Anda di halaman 1dari 22

0

PERTEMUAN KE-14

MONOGAMI DAN POLIGAMI DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut:


1. Memahami pengertian monogami dan poligami
2. Memahami monogami dan poligami dalam pandangan hukum Islam
3. Mengetahui dampak poligami

B. URAIAN MATERI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran manusia di dunia tidaklah hadir dengan

sendirinya, melainkan karena adanya hubungan yang terjadi

antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Hubungan

tersebut merupakan jalan bagi manusia untuk beranak,

berkembangbiak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-

masing siap melakukan perannya yang positif dalam

mewujudkan tujuan perkawinan.

Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan

manusia, Allah adakan hukum sesuai dengan martabatnya.

Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara

terhormat dan berdasarkan saling ridha-meridhai.


1

Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman

pada naluri (sex), memelihara keturunan dengan baik dan

menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa

dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya. Pergaulan

suami istri diletakkan di bawah naungan naluri keibuan dan

kebapakan, sehingga nantinya akan menumbuhkan tumbuh-

tumbuhan yang baik dan membuahkan buah yang bagus.1

Perkawinan merupakan wadah penyaluran kebutuhan

biologis manusia yang wajar, dan dalam ajaran Nabi, perkawinan

ditradisikan menjadi sunnah beliau. Hadis riwayat dari Anas ibn

Malik, bahwa Nabi saw. memuji Allah dan Anas melihatnya dan

beliau bersabda:

‫لكن اصلى و انام و اصوم و افطر و اتزوج النساء فمن رغب‬


2
(‫عن سنتى فليس مني )رواه مسلم‬

‘Akan tetapi aku shalat, tidur, puasa, berbuka dan aku


menikahi perempuan. Maka barangsiapa membenci
sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku (HR.
Muslim).

Karena itulah, perkawinan yang sarat nilai dan bertujuan

untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,

1
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, diterjemahkan oleh Drs. Moh. Thalib dengan judul Fiqih
Sunnah, Juz VI (Cet. VII; Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1990), h. 10.
2
Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz I (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t. th.), h. 543.
2

mawaddah dan rahmah, perlu diatur dengan syarat dan rukun

tertentu agar tujuan disyariatkannya perkawinan tercapai.3

Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya

boleh mempunyai seorang istri. Ini sesuai dengan firman Allah

QS. Al-Nisa (04): 3:

‫ن‬
َ ‫م‬ ْ ُ ‫ب ل َك‬
‫م إ‬ َ ‫ما‬
َ ‫طا‬ َ ‫حوا‬ َ ‫طوا إفي ال ْي ََتا‬
ُ ‫مى َفان ْك إ‬ ُ ‫س‬ ْ ُ ‫م َأل ت‬
‫ق إ‬ ْ ُ ‫فت‬
ْ ‫خ‬
‫ن إ‬
ْ ‫وَإ إ‬
َ َ ‫فت‬
‫ما‬
َ ْ‫حد َة ً أو‬ َ َ‫م أل ت َعْد إُلوا ف‬
‫وا إ‬ ْ ُ ْ ‫خ‬ ْ ‫ث وَُرَباع َ فَإ إ‬
‫ن إ‬ َ ‫مث َْنى وَُثل‬
َ ‫ساءإ‬
َ ِ ‫الن‬

. ‫ك أ َد َْنى َأل ت َُعوُلوا‬ ْ ُ ‫مان ُك‬


َ ‫م ذ َل إ‬ َ
ْ َ ‫مل َك‬
َ ْ ‫ت أي‬ َ
‘Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang
kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya’.4

Dan juga di ayat lainnya dalam QS. Al-Nisa (04): 129.

‫ميُلوا‬ َ
‫م َفل ت َ إ‬ ْ ُ ‫صت‬
ْ ‫حَر‬َ ْ‫ساإء وَل َو‬ َ ِ ‫ن الن‬ َ ْ ‫ن ت َعْد إُلوا ب َي‬ْ ‫طيُعوا أ‬ ‫ست َ إ‬
ْ َ‫ن ت‬ ْ َ ‫وَل‬
‫ن‬
َ ‫كا‬َ ‫ه‬ َ ّ ‫ن الل‬
ّ ‫قوا فَإ إ‬ُ ّ ‫حوا وَت َت‬
ُ ‫صل إ‬
ْ ُ‫ن ت‬ ْ ‫قةإ وَإ إ‬ َ ّ ‫معَل‬
ُ ْ ‫كال‬
َ ‫ها‬َ ‫ل فَت َذ َُرو‬ َ ْ ‫ل ال‬
‫مي ْ إ‬ ّ ُ‫ك‬
. ‫ما‬ ً ‫حي‬‫فوًرا َر إ‬ ُ َ‫غ‬

