (x)
sebagai berikut
g, f , g (x) D f , g (x)g(x) Dg(x) f , g (x)
f , g (x) f , g (x) f , g (x)
g1 g2 g3
z s i
g(x) g(x) g(x)
[ f , g ]1 [ f , g ]2 [ f , g ]3
z s i
as 0
0 A
si 0
as
A
si
dari uraian di atas maka diperoleh persamaan (2.37) dan persamaan (2.38) berikut
ini
2 Aa asi as
f , f , g (x) A i A 2 s 2 i (2.37)
2 A i 2 si 2 si
dan
as
g, f , g (x) A . (2.38)
si
Selanjutnya subsitusikan persamaan (2.37) dan persamaan (2.38) ke persamaan
d
(t ), f , g (x) , sehingga diperoleh turunan kedua dari fungsi switching
dt
sebagai berikut
29
d 2
(t ), f , f , g (x)
dt
(t ), g, f , g (x)
2 Aa asi as 1 A i A 2 s 2 i 2 2 A i 2 si 2 si
.
as 1 A 2 si
a(2 A si s) 1 ( A i A 2 s 2 i) 2 (2 A i 2 si 2 si)
u singular . (2.39)
as 1 A 2 si
Berdasarkan persamaan (2.32) dan (2.33) maka batas-batas kontrol optimal model
penyebaran penyakit dengan kontrol menggunakan bang-bang control dan singular
control adalah sebagai berikut
0, (t ) 0
u (t ) u s ingular , (t ) 0
1, (t ) 0
dengan nilai φ(t) ada pada persamaan (2.32) dan nilai usingular pada persamaan
(2.39).
BAB III
METODE PENELITIAN
30
31
Mulai
Persiapan
(Studi Pustaka)
Menarik kesimpulan
Selesai
Model yang dibahas pada penelitian ini adalah model tipe SE1 IE2 R
penyebaran penyakit tuberkulosis. Model ini berupa sistem persamaan diferensial
non linier yang dipengaruhi oleh kontrol pengobatan dan kontrol pola hidup sehat.
Penyelesaian kontrol optimal pada model SE1 IE2 R menggunakan bang-bang
control dan singular control. Selanjutnya, model yang telah diberi kontrol
disimulasikan menggunakan simulasi numerik.
33
34
Variabel dan parameter yang digunakan pada model tipe SE1 IE2 R
penyebaran penyakit tuberkulosis disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Variabel dan parameter model SE1 IE2 R penyebaran penyakit tuberkulosis
Notasi Keterangan Jenis Syarat Satuan
Total individu dalam populasi
N Variabel 0 N 1 Jiwa
Proporsi jumlah individu
S Variabel 0 S 1 Jiwa
rentan dalam populasi
Proporsi jumlah individu
E1 Variabel 0 E1 1 Jiwa
laten dalam populasi
Proporsi jumlah individu
I Variabel 0 I 1 Jiwa
terinfeksi dalam populasi
Proporsi jumlah individu
E2 Variabel 0 E2 1 Jiwa
laten persisten dalam populasi
Proporsi jumlah individu
R Variabel 0 R 1 Jiwa
yang sembuh dalam populasi
Tingkat kelahiran yang
A Parameter 0 A 1 Per bulan
masuk ke dalam populasi
Tingkat interaksi bakteri
Parameter 0 1 Per bulan
dengan individu rentan
Tingkat kematian alami Parameter 0 1 Per bulan
Tingkat individu laten yang
K Parameter 0 k 1 Per bulan
menjadi individu terinfeksi
b1 Tingkat pengobatan individu 0 b1 1
Parameter Per bulan
terinfeksi
b2 Tingkat pengobatan individu 0 b2 1
Parameter Per bulan
laten persisten
Tingkat individu sembuh
yang kembali menjadi Parameter 0 1 Per bulan
individu rentan
σR
(1-b2)E2
𝛽𝐼
AN S kE1 b1I b2E2
𝑁
S E1 I E2 R
I
µS dan parameter µI
µE1 yang digunakan µR
Variabel pada modelµE 2
penyebaran penyakit
µS µS µS
Gambar 4.1 Diagram kompartemen model SE1 IE2 R penyebaran penyakit tuberkulosis.
dS I
AN R S S (4.1)
dt N
2. Perubahan jumlah individu laten (Exposed)
Laju populasi individu laten mengalami penambahan karena adanya
I
individu rentan kontak dengan individu terinfeksi dengan laju S . Laju
N
populasi individu laten mengalami penurunan disebabkan oleh individu laten
menjadi individu infeksi karena bakteri menjadi aktif dengan laju kE1 . Selain
itu, laju populasi individu laten juga mengalami penurunan lagi karena adanya
kematian alami individu laten dengan laju kematian E1 . Dengan demikian,
laju perubahan jumlah individu laten terhadap waktu sebagai berikut:
dE1 I
S (k ) E1 (4.2)
dt N
3. Perubahan jumlah individu infeksi (Infected)
Laju populasi individu infeksi mengalami penambahan karena adanya
Laju individu laten menjadi individu infeksi karena bakteri menjadi aktif
dengan lajunya kE1 . Laju populasi individu infeksi mengalami penurunan
pengobatan untuk individu laten persisten dengan laju b2 E2 dan kematian alami
ds
A r si s
dt
de1
si (k )e1
dt
di
ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i
dt
(4.13)
de2
b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2
dt
dr
b2 e2 r
dt
Sistem persamaan (4.13) merupakan hasil normalisasi dari sitem (4.6). Selanjutnya,
sistem (4.13) akan digunakan dalam menentukan angka rasio dasar dan akan
ditambahkan pengontrol untuk penyelesaian kontrol optimal.
ds
Apabila 0 , diperoleh
dt
A r si s 0
A r 0 s 0
s A r
Ar
s . (4.14)
de1
Apabila 0 , diperoleh
dt
si (k )e1 0
0 (k )e1 0
e1 (k ) 0
e1 0. (4.15)
di
Apabila 0 , diperoleh
dt
ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i 0
0 (1 b2 )e2 0 0
(1 b2 )e2 0
e2 0. (4.16)
de2
Apabila 0 , diperoleh
dt
b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2 0
0 e2 (1 b2 b2 ) 0
e2 (1 b2 b2 ) 0
e2 0. (4.17)
dr
Apabila 0 , diperoleh
dt
b2 e2 r 0
0 r 0
r 0
r 0. (4.18)
Subsitusikan persamaan (4.18) ke persamaan (4.14) sehingga diperoleh titik
kesetimbangan bebas penyakit sebagai berikut:
41
Ar
s
A 0
s
A
s . (4.19)
Berdasarkan persamaan (4.15), (4.16), (4.17), (4.18), (4.19) dan asumsi
i 0 maka diperoleh titik kesetimbangan bebas penyakit (TE0 ) adalah
A
TE0 ( s0 , e10 , i0 , e20 , r0 ) , 0, 0, 0, 0 . (4.20)
Titik kesetimbangan bebas penyakit pada persamaan (4.20) akan digunakan dalam
menentukan nilai angka reproduksi dasar pada sistem penyebaran penyakit
tuberkulosis tanpa kontrol pada sistem (4.13).
