Anda di halaman 1dari 47

Petrologi Batuan Sedimen

I. Pengertian
Batuan Sedimen adalah batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan bumi, kurang
lebih 75 % dari luas permukaan bumi, sedangkan batuan beku dan metamorf hanya
tersingkapsekitar 25 % dari luas permukaan bumi. Oleh karena itu, batuan sediment
mempunyai arti yang sangat penting, karena sebagian besar aktivitas manusia terdapat di
permukaan bumi. Fosil dapat pula dijumpai pada batua sediment dan mempunyaiarti penting
dalam menentukan umur batuan dan lingkungan pengendapan.

Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses diagnesis dari material batuan
lain yang sudah mengalami sedimentasi. Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, erosi,
transportasi, dan deposisi. Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik
maupun kimia. Proses erosidan transportasi dilakukan oleh media air dan angin. Proses
deposisi dapat terjadi jika energi transport sudah tidak mampu mengangkut partikel tersebut.

II.A. Proses Pembentukkan Batuan Sedimen


Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh kekuatan-
kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angina angina serta proses
litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat yang
relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-danau. Mula-mula
sediment merupakan batuan-batuan lunak,akan tetapi karean proses diagnosi sehingga
batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.

Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sediment selama
terpendamkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material
sediment menjadi batuan sediment yang kompak. Proses diagnesis ini dapat merupakan
kompaksi yaitu pemadatan karena tekanan lapisan di atas atau proses sedimentasi yaitu
perekatan bahan-bahan lepas tadi menjadi batuan keras oleh larutan-larutan kimia misalnya
larutan kapur atau silisium. Sebagian batuan sedimen terbentuk di dalam samudera. Bebrapa
zat ini mengendap secara langsung oleh reaksi-reaksi kimia misalnya garam (CaSO4.nH2O).
adapula yang diendapkan dengan pertolongan jasad-jasad, baik tumbuhan maupun hewan.
Batuan endapan yang langsung dibentuk secara kimia ataupun organik mempunyai satu sifat
yang sama yaitu pembentukkan dari larutan-larutan. Disamping sedimen-sedimen di atas,
adapula sejenis batuan sejenis batuan endapan yang sebagian besar mengandung bahan-bahan
tidak larut, misalnya endapan puing pada lereng pegunungan-pegunungan sebagai hasil
penghancuran batuan-batuan yang diserang oleh pelapukan, penyinaran matahari, ataupun
kikisan angin. Batuan yang demikian disebut eluvium dan alluvium jika dihanyutkan oleh air,
sifat utama dari batuan sedimen adalah berlapis-lapisdan pada awalnya diendapkan secara
mendatar.
Lapisan-lapisan ini tebalnya berbeda-beda dari beberapa centimeter sampai beberapa meter.
Di dekat muara sungai endapan-endapan itu pada umunya tebal, sedang semakin maju ke arah
laut endapan-endapan ini akan menjadi tipis(membaji) dan akhirnya hilang. Di dekat pantai,
endapan-endapan itu biasanya merupakan butir-butir besar sedangkan ke arah laut kita
temukan butir yang lebih halus lagi.ternyata lapisan-lapisan dalam sedimen itu disebabkan
oleh beda butir batuan yang diendapkan. Biasanya di dekat pantai akan ditemukan batupasir,
lebih ke arah laut batupasir ini berganti dengan batulempung, dan lebih dalam lagi terjadi
pembentukkan batugamping(Katili dan Marks).

II.B.1 Transportasi dan Deposisi


a) Transportasi dan deposisi partikel oleh fluida
Pada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida akan bergerak secara bersama-
sama. Sifat fisik yang berpengaruh terutama adalah densitas dan viskositas air lebih besar
daripada angina sehingga air lebih mampu mengangkut partikel yang mengangkut partikel
lebih besar daripada yang dapat diangkut angina. Viskositas adalah kemampuan fluida untuk
mengalir. Jika viskositas rendah maka kecepatan mengalirnya akan rendah dan sebaliknya.
Viskositas yang kecepatan mewngalirnyabesar merupakan viskositas yang tinngi.

b) Transportasi dan deposisi partikeloleh sediment gravity flow


Pada transportasi ini partikel sediment tertransport langsung oleh pengaruh gravitasi, disini
material akan bergerak lebih dulu baru kemudian medianya. Jadi disini partikel bergerak
tanpa batuan fluida, partikel sedimen akan bergerak karena terjadi perubahan energi
potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang termasuk dalam sediment gravity flow antara
lain adalah debris flow, grain flow dan arus turbid. Deposisi sediment oleh gravity flow akan
menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sediment oleh fluida flow karena pada
gravity flow transportasi dan deposisi terjadi dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi.
Batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan mempunyai sortasi yang buruk
dan memperlihatkan struktur deformasi.

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dan penamaan batuan sedimen telah
ditemukan oleh para ahli, baik berdasarkan genetic maupun deskrritif. Secara genetic dapat
disimpulkan dua golongan (Pettijohn,1975 dan W.T.Huang,1962)

1. Batuan sediment Klastik


Terbentuknya dari pengendepan kembali denritus atau perencanaan batuan asal. Batuan asal
dapat berupa batuan beku, batuan sedimnen dan batuan metamorf. Dalam pembentukkan
batuan sedimen klastik ini mengalami diagnesa yaitu perubahan yang berlangsung pada
temperatur rendah di dalam suatu sediment selama dan sesudah litifikasi.

Tersusun olek klastika-klastika yang terjadi karena proses pengendapan secara mekanis dan
banyak dijumpai allogenic minerals. Allogenic minerals adalah mineral yang tidak terbentuk
pada lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimentasi terjadi. Mineral ini berasal dari
batuan asal yang telah mengalami transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan
sedimentasi. Pada umumnya berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi. Contohnya:
kuarsa, bioptite, hornblende, plagioklas dan garnet.

Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagnase, yaitu :


 § Kompaksi
Kompaksi terjadi jika adanya tekanan akibat penambahan beban.
 § Anthigenesis
Mineral baru terbentuk dalam lingkungan diagnetik, sehingga adanya mineral tersebut
merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui
sebagai berikut: karbonat, silika, klastika, illite, gypsum dan lain-lain..
 § Metasomatisme
Metasomatisme yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa
pengurangan volume asal. Contoh : dolomitiasi, sehingga dapat merusak bentuk suatu batuan
karbonat atau fosil.
 § Rekristalisasi
Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal
dari pelarutan material sedimen selama diagnesa atau sebelumnya. Rekristalisasi sangat
umum terjadi pada pembentukkan batuan karbonat. Sedimentasi yang terus berlangsung di
bagian atas sehingga volume sedimen yang ada di bagian bawah semakin kecil dan cairan
(fluida) dalam ruang antar butir tertekan keluar dan migrasi kearah atas berlahan-lahan.
 § Larutan (Solution)
Biasanya pada urutan karbonat akibat adanya larutan menyebabkan terbentuknya rongga-
rongga di dalam jika tekanan cukup kuat menyebabkan terbentuknya struktur iolit.
II.B.2 Litifikasi dan Diagnesis
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang kompak.
Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir. Seluruh proses yang menyebabkan
perubahan pada sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagnesis.
Diagnesis terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama
proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme.

Proses diagnesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang
mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses diagnesa sangat berperan dalam
menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagnesis
akan menyebabkan perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan
fisik, mineralogi dan kimia.

Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan tekstur, proses kompaksi akan
merubah penempatan butiran sedimen sehingga terjadi kontak antar butirannya. Proses
sementasi dapat menyebabkan ukuran butir kwarsa akan menjadi lebih besar. Perubahan
kimia antara lain terdapat pada proses sementasi, authigenesis, replacement, inverse, dan
solusi. Proses sementasi menentukan kemampuan erosi dan pengangkatan partikel oleh fluida.
Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat berupa bedload atau suspended load. Partikel yang
berukuran lebih besar dari pasir umumnya dapat diangkut secara bedload dan yang lebih halus
akan terangkut oleh partikel secara kontinu mengalami kontak dengan permukaan, traksi
meliputi rolling, sliding, dan creeping. Sedangkan pada saltasi partikel tidak selalu mengalami
kontak dengan permukaan. Deposisi akan terjadi jika energi yang mengangkut partkel sudah
tidak mampu lagi mengangkutnya.

II.B. Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Sedimen


II.B.1 Warna
Secara umum warna pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu :
a) Warna mineral pembentukkan batuan sedimen
Contoh jika mineral pembentukkan batuan sedimen didominasi oleh kwarsa maka batuan akan
berwarna putih.
b) Warna massa dasar/matrik atau warna semen.
c) Warna material yang menyelubungi (coating material).
Contoh batupasir kwarsa yang diselubungi oleh glaukonit akan berwarna hijau.
d) Derajat kehalusan butir penyusunnya.
Pada batuan dengan komposisi yang sama jika makin halus ukuran butir maka warnanya
cenderung akan lebih gelap.
Warna batuan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pengendapan, jika kondisi
lingkungannya reduksi maka warna batuan menjadi lebih gelap dibandingkan pada lingkungan
oksidasi. Batuan sedimen yang banyak kandungan material organic (organic matter)
mempunyai warna yang lebih gelap.

II.B.2 Tekstur
Tekstur batuan sediment adalah segala kenampakan yang menyangkut butir sedimen
sepertiukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tewkstur batuan sedimen mempunyai arti
penting karena mencerminkan proses yang telah dialamin batuan tersebut terutama proses
transportasi dan pengendapannya, tekstur juga dapat digunakan untuk menginterpetasi
lingkungan pengendapan batuan sediment. Secara umum batuan sedimen dibedakan menjadi
dua, yaitu tekstur klastik dan non klastik.

a) Tekstur klastik
Unsur dari tekstur klastik fragmen, massa dasar (matrik) dan semen.
 Fragmen : Batuan yang ukurannya lebih besar daripada pasir.
 Matrik : Butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan diendapkan
bersama-sama dengan fragmen.
 Semen : Material halus yang menjadi pengikat, semen diendapkan setelah fragmen
dan matrik. Semen umumnya berupa silica, kalsit, sulfat atau oksida besi.
Besar butir kristal dibedakan menjadi :
>5 mm = kasar
1-5 mm = sedang
<1 mm = halus
Jika kristalnya sangat halus sehingga tidak dapat dibedakan disebut mikrokristalin.