‘Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara


isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan

3
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1995), h. 70.
4
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: Mahkota, 1989),
h. 115.
3

dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya


Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.5

Kedua ayat tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa

asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Kebolehan

poligami, apabila syarat-syarat yang dapat menjamin keadilan

suami kepada isteri-isteri terpenuhi. Dan syarat keadilan ini,

menurut isyarat ayat 129 dari QS. Al-Nisa, terutama dalam hal

membagi cinta, tidak akan dapat dilakukan.6

Namun demikian, hukum Islam tidak menutup rapat-rapat

pintu kemungkinan untuk berpoligami, atau beristri lebih dari

seorang perempuan, sepanjang persyaratan keadilan di antara

isteri dapat dipenuhi dengan baik.7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hukum monogami dan poligami dalam

perspektif Islam?

2. Bagaimana dampak poligami di lingkungan masyarakat?

5
Ibid, h. 143.
6
Lihat Ahmad Rofiq, op. cit., h. 169.
7
Ibid., h. 170.
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Monogami dan Poligami

Pada pelaksanaan perkawinan di tengah masyarakat, dikenal beberapa istilah

yang menjadi model perkawinan yaitu :


5

 Perkawinan monogami adalah suatu bentuk perkawinan atau

pernikahan si suami tidak menikah dengan perempuan lain

dan si istri tidak menikah dengan lelaki lain. Jadi singkatnya

monogami merupakan nikah antara seorang laki dengan

seorang wanita tanpa ada ikatan pernikahan lain.

 Perkawinan poligami adalah sebuah bentuk perkawinan dimana seorang lelaki

mempunyai beberapa orang istri dalam waktu yang sama. Seorang suami

mungkin mempunyai dua istri atau lebih pada saat yang sama. Perkawinan

bentuk poligami ini merupakan lawan dari monogami

 Perkawinan bigami adalah bentuk perkawinan, dimana seorang laki-laki

mengawini dua perempuan atau lebih dalam masa yang sama dan semuanya

bersaudara.

 Perkawinan Poliandri adalah bentuk perkawinan, dimana seorang perempuan

mempunyai dua suami dalam waktu yang bersamaan. 8

Dua istilah model perkawinan di atas yaitu monogami dan poligami, diakui

dan dibolehkan oleh hukum atau perundang-undangan di Indonesia dan hukum Islam,

Sementara istilah model perkawinan bigami dan poliandri sama sekali tidak

dibenarkan.

Istilah poligami dalam kepustakaan lebih banyak

dipergunakan dari poligini, sehingga orang lebih memahami


4
poligami sebagai istilah perkawinan seorang suami dengan lebih

dari seorang istri.9 Beranjak dari model perkawinan di atas maka Undang-

Muhammad Thalib, Orang Barat Bicara Poligami (Wihdah Press:


8

Yogyakarta, 2004), h. 23-29.


9
Ibid., h. 319.
6

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebenarnya

menganut asas monogami. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) yang

berbunyi10: “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh

mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”.

Namun ketentuan tentang adanya asas monogami ini bukan hanya bersifat

limitatif saja, karena dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan pengadilan dapat memberikan

izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh

para pihak yang bersangkutan.11

Ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian

antara seorang pria dengan seorang perempuan, berlaku

beberapa asas diantaranya adalah kesukarelaan, persetujuan

kedua belah pihak, kebebasan memilih, kemitraan suami istri,

untuk selama-lamanya dan monogami terbuka.12

Asas Monogami Terbuka, disimpulkan dari Alquran Surat Al-

Nisa>’ ayat 3 jo ayat 129. Ayat 3 menyatakan bahwa seorang

pria muslim dibolehkan beristri lebih dari seorang, dengan

ketentuan mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya. Pada ayat

129 surat an Nisa>, Allah menyatakan bahwa manusia tidak

mungkin berlaku adil terhadap istri-istrinya walaupun mengharap

Pasal 3 ayat 1, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974


10

tentang Perkawinan.
11
Pasal 3 ayat 2, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Cet. 3; Jakarta: PT.
12

RajaGrafindo Persada, 2000), h. 125.