e1
i
w e2
s
r
maka model tipe SE1 IE2 R penyebaran penyakit tuberkulosis dapat ditulis sebagai
dw
F (w) B (w)
dt
si (k )e1
ke (1 b )e (b )i
0
dw
1 2 2 1
0 s 0 i 0
0 0 0 0 0
D F (TE0 ) 0 0
*
0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
0 0
F 0
D F (TE0* )
0 0
dengan F merupakan matriks ukuran 3×3 yang didefinisikan sebagai
A
0 0
F 0 0 0 (4.22)
0 0 0
dan
B1 * B1 B1 B1 B1
e (TE0 ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* )
i e2 s r
1
B2 B2 B2 B2 B2
(TE0* ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* )
1e i e2 s r
B B3 B3 B3 B3
DB (TE0* ) 3 (TE0 ) (TE0* )
*
(TE0* ) (TE0* ) (TE0* )
e1 i e2 s r
B B4 B4 B4 B4
4 (TE0* ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* )
e1 i e2 s r
B B5 B5 B5 B5
5 (TE0* ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* ) (TE0* )
e1 i e2 s r
44
(k ) 0 0 0 0
k (b1 ) (1 b2 ) 0 0
DB (TE0 ) 0
*
b1 (1 b2 ) b2 0 0
0 s 0 i
0 b2 ( )
0 0
B 0
DB (TE0* )
J3 J4
(k ) 0 0
B k (b1 ) (1 b2 ) . (4.23)
0 b1 (1 b2 ) b2
Angka reproduksi dasar dari model tipe SE1 IE2 R penyebaran penyakit
tuberkulosis tanpa menggunakan kontrol pada sistem (4.13) adalah
R0 FB 1
dengan ρ(FB-1) merupakan radius spektral dimana F dan B merupakan matriks pada
persamaan dari (4.22) dan (4.23), sehingga diperoleh
45
A
0 0 1
(k ) 0 0
FB 1 0 0 0 k (b1 ) (1 b2 )
0 0 0 0 b1 (1 b2 ) b2
1
A k
0 0
k (1 b2 ) b2
0 0 0
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
0 0 0
b1 k
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
0 0
(1 b2 ) b2 (1 b2 )
(b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b2 ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b2 )
b1 (b1 )
(b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b2 ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b2 )
Ak (1 b2 ) b2 A (1 b2 ) b2
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
FB
1
0 0
0 0
A(1 b2 )
(b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
0 . (4.24)
0
Berdasarkan persamaan (4.24), akan ditentukan nilai-nilai eigen yang
maksimum dari persamaan karakteristik
46
FB 1 I 0
Ak (1 b2 ) b2 A (1 b2 ) b2
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
0
0 0
A(1 b2 )
(b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
0 0
Ak (1 b2 ) b2
2 0
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
Ak (1 b2 ) b2
1 0 atau 2
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
sehingga diperoleh
( FB 1 ) maks 1 , 2
Ak (1 b2 ) b2
( FB 1 ) maks 0,
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
Ak (1 b2 ) b2
( FB 1 ) .
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
Dengan demikian, angka reproduksi dasar dari model tipe SE1 IE2 R
penyebaran penyakit tuberkulosis tanpa menggunakan kontrol pada sistem (4.13)
adalah
Ak (1 b2 ) b2
R0 .
(k ) (b1 ) (1 b2 ) b2 b1 (1 b1 )
atau
Ak 1
R0 . (4.25)
(k ) b1b2 (1 b1 )
Dari persamaan (4.25), parameter yang berpengaruh pada angka reproduksi
dasar ( R0 ) antara lain, tingkat interaksi bakteri dengan individu rentan ( ) , tingkat
kelahiran semua populasi (A), tingkat kematian alami ( ) , tingkat individu laten
47
individu laten persisten (b2 ). Tingkat kelahiran semua populasi (A) dan tingkat
de2
Apabila 0 , diperoleh
dt
b1 (1 u )i (1 b2 )e2 (b2 (1 u ) )e2 0
0 e2 (1 b2 b2 (1 u ) ) 0
e2 (1 b2 b2 (1 u ) ) 0
e2 0. (4.30)
dr
Apabila 0 , diperoleh
dt
b2 (1 u )e2 r 0
0 r 0
r 0
r 0. (4.31)
Subsitusikan persamaan (4.31) ke persamaan (4.37) sehingga diperoleh titik
kesetimbangan bebas penyakit sebagai berikut:
Ar
s
v
A 0
s
v
A
s . (4.32)
v
Berdasarkan persamaan (4.28), (4.29), (4.30), (4.31), (4.32) dan asumsi
i 0 maka diperoleh titik kesetimbangan bebas penyakit (TE0 ) adalah
A
TE0 ( s0 , e10 , i0 , e20 , r0 ) , 0, 0, 0, 0 . (4.33)
v
Titik kesetimbangan bebas penyakit pada persamaan (4.33) akan digunakan dalam
menentukan nilai angka reproduksi dasar pada sistem (4.26) penyebaran penyakit
tuberkulosis dengan menggunakan kontrol pengobatan dan pola hidup sehat.
50
F1 (w) si
F2 (w) 0
F (w) = F3 (w) 0 dan
F4 (w) 0
F (w) 0
5
B1 (w) (k )e1
ke1 (1 b2 )e2 (b1 (1 u ) )i
B2 (w)
B (w) = B3 (w) b1 (1 u )i (1 b2 )e2 (b2 (1 u ) )e2 .
