Anda di halaman 1dari 30

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PENGURUSAN PIUTANG NEGARA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA


(PUPN) DI KPKNL SURABAYA

Disusun oleh:
1. Achmad Iqbal Arifin 4302180028
2. Ajeng Susilowati Wibowo 2302180224
3. Alfian Rizqi Kemal Akbar 2302180102
4. Daffa Mahendra Nugraha 4302180031
5. Iklima Rahmadian A. W. 1302181651

2021
DAFTAR ISI

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN 1


DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1. Latar Belakang 3
2. Rumusan Masalah 4
3. Tujuan 5
4. Manfaat 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
BAB III 22
KESIMPULAN DAN SARAN 22
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada hakikatnya, negara memiliki kewajiban untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya. Untuk memenuhi kewajiban ini negara membutuhkan
modal, nantinya modal ini akan digunakan dalam pelaksanaan program-program
pemerintah yang memiliki tujuan yang sejalan dengan tujuan negara. Negara
Indonesia memiliki dua sumber pendapatan negara yaitu pendapatan dalam
negeri dan penerimaan hibah. Pendapatan dalam negeri ini dibagi lagi menjadi
dua sumber besar, yaitu penerimaan perpajakan dan pendapatan negara bukan
pajak (PNBP).

Menurut UU No. 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,


PNBP dapat didefinisikan sebagai pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau
badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas
layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara,
berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan
pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam
mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. PNBP ini terdiri dari
banyak komponen yaitu:
a. pemanfaatan SDA;
b. pelayanan;
c. pengelolaan KND;
d. pengelolaan BMN;
e. pengelolaan dana; dan
f. hak negara lainnya.
Piutang negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960
adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang
baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu
peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Secara akuntansi, piutang merupakan
bagian dari aktiva lancar. Oleh karena itu, piutang negara berpotensi menjadi
PNBP (apabila dapat ditagih dan lunas) sehingga piutang dapat dikategorikan
sebagai salah satu komponen penting bagi suatu negara.
PUPN merupakan suatu lembaga peradilan semu di luar lembaga yang
ditentukan dalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
(Pengadilan Negeri, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata
Usaha Negara) karena keperluan yang khusus, yaitu dalam rangka penyelamatan
keuangan negara. Dalam pengambilan kebijakan, keputusan, produk hukum,
pengurusan piutang Negara dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN), sementara dalam pelaksanaan teknis pengurusan piutang Negara
dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Pada saat suatu piutang timbul maka akan dilakukan pencatatan serts
penatausahaannya dan pada tahap awal akan diselesaikan secara mandiri oleh
pihak penyerah/pemilik piutang. Pengelolaan piutang oleh penyerah/pemilik
piutang ini harus dapat sekaligus menentukan kualitas piutang terkait dan bila
piutangnya macet maka akan diserahkan pengurusannya ke PUPN. Hasil dari
pengurusan piutang oleh PUPN ini dibagi menjadi empat jenis, yaitu Surat
Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL), Surat Pernyataan Piutang Negara
Selesai (SPPNS), Surat Pengembalian Pengurusan Piutang Negara (SPPPN), dan
Piutang Negara Sementara Belum Dapat Tertagih (PSBDT).
Piutang negara menurut jenisnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Piutang Negara Perbankan
● Piutang ini adalah piutang yang timbul dari pelaksanaan kegiatan
perbankan yang dilakukan oleh bank-bank pemerintah maupun oleh
bank-bank swasta yang mendapatkan dana tertentu dari pemerintah (bank
sentral)
● Piutang jenis ini biasanya berupa kredit macet bank-bank pemerintah dan
penunggakan pengembalian bantuan dana (kredit) likuidasi kepada bank
sentral
2. Piutang Negara Non Perbankan
● Piutang ini adalah piutang yang menjadi beban negara untuk menagihnya
yang berasal dari transaksi-transaksi yang dilakukan institusi pemerintah
selain perbankan.
● Piutang jenis ini berasal dari operasionalisasi perusahaan negara (BUMN
dan BUMD), kewajiban perpajakan, tuntutan ganti rugi pegawai
negeri/pejabat negara, dan pelaksanaan kegiatan pemerintahan lainnya
seperti pelaksanaan di bidang kesehatan, pertanian, kehutanan,
pertambangan, proyek-proyek pembangunan, dan sebagainya.