7

ingin berbuat demikian. Oleh karena ketidakmungkinan berlaku

adil terhadap istri-istri itu maka Allah menegaskan bahwa

seorang pria lebih baik menikah dengan seorang perempuan

saja. Hal ini berarti bahwa beristri lebih dari seorang merupakan

jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang pria muslim

untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat dosa, kalau istrinya

tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya sebagai istri.13

Poligami diperbolehkan sebagai suatu pengecualian.

Poligami yaitu seorang pria beristri lebih dari satu orang

perempuan dalam waktu yang sama diperbolehkan dalam Islam.

Islam bukanlah agama yang pertama yang memberlakukan

Poligami, tetapi Poligami menurut sejarahnya sudah ada sejak

zaman dahulu hingga sekarang di berbagai negara. Sebagian

masyarakat yang pada umumnya menganggap agama Islam

adalah agama yang membawa Poligami sehingga seringkali hal

ini dianggap mendatangkan penderitaan bagi kaum perempuan.

Perkawinan poligami yang memenuhi syaratnya perlu pertama

kalinya perlindungan atas harta bersama suami istri dalam

pasangan bermula, sedangkan terhadap istri muda perlu ada

penegasan bahwa pokok pikiran harta terpisah antara harta

suami istri tetap dipertahankan. Harta bersama suami dengan

istri muda ini hanya terdapat bagi barang-barang rumah tangga

13
Ibid.
8

istri muda saja yang berasal dari usaha mereka bersama atau

usaha salah seorang dari mereka, sedangkan mengenai barang-

barang lainnya terutama barang-barang yang besar dan

berharga mereka tetap memiliki harta masing-masing. Kalau

hendak ada syirkah hanyalah syirkah dengan perjanjian yang

tegas-tegas tertulis atau diucapkan yang diperkenankan. 14 Dilihat

dari pemikiran yang wajar, tergabungnya syirkah atau harta

pencaharian antara suami istri itu akan sangat mengurangi

kemungkinan terjadinya poligami dan juga sangat mengurangi

adanya perceraian.15

B. Monogami dan Poligami Perspektif Hukum Islam.

Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih

dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan. Lawan dari

poligami adalah monogami. Poligami dibatasi sampai maksimal

empat orang istri. Ada dua ayat pokok yang dapat dijadikan

acuan dilakukannya poligami, yakni surat al-Nisa>’ (4): 3.

‫ن‬
َ ‫م‬ ْ ُ ‫ب ل َك‬
‫م إ‬ َ ‫ما‬
َ ‫طا‬ َ ‫حوا‬ َ ‫طوا إفي ال ْي ََتا‬
ُ ‫مى َفان ْك إ‬ ُ ‫س‬ ْ ُ ‫م َأل ت‬
‫ق إ‬ ْ ُ ‫فت‬
ْ ‫خ‬
‫ن إ‬
ْ ‫وَإ إ‬
َ َ ‫فت‬
‫ما‬
َ ْ‫حد َة ً أو‬ َ َ‫م أل ت َعْد إُلوا ف‬
‫وا إ‬ ْ ُ ْ ‫خ‬ ْ ‫ث وَُرَباع َ فَإ إ‬
‫ن إ‬ َ ‫مث َْنى وَُثل‬
َ ‫ساءإ‬
َ ِ ‫الن‬

. ‫ك أ َد َْنى َأل ت َُعوُلوا‬ ْ ُ ‫مان ُك‬


َ ‫م ذ َل إ‬ َ
ْ َ ‫مل َك‬
َ ْ ‫ت أي‬ َ

14
Muhammad Thalib, op. cit., h. 85.
15
Ibid., h. 86.
9

‘Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang
kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya’.16

Dan juga di ayat lainnya dalam QS. Al-Nisa (04): 129.

‫ميُلوا‬ َ
‫م َفل ت َ إ‬ ْ ُ ‫صت‬
ْ ‫حَر‬َ ْ‫ساإء وَل َو‬ َ ِ ‫ن الن‬ َ ْ ‫ن ت َعْد إُلوا ب َي‬ْ ‫طيُعوا أ‬ ‫ست َ إ‬
ْ َ‫ن ت‬ ْ َ ‫وَل‬
‫ن‬
َ ‫كا‬َ ‫ه‬ َ ّ ‫ن الل‬
ّ ‫قوا فَإ إ‬ُ ّ ‫حوا وَت َت‬
ُ ‫صل إ‬
ْ ُ‫ن ت‬ ْ ‫قةإ وَإ إ‬ َ ّ ‫معَل‬
ُ ْ ‫كال‬
َ ‫ها‬َ ‫ل فَت َذ َُرو‬ َ ْ ‫ل ال‬
‫مي ْ إ‬ ّ ُ‫ك‬
. ‫ما‬ ً ‫حي‬‫فوًرا َر إ‬ ُ َ‫غ‬