B4 (w) A r si s vs
B (w) b2 (1 u )e2 r
5
Apabila diketahui titik kesetimbangan bebas penyakit model tanpa
menggunakan kontrol adalah
A
TE0* (e10 , i0 , e20 , s0 , r0 ) 0, 0, 0, ,0,
v
0 s 0 i 0
0 0 0 0 0
D F (TE0 ) 0 0
*
0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
0 0
A
0 v
0 0 0
0 0 0 0 0
D F (TE0* )
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
F 0
D F (TE0* )
0 0
dengan F merupakan matriks ukuran 3×3 yang didefinisikan sebagai
A
0 v
0
F 0 0 0 (4.35)
0 0 0
dan
(k ) 0 0 0 0
k (b1 (1 v) ) (1 b2 ) 0 0
DB (TE0 ) 0
*
b1 (1 u ) (1 b2 ) b2 (1 u ) 0 0
0 s 0 i v
0 b2 (1 u ) ( )
0 0
(k ) 0 0 0 0
k (b1 (1 v) ) (1 b2 ) 0 0
0
DB (TE0* )
b1 (1 u ) (1 b2 ) b2 (1 u) 0 0
0 A
0 v
v
0 0 b2 (1 u ) 0 ( )
B 0
DB (TE0* )
J3 J4
(k ) 0 0
B k (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) . (4.36)
0 b1 (1 u ) (1 b2 ) b2 (1 u)
Angka reproduksi dasar dari model tipe SE1 IE2 R penyebaran penyakit tuberkulosis
dengan kontrol pengobatan dan pola hidup sehat pada sistem (4.26) adalah
R0 ( FB 1 )
dengan ρ(FB-1) merupakan radius spektral dimana F dan B merupakan matriks pada
persamaan dari (4.35) dan (4.36) diperoleh
54
A
0 v 0 (k ) 0 0
1
( FB 1 ) 0 0 0 k (b1 (1 u) ) (1 b2 )
0 0 0 0 b1 (1 u) (1 b2 ) b2 (1 u)
1
A k
0 v 0
k (1 b2 ) b2 (1 u )
0 0 0
(k ) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u )(1 b1 )
0 0 0
b1 (1 u )k
(k ) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u )(1 b1 )
0 0
2 2
(1 b ) b (1 u ) (1 b2 )
(b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u )(1 b2 ) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u )(1 b2 )
b1 (1 u ) (b1 (1 u) )
(b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u ) b1 (1 u )(1 b2 ) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u ) b1 (1 u )(1 b2 )
Ak (1 b2 ) b2 (1 u) A (1 b2 ) b2 (1 u)
( v)(k ) (b1 (1 u) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u)(1 b1 ) ( v) (b1 (1 u) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u)(1 b1 )
( FB )
1
0 0
0 0
A(1 b2 )
( v) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u ) b1 (1 u )(1 b1 )
0 . (4.37)
0
Berdasarkan persamaan (4.37), akan ditentukan nilai-nilai eigen yang maksimum
dari persamaan karakteristik
55
( FB 1 ) I 0
Ak (1 b2 ) b2 (1 u) A (1 b2 ) b2 (1 u)
( v)(k ) (b1 (1 u) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u)(1 b1 ) ( v) (b1 (1 u) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u)(1 b1 )
0
0 0
A(1 b2 )
( v) (b1 (1 u) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u)(1 b1 )
0 0
Ak (1 b2 ) b2 (1 u)
2 0
( v)(k ) (b1 (1 u) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u)(1 b1 )
Ak (1 b2 ) b2 (1 u)
1 0 atau 2
( v)(k ) (b1 (1 u) ) (1 b2 ) b2 (1 u) b1 (1 u)(1 b1 )
sehingga diperoleh
( FB 1 ) maks 1 , 2
Ak (1 b2 ) b2 (1 u )
( FB 1 ) maks 0,
( v)(k ) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u ) b1 (1 u )(1 b1 )
Ak (1 b2 ) b2 (1 u )
( FB 1 ) .
( v)(k ) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u ) b1 (1 u )(1 b1 )
Dengan demikian diperoleh angka reproduksi dasar dari model tipe SE1 IE2 R
penyebaran penyakit tuberkulosis dengan kontrol pengobatan dan pola hidup sehat
pada sistem (4.26) adalah
Ak (1 b2 ) b2 (1 u )
R0 .
( v)(k ) (b1 (1 u ) ) (1 b2 ) b2 (1 u ) b1 (1 u )(1 b1 )
atau
Ak 1 b2 u
R0 . (4.38)
( v)(k ) b1b2 (1 u ) (1 b2 u b1 (1 u ) b1ub2 u
56
kelahiran semua populasi (A), tingkat kematian alami ( ) , tingkat individu laten
menjadi individu terinfeksi (k), tingkat pengobatan terhadap individu terinfeksi
(b1 ), tingkat pengobatan terhadap individu laten persisten (b2 ), kontrol pengobatan
terhadap individu terinfeksi dan laten persisten (u ), dan kontrol pola hidup sehat
Parameter yang paling berpengaruh dalam model tipe SE1 IE2 R penyebaran
penyakit tuberkulosis dengan kontrol pengobatan dan pola hidup sehat adalah
parameter , b1 , b2 , pengontrol u dan pengontrol v, karena parameter , b1 , b2 ,
pengontrol u dan pengontrol v dapat dikontrol untuk diperbesar ataupun diperkecil.
Oleh karena itu, perlu memperkecil tingkat interaksi bakteri dengan individu rentan
( ) serta memperbesar tingkat pengobatan terhadap individu terinfeksi (b1 ),
terhadap individu terinfeksi dan laten persisten (u ), dan kontrol pola hidup sehat
terhadap individu rentan (v ). Tingkat kelahiran semua populasi (A) dan tingkat
T
min a1 s(t ) a2 i(t ) a3 e2 (t ) (C1 C2 )u(t ) C3v(t ) dt , (4.39)
u
0
dengan sistem persamaan yang digunakan adalah sistem persamaan (4.26), dan
kondisi batas
0t T
0 u 1
0 v 1.
Parameter a1 menyatakan jumlah individu rentan, parameter a2 menyatakan jumlah
biaya pengobatan individu laten persisten. Parameter C3 adalah biaya pola hidup
sehat individu rentan. T adalah waktu akhir periode. Model fungsi tujuan (4.39)
dijadikan laju populasi baru berupa persamaan diferensial untuk penyelesaian
kontrol optimal, dengan bentuk persamaannya sebagai berikut
dz
a1 s (t ) a2 i (t ) a3 e2 (t ) (C1 C2 )u (t ) C3 v(t ). (4.40)
dt
Berdasarkan sistem persamaan (4.26) dan persamaan diferensial fungsi tujuan
(4.40) maka diperoleh sistem persamaan untuk penyelesaian kontrol optimal pada
penyebaran penyakit tuberkulosis yaitu
dz
a1 s a2 i a3 e2 (C1 C2 )u C3 v
dt
ds
A r is s vs
dt
de1
is (k )e1 (4.41)
dt
di
ke1 (1 b2 )e2 (b1 (1 u ) )i
dt
de2
b1 (1 u )i (1 b2 )e2 (b2 (1 u ) )e2
dt
dr
b2 (1 u )e2 r.
dt
Misalkan nilai-nilai awal z (0) z0 , s(0) s0 , e1 (0) e10 , i(0) i0 , e2 (0) e20 ,
dan r (0) r0 .