Namun berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor


96/KN/2017 yang merupakan perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal
Kekayaan Negara Nomor 157/KN/2013 tentang Pembakuan Laporan Kinerja di
Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berdasarkan pada
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 77/PUU-IX/2011 menyatakan bahwa
Piutang Perbankan tidak lagi masuk dalam lingkup kewenangan pengurusan
PUPN

Pada umumnya segala hal yang berkaitan dengan utang dan piutang akan
memiliki jalan atau proses yang sulit karena banyak pihak yang berusaha untuk
menghindari kewajibannya. Hal ini tentunya juga umum dialami oleh PUPN
dalam proses pengurusan Piutang Negara. Berbagai kendala dan hambatan ini
menjadi tantangan tersendiri bagi PUPN dalam melaksanakan tugasnya. Apabila
tantangan ini dapat diminimalisir, dicegah, atau bahkan dihilangkan maka akan
meningkatkan penerimaan PNBP dan akan menambah modal untuk
meningkatkan kesejahteraan negara Indonesia. Oleh sebab itu, penulis tertarik
untuk membahas lebih mendalam mengenai tantangan dalam proses
pengurusan Piutang Negara dan solusi yang dapat dilakukan untuk menghadapi
tantangan tersebut. Pembahasan ini akan dituangkan oleh penulis dalam bentuk
laporan PKL yang berjudul “Pengurusan Piutang Negara Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) di KPKNL Surabaya”.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses penyelesaian piutang negara di KPKNL Surabaya?
b. Apa saja kendala yang dialami oleh KPKNL Surabaya dalam proses
penyelesaian tersebut?
c. Apa saja cara yang dilakukan oleh KPKNL Surabaya untuk mengatasi kendala
tersebut?
d. Bagaimana solusi yang dapat dilakukan agar proses pengurusan Piutang
Negara tetap dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses penyelesaian piutang negara di KPKNL Surabaya.
b. Untuk mengidentifikasi kendala yang dialami oleh PUPN dalam proses
penyelesaian piutang negara.
c. Untuk mengetahui cara yang dilakukan oleh KPKNL Surabaya untuk
menghadapi kendala tersebut.
d. Untuk memberikan solusi yang dapat dilakukan agar proses pengurusan
Piutang Negara tetap dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

4. Manfaat
a. Bagi Mahasiswa PKL
Sebagai upaya yang diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman
mengenai lingkungan kerja di KPKNL Surabaya, khususnya di bidang
pengurusan piutang negara
b. Bagi KPKNL Surabaya
Sebagai alat bantu peninjauan terhadap kesesuaian penerapan proses
pengurusan Piutang Negara dengan ketentuan yang berlaku dan sebagai
bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan terkait pengurusan
piutang negara di masa yang akan datang.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Proses Penyelesaian Piutang Negara di KPKNL Surabaya


1.1 Gambaran Umum KPKNL Surabaya

KPKNL Surabaya merupakan salah satu instansi vertikal Direktorat


Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang. KPKNL
Surabaya dikepalai oleh seorang kepala kantor yaitu Andy Pardede yang
bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah DJKN Jawa Timur. Kepala
KPKNL Surabaya dalam penyelesaian tugas dan fungsinya dibantu oleh seksi-
seksi yang bertanggung jawab langsung kepadanya. Seksi-seksi tersebut
terbagi menjadi seksi teknis dan seksi supporting. Seksi supporting terdiri
dari Subbagian Umum, Seksi Hukum dan Informasi, dan Seksi Kepatuhan
Internal. Sementara itu, seksi teknis terdiri dari Seksi Piutang Negara, Seksi
Pelayanan Lelang, Seksi Pelayanan Penilaian, dan Seksi Pengelolaan
Kekayaan Negara.
Subbagian Umum yang dikepalai oleh Sigit Bayuadhi mempunyai tugas
untuk melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah
tangga, serta penatausahaan, pengamanan, dan pengawasan barang milik
negara di lingkungan KPKNL Surabaya.

Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara yang dikepalai oleh M. Riza Cahyo


Wibowo mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan
penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, bimbingan teknis,
pengawasan dan pengendalian, penatausahaan dan akuntansi serta
penyusunan daftar barang milik negara/kekayaan negara.

Seksi Pelayanan Penilaian dikepalai oleh Ani Mafiana mempunyai tugas


untuk melakukan penilaian yang meliputi identifikasi permasalahan, survei
pendahuluan, pengumpulan dan analisis data, penerapan metode penilaian,
rekonsiliasi nilai, kesimpulan nilai dan laporan penilaian terhadap objek-
objek penilaian sesuai dengan ketentuan, serta penyusunan basis data
penilaian.

Seksi Piutang Negara dikepalai oleh Rini Sulistiasari mempunyai tugas


melakukan penyiapan bahan penetapan dan penagihan piutang negara serta
pemeriksaan kemampuan penanggung utang dan/atau penjamin utang,
pemblokiran, pelaksanaan PB/PJPN, pemberian pertimbangan keringanan
hutang, pengusulan pencegahan ke luar wilayah RI, pengusulan dan
pelaksanaan paksa badan, penyiapan pertimbangan penyelesaian atau
penghapusan piutang negara, usul pemblokiran surat berharga milik
penanggung/penjamin utang yang diperdagangkan di bursa efek, usul untuk
memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah debitur, pengelolaan
dan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung utang.

