Struktur Baja 2
01
Teknik Perencanaan Teknik Sipil MK11052 Jef Franklyn Sinulingga S., ST, MT
dan Desain
Abstract Kompetensi
Modul ini bertujuan untuk memberikan Mahasiswa/i mampu menentukan kuat
pemahaman dasar mengenai sifat dan material dan juga sifat mekanis baja
juga mekanika dari material baja. untuk análisis.
Sifat dan Mekanik Baja
1. Pendahuluan
Sistem struktur untuk struktur baja banyak penerapanya dalam bidang konstruksi sipil.
Diberbagai bidang konsep perencanaan seperti jembatan, gedung, storage (tempat
penyimpanan) ataupun resedensial/rumah. Dalam pembelajaran baja II ini lebih ditujukan
kedalam struktur baja sederhana, seperti frame/portal 2D sederhana untuk struktur
gudang/warehouse ataupun struktur jembatan rangka 2D yang sederhana
Tujuan dari perencanaan struktur menurut Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002) adalah menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup
kuat, mampu layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan
kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil jika tidak mudah terguling, miring, atau
tergeser selama umur rencana bangunan. Risiko terhadap kegagalan struktur dan hilangnya
kemampulayanan selama umur rencananya juga harus diminimalisir dalam batas-batas yang
masih dapat diterima. Suatu struktur yang awet semestinya tidak memerlukan biaya perawatan
yang terlalu berlebihan selama umur layannya.
Salah satu tahapan penting dalam perencanaan suatu struktur bangunan adalah pemilihan
jenis material yang akan digunakan. Jenis-jenis material yang selama ini dikenal dalam dunia
konstruksi antara lain adalah baja, beton bertulang, serta kayu. Material bajasebagai bahan
konstruksi telah digunakan sejak lama mengingat beberapa keunggulannya dibandingkan
material yang lain. Beberapa keunggulan baja sebagai material konstruksi, antara lain adalah:
1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran struktur serta
mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur-
struktur jembatan yang panjang, gedung yang tinggi atau juga bangunan-bangunan yang
berada pada kondisi tanah yang buruk
2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton bertulang
yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja jauh lebih
seragam/homogen serta mempunyai tingkat keawetan yang jauh lebih tinggi jika
prosedur perawatan dilakukan secara semestinya
a. Baja karbon
Baja karbon dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari persentase kandungan karbonnya,
yaitu: baja karbon rendah (C = 0,03-0,35%), baja karbon medium (C = 0,35-0,50%), dan
baja karbon tinggi (C = 0,55-1,70%). Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah
baja karbon medium, misalnya baja BJ 37. Kandungan karbon baja medium bervariasi
dari 0,25-0,29% tergantung ketebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat
dalam baja karbon adalah mangan (0,25-1,50%), Silikon (0,25-0,30%), fosfor (maksimal
0,04%) dan sulfur (0,05%). Baja karbon menunjukkan titik peralihan leleh yang jelas,
seperti nampak dalam Gambar 3, kurva a. Naiknya persentase karbon meningkatkan
tegangan leleh namun menurunkan daktilitas, salah satu dampaknya adalah membuat
pekerjaan las menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh fy
antara 210-250 Mpa
Yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi (high-strength low-alloy
steel/HSLA) mempunyai tegangan leleh berkisar antara 290-550 Mpa dengan tegangan
c. Baja paduan
Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan dipanaskan untuk memperoleh
tegangan leleh antara 550-760 MPa. Titik peralihan leleh tidak tampak dengan jelas (Gambar 3
kurva c). Tegangan leleh dari baja paduan biasanya ditentukan sebagai tegangan yang terjadi
saat timbul regangan permanen sebesar 0,2%, atau dapat ditentukan pula sebagai tegangan
pada saat regangan mencapai 0,5%.