58
d m d 1 H d 2 H d 3 H d 4 H
, m 1, 2, ,5 , dengan , , , ,
dt dt s dt e1 dt i dt e2
d 5 H
dan . Uraian dari persamaan-persamaan adjoint dapat dilihat sebagai
dt r
berikut
d 1 H
dt s
a1 1 i 1 1v 2 i
a1 1 i 1 1v 2 i
a1 1 2 i 1 1v
d 2 H
dt e1
2 k 2 3 k
2 k 2 3 k
2 3 k 2
d 3 H
dt i
a2 1 s 2 s 3b1 1 u 3 4 b1 1 u
a2 1 s 2 s 3b1 1 u 3 4 b1 1 u
a2 1 2 s (3 4 )b1 (1 u ) 3
59
d 4 H
dt e2
a3 3 (1 b1 ) 4 (1 b1 ) 4 b2 1 u 4 5 b2 (1 u )
a3 3 (1 b1 ) 4 (1 b1 ) 4 b2 1 u 4 5 b2 (1 u )
a3 4 3 (1 b1 ) (4 5 )b2 (1 u ) 4
d 5 H
dt r
1 5 5
1 5 5
5 1 5
Dari hasil penurunan tersebut, diperoleh bahwa persamaan adjoint dari sistem
persamaan Hamiltonian (4.42) adalah sebagai berikut:
d 1
a1 1 2 i 1 1v
dt
d 2
2 3 k 2
dt
d 3
a2 1 2 s 3 4 b1 (1 u ) 3
dt
d 4
a3 4 3 (1 b1 ) 4 5 b2 (1 u ) 4
dt
d 5
5 1 5
dt
Langkah selanjutnya adalah membentuk fungsi switching. Terdapat dua
kontrol yang diberikan pada model sehingga fungsi switching didefinisikan sebagai
1 (t ) dan 2 (t ). Fungsi switching 1 (t ) merupakan turunan pertama persamaan
Hamiltonian terhadap kontrol pengobatan (u) sedangkan 2 (t ) turunan pertama
persamaan Hamiltonian terhadap kontrol pola hidup sehat (v). Berikut adalah fungsi
switching dari turunan pertama persamaan Hamiltonian (4.42) terhadap masing-
masing kontrol.
H
1 (t )
u
C1 C2 3b1i 4 b1i 4 b2 e2 5 b2 e2 (4.43)
C1 C2 4 3 b1i 5 4 b2 e2
60
H
2 (t )
v (4.44)
C3 1 s.
Penyelesaian kontrol optimal model dengan kontrol pengobatan dan pola
hidup sehat akan diselesaikan dengan menggunakan bang-bang control dan
singular control. Akan ada dua bentuk kontrol optimal yaitu kontrol optimal dengan
kontrol pengobatan dan kontrol optimal dengan kontrol pola hidup sehat.
dimisalkan
z
s
e
x 1
i
e2
r
maka dalam penyelesaian singular control model tipe SE1 IE2 R penyebaran
penyakit tuberkulosis dengan kontrol pengobatan dapat ditulis sebagai
61
dx
f (x) g(x)u
dt
a1 s a2 i a3 e2 C1 C2
A r si s 0
dx si (k )e1 0
u
dt ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i b1i
b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2 b1i b2 e2
b2 e2 ( )r b2 e2
dengan
f1 (x) a1 s a2 i a3 e2
f 2 (x) A r si s
f3 (x) si (k )e1
f (x)
f 4 (x) ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i (4.46)
f5 (x) b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2
f 6 (x) b2 e2 ( )r
g1 (x) (C1 C2 )
g 2 (x) 0
g3 (x) 0
g(x) .
g 4 (x) b1i (4.47)
g5 (x) b1i b2 e2
g6 (x) b2 e2
Langkah pertama dalam penyelesaian singular control adalah menentukan turunan
pertama dari fungsi switching 1 (t ) . Turunan pertama fungsi switching (4.43)
dimana f (x) dan g(x) berturut-turut merupakan bentuk persamaan (4.46) dan
persamaan (4.47). Uraian penyelesaian dari persamaan (4.48) adalah sebagai
berikut
62
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Dg(x)f (x) a1 s a2 i a3 e2 A r si s si (k )e1
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0
0 0
0 0
ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2
b1 0
b1 b2
0 b2
0
0
0
b2 e2 ( )r
0
0
0
atau
0 0
0
0
0 0
Dg(x)f (x)
kb1e1 (1 b2 )b1e2 (b1 )b1i 0
kb1e1 (1 b2 )b1e2 (b1 )b1i b1b2 i (1 b2 )b2 e2 (b2 )b2 e2
0 b1b2 i (1 b2 )b2 e2 (b2 )b2 e2
sedemikian sehingga
0
0
0
Dg(x)f (x) .
kb1e1 b1e2 (b1 )b1i
kb1e1 (1 b2 )b1e2 (b1 )b1i b1b2 i (1 b2 )b2 e2 (b2 )b2 e2
b1b2 i (1 b2 )b2 e2 (b2 )b2 e2
63
sedemikian sehingga
a2 b1i a3b1i a3b2 e2
b1 si b2 e2
b1 si
Df (x)g(x) .