Ukuran Butir
Ukuran butir yang digunakan adalah skala Wenworth (1922), yaitu :

Ukuran Butir (mm) Nama Butir Nama Batuan


> 256 Bongkah (Boulder) Breksi : jika fragmen
64-256 Berangkal (Couble) berbentuk runcing
4-64 Kerakal (Pebble) Konglomerat : jika membulat
2-4 Kerikil (Gravel) fragmen berbentuk membulat
1-2 Pasir Sangat Kasar(Very Coarse
Sand)
1/2-1 Pasir Kasar (Coarse Sand)
1/4-1/2 Pasir Sedang (Fine Sand) Batupasir
1/8-1/4 Pasir halus (Medium Sand)
1/16-1/8 Pasir Sangat Halus( Very Fine
Sand)
1/256-1/16 Lanau Batulanau
<1/256 Lempung Batulempung

Besar butir dipengaruhi oleh :


1. Jenis Pelapukan
2. Jenis Transportasi
3. Waktu/jarak transport
4. Resistensi

Bentuk Butir
 Tingkat kebundaran butir (roundness)
Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis proses
transportasi dan jarak transport (Boggs,1987. Butiran dari mineral yang resisten seperti
kwarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar dibandingkan butiran dari mineral kurang
resisten seperti feldspar dan pyroxene. Butiran berukuran lebih besar daripada yang
berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis butir
yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian kebundaran :
a) Well rounded (membundar baik)
Semua permukaan konveks, hamper equidimensional, sferoidal.
b) Rounded (membundar)
Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung dan tepi butiran bundar.
c) Subrounded (membundar tanggung)
Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar.
d) Subangular (menyudut tanggung)
Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-ujung tajam.
e) Angular (menyudut)
Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam.
(Endarto:2005)

 Sortasi (Pemilahan)
Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun batuan sediment, artinya bila
semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin baik.

Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan sedimen klastik.bebrapa istilah yang biasa
dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
 Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar
 Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen.

 Kemas (Fabric)
Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu :

 Kemas terbuka : bila butiran tidak saling bersentuhan (mengambang dalam matrik).
 Kemas tertutup : butiran saling bersentuhan satu sama lain

II.C.3 Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan sedimen yang
diakibatkan oleh proses pengendapan dan energi pembentuknya. Pembentukkannya dapat
terjadi pada waktu pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan.
(Pettijohn & Potter, 1964 ; Koesomadinata , 1981)
Pada batuan sedimen dikenal dua macam struktur, yaitu :
 Syngenetik : terbentuk bersamaan dengan terjadinya batuan sedimen, disebut juga
sebagai struktur primer.
 Epigenetik : terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk seperti kekar, sesar, dan
lipatan.

Macam-macam struktur primer adalah sebagai berikut :


 Karena proses fisik
1. Struktur eksternal
Terlihat pada kenampakan morfologi dan bentuk batuan sedimen secara keseluruhan di
lapangan. Contoh : lembaran (sheet), lensa, membaji (wedge), prisma tabular.
1. Struktur internal
Struktur ini terlihat pada bagian dalam batuan sedimen, macam struktur internal :

a) Perlapisan dan Laminasi


Disebut dengan perlapisan jika tebalnya lebih dari 1 cm dan disebut laminasi jika kurang dari
1 cm.perlapisan dan laminasi batuan sedimen terbentuk karena adanya perubahan kondisi
fisik,kimia, dan biologi. Misalnya terjadi perubahan energi arus sehingga terjadi perubahan
ukuran butir yang diendapkan.

Macam-macam perlapisan dan laminasi :


 Perlapisan/laminasi sejajar (normal)
Dimana lapisan/laminasi batuan tersusun secara horizontal dan saling sejajar satu dengan
yang lainnya.
 Perlapisan/laminasi silang siur (Cross bedding/lamination)
Perlapisan/batuan saling potong memotong satu dengan yang lainnya.
 Graded bedding
Struktur graded bedding merupakan struktur yang khas sekali dimana butiran makin ke atas
makin halus. Graded bedding sangat penting sekali artinya dalam penelitian untuk
menentukan yang mana atas (up) dan yang bawah (bottom) dimana yang halus merupakan
bagian atasnya sedangkan bagian yang kasar adalah bawahnya. Graded bedding yang
disebabkan oleh arus turbid,dimana fraksi halus didapatkan di bagian atas juga tersebar di
seluruh batuan tersebut. Secara genesa graded bedding oleh arus turbid juga terjadi oleh
selain oleh kerja suspensi juga disebabkan oleh pengaruh arus turbulensi.

Penggolongan Bedding Menurut Ketebalan (Mc Kee and Weir, 1985)

Ukuran Bedding (cm) Nama Bedding


>100 very thick bedded
30-100 thick bedded
10-30 medium bedded
3,0-10 thin bedded
1,0-3,0 very thin bedded
0,3-1,0 thick laminated
<0,3 thin laminated

b) Masif
Struktur kompak, consolidated, menyatu
1. Kenampakan pada permukaan lapisan
 Ripple mark
Bentuk permukaan yang bergelombang karena adanya arus
 Flute cast
Bentuk gerusan pada permukaan lapisan akibat aktivitas arus
 Mud cracks
Bentuk retakan pada lapisan Lumpur (mud), biasanya berbentuk polygonal.
 Rain marks
Kenampakan pada permukaan sedimen akibat tetesan air hujan.

4. Struktur yang terjadi karena deformasi


– Load cast
Lekukan pada permukaan lapisan akibat gaya tekan dari beban di atasnya.
– Convolute structure
Liukan pada batuan sedimen akibat proses deformasi.
– Sandstone dike and sill
Karena deformasi pasir dapat terinjeksi pada lapisan sediment diatasnya.
– Karena proses biologi
1. Jejak (tracks and trail)
Track : jejak berupa tsapak organisme
Trail : jejak berupa seretan bagian tubuh organisme
1. Galian (burrow)
Adalah lubang atau bahan galian hasil aktivitas organisme
1. Cetakan (cast and mold)
Mold : cetakan bagian tubuh organisme
Cast : cetakan dari mold

Struktur batuan sedimen juga dapat digunakan untukmenentukan bagian atas suatu batuan
sedimen. Penentuan bagian atas dari batuan sedimen sangat penting artinya dalam
menentukan urutan batuan sediment tersebut.

II.B.4 Komposisi

Batuan sediment berdasarkan komposisinya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok,


yaitu :
1. Batuan sediment detritus/klastik
Dapat dibedakan menjadi :
 Detritus halus : batulempung, batulanau.
 Detritus sedang : batupasir (greywock, feldspathic)
 Detritus kasar : breksi dan konglomerat.
Komposisi batuan ini pada umumnya adalah kwarsa, feldspar, mika,mineral lempung,dsb.
1. Batuan sedimen evaporit
Batuan sedimen ini terbentuk dari proses evaporasi. Contoh batuannya adalah gips, anhydrite,
batu garam.
1. batuan sedimen batubara
Batuan ini terbentuk dari material organic yang berasal dari tumbuhan. Untuk batubara
dibedakan berdasarkan kandungan unsure karbon,oksigen, air dan tingkat perkembangannya.
Contohnya lignit, bituminous coal, anthracite.
1. Batuan sedimen silica
Batuan sedimen silica ini terbentuk oleh proses organic dan kimiawi. Contohnya adalah rijang
(chert), radiolarian dan tanah diatomae.
1. Batuan sedimen karbonat
Batuan ini terbentuk baik oleh proses mekanis, kimiawi, organic. Contoh batuan karbonat
adalah framestone, boundstone, packstone, wackstone dan sebagainya.

II.C. Klasifikasi Batuan Sedimen


II.C.1 Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik
Klasifikasi batuan sedimen klastik yang umum digunakan adalah berdasarkan ukuran butirnya
(menurut ukuran butir dari Wenworth), namun akan lebih baik lagi ditambahin mengenai hal-
hal lain yang dapat memperjelas keterangan mengenai batuan sedimen yang dimaksud seperti
komposisi dan strukturalnya. Misalnya batupasir silang siur, batulempung kerikil, batupasir
kwarsa.
Ada klasifikasi lain yang juga dapat digunakan yaitu end members classification,klasifikasi ini
dibuat berdasarkan komposisi atau ukuran butir. Penyusun batuan sedimen yang sudah
ditentukan lebih dahulu.
Batupasir kwarsa
 Komposisi didominasi oleh pasir kwarsa dengan demikian berarti transportasinya lebih
jauh.
 Sedikit mengandung chert (rijang)
 Semennya adalh karbonat dan silica.
 Kemungkinan mengandung fosil kecil sekali (fosil karbonat), jika ada kemungkinan
karena semennya karbonat (gamping)
 Warnanya agak gelap terang, karena kwarsa berwarna putih.
Greywocke
 Istilah pertama digunakan di pegunungan Harz (Jerman)
 Merupakan fragmen batuan (rock fragmen)
 Berumur : devon-karbon atas, juga tersingkap di Skotlandia yang berumur Paleozoikum
bawah.
 Dengan adanya rock fragmen ini menyatakan bahwa sedimentasi tak normal (pendek),
terjadi di daerah tektonik (dekat continental). Oleh karena pada daerah yang mantap,
maka ia akan bersosiasi dengan lava bantal (di laut), batuan erupsi dan rijang (chert)
(di darat). Rijang mencerminkan laut dalam,kemungkinan juga terdapat di continental
slope besar sekali, yang disebut arus turbbidit.
 Warnanya gelap
 Pemilahannya jelek, karena transportasi pendek.
 Bentuk agakmenyudut, karena transportasi jelek.
 Karena arus turbidit maka struktur yang jelas yaitu graded-bedding
 Pengendapan syngenetis (bersama-sama dengan proses genetika)
Arkone
 Yang dominan adalah feldspar
 Oleh karena yang dominant adalah feldspar maka ia tak tahan lapuk atau tidak stabil
 Ini menunjukkan bahwa batuan ini terjadi pada keadaan transportasi pendek,
kesempatan untuk melapuk kecil, iklim erring,relief tajam (pada daerah yang berelief
tajam)
 Warnanya terang kemerah-merahan
 Sorting jelek, karena transportasi pendek
 Kebulatan komponen, agak menyudut, karena transportasi pendek.