‘Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara


isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan
dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.17

Hukum Poligami menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh

Al-Azhar, hukum poligami adalah mubah. Poligami dibolehkan

selama tidak dikhawatirkan terjadinya penganiayaan terhadap

para istri. Kebolehan berpoligami adalah terkait dengan

terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan

terjadinya penganiayaan terhadap para istri. Dalam tafsir al-

Kassyaf, Zamakhsyari mengatakan bahwa poligami dalam Islam

suatu rukhshah (kelonggaran ketika darurat), sama halnya dengan

rukhshah bagi musafir dan orang sakit yang boleh berbuka


16
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: Mahkota, 1989),
h. 115.
17
Ibid, h. 143.
10

puasa. Kelonggaran boleh berpoligami untuk menghindarkan

terjadinya perzinaan. Dengan demikian, haram berpoligami bagi

seseorang yang merasa khawatir tidak akan berlaku adil.

Sebelum ayat poligami turun, banyak sahabat mempunyai istri

lebih dari empat. Sesudah turun ayat poligami, Rasul saw.

memerintahkan para sahabat untuk hanya memiliki maksimal 4

istri.

Poligami sudah berjalan seiring perjalanan sejarah umat manusia, sehingga

poligami bukanlah suatu trend baru yang muncul tiba-tiba saja. Para ulama

berbeda pendapat mengenai ketentuan dan hukum poligami. Di antara mereka ada

yang menyetujui poligami dengan persyaratan yang agak longgar dan ada yang

mempersyaratkannya dengan ketat. Di antara mereka juga ada yang melarang

poligami, kecuali karena terpaksa (rukhshah) dalam kondisi-kondisi tertentu.

Tegasnya hukum Islam tidak melarang poligami secara mutlak (haram) dan juga

tidak menganjurkan secara mutlak (wajib). Hukum Islam mengatur masalah

poligami bagi orang-orang yang memenuhi syarat untuk melakukannya.

Pelaksanaan poligami, menurut hukum Islam, harus didasari oleh terpenuhinya

keadilan dan kemaslahatan di antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Namun, kenyataannya banyak praktik poligami yang tidak mengindahkan

ketentuan hukum Islam tersebut, sehingga masih jauh dari yang diharapkan. 18

Bahkan terdapat berbagai ragam pendapat, yakni:

Marhamah Saleh, Lc. MA, “Membahas pengertian Poligami, Dasar


18

Hukumnya, Hukum berpoligami, Syarat-syarat dibolehkan poligami, dan


hikmah adanya poligami dalam pandangan hukum Islam,”
http://marhamahsaleh.wordpress.com (15 November 2011).
11

 Para ulama sepakat menetapkan bahwa laki-laki

yang sanggup berlaku adil dalam kehidupan rumah tangga,

dibolehkan melakukan poligami sampai 4 istri.19

 Sebagai pengetahuan, ada pula pendapat yang

membolehkan memiliki istri sampai 9 orang dgn alasan Nabi

saw memiliki 9 istri, dan huruf ‫ و‬pada surat al-Nisa`>’ ayat 3

dipahami sebagai ‫ و للجمح‬sehingga dijumlahkan 2+3+4=9.

Bahkan sebagian mazhab Zhahiri membolehkan sampai 18,

dalam tafsir al-Qurthubi:

‫ فجعننل مثنننى‬،‫فإن العدد في تلك الصيغ يفيد التكرار والننواو للجمننع‬


‫ بمعنى إثنين إثنيننن وكننذالك ثلث وربنناع‬Maka jadilah rumusnya
Dhahiri (2+2)+(3+3)+(4+4) = 18.20

 Sebagai catatan, Nabi saw. tidak pernah melakukan

poligami semasa hidup dengan Khadijah. Baru setelah

Khadijah meninggal, Nabi saw. berpoligami dengan para

janda mantan pejuang (mujahid) yang merupakan sahabat2

dekat Nabi, untuk meneguhkan hati keluarga yang

ditinggalkan serta memperkokoh perjuangan umat Islam saat

itu.