(b1 )b1i (1 b2 )b1i (1 b2 )b2 e2
b12 i (1 b2 )b1i (1 b2 )b2 e2 (b2 )b1i (b2 )b2 e2
b1b2 i b2 2 e2 ( )b2 e2
Berdasarkan persamaan (4.48) maka hasil dari (f, g)(x) adalah sebagai berikut
64
d 21
(t ), f , f , g (x) (4.50)
dt
(t ), g, f , g (x)
dengan
f , f , g (x) D f , g (x)f (x) Df (x) f , g (x)
. (4.51)
g, f , g (x) D f , g (x)g(x) Dg(x) f , g (x)
Terlebih dahulu akan diselesaikan f , f , g (x) D f , g (x)f (x) Df (x) f , g (x)
pada persamaan (4.51), dengan f (x) dan f , g (x) secara berturut-turut merupakan
65
bentuk persamaan (4.46) dan persamaan (4.49), berikut adalah penyelesaian dari
D f , g (x)f (x) yaitu
0 0 0
0 b1i 0
0 b1i 0
D f , g (x)f (x) a1 s a2 i a3 e2 A r si s si (k )e1
0 0 kb1
0 0 kb1
0 0 0
a2 b1 a3b1
b1 s
b1 s
ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2
(1 b2 )b1
(1 b2 )b1
0
a3 b2 0
b2 0
0 0
b2 e2 ( )r
(1 b2 )b1 (1 b2 )b2 0
(1 b2 )b1 0
(1 b2 )b2 b2 0
atau
0 0 0
0 A b1i b1ir b1 si b1 si
2 2
0
0 A b1i b1ir 2 b1 si 2 b1 si 0
D f , g (x)f (x)
0 0 kb1 si (k )kb1e1
0 0 kb1 si (k )kb1e1
0 0 0
a2 kb1e1 (1 b2 )a2 b1e2 (b1 )a2 b1i a3 kb1e1 (1 b2 )a3b1e2 (b1 )a3b1i
k b1 se1 (1 b2 ) b1 se2 (b1 ) b1 si
k b1 se1 (1 b2 ) b1 se2 (b1 ) b1 si
(1 b2 )kb1e1 (1 b2 ) b1e2 (1 b2 )(b1 )b1i
2
(1 b2 )kb1e1 (1 b2 ) b1e2 (1 b2 )(b1 )b1i
2
0
66
(1 b ) b e (b ) b e
2 2 2 2 2 2
A b1i b1ir b1 si b1 si k b1 se1 (1 b2 ) b1 se2 (b1 ) b1 si
2 2
D f , g (x)f (x) .
kb1 si (k )kb1e1 (1 b2 )kb1e1 (1 b2 ) 2 b1e2 (1 b2 )(b1 )b1i (1 b2 )b12i
(1 b2 ) b1e2 (1 b2 )(b2 )b1e2 (1 b2 )b1b2 i (1 b2 ) b2 e2 (1 b2 )(b2 )b2 e2
2 2
kb1 si (k )kb1e1 (1 b2 )kb1e1 (1 b2 )2 b1e2 (1 b2 )(b1 )b1i (1 b2 )b12 i
(1 b2 ) b1e2 (1 b2 )(b2 )b1e2
2
(1 b )b b i (1 b )2 b e (1 b )(b )b e b b i (1 b ) b e (b )b e
2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
(4.52)
0 a1 0
0 i 0
0 i ( k )
Df (x) f , g (x) a2 b1i a3b1i a3b2 e2 b1 si b2 e2 b1 si
0
0 k
0 0 0
0 0 0
a2
s
s
kb1e1 (1 b2 )b1e2 (1 b2 )b1i (1 b2 )b2 e2
(b1 )
b1
0
a3 0
0
0 0
kb1e1 (1 b2 )b1e2 (1 b2 )b1i (1 b2 )b2 e2 b2 e2
(1 b2 ) 0
(1 b2 ) (b2 ) 0
b2 ( )
atau
0
(1 b2 ) b2 e2 b2 e2
2
0
0
0
(1 b2 )( )b2 e2 ( ) b2 e2
sedemikian sehingga
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah diperoleh pada persamaan (4.52) dan
(4.53) maka penyelesaian dari f , f , g (x) D f , g (x)f (x) Df (x) f , g (x)
adalah sebagai berikut
69
(1 b2 ) b2 e2 2(1 b2 )(b2 )b2 e2 (b1 )kb1e1 (1 b2 ) b1i
2 2
k b1 si (k )kb1e1 2(1 b2 )kb1e1 2(1 b2 ) b1e2 (1 b2 )(b1 )b1i 2(1 b2 )b1 i (1 b2 ) b1e2
2 2 2
2
kb1 e1 (1 b2 )b1 e2 (1 b2 )b1b2 e2 (1 b2 ) b1i (b2 )kb1e1 (1 b2 )(b2 )b1i
2 2
2(1 b2 )b1b2 i (1 b2 ) b2 e2 (1 b2 )(b2 )b2 e2 b1b2 i (1 b2 ) b2 e2 (b2 )b2 e2 kb1b2 e1
2
(1 b )b b e (1 b )( )b e
2 1 2 2 2 2 2
Selanjutnya akan diselesaikan g, f , g (x) D f , g (x)g(x) Dg(x) f , g (x) pada
bentuk persamaan (4.47) dan persamaan (4.49). Berikut adalah penyelesaian dari
D f , g (x)g(x) yaitu
0 0 0 a2 b1 a3 b1
0 b1i 0 b1 s
0 b1i 0 b1 s
D f , g (x)g (x) (C1 C2 ) (0) (0) b1i
0 0 kb1 (1 b2 )b1
0 0 kb1 (1 b2 )b1
0 0 0 0
a3 b2 0
b2 0
0 0
(b1i b2 e2 ) (b2 e2 )
(1 b2 )b1 (1 b2 )b2 0
(1 b2 )b1 0
(1 b2 )b2 b2 0
atau
a2 b12 i a3b12 i a3b1b2 i a3b2 2 e2
b1 si
2
b1b2 i b2 e2
2
b12 si 0
D f , g (x)g(x)
(1 b2 )b1 i (1 b2 )b1 i (1 b2 )b1b2 e2 (1 b2 )b1b2 i (1 b2 )b2 e2
2 2 2
(1 b2 )b1b2 i
(1 b )b b i (1 b )b e b b i b e
2 2
2 1 2 2 2 2 1 2 2 2
dengan g(x) dan (f, g)(x) secara berturut-turut merupakan bentuk persamaan
(4.47) dan persamaan (4.49), sehingga diperoleh
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Dg (x) f , g (x) ( a2 b1i a3b1i a3b2 e2 ) ( b1 si b2 e2 ) ( b1 si )
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0
0
0
( kb1e1 (1 b2 )b1e2 (1 b2 )b1i (1 b2 )b2 e2 )
b1
b1
0
0 0
0 0
0 0
( kb1e1 (1 b2 )b1e2 (1 b2 )b1i ) ( (1 b2 )b2 e2 b2 e2 )
0 0
b2 0
b2 0
atau
0 0
0
0
0 0
Dg(x) f , g (x) 2
kb1 e1 (1 b2 )b1 e2 (1 b2 )b1 i (1 b2 )b1b2 e2
2 2
0
kb12 e1 (1 b2 )b12 e2 (1 b2 )b12 i (1 b2 )b1b2 e2 kb1b2 e1 (1 b2 )b1b2 e2 (1 b2 )b1b2 i
0 kb1b2 e1 (1 b2 )b1b2 e2 (1 b2 )b1b2 i
sedemikian sehingga
72
0
0
0
Dg(x) f , g (x) . (4.56)
kb1 e1 (1 b2 )b1 e2 (1 b2 )b1 i (1 b2 )b1b2 e2
2 2 2
kb12 e1 (1 b2 )b12 e2 (1 b2 )b12 i kb1b2 e1 (1 b2 )b1b2 i
kb1b2 e1 (1 b2 )b1b2 e2 (1 b2 )b1b2 i
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah diperoleh pada persamaan (4.55) dan
(4.56) maka penyelesaian dari g, f , g (x) D f , g (x)g(x) Dg(x) f , g (x)
adalah sebagai berikut
g, f , g (x) D f , g (x)g(x) Dg(x) f , g (x)
a2 b12 i a3b12 i a3b1b2 i a3b2 2 e2
b12 si b1b2 i b2 2 e2
b12 si
g, f , g (x) .