Konglomerat
Batuan klastik yang mempunyai fragmen batuan dan matrik,dengan batuan fragmen
membundar – sangat membundar, kerikil, kerakal, dan bongkah dapat terdiri bermacam
batuan tetapi, kebanyakan biasanya kaya akan mineral kwarsa. Biasanya ruang antara kerikil
dengan pasir tersementasi dengan silica, lempung, limonite atau kalsit.

Breccia (breksi)
Adalah jenis batuan sedimen klastik yang menyerupai konglomerat, tetapi kebanyakan
fragmen batuannya berbentuk angular sampai meruncing-runcing, ukuran umumnya berkisar
dari kerakal sampai berangkal, sering diantara fragmen ini dijumpai ukuran yang lebih kecil
yang disebut matrik, fragmen dan matrikpenyusun breksi ini terikat dengan semen yang
berupa material karbonatan atau lempungan, dari bentuk fragmen yang meruncing, dapat
ditafsirkan bahwa breksi ini diendapkan dengan sumbernya, sehingga tidak terpengaruh suara
fisik oleh jarak transportasi hingga ingin mencapai cekungan sedimen ukuran material
penyusun breksi lebih besar dari 2 mm.

Batupasir
Batuan sediment klastik yang terdiri dari semen berukuran pasir, massa pasir ini umumnya
adalah mineral silika, feldspar atau pasir karbonat, sedang material pengikat atau semen
berupabesi oksida, silika lempung atau kalsium karbonat. Dengan adanya perubahan yang
besar dalam ukuran butirnya, maka dapt dibedakan ukurannya dari batupasir kasar sampai
batulanau. Pada beberapa batuan, dijumpai ukuran butir yang beragam; jadi dapat dikatakan
batupasir konglomerat atau batulanau pasiran. Warna pada batupasir, terbentuk sebagian
besar oleh variasi butirnya.

Arkose
Adalah jenis dari batupasir dengan jumlah butiran feldspar yang lebih banyak. Kalau
komposisi batuan ini terdiri dari kwarsa dan feldspar dapat diikatakan granit, jadi
kemungkinan adanya kesalahan tentang arkose sangat kecil. Pada arkose butirnya tidak saling
mengunci, butiran membulat dan dipisahkan dengan material semen dengan butiran yang
halus.

Batulempung (dapat disebut serpih)


Adalah batuan sediment klastik yang terbentuk dari hasil pengompakan lempung dan lanau,
ukuran butirnya halus sehingga batuannya terlihat homogen. Batulempung adalah halus dan
umumnya terasa lembut, tetapi beberapa pasir halus atau lanau kasar mungkin membuat
terasa griity.

Batulempung umumnya dijumpai pelapisan sedimen. Batuan yang komposisinya sama tetapi
mempunyai ketebalan dan lapisan yang berbentuk blok dapat disebut batulumpur, warna dari
batulempung dan batulumpur antara ungu, hijau,merah,dan cokelat. Beberapalapisan yang
banyak mengndung karbon berwarna hitam.

Batugamping
Yang mungkin saja termasuk kedalam batuan sediment klastik atau kimiawi, umumnya terdiri
dari kalsit,beberapa mempunyai imparities atau variasi bagus bahkan keduanya dalam
penampakkannya. Beberapa betugamping yang berbentuk butiran halus mungkin terbentuk
secara presipitasi kimia dengan batuan banyak atu sedikit organisme kecil, beberapa sedimen
pada dasar laut kemungkinan tersingkap di lapisan awal pada formasi batugamping ukuran
halus.

Dolostone
Seperti batugamping, juga merupakan batuan sedimen klastik ataun kimiawi yang umumnya
tersusun oleh mineral dolomite, CuMg(CO3)2. dolomite kelihatan seperti kalsit,oleh karena itu
mengapa dolomite dapat dikatakan sebagai batugamping.
Petrologi Batuan Metamorf

I. PENDAHULUAN

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya
yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan
yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan
kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers & Blatt, 1982).

Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan yang


sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu massa magma yang
sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak. Metamorfosa regional yang meliputi
daerah yang sangat luas disebabkan oleh efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur
sangat dalam.

Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat, dengan
perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-proses rekristalisasi,
reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan penyusunan kembali elemen-
elemen kimia yang sebelumnya telah ada. ( Graha, D.S, 1987 )

Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa batuan
metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan struktur oleh
proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair.

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses
metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat
perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga
faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi
penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur
berkisar antara 2000 C- 8000 C, tanpa melalui fase cair (batuan tetap berada pada fase padat).
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh
adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam
skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu
massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu
1500 ± 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-carpholite, Glaucophane,
lawsonite, paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya
metamorfosa sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 – 11000 C, tergantung jenis
batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).

Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai
peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air
beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut
bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan
penyetimbangan mekanis (Huang, 1962).

II. PROSES METAMORFISME

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 – 20 km ) yang


keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa
cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisik
baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu.

Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang mengubah mineral
suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau tanggapan terhadap kondisi fisik dan
kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi
sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis. Batuan
metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen,
ataupun batuan metamorf itu sendiri yang mengalami metamorfosa.

Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang


terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, hanya kekompakkan pada batuan saja yang
bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal
tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur
mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus
tetap dalam keadaan padat. Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut
bukan lagi proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma.

Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan
kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami
proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut
berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan
hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses
metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.

Tahap-Tahap Proses Metamorfisme

Rekristalisasi

Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini terjadi penyusunan kembali kristal-
kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya sudah ada.

Reorientasi

Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini pengorientasian kembali dari susunan
kristal-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.

Pembentukan mineral-mineral baru

Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya telah
ada.

III. TIPE METAMORFOSA

Bucher & Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

III.1. Metamorfosa regional/ dinamothermal

Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang


sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga, yaitu metamorfosa orogenik, burial dan
dasar samudera(Ocean-floor).

III.1.1. Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang
menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran
mineral yang teroreintasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan
kilometer. Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan
juta tahun.
III.1.2. Metamorfosa Burial

Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin
yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah
rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan fluida.

III.1.3. Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor)

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan
tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya
berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya
reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

III.2. Metamorfosa Lokal

Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan
menjadi :

(1) Metamorfosa Kontak

Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa
batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material
yang dilepaskan oleh magma serta kadang oleh deformasi akibat gerakan magma. Zona
metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa
rekristalisasi, reaksi antar mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta
penggantian/penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.

(2) Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal

Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik
atau quasi volkanik, contohnya pada xenolith atau pada zona dike.

(3) Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik

Metamorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada
patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan
dan granulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault
breccia, fault gauge, atau milonit.

(4) Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme

Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada
jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan
komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

Gambar Tipe-tipe metamorfosa


(5) Metamorfosa Impact

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral
coesite dan stishovite.

(6) Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur yang
lebih rendah.

IV. MINERALOGI

Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal dari
batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme
sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu :

Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa,
felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.

Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa,
muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.

Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit,
kordierit, epidot dan klorit.

Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan
menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement(Ramberg, 1952 dalam
Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida
yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan
tersebut. Concentrionary growthadalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk
membuat ruang pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian
mineral lama oleh mineral baru. Secara umum model pertumbuhan kristal ini dapat dilihat
pada gambar IV.1.

Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan
yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970).
Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada seri
yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada
seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan
euhedral.

Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf
(Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress
mineral. Stress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila
terkena tekanan atau dengan kata lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan.
Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat
kuat. seperti sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid, stauroilit dan kianit.
Sedangkan antistress mineral adalah mineral yang kisaran stabilitasnya akan menurun pada
kondisi tekanan yang sama. Mineral ini tidak tahan terhadap tekanan tinggi sehingga tidak
pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi kuat. Contoh mineralnya antara lain
andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan anortit.

V. FASIES METAMORFIK

Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey, 1994). Eskola
mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik
genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara kumpulan mineral dan
kompisisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dengan kata lain sebuah fasies
metamorfik merupakan kelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang
dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan
temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi kimia dan
mineralogi dalam batuan.

VI. STRUKTUR BATUAN METAMORF

Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi unit poligranular batuan tersebut(Jackson, 1970). Pembahasan mengenai struktur
juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian serta
bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut. (Bucher & Frey, 1994).

Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan
nonfoliasi.

VI.1. Struktur Foliasi

Struktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan (Bucher &
Frey, 1994). Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral menjadi
lapisan-lapisan (gneissosity), orientasi butiran(schistosity), permukaan belahan
planar(cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jackson, 1970).

Slaty Cleavage

Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang
dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar.
Batuannya disebut slate (batusabak).

Struktur Slaty Cleavage


2. Phylitic

Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang
lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya
disebut phyllite (filit)

3. Schistosic

Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya
mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).

4. Gneissic/Gnissose

Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk
berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-
mineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya
tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

VI.2. Struktur Non Foliasi.

Struktur ini terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari
butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain :

1. Hornfelsic/granulose

Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya


berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)

2. Kataklastik

Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya
membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa
kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

3. Milonitic

Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini
adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan
belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite (milonit).

4. Phylonitic

Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi
rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai
struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit)

VII. TEKSTUR BATUAN METAMORF


Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi
butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan tekstur
batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang
ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas pada bagian
berikut ini.

VII.1. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa

Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi :

1) Relict/Palimset/Sisa

Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan
asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut.
Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini. Contohnya adalah
blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku asalnya masih bisa
dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku atau
metasedimen.

2) Kristaloblastik

Tekstur kristloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses
metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga
tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik.

VII.2. Tekstur berdasarkan ukuran butir

Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata

Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata

VII.3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal

Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri

Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh
bidang permukaan kristal disekitarnya.

Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya.

Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku. Berdasarkan
bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

(1) Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral


(2) Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.

VII.4. Tekstur berdasarkan bentuk mineral

Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

(1) Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular

(2) Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic

(3) Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas


mineralnya bersifat sutured(tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

(4) Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas


mineralnya bersifat unsutured(lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang
umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi, Yaitu:

Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut sering
disebut sebagai porphyroblasts

Poikiloblastik/Sieve Texture yaitu tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak


melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.

Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar
material yang berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).

Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan
keteraturan orientasi.

Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.

Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut
bertekstur homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut
bertekstur heteroblastik.

VIII. PENAMAAN DAN KLASIFIKASI BATUAN METAMORF

Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan beku atau
sedimen. Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan
teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan yang menunjukkan ciri
khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis
klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite
gneiss). Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya
(contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya
granulit).
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang banyak
dikenal antara lain :

Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama
penyusunnya adalah amfibol(umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat
menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.

Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral penyusun
utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya
pyrope.

Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh
mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang
pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.

Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa
mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk dan
karbonat yang umumnya berwarna hijau.

Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan
umumnya bertekstur granoblastik.

Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti garnet,
epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan
beku.

Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.

Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.

Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi
metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami
serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi, 2007)
TABEL IDENTIFIKASI BATUAN METAMORF

STRUKTUR CIRI LAIN KOMPOSISI GENESA NAMA


MINERAL UTAMA BATUAN
FOLIASI SLATY – Abu-abu Klorit Mika Kwarsa – Metamorfosa
CLEAVAGE kehitaman, regional
hijau, merah
– Dari
mudstone, BATU SABAK
– Kilap suram siltstone, (SLATE)
claystone dll
– Belahan
berkembang
baik
– Kehijauan
atau merah

– Kilap sutera FILIT

– Belahan
tidak berkem-
bang baik
SCHISTOSE – Foliasi Amphibol Metamorfosa
kadang- e Regional
kadang
bergelombang SEKIS

– Kadang-
kadang hadir
garnet
GNEISSIC Kwarsa dan Piroksen Metamorfosa
feldspar Regional
nampak
berselang
seling dengan
GENIS
lapisan tipis
yang kaya
amphibol dan
mika

NON FOLIASI - Warna KWARSA


beragam
KWARSIT
– Lebih keras
dibanding
kaca
– Warna gelap KWARSA/MIKA Metamorfosa
Termal/Kontak
– Berbutir
halus HORNFELS
– Lebih keras
dibanding
gelas
– Warna putih DOLOMIT
sampai
dengan hitam Atau

KALSIT
– Kadang
masih
terdapat fosil MARMER

– Lebih keras
dibanding
kuku jari

– Bereaksi
dengan HCl
– Hijau terang SERPENTIN
sampai gelap

– Kilap SERPENTIN
berminyak

– Lebih keras
dari kuku jari
– Hitam

– Pecahan “ANTRASITE
konkoidal COAL”
– Lebih keras
dari kuku jari
– Abu-abu TALK
hijau sampai
abu-abu biru
SOAP STONE
– Kilap
berminyak

– Lebih lunak
dari kuku jari
Petrologi Batuan Beku

1. Pendahuluan

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan magma. Proses
pembekuan tersebut merupakan proses perubahan fase dari cair menjadi padat. Pembekuan
magma akan menghasilkan kristal-kristal mineral primer ataupun gelas. Proses pembekuan
magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan sedangkan
komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma sel.

Pada saat penurunan suhu akan melewati tahapan perubahan fase cair ke padat. Apabila pada
saat itu terdapat cukup energi pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal-kristal
mineral berukuran besar sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal
yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak terbentuk
dan cairan magma membeku menjadi gelas.

Pada batuan beku, mineral yang sering dijumpai dapat dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu:

1. Mineral asam / felsic minerals

Mineral-mineral ini umumnya berwarna cerah karena tersusun atas silika dan alumni, seperti :
kuarsa, ortoklas, plagioklas, muskovit.

2. Mineral basa / mafic minerals

Mineral-mineral ini umumnya berwarna gelap karena tersusun atas unsur-unsur besi,
magnesium, kalsium, seperti : olivin, piroksen, hornblende, biotit. Mineral-mineral ini berada
pada jalur kiri dari seri Bowen.
Setiap mineral memiliki kondisi tertentu pada saat mengkristal. Mineral-mineral mafik
umumnya mengkristal pada suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan mineral felsik.
Secara sederhana dapat dilihat pada Bowen Reaction Series.

Mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat labil dan mudah berubah
menjadi mineral lain. Mineral yang dibentuk pada temperatur rendah adalah mineral yang
relatif stabil. Pada jalur sebelah kiri, yang terbentuk pertama kali adalah olivin sedangkan
mineral yang terbentuk terakhir adalah biotit.

Mineral-mineral pada bagian kanan diwakili oleh kelompok plagioklas karena kelompok
mineral ini paling banyak dijumpai. Yang terbentuk pertama kali pada suhu tinggi
adalah calcic plagioclase (bytownit), sedangkan pada suhu rendah terbentuk alcalic
plagioclase (oligoklas). Mineral-mineral sebelah kanan dan kiri bertemu dalam bentuk
potasium feldsfar kemudian menerus ke muskovit dan berakhir dalam bentuk kuarsa sebagai
mineral yang paling stabil.

Proses Kristalisasi Magma

Karena magma merupakan cairan yang panas, maka ion-ion yang menyusun magma akan
bergerak bebas tak beraturan. Sebaliknya pada saat magma mengalami pendinginan,
pergerakan ion-ion yang tidak beraturan ini akan menurun, dan ion-ion akan mulai mengatur
dirinya menyusun bentuk yang teratur. Proses inilah yang disebut kristalisasi. Pada proses ini
yang merupakan kebalikan dari proses pencairan, ion-ion akan saling mengikat satu dengan
yang lainnya dan melepaskan kebebasan untuk bergerak. Ion-ion tersebut akan membentuk
ikatan kimia dan membentuk kristal yang teratur. Pada umumnya material yang menyusun
magma tidak membeku pada waktu yang bersamaan.

Kecepatan pendinginan magma akan sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi,


terutama pada ukuran kristal. Apabila pendinginan magma berlangsung dengan lambat, ion-
ion mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya, sehingga akan menghasilkan
bentuk kristal yang besar. Sebaliknya pada pendinginan yang cepat, ion-ion tersebut tidak
mempunyai kesempatan bagi ion untuk membentuk kristal, sehingga hasil pembekuannya akan
menghasilkan atom yang tidak beraturan (hablur), yang dinamakan dengan mineral gelas
(glass).
Pada saat magma mengalami pendinginan, atom-atom oksigen dan silikon akan saling
mengikat pertama kali untuk membentuk tetrahedra oksigen-silikon. Kemudian tetahedra-
tetahedra oksigen-silikon tersebut akan saling bergabung dan dengan ion-ion lainnya akan
membentuk inti kristal dan bermacam mineral silikat. Tiap inti kristal akan tumbuh dan
membentuk jaringan kristalin yang tidak berubah. Mineral yang menyusun magma tidak
terbentuk pada waktu yang bersamaan atau pada kondisi yang sama. Mineral tertentu akan
mengkristal pada temperatur yang lebih tinggi dari mineral lainnya, sehingga kadang-kadang
magma mengandung kristal-kristal padat yang dikelilingi oleh material yang masih cair.

Komposisi dari magma dan jumlah kandungan bahan volatil juga mempengaruhi proses
kristalisasi. Karena magma dibedakan dari faktor-faktor tersebut, maka penampakan fisik dan
komposisi mineral batuan beku sangat bervariasi. Dari hal tersebut, maka penggolongan
(klasifikasi) batuan beku dapat didasarkan pada faktor-faktor tersebut di atas. Kondisi
lingkungan pada saat kristalisasi dapat diperkirakan dari sifat dan susunan dari butiran
mineral yang biasa disebut sebagai tekstur. Jadi klasifikasi batuan beku sering didasarkan
pada tekstur dan komposisi mineralnya.

2. Pembagian Batuan Beku

2.1 Pembagian Secara Genetika

Pembagian batuan beku secara genetika didasarkan pada tempat terbentuknya. Batuan beku
berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi :

Batuan Beku intrusif (membeku di bawah permukaan bumi)

Batuan Beku ekstrusif (membeku di permukaan bumi)

Selain itu batuan beku juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

Batuan beku volkanik yang merupakan hasil proses volkanisme, produknya biasanya
mempunyai ukuran kristal yang relatif halus karena membeku di permukaan atau dekat
dengan permukaan bumi. Batuan beku vulkanik dibagi menjadi batuan vulkanik intrusif,
batuan volkanik ekstrusif yang sering disebut batuan beku fragmental dan batuan vulkanik
efusi seperti aliran lava.

Batuan beku dalam (plutonik atau intrusif) terbentuk dari proses pembekuan magma yang
jauh di dalam bumi mempunyai kristal yang berukuran kasar.

Batuan beku hipabisal yang merupakan produk intrusi minor, mempunyai kristal berukuran
sedang atau percampuran antara halus dan kasar.

Pembagian Berdasar Komposisi Kimia

Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksida tertentu dalam batuan seperti
kandungan silika dan kandungan mineral mafik (Thorpe & Brown, 1985).

Tabel 1.1. Penamaan batuan berdasarkan kandungan silika


Nama Batuan Kandungan Silika

Batuan Beku Asam > 66%

Batuan Beku Intermediet 52 – 66%

Batuan Beku Basa 45 – 52%

Batuan Beku Ultra Basa < 45%

Tabel 1.2. Penamaan batuan berdasarkan kandungan mineral mafik

Nama Batuan Kandungan Silika

Leucocratic 0 – 33 %

Mesocratic 34 – 66 %

Melanocratic 67 – 100 %

Berdasarkan kandungan kuarsa, alkali feldspar dan feldspatoid :

a) Batuan felsik : dominan felsik mineral, biasanya berwarna cerah.

b) Batuan mafik : dominan mineral mafik, biasanya berwarna gelap.

c) Batuan ultramafik : 90% terdiri dari mineral mafik.

Pembagian Secara Mineralogi

Salah satu kelemahan dari pembagian secara kimia adalah analisa yang sulit dan memakan
waktu lama. Karena itu sebagian besar klasifikasi batuan beku menggunakan dasar komposisi
mineral pembentuknya. Sebenarnya analisa kimia dan mineralogi berhubungan erat, seperti
yang ditunjukkan pada daftar nilai kesetaraan SiO2 (%) dalam mineral berikut :

Felsic minerals : quartz, 100 : alkali feldspars, 64-66; oligoclase, 62; andesin, 59-60;
labradorite, 52-53; dll.