Seksi Pelayanan Lelang dikepalai oleh Andri Rachmawan mempunyai


tugas melakukan pemeriksaan dokumen persyaratan lelang, penyiapan dan
pelaksanaan lelang, serta penatausahaan minuta risalah lelang, pembuatan
salinan, kutipan, dan grosse risalah lelang, penatausahaan hasil lelang,
penggalian potensi lelang, pelaksanaan lelang kayu kecil PT. Perhutani
(Persero), dan penatausahaan bea lelang Pegadaian.

Seksi Hukum dan Informasi dikepalai oleh Awalludin Ikhwan mempunyai


tugas untuk melakukan penanganan perkara, pengelolaan dan pemeliharaan
perangkat, jaringan, infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi,
penyajian informasi dan hubungan kemasyarakatan, implementasi sistem
aplikasi, penyiapan bahan penyusunan rencana strategis, laporan
akuntabilitas, dan laporan tahunan, penatausahaan berkas kasus piutang
negara, serta verifikasi penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil
lelang.

Seksi Kepatuhan Internal dikepalai oleh Arif Yuliono mempunyai tugas


melakukan pemantauan pengendalian internal, pengelolaan kinerja,
pengelolaan risiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak
lanjut hasil pengawasan, serta perumusan rekomendasi perbaikan proses
bisnis.

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan


sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1.2 Gambaran Umum Proses Pengurusan Piutang Negara
Pengelolaan piutang negara/daerah menganut prinsip-prinsip good
governance (pemerintah yang baik). Pengelolaan piutang negara mengikuti
sistem akuntansi keuangan yang berlaku.
Dasar hukum yang digunakan sebagai pedoman dalam pengurusan dan
penyelesaian piutang negara adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan
Piutang Negara
b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
240/PMK.06/2016 Tentang Pengurusan Piutang Negara
c. Perdirjen KN Nomor 06/KN/2017 Tentang Petunjuk Teknis
Pengurusan Piutang Negara
d. Perdirjen KN Nomor 04/KN/2009 Tentang Prosedur Kerja dan
Bentuk Surat yang Digunakan Dalam Pengurusan Piutang Negara

Alur atau langkah-langkah pengurusan piutang negara dimulai sejak


pemberi utang menyerahkan surat penyerahan kepada KPKNL. Selanjutnya
KPKNL akan melakukan pengecekan terkait kelengkapan data tersebut.
Apabila terdapat perbedaan atau kekurangan dari surat penyerahan, KPKNL
akan mengeluarkan Surat Penolakan, namun jika data terbukti lengkap maka
KPKNL akan menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara
(SP3N). Setelah KPKNL menerbitkan SP3N maka KPKNL akan melakukan
pemanggilan sebanyak dua kali dan/atau pengumuman panggilan kepada
debitur. Apabila debitur memenuhi panggilan, akan dilakukan proses
wawancara mengenai jumlah utang yang dimiliki dan cara penyelesaian yang
akan ditempuh. Kedua hal ini akan dipastikan serta disesuaikan dengan bukti
yang ada dan dinyatakan melalui Pernyataan Bersama, namun apabila
debitur tidak memenuhi panggilan maka akan dilakukan Penetapan Jumlah
Piutang Negara (PJPN).

Selanjutnya apabila debitur dapat melunasi utangnya maka kepala seksi


Hukum dan Informasi akan menerbitkan Surat Pernyataan Piutang Negara
Lunas (SPPNL), namun apabila debitur tidak sanggup membayar utang sesuai
dengan Pernyataan Bersama, maka KPKNL akan menerbitkan peringatan
Pernyataan Bersama, setelah diberikan surat peringatan maka akan
diterbitkan surat paksa yang kemudian akan disusul dengan dilaksanakannya
proses penyitaan terhadap barang jaminan dan kemudian barang jaminan
tersebut akan dilelang. Apabila barang yang dilelang laku dan hutang lunas
maka pengurusan piutang negara selesai, tetapi apabila barang tidak laku
atau laku tetapi tidak dapat melunasi hutang yang dimiliki maka dapat
dikeluarkannya Pernyataan Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih
(PSBDT).

Dalam hal debitur tidak memenuhi panggilan wawancara atau


menghadiri wawancara tetapi tidak mengakui jumlah hutangnya, maka
KPKNL akan menentukan secara sepihak jumlah piutangnya melalui
Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN) lalu dilanjut dengan penerbitan
Surat Paksa yang kemudian dilaksanakan penyitaan barang jaminan dan
pelelangan barang jaminan. Apabila barang yang dilelang laku dan piutang
negara lunas maka pengurusan piutang negara selesai, tetapi apabila barang
tidak laku atau laku tetapi tidak dapat melunaskan piutang negara maka
akan dikeluarkan Pernyataan Piutang Negara Sementara Belum Dapat
Ditagih (PSBDT).

Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) timbul karena


debitur atau penanggung hutang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan atau tidak diketahui tempat tinggalnya dan/atau Barang
Jaminan Debitur tidak ada, telah terjual, ditebus, atau tidak mempunyai nilai
ekonomis (berdasarkan laporan penilaian bahwa barang jaminan tersebut
mempunyai nilai jual yang rendah atau sama sekali tidak memiliki nilai jual).
Penetapan PSBDT dilakukan setelah surat paksa disampaikan kepada
debitur. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
204/PMK.06//2016 Tentang Pengurusan Piutang Negara terdapat beberapa
keadaan yang yang harus diperhatikan dalam penerbitan PSBDT yaitu:
a. Penetapan PSBDT dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu, dalam hal
sisa hutang paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
b. Penetapan PSBDT tidak didahului dengan kegiatan pemeriksaan
namun dilakukan penelitian lapangan dalam hal:
1) Sisa hutang sampai dengan Rp50.000.000 dan diketahui bahwa
penanggung hutang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan hutangnya atau tidak diketahui tempat tinggalnya
oleh petugas Kantor Pelayanan.
2) Sisa hutang lebih dari Rp50.000.000 dan Kurang dari
Rp500.000.000 setelah diperoleh surat keterangan dari
Lurah/Kepala Desa yang menyatakan bahwa penanggung hutang
tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya
atau tidak diketahui tempat tinggalnya, serta setelah diperoleh
laporan hasil penelitian lapangan oleh Petugas Kantor Pelayanan
terhadap kemampuan dan keberadaan Penanggung Hutang.
c. Penetapan PSBDT dengan nilai sisa hutang sampai dengan
Rp25.000.000 dilakukan setelah 10 Tahun sejak diterbitkannya
SP3N.

Selain keadaan yang telah disebutkan diatas, di dalam PMK tersebut


terdapat ketentuan bahwa Penetapan PSBDT dapat dilakukan setelah
penerbitan SP3N tanpa adanya surat paksa/sebelum surat paksa
disampaikan serta tanpa dilakukan pemeriksaan dan penelitian lapangan
apabila debitur memenuhi salah satu syarat berikut:
a. Piutang Negara berasal dari Instansi Pemerintah dan telah
mendapat rekomendasi penghapusan dari Badan Pemeriksa
Keuangan.
b. Piutang Negara dengan sisa hutang paling banyak Rp8.000.000yang
dilengkapi dokumen berupa:
1) Kartu Keluarga Miskin
2) Surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menyatakan
bahwa penanggung hutang tidak mempunyai kemampuan atau
tidak diketahui tempat tinggalnya untuk menyelesaikan
hutangnya.
3) Surat keterangan/pernyataan pimpinan Penyerah Piutang yang
menyatakan bahwa penanggung hutang tidak mempunyai
kemampuan atau tidak diketahui tempat tinggalnya untuk
menyelesaikan hutangnya.
4) Bukti penerima asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin.
c. Piutang BUMN yang selanjutnya berubah menjadi piutang instansi
pemerintah dan telah dilakukan penelitian bersama sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.3 Berkas Kasus Piutang Negara yang Ditangani KPKNL Surabaya


KPKNL Surabaya dapat menerima berbagai kasus piutang negara yang
berasal dari berbagai K/L, pemerintah daerah, dan BUN selama Piutang
Negara (Berkas Kasus Piutang Negara) yang dilampirkan memenuhi syarat
administratif yang berlaku.

Jumlah Piutang Negara yang ditangani oleh PUPN Surabaya adalah


sebanyak 2.347 berkas. Mayoritas berkas yang ditangani ini berasal dari
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan dengan jumlah
sebanyak 1.871 berkas. Jumlah Piutang Negara terbanyak yang ditangani ini
kemudian disusul oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan 210 berkas. Kemudian
jumlah berkas yang paling sedikit adalah berkas dari Kementerian Kesehatan
dengan jumlah sebanyak 3 berkas.
Sementara itu, total nilai outstanding piutang negara yang diurus oleh
PUPN Surabaya adalah sebesar Rp473.368.075.004,09 dan USD2.897.943,97
dari total sebanyak 2.347 Piutang Negara. Apabila nilai outstanding USD
diubah dan dijumlahkan ke dalam rupiah menggunakan kurs per 20 Maret
2021, maka akan didapatkan nominal sebesar Rp515.018.050.226,92.
Total outstanding yang diurus oleh KPKNL Surabaya dengan nilai rupiah
paling besar berasal dari DJKN Kemenkeu sebesar Rp430.378.882.623,49
atau sebesar 90,9% dari total keseluruhan outstanding dalam mata uang
rupiah. Selanjutnya disusul oleh piutang yang diserahkan oleh BPJS
Ketenagakerjaan dengan total Rp25.390.798.209,93. Piutang dengan
nominal terkecil yang diurus oleh KPKNL Surabaya dalam mata uang rupiah
adalah piutang yang berasal dari Kementerian Kesehatan dengan jumlah
piutang sebesar Rp279.632.806 atau sebesar 0.06% dari total keseluruhan
outstanding dalam mata uang rupiah.