2(1 b )b b e
2 1 2 2 (1 b ) b
2 1 2b i (1 b2 )b 2
2 2e kb 2
1 1e (1 b )b 2
2 1 2 e (1 b )b 2
2 1 i
kb12 e1 (1 b2 )b12 e2 (1 b2 )b12 i kb1b2 e1
2(1 b )b b i (1 b )b 2 e b b i b 2 e kb b e (1 b )b b e
2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2
atau dapat dituliskan kembali sebagai
a2 b12 i a3b12 i a3b1b2 i a3b2 2 e2
b1 si b1b2 i b2 e2
2 2
b1 si
2
g, f , g (x) .
(1 b2 ) 2b1b2 e2 b1b2 i b2 2 e2 b12 e2 b12 i kb12 e1
(4.57)
b1 b2 kb1e1 (1 b2 )b12 e2 i
(1 b )b b e 2b i b e b b i b e kb e
2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1
Misalkan suku-suku pada persamaan (4.54) dan (4.57) dituliskan kembali sebagai
berikut
G (a2 a3 ) 2kb1e1 2(1 b2)b1e2 (1 b1 b2 )b1i b2 e2 a1 (1 )a3 (1 b2 )a2
b1i a1 s a3b2
I b1 ( A r )i 2kse1 2(1 b2 ) se2 (1 b1 b2 ) si b2 (2 b2 )e2 ( e2 b1 )i
b2 (1 b2 ) se2
J b1 ( A r )i 2kse1 (2 b2 ) se2 (1 b1 b2 ) si b2 (1 b2 ) se2
K kb1 2 si (2b2 2 k b1 )e1 b1b2 (2 b2 )e2 (3 b1 2b2 )i b1 b1i i e2
b2 e2 b2 2 2b2 2 1
L kb1 2 si (b1 2 b2 k )e1 b1b2 (2b2 b1 3)e2 (b1 1)i b1 (b1 1)(i e2 )
M b1b2 (2b2 2)i (1 b2 )e2 ke1 b2 e2 3 (b2 1) 2b2 1
73
berikut
d 21
(t ), f , f , g (x)
dt
(t ), g, f , g (x)
G 1 I 2 J 3 K 4 L 5 M
.
N 1O 2 P 3Q 4 R 5 S
Karena singular control merupakan turunan kedua dari fungsi switching 1 (t )
G 1 I 2 J 3 K 4 L 5 M
u singular . (4.60)
N 1O 2 P 3Q 4 R 5 S
Berdasarkan persamaan (4.45) dan (4.60) maka batas-batas kontrol optimal model
74
dimisalkan
z
s
e
x 1
i
e2
r
maka dalam penyelesaian singular control model tipe SE1 IE2 R penyebaran
penyakit tuberkulosis dengan kontrol pola hidup sehat dapat ditulis sebagai
75
dx
f (x) h(x) v
dt
a1 s a2 i a3 e2 C3
A r si s s
dx si (k )e1 0
v
dt ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i 0
b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2 0
b2 e2 ( )r 0
dengan
f1 (x) a1 s a2 i a3 e2
f 2 (x) A r si s
f3 (x) si (k )e1
f (x)
f 4 (x) ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i
f5 (x) b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2
f 6 (x) b2 e2 ( )r
dimana f (x) merupakan persamaan yang sama dengan persamaan (4.46),
h1 (x) C3
h2 (x) s
h (x) 0
h(x) 3 .
h4 (x) 0 (4.63)
h5 (x) 0
6 0
h (x)
dimana f (x) dan h(x) berturut-turut merupakan bentuk persamaan (4.46) dan
persamaan (4.63). Uraian penyelesaian dari persamaan (4.64) adalah sebagai
berikut
76
0 a1 0 a2
0 i 0 s
0 i ( k ) s
Df (x)h(x) C3 s 0 0
0 0 k (b1 )
0 0 0 b1
0 0 0 0
a3 0
0
0 0
0 0
(1 b2 ) 0
(1 b2 ) (b2 ) 0
b2 ( )
a1 s
si
si
Df (x)h(x) .
0
0
0
Berdasarkan persamaan (4.63) maka hasil dari f , h (x) adalah sebagai berikut
[ f , h]1 (x) a1 s
[ f , h]2 (x) A r
[ f , h] (x) si (4.65)
f , h (x) [ f , h]3 (x) 0 .