Mafic minerals : hornblende, 42-50; biotite, 35-38; augite, 47-51; magnesium & diopsidic
piroxene; dll.

Degan melihat komposisi mineral dan teksturnya, dapat diketahui jenis magma asal, tempat
pembentukan, pendugaan temperatur pembentukan dll.

(Tim Asisten Praktikum Petrologi, 2006)


2.2 Batuan Beku Non Fragmental.

Pada umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku intrusif ataupun aliran lava
yang tersusun atas kristal-kristal mineral. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam
deskripsi adalah :

Warna

Struktur

Tekstur

Bentuk

Komposisi Mineral

2.2.1 Warna Batuan

Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya. Mineral penyusun
batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya, sehingga dari warna dapat
diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan.

§ Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas
mineral-mineral felsik misalnya kuarsa, potas feldspar, muskovit.

§ Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitamnya umumnya adalah batuan beku
intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.

§ Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa dengan
mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.

§ Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik disebut batuan beku
ultrabasa dengan komposisi hampir seluruhnya mineral mafik.

2.2.2 Struktur Batuan

Struktur adalah penampakan hubungan antar bagian-bagian batuan yang berbeda. Pengertian
struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada pengamatan dalam skala besar atau
singkapan di lapangan. Pada bekuan beku, struktur yang sering ditemukan adalah :

§ Masif : Bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas.

§ Jointing : Bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan. Penampakan ini akan mudah
diamati pada singkapan di lapangan.

§ Vesikuler : Dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas. Struktur ini dibagi lagi menjadi tiga,
yaitu :

a) Skoriaan, bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.


b) Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.

c) Aliran, bila ada penampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang-lubang gas.

§ Amigdaloidal : Bila lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder.

2.2.3 Tekstur Batuan

Pengertian tekstur dalam batuan beku mengacu pada penampakan butir-butir mineral di
dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas dan
hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berkaitan erat dengan komposisi kimia dan
mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya.
Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum, selama dan sesudah kristalisasi.
Pengamatan tekstur meliputi:

§ Tingkat Kristalisasi

Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung dari proses pembekuan itu sendiri. Bila
pembekuan berlangsung lambat maka akan terdapat cukup energi pertumbuhan kristal pada
saat melewati perubahan dari fase cair ke fase padat sehingga akan terbentuk kristal-kristal
yang berukuran besar. Bila penurunan suhu relatif cepat maka kristal yang dihasilkan kecil-
kecil dan tidak sempurna. Apabila pembekuan magma terjadi sangat cepat maka kristl tidak
akan terbentuk karena tidak ada energi yang cukup untuk pengintian dan pertumbuhan kristal
sehingga akan dihasilkan gelas.

Tingkat kristalisasi batuan beku dapat dibagi menjadi :

Holokristalin, jika mineral dalam batuan semua berbentuk kristal.

Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal sedangkan yang lain berbentuk mineral gelas.

Holohyalin, hampir seluruh mineral terdiri dari gelas. Pengertian gelas disini adalah mineral
yang tidak mengkristal atau amorf.

§ Ukuran Kristal

Ukuran kristal merupakan sifat tekstural yang mudah dikenali. Ukuran kristal dapat
menunjukkan tingkat kristalisasi pada batuan.

Tabel 1.3.isaran harga ukuran kristal dari berbagai sumber


Cox, Price, Harte W.T.G Heinric
Halus <1 mm <1 mm <1 mm
Sedang 1 – 5 mm 1 – 5 mm 1 – 10 mm
Kasar > 5 mm 5 – 30 mm 10 – 30 mm
Sangat Kasar > 30 mm > 30 mm
§ Granularitas

Dalam Batuan beku, granularitas menyangkut derajat kesamaan ukuran butir dari kristal
penyusun batuan.

Pada batuan beku non-fragmental, granularitasdapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

1. Equigranular

Disebut equigranular apabila memiliki ukuran butir yang seragam. Tekstur equigranular dibagi
lagi menjadi:

Fanerik granular. Bila mineral kristal mineral dapat dibedakan dengan mata telanjang dan
berukuran seragam. Contoh : granit, gabbro.

Afanitik. Apabila kristal mineral sangat halus sehingga tidak dapat dibedakkan dengan mata
telanjang. Contoh : basalt.

2. Inequigranular

Disebut inequigranular bila ukuran krisral pembentuknya tidak seragam. Tekstur ini dibagi
menjadi:

Faneroporfiritik. Bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi kristal mineral yang lebih
kecil (massa dasar) dan dapat dikenali dengan mata telanjang. Contoh : diorit porfir.

Porfiroafanitik. Bila fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang afanitik. Contoh : andesit porfir.

3. Gelasan (glassy)

Batuan beku dikatakan memiliki tekstur gelasan apabila semuanya tersusun atas gelas.

Antara fenokris dan massa dasar terdapat perbedaan ukuran butir yang menyolok.

Fenokris : Mineral yang ukuran butirnya jauh lebih besar dari mineral lainnya.Biasanya
merupakan mineral sulung, dengan bentuk subhedral hingga euhedral.

Massa dasar : Mineral-mineral kecil yang berada di sekitar fenokris.

2.3.4 Bentuk Kristal

Untuk kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat kesempurnaan bentuk
kristalnya. Hal ini dapat memberi gambaran mengenai proses kristalisasi mineral pembentuk
batuan. Bentuk kristal dibedakan menjadi:

a) Euhedral : Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oeh bidang yang jelas.
b) Subhedral : Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang dibatasi
bidan kristal.
c) Anhedral : Apabila bidang batas tidak jelas.
2.3.5 Komposisi Mineral

Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :

Kelompok Granit – Rhyolit

Berasal dari magma yang bersifat asam, tersusun oleh mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas Na,
terkadang terdapat hornblende, biotit, muskovit dalam jumlah kecil.

Kelompok Diorit – Andesit

Berasal dari magma yang bersifat intermediet, terusun oleh mineral plagiokklas, hornblende,
piroksen, dan kuarsa biotit, ortoklas dalam jumlah kecil.

Kelompok Gabbro – Basalt

Tersusun dari magma basa dan terdiri dari mineral-mineral olivin, plagioklas Ca, piroksen dan
hornblende.

Kelompok UltraBasa

Terutama tersusun oleh olivin, dan piroksen. Minera lain yang mungkin adalah plagioklas Ca
dalam jumlah sangat kecil.

2.3.6 Identifikasi Mineral

Identifikasi mineral merupakan salah satu bagian terpenting dari deskripsi batuan beku karena
identifikaasi tersebut dapat diungkap berbagai hal seperti kondisi temperatur, tempat
pembentukan, sifat magma asal dan lain-lain.

Di dalam batuan beku dikenal status mineral dalam batuan, yaitu:

Mineral Primer, merupakan hasil pertama dari proses pembentukan batuan beku. Mineral
utama terdiri dari :

Mineral utama ( essential minerals) : mineral yang jumlahnya cukup banyak (>10%). Mineral
ini sangat penting untuk dikenali karena menentukan nama batuan.

Mineral tambahan (accesory minerals) : Mineral yang jumlahnya sedikit (<10%) dan tidak
menentukan nama batuan.

Mineral sekunder, merupakan mineral hasil perubahan (altersi) dari mineral primer.

Beberapa hal yang harus diidentifikai dari mineral adalah:

~ Warna Mineral

Dapat mencerminkan komposisi mineralnya. Contohnya senyawa silikat dari alkali dan alkali
tanah (Na, Ca, K, dll) memberikan warna yang terang pada mineralnya.
~ Kilap

Merupakan kenampkaan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogi dikenal kilap logam
dan non-logam. Kilap non –logam terbagi atas:
ü Kilap Intan
ü Kilap tanah. Contoh : kaolin, limonit.
ü Kilap kaca. Contoh : kalsit, kuarsa.
ü Kilap mutiara. Contoh : opal, serpentin.
ü Kilap damar. Contoh : sphalerit.
ü Kilap sutera. Contoh : asbes.

~ Kekerasan

Merupakan tingkat resistensi terhadap goresan. Beberapa mineral telah dijadikan skala
kekerasan dalam skala mohs. Kekerasan relatif mineral relatif mineral ditentukan dengan
membandingkan terhadap mineral pada skala mohs.

~ Cerat

Adalah warna mineral dalam bentuk serbuk. Cerat dapat sama atau berbeda dengan warna
mineral.

~ Belahan

Kecenderungan mineral untuk membelah pada satu arah atau lebih tertentu sevagai bidang
dengan permukaan rata.

~ Pecahan

Kecenderungan untuk terpisah dalam arah yang tak beraturan. Macamnya:

ü Konkoidal, kenampakan seperti pecahan botol. (kuarsa)


ü Fibrous, kenampakan berserat. (asbes, augit)
ü Even, bidang pecahan halus. (mineral lempung)
ü Uneven, bidang pecahan kasar. (magnetiti, garnet)
ü Hackly, bidang pecahan runcing. (mineral logam)

2.3 Batuan Beku Fragmental

Batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro = api, clastics = butiran
/ pecahan) yang merupakan bagian dari batun volkanik. Batuan fragamental ini secara khusus
terbentuk oleh proses vulkanisme yang eksplosif (letusan). Bahan=-bahan yang dikeluarkan
dari pusat erupsi kemudian mengalami lithifikasi sebelum dan sesudah mengalami
perombakan oleh air atau es.

Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi 4 tipe utama, yaitu :

Endapan Jatuhan Piroklastik (Pyroclastics Fall Deposits)


Endapan Aliran Piroclastik (Pyroclastics Flow Deposits)

Endapan piroklastik surupan (Pyroclastics Surge Deposits)

Lahar

Dasar Klasifikasi Batuan Fragmental

Ukuran Butir

Komposisi Fragmen Piroklastik. Komponen-kompone dalam endapan piroklastik lebih mudah


dikenali dalam endapan muda, tidak terlitifikasi atau sedikit terlitifikasi. Pada material
piroklastik berukuran halus dan telah terlitifikasi, identifikasi sulit dilakukan

Tingkat dan Tipe Welding

Jika material piroklastik khususnya yang berukuran halus terdeposisikan saat masih panas,
maka butiran-butiran itu seakan terelaskan atau terpateri satu dengan yang lain. Peristiwa ini
disebut welding. Welding umumnya dijumpai pada piroklastik aliran namun kadang-kadang
juga dijumpai pada endapan jatuhan.