Sementara itu outstanding piutang negara yang diurus oleh KPKNL


Surabaya dalam mata uang dolar amerika (USD) hanya berasal dari 2 K/L
yakni Kementerian Kehutanan dan DJKN. Outstanding piutang negara
terbesar dalam mata uang USD berasal dari DJKN dengan jumlah
outstanding sebesar USD2.383.443,47 dan disusul oleh Kementerian
Kehutanan dengan jumlah outstanding sebesar USD514.500,5.

Sebagaimana dilansir dari laman detik.com, Direktur Piutang Negara dan


Kekayaan Negara Lain-lain DJKN Kementerian Keuangan mengonfirmasi
bahwa jumlah piutang negara mencapai 75,3 triliun rupiah yang berasal dari
59.514 Piutang Negara. Apabila jumlah berkas dan outstanding ini
diasumsikan dapat didistribusikan secara merata kepada 71 KPKNL sesuai
dengan wilayah kerjanya, dapat disimpulkan bahwa jumlah Piutang Negara
dan outstanding piutang negara yang ditangani oleh KPKNL Surabaya ini
tergolong besar (dengan catatan rata-rata terdistribusi normal yaitu 1,6
triliun rupiah atau 838 Piutang Negara untuk 1 KPKNL).

2. Kendala dalam Pengurusan Piutang Negara oleh KPKNL Surabaya


Pengurusan Piutang Negara yang dilakukan oleh KPKNL Surabaya dalam
rangka pelaksanaan fungsi dan tugas Seksi Piutang Negara dalam prosesnya
tentu mengalami berbagai macam kendala dan hambatan. Kendala dan
hambatan ini dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal dari KPKNL
Surabaya. Beberapa kendala yang umumnya dihadapi diantaranya adalah
sebagai berikut:

2.1 Tidak Ada Barang Jaminan


Barang jaminan merupakan hal yang penting dalam pengurusan piutang
negara. Hal ini dikarenakan jika debitur tidak dapat menyelesaikan utangnya,
barang yang dijaminkan akan dijual/dilelang untuk menutupi utangnya.
Namun, terdapat beberapa kasus yang tidak memiliki barang jaminan sejak
awal diurusnya piutang. Seperti yang terdapat pada piutang negara yang
berasal dari Kementerian Kesehatan yang hanya memerlukan data Kartu
Tanda Penduduk (KTP) untuk pengajuan utang oleh debitur tanpa disertai
dengan jaminan. Ketiadaan barang jaminan ini akan menghambat proses
pengurusan piutang negara.

2.2 Jaminan Tidak Marketable


Marketabilitas barang jaminan merupakan salah satu faktor utama yang
diperhatikan dalam pemenuhan kewajiban debitur. Semakin bagus
marketabilitas barang jaminan maka semakin tinggi pula nilai jualnya.
Apabila barang jaminan dijual dan memiliki harga yang tinggi yang melebihi
jumlah utang debitur maka hasil penjualan tersebut mampu memenuhi
kewajiban debitur yang bersangkutan.

Mayoritas Piutang Negara yang diurus oleh PUPN Surabaya merupakan


piutang yang terjadi pada masa orde baru yaitu terjadi sekitar tahun 1997-
2000. Barang yang digunakan sebagai jaminan oleh penanggung hutang
banyak yang telah usang/rusak sehingga nilai jual barang tersebut menjadi
berada jauh di bawah jumlah utang yang ditanggung penjamin utang. Oleh
karena itu, kewajiban utang debitur tetap tidak dapat terpenuhi walaupun
dilakukan penyelesaian melalui penjualan barang jaminan.

2.3 Debitur Tidak Ditemukan/Pindah/Wafat


Debitur merupakan subjek pengurusan piutang yang utama. Oleh
karena itu, timbul kendala dalam pengurusan piutang negara jika debitur
tidak ditemukan, debitur pindah, atau debitur tersebut ternyata sudah
meninggal dunia.

Dalam kasus debitur tidak ditemukan, dapat diartikan bahwa debitur


tidak dapat ditemukan di alamat yang ada di data PUPN. Hal ini dapat terjadi
karena pada saat pemberian kredit oleh kreditur, debitur tersebut
melampirkan alamat yang tidak sesuai dengan kenyataan (terjadi pemalsuan
data) seperti menggunakan alamat tetangganya, saudaranya, atau bahkan
alamat asing yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan debitur.
Sementara itu, debitur pindah dapat diartikan bahwa debitur sudah
berdomisili di alamat yang tercatat pada data PUPN. Perpindahan domisili
debitur ini tidak disertai dengan laporan debitur kepada PUPN sehingga
pengurusan piutang menjadi terkendala. Pengurusan piutang dapat
dilanjutkan kembali jika PUPN mendapatkan data alamat terbaru dari
debitur tersebut (data ini dapat diperoleh dari pihak RT/RW setempat atau
pihak Disdukcapil).

Selanjutnya untuk debitur wafat dapat diartikan bahwa debitur tersebut


telah meninggal dunia sehingga pengurusan piutangnya akan dilanjutkan
oleh ahli waris debitur. Hal yang menjadi kendala dalam kondisi ini adalah
tidak ditemukannya ahli waris dari debitur tersebut.

2.4 Debitur Tidak Mengakui Jumlah Piutang


Jumlah piutang harus disetujui baik oleh debitur maupun kreditur. Hal
ini dikarenakan pengurusan piutang negara dilakukan dengan membuat
Surat Pernyataan Bersama antara PUPN dan debitur tentang besarnya
jumlah utang dan kesanggupan debitur untuk menyelesaikannya. Surat ini
dapat menjadi dasar bahwa semua pihak memiliki informasi yang sama dan
setara terkait besaran jumlah utang. Kondisi ini dapat mencegah
kemungkinan salah satu pihak melakukan wanprestasi dan merugikan pihak
yang lainnya.

Namun, ada kalanya debitur tidak mengakui jumlah utangnya sesuai


dengan yang tercatat pada data yang dimiliki oleh PUPN. Debitur tidak
mengakui dan/atau tidak menyetujui jumlah uangnya tanpa alasan dan bukti
yang sah. Hal ini tentunya akan menghambat proses pengurusan piutang
negara.
2.5 Debitur Tidak Mampu Membayar
Keadaan ekonomi yang tidak menentu dapat menyebabkan perbedaan
kondisi kemampuan ekonomi suatu individu dengan kondisi yang
sebelumnya. Pada saat timbulnya utang, debitur memiliki harta kekayaan
dan bisnis yang dianggap mampu dan yang cukup untuk menjamin
pelunasan piutang. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ada yang
bisnisnya berhenti, mengalami kebangkrutan, dan hal lainnya yang dapat
menyebabkan debitur tidak mampu untuk memenuhi kewajiban utang
mereka.

Ketidakmampuan debitur untuk membayar tentunya dapat


menghambat proses pengurusan piutang negara. Debitur tidak memiliki
kemampuan untuk melunasi kewajiban mereka karena harta kekayaan, baik
harta bergerak maupun tidak bergerak, yang mereka miliki tidak cukup
untuk melunasi utang tersebut.

3. Cara dan Opsi Penyelesaian yang Dilakukan oleh KPKNL Surabaya dalam
Menghadapi Kendala

Pada umumnya, masalah-masalah diatas memiliki cara untuk menuju opsi


penyelesaian yang sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lapangan
yang merupakan cara mendasar yang harus dilaksanakan untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya. Penelitian yang dilakukan dapat berupa:
● Melakukan survei ke lokasi tempat debitur berada
Survei ke lokasi tempat debitur berada merupakan awalan dari seluruh
rangkaian cara yang dilakukan KPKNL Surabaya dalam menghadapi kendala.
lokasi tempat debitur yang dituju merupakan lokasi yang tertera pada berkas
kasus piutang negara yang diserahkan oleh penyerah piutang kepada KPKNL
Surabaya. apabila saat dilakukan survey ke lokasi debitur tidak ditemukan,
maka perlu mencari tahu ke masyarakat sekitar lokasi alamat debitur atau
petugas desa setempat seperti rt,rw, atau lurah mengenai lokasi baru dari
debitur yang bersangkutan.
● Mencari informasi ke penyerah piutang
Kelengkapan informasi merupakan kunci dalam pengurusan piutang
negara. Apabila dalam pengurusan piutang negara terdapat hal-hal, baik itu
data maupun berkas yang tidak jelas atau tidak lengkap, maka perlu
dilakukan konfirmasi kepada penyerah piutang terkait kejelasan hal tersebut.
● Mencari kebenaran data terkait barang jaminan ke tempat yang berwenang
Data dan informasi yang diberikan oleh penanggung hutang perlu
dilakukan verifikasi mengenai kebenarannya oleh pihak berwenang.

Setelah penelitian lapangan tersebut terlaksana, kemudian dilakukan


pengambilan kesimpulan atas kondisi piutang berdasarkan data dan fakta yang
ditemui di lapangan. Dari kesimpulan yang diambil, akan dicari opsi penyelesaian
yang sesuai. Untuk opsi penyelesaian yang dimaksud, ada beberapa jenis.

3.1 Tidak Ada Barang Jaminan


Apabila tidak ditemukan dokumen dan wujud fisik barang jaminan
setelah dilakukannya tracing pada debitur dalam penelitian lapangan, maka
terdapat 2 opsi penyelesaian, yakni:
1. Jika setelah dilakukan tracing pihak debitur memiliki harta benda yang
dianggap mampu digunakan untuk melunasi hutangnya maka pihak
KPKNL berhak melakukan sita terhadap barang jaminan tersebut.
2. Apabila setelah dilakukan tracing pihak debitur tidak memiliki harta
benda yang dianggap mampu digunakan untuk melunasi hutangnya
maka dilakukan penetapan PSBDT.
3.2 Jaminan tidak marketable
Piutang negara yang memiliki barang jaminan tidak marketable dapat
dilakukan penetapan PSBDT sesuai dengan SE-1/KN/2020 tentang Program
Percepatan Pengurusan Piutang Negara pada poin F angka 1 yang
menyatakan bahwa: “Piutang Negara yang dilakukan percepatan penerbitan
PSBDT adalah semua Piutang Negara yang memenuhi syarat untuk
diterbitkan PSBDT termasuk Piutang Negara penyerahan Direktorat PKNSI
yang berasal dari eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (eks BPPN), Eks
PT. Perusahaan Pengelola Aset (eks PT. PPA), dan Eks Bank Dalam Likuidasi
(eks BDL), dengan persyaratan:
a. Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan kewajiban atau tidak diketahui tempat tinggalnya;
dan
b. barang jaminan tidak ada, telah terjual/dicairkan, ditebus, tidak lagi
mempunyai nilai ekonomis atau bermasalah yang sulit diselesaikan.”

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar barang jaminan yang
tidak marketable dapat ditetapkan sebagai PSBDT. Kriteria-kriteria tersebut
antara lain adalah:
a. Untuk barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan
berdasarkan laporan hasil Penilaian, mempunyai nilai jual yang
rendah atau sama sekali tidak mempunyai nilai jual, yang
disebabkan antara lain:
1) tanah yang terletak di daerah pegunungan, bukit atau jurang
yang jauh dari pemukiman;
2) tanah yang tidak ada/hampir tidak ada akses jalan;
3) tanah berada/berdekatan dengan pemakaman; dan/atau
4) tanah rawa.
b. untuk barang jaminan selain tanah dan/atau bangunan atau surat
berharga, penentuan kriteria tidak lagi mempunyai nilai ekonomis
dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan, penelitian lapangan atau
konfirmasi/informasi tertulis dari penyerah piutang yang dimuat
dalam berkas penyerahan piutang negara atau dalam surat
tersendiri.

3.3 Debitur tidak ditemukan/pindah/wafat


Apabila debitur/penanggung hutang telah meninggal dunia, maka
hutang yang dimiliki oleh debitur akan ditanggung oleh ahli waris. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1100 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa “Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut
memikul pembayaran hutang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang
dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu”. Namun, ahli
waris yang dimaksud adalah ahli waris yang mau menerima harta dari
pemberi waris. apabila terdapat ahli waris yang tidak menerima warisan
tersebut, maka ahli waris tidak berkewajiban menanggung hutang yang
dimiliki oleh pemberi waris.
Sementara itu, dalam kasus ahli waris tidak ada/tidak ditemukan atau
jika ahli waris tidak menerima waris atau menolak waris, maka akan
dilakukan penghentian sementara pengurusan piutang negara dengan
menerbitkan Pernyataan Piutang untuk Sementara Belum Dapat Ditagih
(PSBDT) setelah memenuhi syarat-syarat penerbitan PSBDT seperti misalnya
meminta surat keterangan kepada RT/RW dan kepala desa setempat bahwa
debitur telah berpindah domisili

3.4 Debitur tidak mengakui jumlah piutang sebagian/seluruhnya


Apabila debitur tidak mau mengakui jumlah utang yang dimilikinya baik
sebagian atau seluruhnya maka debitur wajib menunjukkan bukti bahwa
utang tersebut bukan kewajibannya sebagian/ keseluruhan. Namun, jika
debitur tidak dapat membuktikan dan tetap tidak mau mengakuinya maka
PUPN berhak menerbitkan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN), dalam
hal Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat.

Penerbitan PJPN tersebut sesuai dengan pasal 62 ayat (1) poin a PMK
240 tahun 2016 tentang Pengurusan piutang negara yang menyatakan
bahwa :
“(1) Panitia cabang menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Jumlah Piutang
Negara, dalam hal Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat karena:
a. Penanggung Utang tidak mengakui jumlah utang baik sebagian atau
seluruhnya, tetapi tidak dapat membuktikan;
b. Penanggung Utang mengakui jumlah utang, tetapi menolak
menandatangani Pernyataan Bersama tanpa alasan yang sah; atau
c. Penanggung Utang tidak memenuhi panggilan dan/ atau
pengumuman panggilan.”

3.5 Debitur tidak mampu membayar


Apabila debitur mengaku tidak mampu untuk membayar utang yang
dimilikinya, debitur diberi opsi untuk dapat membuktikan ketidakmampuan
dirinya membayar. Salah satu dokumen yang dapat digunakan untuk
pembuktian ini adalah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang
diterbitkan oleh pihak yang berwenang.

Selain pembuktian tersebut, debitur yang memenuhi persyaratan juga


dapat mengajukan permohonan tertulis untuk mengikuti program relaksasi
utang/crash program. Seperti disebutkan di Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah
yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program tahun anggaran 2021,
yang menjadi objek dari Crash Program adalah:
1. debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perorangan atau
badan hukum/badan usaha dengan pagu kredit maksimal Rp 5 Miliar;
2. debitur perorangan yang menerima Kredit Pemilikan Rumah
Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit
maksimal Rp 100 juta; dan
3. debitur lain secara umum dengan pagu kredit maksimal Rp 1 Miliar yang
piutangnya telah diserahkan kepengurusannya ke Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dan telah terbit Surat Penerimaan Pengurusan Piutang
Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020.