19
Lebih lengkap, lihat Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashad, Juz II
(Cet. II; Kairo: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1983), h. 47-48.
20
Lihat Musfir al-Jahrani, Nazharat fi Ta’addud al-Zaujah, diterjemahkan oleh
Muhammad Suten Ritonga dengan judul Poligami dari Berbagai Persepsi (Cet. I; Jakarta: Gema
Insani Press, 1996), h. 53.
Syarat poligami Ada 2 pendapat sehubungan masalah

poligami. Istilah asas perkawinan dalam Islam adalah monogami.

Mereka beralasan bahwa Allah swt. memperbolehkan poligami

dengan syarat harus adil, sedangkan kecenderungan manusia

pada dasarnya tidak akan mampu berbuat adil.

Muhammad Rasyid Ridha mencantumkan beberapa hal

yang boleh dijadikan alasan berpoligami,21 antara lain:

 Istri mandul.
 Istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi
suaminya memberikan nafkah batin.
 Jika suami memiliki naluri seks yang sangat tinggi
(hypersex), sehingga istrinya lagi haid beberapa hari saja
mengkhawatirkan dirinya berbuat selingkuh.
 Bila suatu daerah yang jumlah perempuan lebih
banyak daripada laki-laki, sehingga jika tidak berpoligami
mengakibatkan banyak wanita berbuat serong.

C. Dampak Monogami dan Poligami.

Dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami 22


yaitu:

a. Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri

karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidak-

mampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.

b. Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami.

Walaupun ada beberapa suami dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya,

tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih


21
Marhamah Saleh, Lc. MA, “Membahas pengertian Poligami, Dasar
Hukumnya, Hukum berpoligami, Syarat-syarat dibolehkan poligami, dan
hikmah adanya poligami dalam pandangan hukum Islam,”
http://marhamahsaleh.wordpress.com (15 November 2011).
22
Ibid.
13

mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya

terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat

kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.

c. Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan

(perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor

Urusan Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara,

walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan

dirugikan karena konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada,

seperti hak waris dan sebagainya.

d. Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan

menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap Penyakit Menular

Seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.

e. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi,

seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga

poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang

monogami.

D. Munaqasyah

Pada dasarnya poligami dan monogami sangat berbeda

jauh sekali, poligami yang tidak sesuai dengan hukum Islam atau

syar'i akan menyebabkan hubungan yang tidak sehat dalam

suatu keluarga. Hal tersebut akan menjadi suatu penyebab

kerusakan dari lembaga perkawinan dan hal itu juga dapat

menghancurkan mental seorang anak secara tidak langsung.


14

Dalam kehidupan suatu rumah tangga ada banyak hal yang akan

memberikan dampak yang negatif terhadap keluarga, apabila di

dalam suatu keluarga memiliki konflik intern akan sangat sulit

untuk menjadi satu keluarga yang harmonis dan bahagia.

Dimana anggota keluarga cenderung dalam situasi konflik yang

nantinya lama kelamaan akan menjadi pribadi yang mendapat

gangguan psikologis yang tentu saja berpengaruh pada

perilakunya. Pengaruh yang paling besar yaitu terhadap

perkembangan anak dan masa depannya, karena di dalam

keluarga yang tidak harmonis akan sangat sulit terciptanya

proses pendidikan yang baik dan efektif, anak yang berada pada

situasi ini pasti tidak akan mendapatkan pendidikan yang

seharusnya mereka dapatkan, sehingga perkembangan anak

akan mengarah kepada kepribadian yang kurang baik. Akibatnya

anak akan menjadi tidak betah di rumah, hilangnya kepercayaan

diri, berkembangnya sifat yang agresif dan permusuhan serta

bentuk keanehan lainnya. Keadaan ini akan semakin bertambah

parah apabila anak masuk ke dalam suatu lingkungan yang

kurang baik yang nantinya akan berakibat buruk apabila si anak

akan masuk ke dalam lingkungan tersebut, lebih

mengkhawatirkan akan timbul rasa trauma bagi si anak yang

nantinya akan menghadapi masa pernikahan. Sedangkan untuk

monogami sendiri akan memberikan pengaruh terhadap


15

perkembangan individualisasi anak yang baik karena disini orang

tua pasti akan lebih memfokuskan perhatiannya terhadap anak.

Si anak akan mendapatkan pendidikan yang baik dan efektif lalu

menimbulkan rasa percaya diri terhadap anak karena

mendapatkan dukungan penuh dari orang tua, dan yang lebih

penting lagi yang akan menjadikan pribadi seorang anak lebih

baik karena mendapatkan rasa kasih sayang yang lebih di

bandingkan dengan anak yang orang tuanya melakukan

poligami.