Deformasi Batuan

Dua abad lalu, jarak antara sejumlah monumen-monumen survei di Yunani diukur dengan
sangat akurat. Pada tahun 1988 team ilmiah mengukur kembali jarak-jarak tersebut, dan
menemukan bahwa Yunani menjadi lebih panjang satu meter. Mereka juga mendapatkan
bahwa Yunani sedang terpelintir (twisted), di bagian ujung sebelah Selatan, Pelponnesus,
bergerak ke arah Baratdaya. Penyebab dari pemanjangan dan pelintiran ini adalah tektonik
lempeng. Afrika bergerak ke utara, perlahan-lahan mendorong sebagian lantai dasar laut
Mediteran ke bawah Yunani.

Gaya tektonik secara kontinu akan menekan, menarik, melengkungkan dan mematahkan
batuan di litosfer. Sumber energi tektonik berasal dari energi panas bumi yang diubah
menjadi energi mekanik oleh arus konveksi. Aliran konveksi tersebut sangat besar, batuan
panas di dalam mesosfir dan astenosfir perlahan-lahan menyeret dan melengkungan litosfir
secara kontinu yang akhirnya menyebabkan batuan terdeformasi. Deformasi batuan litosfir
terlalu lambat dan terlalu dalam untuk diamati. Contohnya adalah lempeng India-Australia
yang mendesak lempeng Eurasia, tercermin pada sesar Sumatera. Gerakannya tidak teramati
tetapi hasilnya berupa Bukit-barisan dan seringnya terjadi gempa bumi di daerah ini.

Untuk mengetahui bagaimana dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi batuan terdeformasi,
terpuntir, terlipat dan atau terpatahkan, yang berlangsung jauh di bawah kerak bumi, dapat
dipelajari dalam laboratorium. Percobaan dilakukan terhadap contoh batuan yang dibentuk
sebagai silinder atau kubus.
Tegasan (Stress) dan Regangan (strain)

Pengaruh tegasan terhadap batuan tergantung pada cara bekerja atau sifat tegasannya dan
sifat fisik batuan yang terkena tegasan. Ada dua bentuk stress :
1. Stress uniform akan menekan dengan besaran yang sama dari segala arah. Dalam batuan
dinamakan confining stress karena setiap tubuh batuan dalam litosfir dibatasi oleh batuan
lain di sekitarnya dan ditekan secara merata (uniform) oleh berat batuan di atasnya.
2. Stress diferensial menekan tidak dari semua jurusan dengan besaran yang sama. Dalam
sistem ortogonal dapat diuraikan menjadi stress utama, yang maksimum, yang menengah,
dan yang paling kecil besarannya. Biasanya differential stress ini yang mendeformasi
batuan dan dikenal 3 jenis diferrential stress, yaitu tensional stress, compressional stress
dan shear stress.

Gambar 1. Deformasi batuan akibat berbagai bentuk stress. Panah menunjukkan arah tegasan
utama (maximum stress).

1. Tensional stress, arahnya berlawanan pada satu bidang, dan sifatnya menarik (stretch)
batuan.
2. Compressional stress, arahnya berhadapan, memampatkan atau menekan batuan.
3. Shear stress, bekerja berlawanan arah, tidak dalam satu bidang, yang menyebabkan
terjadinya pergeseran dan translasi.
Uniform atau differential stress yang menyebabkan terdeformasinya litosfir diakibatkan oleh
gaya-gaya tektonik yang bekerja sepanjang waktu. Batuan yang terkena stress akan
mengalami regangan atau perubahan bentuk dan atau volume dalam keadaan padat yang
disebut strain atau regangan.

Tahap deformasi

Bila batuan mengalami penambahan stress akan terdeformasi melalui 3 tahap secara
berurutan :
1. Elastic deformation adalah deformasi sementara tidak permanen atau dapat kembali ke
bentuk awal (reversible). Begitu stress hilang, batuan kembali terbentuk dan volume
seperti semula. Seperti karet yang ditarik akan melar tetapi jika dilepas akan kembali ke
panjang semula. Elastisitas ini ada batasnya yang disebut elastic limit, yang apabila
dilampaui batuan tidak akan kembali pada posisi awal. Di alam tidak pernah dijumpai
batuan yang pernah mengalami depformasi elastis ini, karena tidak meninggalkan jejak
atau bekas, karena kembali ke keadaan semula, baik bentuk maupun volumenya. Sir
Robert Hooke (1635-1703) adalah orang pertama yang memperlihatkan hubungan antara
stress dan strain yang sesuai dengan jenis batuannya. Hukum Hooke yang mengatakan
bahwa sebelum melampaui batas elastisitasnya hubungan stress dan strain suatu material
adalah linier.
2. Ductile deformation merupakan deformasi dimana elastic limit dilampaui dan perubahan
bentuk dan volume batuan tidak kembali ke bentuk semula. Untuk mempermudah
membayangkannya dapat dilihat diagram strain-stress Gambar 2 yang di dapat dari
percobaan dengan menekan contoh batuan berbentuk silindris. Mula-mula kurva stress-
strain naik tajam sepanjang daerah elastis sesampai pada elastic limit (Z), kurvanya
mendatar. Penambahan stress menyebabkan terjadinya deformasi ductile. Bila proses
stress dihentikan pada titik X silinder akan kembali sedikit ke arah semula. Strain menurun
sepanjang kurva X ‟ Y. Strain permanennya adalah XY yang merupakan deformasi ductile.
3. Fracture tejadi apabila batas atau limit elastik dan ducktile deformasi dilampaui.
Perhatikan Gambar 2 yang semula stress dihentikan pada X „ , disini dilanjutkan dengan
menaikkan stress. Kurva stress-strain berlanjut sampai ke titik F dan batuan akan pecah
melalui rekahan. Deformasi rekah (fracture deformation) dan lentur (ductile deformation)
adalah sama, menghasilkan regangan (strain) yang tidak kembali ke kondisi semula.

Gambar 2. Kurva stress-strain memperlihatkan


deformasi elastik (X ke Z) limit elastis (Z) menandai dimulainya deformasi ductile. Bila stress
dihentikan pada X „ maka benda akan kembali dalam keadaan tidak tertekan di Y melalui
lintasan X „ Y. Jarak XY merupakan strain akibat deformasi ductile. Apabila stress dilanjutkan
maka benda akan patah/pecah di titik fracture F.

Pengontrol Deformasi
Percobaan-percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa deformasi batuan, selain
tergantung pada besarnya gaya yang bekerja, juga kepada sifat fisika dan kompisis batuan
serta lingkungan tektonik dan waktu.

Suhu

Makin tinggi suhu suatu benda padat semakin ductile sifatnya dan keregasannya makin
berkurang. Misalnya pipa kaca tidak dapat dibengkokan pada suhu udara normal, bila dipaksa
akan patah, karena regas (brittle). Setelah dipanaskan akan mudah dibengkokan. Demikian
pula halnya dengan batuan. Di permukaan, sifatnya padat dan regas, tetapi jauh di bawah
permukaan dimana suhunya tinggi, bersifat ductile.

Waktu dan strain rate

Pengaruh waktu dalam deformasi batuan sangat penting. Kecepatan strain sangat dipengaruhi
oleh waktu. Strain yang terjadi bergantung kepada berapa lama batuan dikenai stress.
Kecepatan batuan untuk berubah bentuk dan volume disebut strain rate, yang dinyatakan
dalam volume per unit volume per detik, di bumi berkisar antara 10-14/ detik sampai 10-15/
detik. Makin rendah strain rate batuan, makin besar kecenderungan terjadinya deformasi
ductile.

Pengaruh suhu, confining pressure dan strain rate pada batuan, seperti ciri pada kerak,
terutama di bagian atas dimana suhu dan confining pressure rendah tetapi strain rate tinggi,
batuan cenderung tegas ( brittle) dan patah. Sedangkan bila pada suhu tinggi, confining
pressure tinggi dan strain rate rendah sifat batuan akan menjadi kurang regas dan lebih
bersifat ductile. Sekitar kedalaman 15 km, batuan akan bersifat regas dan mudah patah. Di
bawah kedalaman 15 km batuan tidak mudah patah karena bersifat ductile. Kedalaman
dimana sifat kerak berubah dari regas mulai menjadi ductile, disebut brittle-ductile
transition.

Komposisi

Komposisi batuan berpengaruh pada cara deformasinya. Komposisi mempunyai dua aspek.
Pertama, jenis dan kandungan mineral dalam batuan, beberapa mineral (seprti kuarsa, garnet
dan olivin) sangat brittle, sedangkan yang lainnya (seperti mika, lempung, kalsit dan gypsum)
bersifat ductile. Kedua, kandungan air dalam batuan akan mengurangi keregasannya dan
memperbesar keduktilannya. Pengaruh air, memperlemah ikatan kimia mineral-mineral dan
melapisi butiran-butiran mineral yang memperlemah friksi antar butir. Jadi batuan yang
„basah‟ cenderung lebih ductile daripada batuan „kering‟. Batuan yang cenderung
terdeformasi ductile diantaranya adalah batu gamping, marmer, lanau, serpih, filit dan sekis.
Sedangkan yang cenderung brittle daripada ductile, batupasir, kuarsit, granit, granodiorit,
dan gneiss.

Struktur geologi adalah arsitektur kulit Bumi atau gambaran geometri (bentuk dan hubungan)
dari keadaan batuan di kulit bumi. Cabang ilmu geologi yang khusus mempelajari struktur
geologi beserta gaya-gaya yang penyebabnya dinamakan geologi struktur. Definisi lain yang
lebih umum dan lengkap tentang geologi struktur, yaitu suatu ilmu yang membahas arsitektur
kulit Bumi dan gejala-gejala yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan bentuk
(deformasi) pada kulit Bumi. Inti kajian geologi struktur adalah deformasi kulit Bumi, apa
yang menyebabkan dan bagaimana akibatnya. Oleh karena itu, sebagaian para ahli
menganggap bahwa geologi struktur sama dengan tektonik.

Struktur batuan adalah bentuk dan kedudukan batuan yang dapat dilihat saat ini sebagai hasil
dari 2 macam proses , yaitu :

1. Proses yang berhubungan dengan pembentukan batuan tersebut yang akan menghasilkan
struktur-struktur primer.
2. Proses yang bekerja kemudian (setelah batuan tersebut terbentuk), yaitu berupa
deformasi mekanis atau perubahan kimiawi yang mempengaruhi batuan setelah terbentuk.
Proses ini akan menghasilkan struktur sekunder.

Spencer (1988) berpendapat bahwa yang dipelajari pada geologi struktur meliputi struktur
primer dan struktur sekunder. Namun pada umumnya ilmu ini khusus mempelajari struktur
sekunder saja, tetapi harus diketahui mengenai struktur primernya.

Deformasi yang terjadi pada kerak, yang kita amati sekarang ini adalah jejak deformasi yang
telah terjadi beberapa ratus atau juta tahun yang lalu, dan dikenal sebagai struktur geologi.
Dalam struktur geologi, deformasi yang terjadi akibat gaya tektonik dikelompokkan sebagai
struktur sekunder dan dibedakan dari struktur yang terbentuk pada saat atau sebelum batuan
terbentuk yang dinamakan struktur primer. Yang termasuk dalam struktur primer adalah
struktur-struktur pada batuan sedimen, seperti bidang perlapisan, lapisan bersusun (graded
beding), lapisan silang siur (cross beding) dan jejak binatang. Sedangkan pada batuan beku
adalah rekahan-rekahan yang terbentuk akibat pendinginan, dinamakan kekar kolom
(columnar joints). Arah rekahan-rekahan yang tegak lurus terhadap bidang pendinginan,
permukaannya segi enam, struktur aliran pada lava dan sebagainya. Struktur sekunder yang
terbentuk setelah batuan terbentuk, adalah lipatan (fold), kekar (joint) dan sesar (fault).

Jurus dan Kemiringan Bidang

Untuk dapat mendiskripsi terjadinya deformasi pada suatu lapisan batuan, misalnya pada
batuan sedimen, diperlukan posisi atau kedudukan garis atau bidang setelah mengalami
deformasi. Telah kita ketahui bahwa sedimen semula diendapkan dalam posisi horizontal.
Setelah mengalami deformasi posisinya berubah, misalnya terlipat, maka posisi sayap (limb)
antiklin atau sinklin tidak horizontal lagi. Posisi atau kedudukan bidang-bidang yang
membentuk limb ini dinyatakan dalam jurus atau strike dan kemiringan atau dip yang
dipergunakan untuk menyatakan kedudukan semua bidang di alam.

Jurus adalah arah garis yang merupakan perpotongan antara bidang di alam dengan bidang
horizontal,dinyatakan terhadap arah Utara, searah jarum jam ke Timur. Gambar 3.
Contohnya U 62o T, yang berarti arah jurusnya 62o dari Utara ke Timur.
Gambar 3. Jurus dan kemiringan suatu bidang perlapisan. Jurusnya sejajar dengan
permukaan air, yang dianggap bidang horizontal. Kemiringan, sudut terbesar, diukur pada
bidang tegak lurus jurus (Hamblin, 1989)

Kemiringan adalah sudut terbesar antara bidang (miring) di alam dengan bidang horizontal
yang dinyatakan dalam derajat. Bidang horizontal tidak mempunyai kemiringan, atau 0o dan
bidang tegak lurus 90o. Jurus dan kemiringan diukur di tempat dengan mempergunakan
kompas geologi. Kompas geologi dilengkapi dengan water pas (round level), untuk membuat
bidang horizontal dan klinometer(vernier for vertical angles) untuk mengukur kemiringan
bidang, Gambar 4.

Gambar 4. Kompas Geologi tipe Brunton (Ainsworth, USA)

Lipatan (fold)

Ragan (1973), menyatakan bahwa lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari
suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsur garis
atau bidang dari bahan tersebut. Sementara itu, Hobbs et al (1973) menyatakan bahwa
lipatan adalah lengkungan yang dihasilkan oleh proses deformasi dari suatu permukaan batuan
yang relatif datar.

Lipatan dapat merupakan pelengkungan lemah yang luas, bisa lebih dari ratusan kilometer
sampai yang sangat kecil yang berskala mikroskopis. Lipatan sangat mudah dilihat pada
batuan yang berlapis dan merupakan hasil deformasi ductile akibat kompresi dan shear stress.
Pada strain rate sangat rendah dan di atas brittle-ductile transition, batuan dapat terlipat
meskipun dekat permukaan.

Geometri lipatan

Lipatan ke atas, melengkung ke atas atau cekung ke arah bawah disebut antiklin. Kedua
belah lereng antiklin saling menjauhi. Dan sebaliknya yang melengkung ke bawah, bagian
bawahnya cembung dan lereng-lereng saling mendekati, disebut sinklin. Umumnya kedua
bentuk ini berpasangan, Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Diagram blok memperlihatkan topografi lipatan yang menunjam. Lapisan batuan
yang resistens membentuk topografi tinggi, pada antiklin maupun sinklin. Sedangkan batuan
yang mudah tererosi membentuk topografi yang rendah, baik antiklin maupun sinklin (B.J.
Skinner, 1992)

Lereng sebelah menyebelah antiklin atau sinklin disebut sayap (limb). Puncaknya
dinamakan crestdan titik terendah disebut trough. Bidang simetri antara sayap
disebut bidang sumbu (axial plane), dan garis potongnya dengan permukaan, yang melalui
crest maupun trough disebut sumbu lipatan (fold axis). Apabila sumbu lipatan tidak dalam
posisi horizontal berarti lipatannya menunjam (plunging). Bentuk lipatan tidak selalu simetris
seperti pada Gambar 5, tetapi apabila perlipatannya lebih intensif bentuknya akan lebih
kompleks. Bila stress yang bekerja lebih kuat maka lipatan menjadi miring. Sayap yang satu
lebih landai dari pasangannya, atau dip nya tidak sama. Apabila stress berlanjut, kemiringan
bidang sumbunya mengecil hingga hampir horizontal.

Klasifikasi lipatan

Gaya tektonik yang sudah bekerja sejak ratusan juta tahun membuat kerak terlipat-lipat.
Kadang-kadang sampai beberapa kali, tidak hanya sekali saja. Oleh karena itu struktur lipatan
yang dihasilkannya sangat bervariasi dari yang sederhana sampai yang kompleks, baik bentuk
maupun dimensinya. Dasar klasifikasinya ada beberapa, dan yang paling sederhana adalah
kedudukan kedua belah sayapnya, kedudukan bidang sumbu dan keketatan lipatannya, Tabel
1. Sesar (fault)

Kadang-kadang deformasi berlangsung cukup cepat untuk diamati dan diukur. Untuk
memudahkan pengamatan deformasi kerak bumi dapat digolongkan dalam dua kelompok
besar yaitu gerakan mendadak yang mengakibatkan terjadinya rekahan, dimana blok-blok
kerak tiba-tiba bergerak beberapa sentimeter atau beberapa meter dalam hitungan menit
atau jam. Dan gerak yang lamban serta bertahap termasuk deformasi ductile. Geraknya
tetap, menerus tetapi tidak disertai hentakan. Gerakan mendadak melibatkan rekahan pada
batuan regas (britle). Rekahan pada batuan dimana terjadi pergeseran di sepanjang rekahan
dinamakan sesar, patahan atau fault. Sekali rekahan mulai, maka akan timbul gesekan yang
mengikuti pergeseran. Selanjutnya perlahan-lahan stress terkumpul atau tertahan selama
gesekan antara kedua sisi sesar dapat mengatasinya. Kemudian mendadak terjadi lagi
pergeseran. Jika stress tetap ada, perulangan penumpukan stress yang diakhiri dengan
pergeseran mendadak terjadi berulang kali. Meskipun gerakan sesar besar sampai beberapa
kilometer, tetapi jarak tersebut merupakan jumlah dari gerakan mendadak yang kecil-kecil.
Setiap gerak mendadak dapat menimbulkan gempa. Pergerakan mendadak pada litosfir
biasanya disertai gempa bumi.

Nama lipatan Ciri-ciri yang dimiliki

Berdasarkan kedudukan sayap (limb)

Lipatan simetri Kemiringan sayap sama

Kemiringan sayap tidak sama, yang


Lipatan asimetri satu lebih tegak dari sebelahnya

Berdasarkan kedudukan bidang sumbu

Kedudukan bidang sumbu tegak atau


Lipatan tegak vertikal

Kedudukan bidang sumbu condong


Lipatan miring atau miring

Bidang sumbunya sangat miring,


Lipatan rebah (recumbent fold) hampir rebah

Berdasarkan keketatan (tightness)

Sudut antara kedua sayap 170o atau


Lipatan landai (gentle) lebih

Lipatan terbuka (open) Besar sudutnya 90o

Lipatan ketat (tight) Besar sudutnya 10o

Kedua sayapnya sejajr atau besudut


Lipatan isoklinal 0o
Tabel 1. Klasifikasi lipatan berdasarkan kepada kedua bidang sayap, kedudukan bidang sumbu
dan keketatan sudaut antara kedua sayapnya.
Gambar 6. Lipatan sederhana dengan bagian-
bagiannya, lereng yang saling menjauhi disebut antiklin (bagian kiri dan kanan) dan yang
saling mendekati dinamakan sinklin (di tengah-tengah). Sebelah kiri sumbu lipatan mendatar
dan sumbu lipatan menunjam sebelah kanan (Skinner, 1992)

Gerak relatif

Definisi sesar adalah rekahan pada batuan yang mengalami pergerakan yang sejajar dengan
bidangnya. Umumnya tidak mungkin untuk dapat mengetahui berapa besar gerak sebenarnya
yang terjadi sepanjang sesar dan blok bagian mana yang bergerak dan blok yang diam, karena
bergeraknya sudah berlangsung pada waktu lampau. Dalam klasifikasi pergeseran sesar
dipergunakan istilah pergeseran relatif, karena tidak tahu blok mana yang bergerak; dapat
dikatakan bahwa satu sisi sesar bergerak relatif terhadap sisi lainnya. Pergeseran salah satu
sisinya melalui bidang sesar membuat salah satu blok relatif naik, turun, atau mendatar
terhadap lainnya. Blok yang berada di atas bidang sesar disebut blok hanging wall sedangkan
yang di bawah disebut blok foot wall, Gambar 7.