panjang mula-mula (ΔL/L) diplot pada sumbu horizontal. Gambar 4a merupakan hasil uji tarik
dari suatu benda uji baja yang dilakukan hingga benda uji mengalami keruntuhan, sedangkan
Gambar 4b menunjukkan gambaran yang lebih detail dari perilaku benda uji hingga mencapai
regangan sebesar ± 2%.
antara є sh dengan є y
Nilai daktilitas dari berbagai material baja berbeda-beda. Baja rnutu tinggi memiliki nilai
daktilitas yang lebih rendah dibandingkan misalnya mutu BJ 37. Beberapa baja mutu tinggi
bahkan memiliki nilai daktilitas mendekati satu, atau dengan kata lain hampir tidak ada bagian
yang mendatar pada kurva regangan-regangan. Untuk baja mutu tinggi ini juga tidak
menunjukkan nilai tegangan leleh (fy) yang jelas, sehingga nilai tegangan leleh dari baja mutu
tinggi didefinisikan sebagai besarnya tegangan yang dapat menimbulkan regangan permanen
sebesar 0,2%. Rendahnya daktilitas juga membuat material baja menjadi lebih sensitif akibat
adanya tegangan sisa yang terjadi selama proses pembuatan baja tersebut. Proses pabrikasi
baja mutu tinggi juga harus diawasi dengan lebih cermat, terutama pada saat pengelasan yang
dapat menimbulkan sobekan lamelar.
3. Keuletan Material
Penggunaan material baja dengan mutu yang lebih tinggi dari BJ 37 tanpa ada perlakuan
panas (heat treatment) akan mengakibatkan bahan tidak memiliki daktilitas yang baik dan
bahan yang getas/mudah patah, sehingga penggunaan material yang demikian perlu
mendapat perhatian yang lebih dari seorang perencana struktur. Dalam perencanaan struktur
baja, keuletan material (toughness) adalah ukuran dari suatu material untuk menahan
terjadinya putus (fracture) atau dengan kata lain adalah kemampuan untuk menyerap energi.
Keuletan material juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menahan terjadinya
perambatan retak akibat adanya takikan pada badan material.
Retak yang merambat akan mengakibatkan keruntuhan getas pada material. Dalam uji
tarik uniaksial, keuletan material dapat dihitung sebagai luas total dari kurva tegangan-
regangan hingga titik putus benda uji (pada saat kurva tegangan-regangan berakhir). Karena
kondisi tarik uniaksial jarang dijumpai pada struktur yang sebenarnya, maka indeks keuletan
bahan dapat diukur berdasarkan kondisi tegangan yang lebih kompleks yang terjadi pada
suatu takikan. Salah satu cara untuk mengukur keuletan dari material adalah dengan
melakukan eksperimen Charpy ( Charpy V-notch Test). Uji Charpy ini menggunakan benda uji
balok beton persegi yang tertumpu sederhana dan memiliki takikan berbentuk V pada bagian
tengah bentang. Balok ini kemudian dipukul dengan suatu bandul berayun hingga patah.
Setelah regangan leleh є y=fy/Es pada kelelehan pertama terlampaui, dan benda uji dibebas
Beban mulai diberikan kembali dari titik D, panjang lintasan DC lebih panjang dari
lintasan BA yang mengindikasikan pula terjadi kenaikan titik leleh, peristiwa ini disebut efek
penguatan regangan. Proses pembebanan di luar daerah elastis yang berakibat perubahan
daktilitas bahan, dan dilakukan pada temperatur ruangan dikenal dengan istilah pengerjaan
dingin (cold form).
Daftar Pustaka
1. Salmon, C.G. & Jojnson, J.E, “ Steel Structure, Design and Behavior” 4 th Edition.
2. SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung
3. SNI 03–1726–2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung
4. Joseph E Bowles, Structural Steel Design, The Harper and Row Publisher, New York,
USA
5. Segui, W.T., “Steel Design” Cengage Learning
6. Setiawan A.,”Perencanaan Struktur Baja Metode LRFD” Erlangga 2008
7. Aghayere A., Vigil J., “ Structural Steel Design “ Pearson Prentice-Hall 2009