4
[ f , h]5 (x) 0
[ f , h]6 (x) 0
Langkah selanjutnya dalam penyelesaian singular control adalah
78
menentukan turunan kedua dari fungsi switching 2 (t ) . Turunan kedua fungsi
d 2 2
(t ), f , f , h (x) (4.66)
dt
(t ), h, f , h (x)
dengan
f , f , h (x) D f , h (x)f (x) Df (x) f , h (x)
. (4.67)
h, f , h (x) D f , h (x)h(x) Dh(x) f , h (x)
(4.46) dan persamaan (4.65). Berikut adalah penyelesaian dari D f , h (x)f (x)
yaitu
f , h (x) f , h (x) f , h (x) f , h (x)
D f , h (x)f (x) f1 f2 f3 f4
z s e1 i
f , h (x) f , h (x)
f5 f6
e2 r
0 a1 0
0 0 0
0 i 0
D f , h (x)f (x) a1 s a2 i a3 e2 A r is s si (k )e1
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0
s 0 0
ke1 (1 b2 )e2 (b1 )i b1i (1 b2 )e2 (b2 )e2 b2 e2 ( )r
0 0 0
0 0 0
0 0 0
atau
79
0 a1 A a1 r a1 si a1 s 0 0
0 0 0 0
0 A i ir 2 si 2 si 0 kse1 (1 b2 ) se2 (b1 ) si
D f , h (x)f (x)
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0
0 b2 e2 ( ) r
0 0
0 0
0 0
0 0
sedemikian sehingga
a1 A a1 r a1 si a1 s
b2 e2 ( ) r
A i ir 2 si 2 si kse1 (1 b2 ) se2 (b1 ) si
D f , h (x)f (x) . (4.68)
0
0
0
a3 0
0
0 0
(0) (0)
(1 b2 ) 0
(1 b2 ) (b2 ) 0
b2 ( )
atau
a1 A a1 r 0
A i ir A r 0
A i ir (k ) si
Df (x) f , h (x)
0 ksi
0 0
0 0
sedemikian sehingga
a1 A a1 r
A i ir A r
A i ir (k si
Df (x) f , h (x) . (4.69)
ksi
0
0
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah diperoleh pada persamaan (4.68) dan
(4.69) maka penyelesaian dari f , f , h (x) D f , h (x)f (x) Df (x) f , h (x)
adalah sebagai berikut
f , f , h (x) D f , h (x)f (x) Df (x) f , h (x)
2a1 A 2a1 r a1 si a1 s
b2 e2 ( ) r A i ir A r
2 A i 2 ir 2 si 2 si kse1 (1 b2 ) se2 (b1 ) si (k ) si
f , f , h (x) .
ksi
0
0
atau dapat dituliskan kembali sebagai
81
2a1 A 2a1 r a1 si a1 s
b2 e2 ( ) r A i ir A r
si k i b1 se2 (1 b2 ) kse1 2 ir Ai
f , f , h (x) . (4.70)
ksi
0
0
Selanjutnya akan diselesaikan turunan h, f , h (x) D f , h (x)h(x) Dh(x) f , h (x)
pada persamaan (4.63), dengan h(x) dan f , h (x) di atas secara berturut-turut
merupakan persamaan dari (4.63) dan (4.65). Berikut adalah penyelesaian dari
D f , h (x)h(x) yaitu
0 a1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 i 0 s 0 0
D f , h (x)h(x) (C3 ) s (0) (0) (0) (0)
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
a1 s
0
si
D f , h (x)h(x) . (4.71)
0
0
0
dengan h(x) dan f,h (x) secara berturut-turut merupakan bentuk persamaan
(4.63) dan persamaan (4.65), sehingga diperoleh
82
(4.72) maka penyelesaian dari h, f,h (x) D f,h (x)h(x) Dh(x) f,h (x)
adalah sebagai berikut
h, f,h (x) D f,h (x)h(x) Dh(x) f,h (x)
a1 s
A r
si
h, f,h (x) . (4.73)
0
0
0
Selanjutnya persamaan (4.70) dan (4.73) di atas disubsitusikan ke dalam persamaan
(4.66), sehingga diperoleh turunan kedua dari fungsi switching 2 (t ) sebagai
berikut
d 2 2
(t ), f , f,h (x)
dt
(t ), h, f,h (x)
2a1 A 2a1 r a1 si a1 s 1 b2 e2 ( ) r A i ir A r
2 si k i b1 se2 (1 b2 ) kse1 2 ir Ai 3 ksi
.
a1 s 1 A r 2 si
Karena singular control merupakan turunan kedua dari fungsi switching 2 (t )
2a1 A 2a1 r a1 si a1 s 1 b2 e2 ( ) r A i ir A r
2 si k i b1 se2 (1 b2 ) kse1 2 ir Ai 3 ksi
vsingular .
a1 s 1 A r 2 si
(4.74)
Berdasarkan persamaan (4.62) dan (4.74) maka batas-batas kontrol optimal model
penyebaran penyakit tuberkulosis dengan kontrol pola hidup sehat menggunakan
bang-bang control dan singular control adalah sebagai berikut
0, 2 0
v (t ) vs ingular , 2 0 (4.75)
1, 2 0
dengan nilai 2 (t ) merupakan fungsi switching yang terdapat pada persamaan
(a) (b)
Gambar 4.2 Perbandingan proporsi individu rentan tanpa faktor pengobatan dan pola
hidup sehat dengan proporsi individu rentan menggunakan kontrol
pengobatan dan pola hidup sehat.
Gambar 4.2 (a) menjelaskan tentang proporsi individu rentan tanpa faktor
pengobatan dan pola hidup sehat. Proporsi individu rentan meningkat dari waktu
awal yaitu 0,48 sampai 0,81 pada waktu akhir, sehingga individu yang rentan
terhadap penyakit tuberkulosis akan selalu meningkat dalam jangka waktu t = 12.
Gambar 4.2 (b) menjelaskan tentang perbandingan proporsi individu rentan
tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat dengan pengaruh faktor pengobatan
dan pola hidup sehat. Garis biru pada Gambar 4.2 (b) merupakan proporsi individu
rentan tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat seperti pada Gambar 4.2 (a).
Sementara itu, garis merah pada Gambar 4.2 (b) menunjukkan proporsi individu
rentan dengan pemberian kontrol v mengalami penurunan dari waktu awal yaitu
0,48 sampai 0,06 pada waktu akhir. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengaruh faktor pola hidup sehat akan mempercepat penurunan proporsi individu
rentan.
86
(a) (b)
Gambar 4.3 Perbandingan proporsi individu laten tanpa faktor pengobatan dan pola hidup
sehat dengan proporsi individu laten menggunakan kontrol pengobatan dan
pola hidup sehat.
Gambar 4.3 (a) menjelaskan tentang proporsi individu laten tanpa faktor
pengobatan dan pola hidup sehat. Proporsi individu laten menurun dari waktu awal
yaitu 0,30 sampai 0,11 pada waktu akhir, sehingga individu yang laten terhadap
penyakit tuberkulosis akan selalu menurun dalam jangka waktu t = 12.
Gambar 4.3 (b) menjelaskan tentang perbandingan proporsi individu laten
tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat dengan pengaruh faktor pengobatan
dan pola hidup sehat. Garis biru pada Gambar 4.3 (b) merupakan proporsi individu
laten tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat seperti pada Gambar 4.3 (a).
Sementara itu, garis merah pada Gambar 4.3 (b) menunjukkan proporsi individu
rentan dengan pemberian kontrol u dan v menurun dari waktu awal yaitu 0,30
sampai 0,03 pada waktu akhir. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengaruh faktor pengobatan dan pola hidup sehat akan lebih menurunkan jumlah
proporsi individu rentan.