Gambar 7. Diagram balok sesar memperlihatkan blok hanging wall tergantung di atas kepala
penambang (bidang sesar) dan foot wall, blok yang ada di kakinya (di bawah bidang
sesar)(Skinner, 2004).
Klasifikasi Sesar

Sesar diklasifikasi berdasarkan atas : dip dari bidang sesar dan arah gerak relatifnya, menjadi
sesar normal, sesar naik, (reverse fault atau thrust fault) dan sesar mendatar (strike slip
fault).

a. Sesar normal

Sesar normal disebut juga sesar turun disebabkan oleh stress tensional yang seolah-olah
menarik/memisahkan kerak. Seperti halnya juga bila kerak mengalami gaya dari bawah.
Sesar normal didefinisikan sebagai sesar yang hanging wallnya relatif turun terhadap foot
wall. Atau sebaliknya, dapat dikatakan foot wall relatif naik terhadap hanging-wall, Gambar
7. Umumnya, dua atau lebih sesar normal dengan jurus sejajar dan kemiringan berlawanan
membentuk segmen tinggian dan amblesan pada kerak.
Blok yang „turun‟ dinamakan graben atau rift, jika dibatasi oleh dua sesar normal, Gambar
8 dan half graben bila pelengseran hanya pada satu sesar normal. Blok yang „naik‟ diantara
dua sesar normal dinamakan horst. Sesar normal banyak sekali dijumpai pada kerak bumi
yang mengalami stress tensional.

Gambar 8. Horst dan graben terjadi akibat stress tensional membentuk sesar-sesar normal.

b. Sesar naik (reverse fault) dan thrust fault

Sesar naik berkembang karena stress kompresional. Gerak pada sesar naik, blok hanging wall
relatif naik terhadap blok foot wall. Sesar naik terjadi karena kerak memendek. Bila
kemiringan bidang sesarnya lebih dinamakan sesar anjakan kecil dari 45 berasosiasi dengan
perlipatan°(thrust fault). Dan umumnya kuat, akibat gaya kompresi horizontal sangat kuat
pada kerak bumi. Thrust fault berkembang dari lipatan yang kemudian tersesarkan. Thrust
fault banyak dijumpai pada pegunungan lipatan.

c. Sesar mendatar (strike slip fault)

Sesar mendatar sering juga disebut sesar geser. Akibat bekerjanya shear stress gerak utama
sesar ini adalah horizontal dan sejajar dengan bidang sesarnya.
Pergerakan lateralnya ditentukan dengan melihat bidang sesarnya. Bila pengamat berdiri
didepan blok sesar yang bergerak kearah kanannya, maka sesar mendatar tersebut
namanya sesar mendatar menganan atau sesar mendatar dextral.
Atau dikatakan juga right lateral slip fault. Dan sebaliknya bila blok didepan pengamat
bergerak kekiri namanyasesar mendatar mengiri atau sesar mendatar sinister (left lateral
slip fault).
Contoh sesar mendatar besar yang terkenal adalah sesar San Andreas di California Amerika
dan di Indonesia, sesar Sumatra, sepanjang bagian Barat pulau Sumatra, sesar Palu-Koro di
Sulawesi, sesar Sorong di Irian dan lainnya. Pada umumnya sesar mendatar besar merupakan
batas lempeng, atau kejadiannya berkaitan dengan aktivitas pergerakan lempeng. Oleh
karena itu kebanyakan masih aktif (masih bergerak sampai saat ini meskipun sangat lambat)
seperti contoh diatas, keduanya masih aktif.
Meskipun geraknya tidak teramati, tetapi pengaruhnya jelas. Sepannjang sesar sering terjadi
gempa bumi dan tanah longsor.
Sesar mendatar yang merupakan batas lempeng dan berkaitan dengan pemekaran lempeng
namanya sesar transform, seperti yang terdapat di lantai samudra.

Indikasi gerak sesar

Sering kita jumpai dinding atau bidang rekahan, namun tidak dapat dengan segera
mengetahui apakah pernah terjadi gerakan atau pergeseran sepanjang bidang tersebut atau
tidak. Dengan kata lain kita tidak dapat menentukan apakah bidang tersebut akibat
sesar.
Ada beberapa jejak yang ditimbulkan dan terekam oleh gesekan pada batuan yang
tersesarkan. Diantaranya adalah gores-garis (slickensides), gesekan antara batuan yang keras,
permukaannya menjadi halus dan licin disertai goresan-goresan dan striasi pada bidang sesar.
Tidak semua sesar mempunyainya, atau sudah tidak tampak lagi karena tererosi. Kebanyakan
gerak sesar menghancurkan batuan yang begesekan menjadi berbagai ukuran yang tidak
beraturan besarnya, membentuk breksi sesar (fault breccia).
Breksi sesar dapat dengan mudah dibedakan dari breksi sedimenter karena fragmen dan
matriksnya terdiri dari material yang sama. Biasanya fragmen dalam breksi sesar
memperlihatkan arah yang sama dengan sesarnya.
Gejala lainnya adalah bergesernya lapisan batuan pada blok-blok yang tersesarkan.
Pergeseran lapisan disebut sebagai offset bidang perlapisan. Adanya offset bidang perlapisan
mempermudah menentukan jenis sesar.
Kemudian, akibat adanya gesekan antar blok, lapisan sekitar sesar terseret dan terlipat,
menjadikan lipatan-lipatan seretan (drag fold atau drag fault).
Selain itu masih ada beberapa gejala lain yang diakibatkan sesar dan sangat membantu dalam
menentukan gerak relatif sesar.

Hubungan lipatan dan sesar

Lipatan dan sesar tidak selalu menerus. Sesar-sesar cenderung berhenti sebagai lipatan
Lipatan, akan berhenti diujungnya yang makin mengecil,
Jika dua macam batuan terkena tegasan yang sama, yang regas (britle) akan terdeformasi
sebagai rekahan atau tersesarkan, dan lainnya yang lentur (ductile) terdeformasi ductile.
Hasilnya adalah sebuah lipatan monoklin,
Beberapa sesar anjakan (thrust fault), diawali oleh lipatan rebah yang karena tegasannya
berlanjut, sayapnya yang terbalik tertarik kuat, teregangkan dan akhirnya patah menjadi
sesar anjakan.

Gambar 9. Jenis Sesar

Kekar (joint)

Kekar adalah suatu fracture (tretakan pada batuan) yang relatif tidak mengalami pergeseran
pada bidang rekahnya (Ragan, 1973). Kekar dapat disebabkan oleh terjadinya gejala tektonik
maupun non tektonik. Kekar atau joint adalah rekahan-rekahan pada batuan, lurus, planar
dan tidak terjadi pergeseran.
Kekar umumnya terdapat sebagai rekahan tensional dan tidak ada gerak sejajar
bidangnya.Kekar membagi-bagi batuan yang tersingkap menjadi blok-blok yang besarnya
bergantung pada kerapatan kekarnya. Dan merupakan bentuk rekahan paling sederhana yang
dijumpai pada hampir semua batuan. Biasanya terdapat sebagai dua set rekahan, yang
perpotongannya membentuk sudut berkisar antara 45 sampai 90 derajat.
Kekar mungkin berhubungan dengan sesar besar atau oleh pengangkatan kerak yang luas,
dapat tersebar sampai ribuan meter persegi luasnya. Umumnya pada batuan yang regas.
Kebanyakan kekar merupakan hasil pembubungan kerak atau dari kompresi atau tarikan
(tension) berkaitan dengan sesar atau lipatan.
Ada kekar tensional yang diakibatkan oleh pelepasan beban atau pemuaian batuan. Kekar
kolom pada batuan volkanik terbentuk oleh tegasan yang terjadi ketika lava mendingin
dan mengkerut.
Pada lapisan-lapisan sedimen terutama batupasir, sering terdapat kekar-kekar yang bervariasi
arahnya. Rekahan ini terbentuk selama penimbunan dan litifikasi yang akan tetap tertutup
selama tertimbun dikedalaman. Karena erosi dan tersingkap, sedikit pendinginan dan
kompresi relief memungkinkan rekahan agak terbuka.
Pada beberapa daerah kekar mengontrol pola aliran sungai, terutama aliran-aliran
sekundernya.
Kekar juga mempunyai nilai ekonomis. Dapat memperbesar permeabilitas yang penting bagi
migrasi dan menampung air tanah dan minyak bumi.
Analisa kekar sangat diperlukan dalam eksplorasi dan pengembangan sumber daya alam.
Rekahan-rekahan mengontrol endapan mineral, tembaga, timbal, seng, merkuri,perak,emas
dan tungsten.
Larutan hidrotermal yang berasosiasi dengan intrusi batuan beku mengalir sepanjang kekar-
kekar dan mengendapkan mineral-mineral sepanjang dinding kekar, membentuk urat-urat
mineral (mineral veins).
Konstruksi besar, seperti bendungan, sangat perlu memperhatikan sistem kekar pada batuan.
Selain mempengaruhi daya dukung batuan, kekar juga dapat menimbulkan masalah
kebocoran.
Dalam penambangan batuan, marmer, granit dll, sistem kekarlah yang menentukan berapa
besar blok batuan yang dapat ditambang. Dan adanya kekar-kekar akan mengurangi peledakan
yang diperlukan.

Jenis-jenis Kekar

1. Kekar pengerutan (“Shrinkage joint”), disebabkan oleh gaya pengerutan yang timbul
karena pendinginan (pada batuan beku : kekar tiang) atau pengeringan (pada batuan
sedimen)
2. Kekar lembaran (“sheet joint”) yaitu sekumpulan kekar yang kira-kira sejajar dengan
permukaan tanah, terutama pada batuan beku.
3. Kekar karena tektonik, yaitu kekar yang terbentuk karena proses endogen, yang berupa
pasangan garis yang lurus.

Anda mungkin juga menyukai