Debitur-debitur ini kemudian diharuskan untuk mengajukan


permohonan tertulis kepada KPKNL paling lambat 1 Desember 2021. Dengan
fokus kepada debitur kecil, Program Keringanan Utang tidak berlaku untuk
Piutang Negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan
perbendaharaan (TGR/TP), Piutang Negara yang berasal dari ikatan dinas,
Piutang Negara yang berasal aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL), serta
Piutang Negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi,
surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara
lainnya.
Program ini merupakan suatu upaya pemerintah untuk membantu dan
memberikan angin segar bagi para debitur yang mengalami kendala dalam
pembayaran utangnya akibat Covid-19. Diharapkan dengan adanya program
ini, debitur-debitur yang kesulitan dapat menyelesaikan kewajiban utangnya
kepada negara. Di sisi lain, program ini menjadi salah satu kontribusi DJKN
dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, meredakan beban
para debitur kecil yang terdampak pandemi covid-19, sekaligus
mempercepat penyelesaian Piutang Negara pada instansi pemerintah.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil pembahasan adalah sebagai berikut:
a. Dalam pelaksanaan pengurusan piutang negara, KPKNL Surabaya menganut
prinsip-prinsip good governance. Pengurusan piutang dilakukan sesuai
dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, mulai dari Penerimaan
pengurusan piutang, Penerbitan SP3N, Pemanggilan debitur untuk dimintai
keterangan atau diwawancarai, hingga penerbitan Surat Pernyataan Piutang
Negara Lunas. KPKNL Surabaya tetap melaksanakan penyelesaian
pengurusan piutang sesuai dengan peraturan yang berlaku apabila terdapat
kendala-kendala yang terjadi seperti apabila debitur tidak memenuhi
panggilan, maka KPKNL Surabaya akan menerbitkan surat panggilan hingga
surat paksa sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
b. Kendala yang ditemui dalam pengurusan Piutang Negara oleh KPKNL
Surabaya yaitu tidak adanya barang jaminan, jaminan yang tidak marketable,
debitur tidak ditemukan/pindah/wafat, debitur tidak mau mengakui jumlah
piutang baik sebagian maupun keseluruhan, dan debitur tidak mampu
membayar.
c. Perlu dilakukan penelitian lapangan yang dapat berupa survei ke lokasi
tempat debitur berada, mencari informasi ke penyerah piutang, dan mencari
kebenaran data terkait barang jaminan ke tempat yang berwenang.
d. Setelah dilakukan penelitian, diterapkan opsi penyelesaian sesuai dengan
kendala yang dihadapi dan bagaimana kondisi piutang tersebut.

2. Saran
Kendala terkait debitur tidak ditemukan/pindah/wafat dapat lebih efisien
jika dilakukan koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Disdukcapil) untuk memperoleh data debitur. Jadi, PUPN perlu memiliki akses
terkait data kependudukan debitur untuk memudahkan dalam penelitian awal
terkait debitur sehingga identitas debitur sesuai dengan domisili. Dengan ini,
PUPN sekaligus dapat mengetahui update domisili apabila debitur pindah. Selain
itu, akses data dari Disdukcapil juga dapat membantu PUPN dalam mengetahui
apakah debitur masih hidup atau telah meninggal dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Republik Indonesia. 1960. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 Prp.


Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
Pemerintah Republik Indonesia.2016. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
240/PMK.06/2016 Tentang Pengurusan Piutang Negara
Pemerintah Republik Indonesia. 2021. Peraturan Menteri Keungan No. 15 Tahun 2021 tentang
Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan
Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash
Program Tahun Anggaran 2021
Pemerintah Republik Indonesia. 2017. Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor
06/KN/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pengurusan Piutang Negara
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Tentang
Prosedur Kerja dan Bentuk Surat yang Digunakan Dalam Pengurusan Piutang
Negara
Hukum Online. (2021, 21 maret). Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Retrieved from https://m.hukumonline.com/pusatdata/detail/17229/burgerlijk-
wetboek/document
Kusuma,Hendra. (2020, 04 Desember). Detik Finance. Burgerlijk Wetboek.Jumlah Piutang
Negara Capai Rp 75 T, Ini Sebarannya.. Retrieved from
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5281442/jumlah-piutang-negara-
capai-rp-75-t-ini-sebarannya
Kurba, Muhammad Indra Haria. (2021, 21 Maret). Kementerian Keuangan. Pajak dan Bukan
Pajak: Serupa Tapi Tak Sama. Retrieved from
http://www.anggaran.kemenkeu.go.id/api/Medias/d24a1bc6-4d9c-4f4b-9c20-
ac0a279e664c

Anda mungkin juga menyukai