87
(a) (b)
Gambar 4.4 Perbandingan proporsi individu terinfeksi tanpa faktor pengobatan dan pola
hidup sehat dengan proporsi individu terinfeksi menggunakan kontrol
pengobatan dan pola hidup sehat.
(a) (b)
Gambar 4.5 Perbandingan proporsi individu laten persisten tanpa faktor pengobatan dan
pola hidup sehat dengan proporsi individu laten persisten menggunakan
kontrol pengobatan dan pola hidup sehat.
Gambar 4.5 (a) menjelaskan tentang proporsi individu laten persisten tanpa
faktor pengobatan dan pola hidup sehat. Proporsi individu laten persisten meningkat
dari waktu awal yaitu 0,07 samapi 0,094 pada waktu t = 3 dan selanjutnya menurun
sampai 0,068 pada waktu akhir, sehingga individu yang laten persisten terhadap
penyakit tuberkulosis akan mengalami penurunan dari dalam jangka waktu t = 3
sampai t = 12.
Gambar 4.5 (b) menjelaskan tentang perbandingan proporsi individu laten
persisten tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat dengan pengaruh faktor
pengobatan dan pola hidup sehat. Garis biru pada Gambar 4.5 (b) merupakan
proporsi individu laten persisten tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat
seperti pada Gambar 4.5 (a). Sementara itu, garis merah pada Gambar 4.5 (b)
menunjukkan proporsi individu laten persisten dengan pemberian kontrol u dan v
meningkat dari waktu awal yaitu 0,07 sampai 0,095 pada t = 1 dan selanjutnya
menurun sampai 0,015 pada waktu akhir. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pengaruh faktor pengobatan akan mempercepat penurunan proporsi individu
laten persisten.
89
(a) (b)
Gambar 4.6 Perbandingan proporsi individu sembuh tanpa faktor pengobatan dan pola
hidup sehat dengan proporsi individu sembuh menggunakan kontrol
pengobatan dan pola hidup sehat.
Gambar 4.6 (a) menjelaskan tentang proporsi individu sembuh tanpa faktor
pengobatan dan pola hidup sehat. Proporsi individu sembuh meningkat dari waktu
awal yaitu 0 sampai 0,23 pada waktu akhir, sehingga individu yang sembuh dari
penyakit tuberkulosis akan mengalami kenaikan dalam jangka waktu t = 12.
Gambar 4.6 (b) menjelaskan tentang perbandingan proporsi individu
sembuh tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat dengan pengaruh faktor
pengobatan dan pola hidup sehat. Garis biru pada Gambar 4.6 (b) merupakan
proporsi individu sembuh tanpa faktor pengobatan dan pola hidup sehat seperti pada
Gambar 4.6 (a). Sementara itu, garis merah pada Gambar 4.6 (b) menunjukkan
proporsi individu sembuh dengan pemberian kontrol u dan v meningkat dari waktu
awal yaitu 0 sampai 0,24 pada waktu t = 7 dan menurun sampai 0,19 pada waktu
akhir. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh faktor pengobatan dan
pola hidup sehat akan menaikkan proporsi individu sembuh sampai waktu t = 7.
90
(a) (b)
Gambar 4.7 Proporsi kontrol pengobatan (a) dan Proporsi kontrol pola hidup sehat (b).
Berdasarkan grafik simulasi pada Gambar 4.7 (a) dan Gambar 4.7 (b) dapat
disimpulkan bahwa besarnya tingkat efektivitas optimal pada pemberian obat dan
penerapan pola hidup sehat sama-sama mencapai tingkat maksimum sebesar 1 dan
konstan dari bulan pertama hingga bulan kedua belas kemudian berhenti.
Pemberian kontrol pengobatan pada individu terinfeksi dan laten persisten
membantu dalam menghambat penyebaran penyakit sehingga menurunkan
proporsi individu terinfeksi mendekati nol. Penerapan pola hidup sehat pada
individu rentan membantu dalam menghambat terjadinya penyakit tuberkulosis
sehingga menurunkan proporsi individu rentan mendekati nol.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, beberapa kesimpulan yang dapat
diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Perbandingan hasil angka reproduksi dasar pada model tipe SE1 IE2 R
penyebaran penyakit tuberkulosis tanpa menggunakan kontrol dengan
menggunakan kontrol adalah R0 (tanpa kontrol) R0 (dengan kontrol) atau
dapat ditulis
Ak 1 Ak 1 b2 u
.
(k ) b1b2 (1 b1 ) ( v)(k ) b1b2 (1 u ) (1 b2 u b1 (1 u ) b1ub2 u
0,
C C
1 2 4 3 b1i 5 4 b2 e2 0
u (t ) u s ingular , C C
1 2 4 3 b1i 5 4 b2 e2 0
1, C C
1 2 4 3 b1i 5 4 b2 e2 0
dan
0, C3 1 s 0
v (t ) vs ingular , C3 1 s 0 .
1, C3 1 s 0
3. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa dengan menggunakan bang-bang
control dan singular control, diperoleh bahwa model tipe SE1 IE2 R penyebaran
91
92
5.2 Saran
Dalam aplikasi kontrol optimal pada endemik suatu penyakit terdapat
metode lain selain menggunakan bang-bang control dan singular control yaitu
Pontryagin. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya yaitu
membandingkan kedua metode bang-bang control dan singular control dengan
metode Pontryagin untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam mengontrol suatu
penyakit menular.
DAFTAR PUSTAKA
Garnadi, A., dan Syahril, E. 2018. Pengantar Kontrol Optimum dan Metode
Numeriknya dalam SCILAB. Diakses pada 16 Februari 2019 dari
https://doi.org/10.031227/osf.io/kh4au.
Ma, Z., dan Li, J. 2009. Dynamical Modeling and Analysis of Epidemics. Singapore:
World Scientific Publishing.
Sinaga, M. S., dan Rangkuti, Y. M. 2015. Optimal Singular Controls for VSEIR
Model of Tuberculosis. Jurnal International Conference on Research And
Eductions in Mathematics.
WHO. 2018. Global Tuberculosis Report. Retrieved February 28, 2019, from
World Health Organization: http://www.who.int.
93
LAMPIRAN 1
94
95
96
LAMPIRAN 2
97
98
99
100
101
102
103
RIWAYAT HIDUP
NIM : K1B015017
Agama : Islam
Email : dewiwulan.dw46@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Matematika
104
105
Pengalaman
Dewi Wulansari
K1B015017