BAB III

KESIMPULAN
16

Islam membolehkan poligami dengan syarat adil, dan jika

ditemukan adanya kekurangan yang signifikan pada istri

sebelumnya, serta terpenuhi beberapa kondisi tertentu untuk

menghindari jatuhnya sang suami ke dalam perzinaan, sehingga

sebagai pintu exit-nya dibolehkan berpoligami. Syarat adil

merupakan suatu penghormatan kepada wanita yang bila tidak

dipenuhi akan mendatangkan dosa.

Islam lebih mengutamakan sistem monogami (karena

inilah yang mendekati keadilan). Tetapi pada saat yang sama

Islam membolehkan poligami dalam keadaan-keadaan tertentu,

dengan seperangkat persyaratan tertentu, yang bertujuan

mewujudkan keadilan.

Islam memandang poligami lebih banyak membawa

mudarat daripada manfaatnva karena manusia itu menurut

fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati,

dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut, akan mudah timbul

dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang

poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber

konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami

dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik

antara istri beserta anaknya masing-masing. Kemudian dari

poligami itu sendiri memiliki berbagai macam dampak baik itu


17

hukum, kesehatan, dan Kekerasan terhadap perempuan, baik

kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Cet. 3; Jakarta:


PT. RajaGrafindo Persada, 2000.

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya. Surabaya:


Mahkota, 1989

Al-Jahrani, Musfir, Nazharat fi Ta’addud al-Zaujah diterjemahkan


oleh oleh Muhammad Suten Ritonga dengan judul Poligami
dari Berbagai Persepsi. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press,
1996.

Muslim, Imam. Shahih Muslim, Juz I. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyah,


t. th.

Rusyd, Ibnu. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashad, Juz II.


Cet. II; Cairo: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1983.

Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, diterjemahkan oleh Drs. Moh.


Thalib dengan judul Fiqih Sunnah, Juz VI. Cet. VII; Bandung:
PT. Al-Ma’arif, 1990.

Saleh, Marhamah. “Membahas pengertian Poligami, Dasar


Hukumnya, Hukum berpoligami, Syarat-syarat dibolehkan
poligami, dan hikmah adanya poligami dalam pandangan
hukum Islam,” http://marhamahsaleh.wordpress.com.

Thalib, Muhammad. Orang Barat Bicara Poligami, Wihdah Press,


Yogyakarta, 2004.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan.
18

C. EVALUASI

1. Apa yang kalian pahami mengenai pengertian


monogami dan poligami?
2. Bagaiama Hukum Islam memandang monogami atau
poligami?
3. Apa dampak poligami?
MATRIKS PERBANDINGAN

PENDAPAT ULAMA PERSAMAAN PERBEDAAN KELEMAHAN KELEBIHAN


Hukum Poligami

Ma\\hmud Syaltut Mubah Kebolehan poligami Akan terjadi banyak Praktek poligami
terkait dengan praktek poligami, tidak menjadi liar
terjaminnya keadilan karena ketika orang karena persyaratan
dan ketiadaan sudah sanggup adil sangat sulit
kekhawatiran merasa adil dan tidak terpenuhi.
terjadinya khawatir berbuat
Zamakhsyari Mubah penganiayaan aniaya.
terhadap istri Rukhshah poligami
Akan terjadi banyak menjadi solusi bagi
Kebolehan poligami praktek poligami orang yang berlibido
didasarkan pada karena tinggi.
hukum rukhshah, kecenderungan orang
sama halnya terhadap seks sangat
rukhshah bagi musafir tinggi
dan orang sakit yang
boleh berbuka puasa.
Kebolehan tersebut
karena dikhawatirkan
terjadinya perzinahan
Jumlah Istri

Jumhur Ulama Lebih dari 1 orang Dibatasi sampai 4 Praktek poligami Rasulullah
orang Rasulullah lebih dari 4 memberikan
orang istri petunjuk kepada
sahabat dengan
membatasi 4 orang
Sebagian Ulama Lebih dari 1 orang Bertentangan dengan istri
Zhahiri Boleh sampai 9 orang petunjuk Rasulullah
bahkan sampai 18 kepada sahabat Membuka peluang
orang dengan alasan tentang praktek bagi perempuan
1

huruf ‫ و‬pada surat al- poligami dengan untuk menikmati


Nisa`>’ ayat 3 batasan 4 orang saja. indahnya
dipahami sebagai ‫و‬ perkawinan ketika
jumlah perempuan
‫للجمح‬
lebih banyak
dibandingkan
jumlah laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai